Sepasang mata Esther langsung menajam secara otomatis, buat gadis itu apa yang Gaara lakukan sekarang sudah terlanjur menyentuh hal yang tidak seharusnya pria itu ketahui. Dia telah melewati batasnya sebagai seorang kenalan. Lagipula Gaara tidak punya hak untuk tahu terlalu banyak. Mau Esther berkendara ke kampus atau tidak itu bukan ranahnya untuk dia bicara. Terlebih pria itu juga malah menyeruak kenangan yang terbilang sensitif bagi Esther. Gadis itu paling tidak suka ketika seseorang mengingatkan dia tentang kejadian yang menghancurkan hatinya tersebut.“Terus terang aku tersanjung dengan kepedulianmu yang entah datang dari mana itu, tetapi aku sama sekali tidak melihat adanya keuntungan yang bisa kau dapatkan dari jawabanku.”Gaara tidak langsung mundur, pria itu malah membalas pandangan mata gadis itu dengan tatapan yang sama tajamnya. “Aku hanya sedang mencoba menjadi lebih baik padamu, Esther,” sahutnya dengan sedikit mendesis. Apa pula yang gadis itu lakukan sekarang? Disini
Gaara melempar atasan yang dia kenakan ke lantai sebelum melemparkan dirinya yang bertelanjang dada ke atas ranjang dengan lengan menutup mata. “Perempuan sialan …,” ujarnya mengumpat pada udara yang ada di sekitarnya.Gaara teramat benci atas fakta bahwa perempuan itu berhasil membuat perasaannya menjadi kacau balau seperti ini. Sebelum ini tidak ada yang bisa membuatnya merasakan perasaan seperti ini kecuali ibunya. Semua kejadian di kampus berputar ulang secara otomatis, dan hal itu membuat moodnya berubah seratus delapan puluh derajat sore ini.Dia tidak tahu apa yang salah dengan pertemuan mereka. Awalnya mereka bisa bersikap seperti biasa, tapi tiba-tiba saja perempuan itu berubah defensif seakan-akan Gaara akan melakukan hal buruk terhadapnya. Belum pernah ada perempuan yang berani bersikap demikian kepadanya, sehingga sekali lagi dia merasa Esther baru saja menginjak harga dirinya. Mengingat ekspresi wajah Esther yang menantang membuat darah Gaara kontan mendidih dengan sendir
“Lupakan soal dia,” ungkap Gaara tiba-tiba. Esther Rodrigo, hanya menambah penat beban pikirannya saja dan dia tidak mau menebak-nebak kerumitan gadis itu yang sudah seperti labirin buatnya. Jika terus dipikirkan yang ada dia merasa makin tersesat. “Apa sebenarnya tujuanmu datang kemari, Amber?”“Oh iya, aku benar-benar hampir lupa!” Amber bersertu sambil menepuk dahinya sendiri. Kemudian dia terkekeh sendiri, membuat Gaara bingung dengan hal lucu macam apa yang perempuan itu tertawakan. “Untung kau ingatkan, kalau tidak bisa berabe.” Wanita itu kemudian berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah kloset pakaian adik bungsunya, memilah sesuatu dari sana dengan menggeser-geser isinya. “Kau harus bersiap dan memakai setelan terbaikmu untuk makan malam kita hari ini.”“Kenapa?”“Ayah bilang dia punya janji dengan teman lamanya tempo hari, dan dia ingin mengajak serta anaknya untuk bertemu dengan orang itu lagi. Katanya adu kebanggaan, childish sekali bukan ayah kita?”“Memang.” Salah satu
“Grace?”Dimasa lalu, saat Gara pertama kali melepas masa lajang adalah saat SMA. Saat itu pula dia langsung menjadi pusat perhatian semua mahasiswi disana. Tetapi hanya satu orang gadis saja yang berhasil membuat hatinya tertambat.Dan dari semua kemungkinan dia tidak mengira bahwa gadis dari masa lalu itu kini tengah duduk disampingnya dalam rangka acara makan malam keluarga. Kalau takdir itu manusia yang membuatnya, sudah pasti Gaara tidak akan mau berada disini. Tetapi apa mau dikata, ini diluar pengetahuannya sebagai seorang manusia yang memiliki keterbatasan.“Aku masih tidak percaya kalau ternyata Ibuku punya relasi sebagai rekan kerja dengan ayahmu,” tutur gadis itu setelah mereka mulai makan malam.“Ya, mungkin kalau dulu kau memberitahu ibumu tentang hubungan kita, situasi ini tidak akan jadi sesuatu yang mengejutkan,” sahut Gaara acuh tidak acuh.Meskipun penampilan luarnya terlihat seperti model yang baru keluar dari sampul depan majalah fashion. Tetapi Grace, sebenarnya ha
Sejak kecil Esther dididik bukan untuk menjadi seorang wanita yang ekspresif, dia dilatih sedemikian rupa untuk dapat menjaga mimik wajah dan mengatur ekspresi saat sedang bercengkrama. Makanya tidak heran, ketika dia mengenali pasangan yang ditunjuk oleh Derek adalah salah satu orang yang dia kenal di kampus, secepat kilat Esther mencoba bersikap setenang mungkin. Berbeda dengan Derek yang langsung menghampiri mereka, Esther justru menggunakan moment tersebut untuk kabur dari sana. Keberadaannya yang terlalu menarik perhatian karena pakaian yang dia kenakan pasti akan cepat di sadari oleh Gaara. Jadi Esther memutuskan untuk pergi ke toilet wanita alih-alih pergi ke bar sesuai dengan pesan sang ayah kepadanya saat memutuskan pergi bersama Derek.Esther menarik napas dalam-dalam, dia tahu akan sangat bodoh bila dia pergi ke bar begitu saja tanpa Derek. Orangtua mereka pasti akan bertanya soal keberadaan pemuda itu, dan Esther malas sekali ditanyai.Selepas keluar dari toilet dan melepa
Tidak. Tidak bisa. Esther tidak mungkin mau mati konyol seperti ini. Dia tidak akan mati sebelum selesai melakukan semua hal yang dia inginkan, dia tidak akan mati sebelum bisa mencapai semua impiannya. Dia harus menjinakan si Gaara Maxwell ini.Maka dengan sisa tenaga miliknya, Esther secara impulsif melumat bibir pria yang mencoba membunuhnya sekarang ini. Gaara yang kaget dengan respon Esther yang membalas ciumannya untuk sesaat mengendurkan pegangannya dan Esther dengan cerdik langsung mengambil kesempatan itu untuk menggigit bibir Gaara sekuat tenaga.Pria itu langsung melepaskan ciumannya dan mengumpat padanya. Sementara Esther sendiri memanfaatkan moment tersebut untuk melepaskan pegangan Gaara pada lehernya sekaligus menendang tulang kering pria tersebut. Begitu cengkraman terlepas dan dia mengeluarkan semua tenaganya, Esther langsung jatuh lunglai ke lantai. Dia tidak mengindahkan sama sekali Gaara yang mengaduh dari tendangan kakinya, yang jelas Esther benar-benar linglung d
“Wow … itu adalah komentar yang sama sekali tidak aku duga akan keluar dari mulutmu.” Nelsy terkekeh.Namun sejurus kemudian dia kembali terdiam dan mengamati pria yang menarik perhatian mereka masing-masing. Esther tidak berhenti menatap Gaara, begitu pun Nelsy, yang walaupun beberapa saat lalu dia sempat menghina Vinson, tetapi siapa pun akan tahu bahwa masih ada rasa yang dia miliki untuk pemuda itu.“Ngomong-ngomong kenapa kau sendirian, Nelsy?” tanya Esther tiba-tiba. Dia menyadari hal tersebut sejak awal ketika gadis itu mendekatinya dan diam-diam memiliki jawabannya sendiri untuk pertanyaan itu.“Entahlah …,” sahut gadis itu sambil berbalik menatap Esther. “Mendadak mereka semua yang dulu bersamaku tidak begitu … menyukai keberadaanku? Kurasa satu-satunya alasan mengapa aku punya banyak teman dan pusat perhatian adalah karena aku pacarnya Vinson. Jadi karena sekarang aku sudah bukan Mrs. Vinson lagi …” Dia mendengus menjeda kalimatnya sendiri, “Kurasa orang-orang itu sudah tida
Sosok wajah maskulin itu terlihat mengeras.Sementara Esther sendiri langsung menunduk.Di sebelah Nelsy, Vinson terdengar seperti sedang berusaha untuk menahan tawa. Hanya dimata pria itu saja, wajah Esther terlihat lucu. Sementara dimata ketiga orang lainnya disana, wajah Esther yang belepotan dengan darah dan air mata memunculkan reaksi beragam. Cemas, takut, dan satu lagi murka.Nelsy menginjak sepatu Vinson, sambil menatap pria itu dengan garang. “Berhenti tertawa! Tidak ada yang lucu disini,” desis gadis itu.Ekspresi ketakutan yang jelas ada pada Derek dan pria itu langsung merasa bersalah. “Ya Tuhan, aku benar-benar menyesal, Esther,” kata pemuda pirang itu sambil meringis. “Kumohon jangan menaruh dendam padaku, dan jangan katakan apa-apa pada orangtuaku,” ungkap pria itu sambil membungkuk dan memperlihatkan gesture memohon padanya.“Sudahlah…,” kata Esther yang kemudian menutup hidungnya, takut lebih banyak lagi darah mengucur dari sana.“Ya, sudahlah, Derek. Dia kan tidak ma
Baiklah ini mungkin sedikit tentang keluarga pasutri muda. sebenarnya tidak ada yang terlihat wah atau bagaimana kecuali fakta bahwa mereka mulanya adalah pasangan yang terlihat abnormal tetapi nyatanya bisa membuat sebuah keluarga yang terlampau manis bak gulali, apple candy, dan kue lapis legit. Namun terkadang juga bisa sepahit kopi, se asam lemon, se asin garam. Ya, barangkali inilah alasan mengapa hidup itu tidak selalu tentang satu rasa, sebab manis itu sendiri tidak akan pernah berarti bila tidak ada rasa yang lain. Hidup tidak melulu soal bahagia.Matahari sudah meninggi, teriknya telah menghidupkan semesta mencoba mengintip dari celah tirai jendela yang sengaja belum dibuka. Seiring dengan langkah Gaara yang sampai di ujung tengah dan lekas membuka pelan pintu kamarnya.Lelaki itu berjalan tanpa suara, seraya mengukir senyum yang paling sempurna. Kedua matanya memancarkan cahaya yang lembut, tampak sekali bahwa pria tersebut menyukai sosok wanita yang masih meringkuk nyaman d
Tidak disangka hari yang ditunggu akan tiba. Dia juga tidak habis pikir bahwa akan tiba masanya dia akan mengenakan pakaian serba putih dan didandani dengan cantik, terlebih nantinya dia akan bersanding dengan pria yang dia cintai. Senyuman manis terpatri di wajah Esther yang sudah dipoles dengan make up sedemikian rupa. Gadis itu sama sekali tidak bisa berhenti tersenyum untuk moment ini. Hari ini dia akan menikah, dengan seseorang yang dulunya adalah bad boy di kampus, lelaki yang mulanya hanya dijadikan sebagai objek taruhan antara dia dengan Vinson. Ceritanya memang selucu itu, tetapi tidak memudarkan bahwa cinta yang dia miliki kepada sang pria adalah cinta yang tulus.Setelah lulus dan berpacaran selama kurang lebih tiga tahun, Gaara datang ke kediamannya dan dengan gentle meminang Esther di depan ayahnya. Lamaran itu datang tanpa diduga sama sekali oleh Esther, dan dia teramat bahagia mendengar kesungguhan Gaara terhadapnya. Selang beberapa waktu, pria itu langsung sibuk memper
Esther terbangun karena rasa lapar di perut. Dia berbalik dan menemukan sepasang mata Gaara yang menatapnya dengan intens.Dia tertidur saat ditengah permainan, dan ranjang Gaara sekarang sudah menjadi favorit Esther. Dia tidak mau meninggalkannya.“Hei,” sapa gadis itu pada sang pemuda, dia tersenyum malu-malu.“Hei,” balas Gaara membalas senyumannya. “Kau lapar ya?”Esther mengangguk.“Aku sudah memanaskan sup dan ada sedikit roti juga. Mungkin rasanya tidak akan terlalu cocok, tapi aku pribadi memang jarang makan dirumah.”Esther terkekeh. “Kau seperti cenayang, bagaimana kau bisa tahu aku lapar?”“Aku mendengar suara perutmu.”Wajah Esther memerah, sementara Gaara malah tertawa. Mereka kemudian makan bersama di tempat tidur. Makan terakhir yang Esther makan memang hanya sarapan di pesawat. Rasa lelah membuat Esther melupakan banyak hal termasuk urusan mengisi perut. Dan meski Gaara bilang rasanya mungkin tidak sesuai, tetapi bagi Esther makanan itu adalah yang paling nikmat yang p
“Menurutmu apa aku punya pilihan Gaara?” Dia merasakan air mata membasahi pelupuk mata. “Aku sendirian. Jika ada satu kesempatan bagiku untuk bisa menyelamatkan diri, tentu aku akan melakukannya.”“Bagaimana bisa kau melakukan itu sementara—”“Siapa yang kau pikir akan menolongku saat itu? Apakah kau Gaara? Kau? Tentu saja aku tidak pernah berpikir kesana karena aku orang asing bagimu sementara Vinson adalah teman baikmu. Dan apa yang kau lakukan saat kau tahu aku kesulitan di kampus ketika Vinson membully-ku? Kau tidak melakukan apapun.” Gaara hendak memotongnya, tetapi Esther segera mengangkat tangan mencoba untuk menghentikan apapun yang akan lelaki katakan sebagai bentuk dari pada pembelaan. “Kita pernah membicarakan ini dulu sekali. Aku tidak berusaha sedang menyalahkan keadaan ini kepadamu. Faktanya, memang pada saat itu aku tidak punya seorangpun yang bisa menolongku. Pada akhirnya aku hanya harus melakukan sesuatu agar aku bisa menyelamatkan diriku sendiri. Terus terang taruha
Gaara yakin dia berhalusinasi ketika melihat sosok perempuan berambut keperakan yang berdiri di muka rumahnya.Tidak. Tidak mungkin itu Esther.Selain Gaara hanya ada dua orang yang tahu soal keberadaan rumah ini. Paman Yoshi dan ayahnya.Bahkan saat Gaara turun dari jeep dan melepas kacamata hitamnya untuk memastikan bahwa terik matahari tidak membuatnya berhalusinasi, sosok tersebut masih berada disana. Semakin mendekat, Gaara semakin yakin bahwa sosok itu memang adalah Esther.Perasaannya kian membuncah dan tidak terkendali. Tetapi diantara itu semua, Gaara tidak bisa berbohong bahwa dia bersyukur melihat Esther ada disini. Apalagi mengingat bahwa beberapa saat yang lalu dia nyaris membuat keputusan yang mungkin akan disesalinya.Ketika dia berhasil memeluk sosok itu, rasa lega segera menyebar dalam hatinya. Dia tidak tahu bagaimana caranya Esther bisa berada disini. Namun dia bersyukur bahwa sekali lagi dia masih bisa menyentuh kehangatan kulit gadis itu. Berada didekat Esther mem
Sejak meninggalkan rumah yang dahulu menjadi tempat dia menghabiskan waktu bersama sang bunda tercinta. Gaara tidak menduga bahwa akan ada saatnya dia kembali ke rumah ini. Tepat seperti dugaannya pula tidak ada satu bagian dari rumah ini yang berubah. Ayahnya pasti melakukan segala cara agar rumah tersebut tetap sama persis seperti saat masih ditinggali oleh ibunya terakhir kali. Gaara bisa melihatnya dari taman bunga dan juga gazebo tempat ibunya dulu selalu menghabiskan waktu bersama Gaara untuk membacakannya sebuah dongeng.Gaara tidak bisa membohongi dirinya. Rumah itu sangat mencerminkan kepribadian ibunya. Setiap sudutnya memaksa Gaara mengingat semua memori tentang wanita itu. Ketika Gaara pertama kali melewati pintu depan rumah tersebut, dia merasa seperti melihat hantu ibunya dari masa lalu.Dalam perjalannnya ke Australia, Gaara sebenarnya telah membayangkan ratusan skenario yang ingin dia lakukan pada rumah tersebut. Hal pertama yang mampir ke otaknya adalah membersihkan s
Sesuai dengan janji, setelah mengunjungi makam ibunya Gaara, Jorge mengantar Esther menuju ke kediaman mendiang istrinya dimana gadis itu bilang bahwa Gaara berpotensi berada disana. Jorge sebenarnya tidak yakin bahwa sang putra akan berada di rumah tua itu. Apalagi karena Gaara punya alasan yang kuat mengapa dia bersedia tinggal bersamanya dari pada tinggal dirumah itu.Namun entah bagaimana, Esther mampu mematahkan semua statement pria itu berdasarkan intuisinya yang liar.Sementara Esther sendiri kini semakin diliputi rasa bersalah yang teramat mendalam kepada Gaara. Setelah mendengar cerita Jorge tentang mendiang istrinya. Esther memahami bahwa Gaara tumbuh dengan pemahaman bahwa sang ibu meninggal karena cinta yang terlalu besar kepada ayahnya. Memang masuk akal bahwa pemuda itu akan bersikap sinis dan membenci ayahnya. Tetapi terlepas dari hal itu, Esther pun tidak bisa menjudge keduanya. Tetapi yang pasti setelah mendengar segalanya dari kedua belah pihak, Esther malah merasa k
Esther benar-benar tidak tahu bahwa dia punya keberuntungan sebesar ini dalam hidupnya.Lima belas menit yang lalu dia benar-benar dibuat kelimpungan dan nyaris menangis gara-gara kehabisan mobil jemputan. Memang benar keputusan yang dia buat kali ini pun terbilang sangat gila seumur hidupnya. Terbang ke Australia tanpa punya kenalan satu pun, bahkan alamat yang hendak dia tuju pun Esther tak tahu. Esther hanya punya modal ingatan foto-foto lama Gaara dengan mendiang ibunya saja. Makanya rencana Esther adalah menyewa mobil dan pergi berkeliling sambil mencari rumah yang mirip dengan gambar yang pernah Esther lihat.Saat itulah mendadak pria baik hati yang Esther temui di pesawat menghampiri. Karena Esther punya pengalaman kurang baik dengan orang asing, maka Esther sempat ragu untuk mengatakan yang sebenarnya kepada orang itu. Tetapi bila mengingat kebaikan yang pria itu lakukan, Esther berasumsi bahwa orang itu bukanlah orang yang punya maksud jahat.“Ah, saya Jorge Maxwell. Orang ya
“Maaf?” balas gadis itu tampak agak kaget dengan pertanyaan yang Jorge berikan terhadapnya.“Mimpimu.”“A—ah… itu … b—bukan apa-apa,” sahutnya agak tergagap sambil menggelengkan kepala. “Maaf saja tapi itu … bukan tipik yang cukup menyenangkan untuk … dibicarakan.”Jorge mengangguk. “Baiklah kalua begitu, tapi saat melihatmu aku jadi teringat putra bungsuku yang kurasa seumuran denganmu.”Sekilas gadis itu jadi tampak sedikit tertarik. “Benarkah? Umur berapa?”“Tahun ini masuk dua puluh dua tahun.”Gadis itu menganggukan kepala. “Ah, benarkah? Saya juga.”“Jadi, kalua boleh tahu apa yang gadis sepertimu lakukan sendirian? Apa kau ingin mengunjungi seseorang?”Selama sesaat gadis itu tampak menimbang-nimbang jawabannya. Ekspresinya juga sedikit berubah. Tetapi kemudian tak selang beberapa lama dia menganggukan kepala. “Ya, begitulah.”“Keluarga?”“Ah, bukan. Hanya seorang teman.”“Kurasa dia adalah teman yang special sampai kau mau terbang sendirian seperti ini.”Jorge jadi terkekeh sa