"Kenapa mereka belum pulang juga, ya? Padahal tadi bilangnya hanya mau cek jahitan luka kak Liam saja."
Alena yang sudah hampir satu jam ditawan Sera di kediaman Liam tak merespons gumaman Sera. Dia juga penasaran sekaligus ingin tahu perkembangan kesehatan Liam sekarang. Sudah empat hari lelaki itu tidak masuk sekolah setelah insiden pemukulan di Phuket. Orang tua Liam kaget begitu anak mereka pulang dalam kondisi tantan diperban dan wajah lebam-lebam.
Sera menceritakan detail kejadian yang menimpa kakak sepupunya dan mereka mulai paham serta memaklumi hal itu. Kedua orang tua Liam tidak menyalahkan Alena atas apa yang menimpa putranya. Itu murni sebuah musibah dan sebaliknya, orang tua Liam bangga karena putra mereka memiliji jiwa pahlawan yang bersedia menolong sesama yang sedang kesulitan. Meski demikian, tidak lantas mengurangi rasa bersalah Alena. Dia sudah beberapa kali meminta maaf pada Liam melalui pesan singkat tapi rasanya masih belum sempurna
"Semua ucapanku terbukti bukan, dunia ini tidak sejahat perkiraanmu.""Menyesal aku bercerita padamu."Allendra duduk di kursi pasien menghadap langsung pad dokter cerewet yang selama ini terus menerus menerornya lewat telepon dan pesan singkat."Baiklah, kita tinggalkan masalah hubunganmu dan Alena sebentar dan mari bicara serius.""Ah, aku tidak suka ini.""Allendra, kita benar-benar sudah tidak bisa menundanya lagi. Kau harus segera melakukan operasi sebelum sel kanker di otakmu menyebar pada jaringan lain dan merusak sistem saraf pusat. Sudah stadium III, Al. Pilihan terbaik untukmu saat ini adalah operasi."Kanker otak stadium III, sebagian besar orang mungkin menganggap penyakit itu sangat menyeramkan namun tidak dengan Allendra. Dia bukan manusia super yang punya kekuatan menangkal kematian, tapi pria itu tampak tidak mengkhawatirkan kondisi kesehatan
Ada yang pernah bilang, jika laki-laki sudah bertemu dengan pawang yang tepat, sebuas apa pun dia pasti akan luluh juga dan tak jarang malah jadi budak cinta. Sepertinya hal itu yang menimpa Allendra sekarang. Sebelum ia bertemu dengan Zeeya, tidak ada yang namanya selepas pulang kerja leha-leha.Pasti kegiatan Allendra akan selalu dipadati hal-hal yang berkenaan dengan pekerjaan, tak jarang di kelab pun ia tetap menangani urusan bisnis. Baru setelahnya ia bisa senang-senang dengan para wanita malam. Namun kali ini berbeda, sekembalinya dari London, pria itu memutuskan untuk mendatangi rumah Zeeya tanpa memberitahu wanita itu lebih dulu.Orang-orang menamakan momen itu kejutan, tapi Allendra lebih senang menyebutnya sebagai mengusili sang kekasih. Di tangannya kini sudah ada bunga dan tas yang berisi parfum yang sengaja ia beli dari London. Parfum itu memang yang biasa Zeeya gunakan, Allendra sengaja membelinya karena dia sangat menyukai aroma itu m
"Kenapa kau mengajakku bertemu di sini?"Rana duduk di kursi menghadap Alena. Mereka berada di salah satu kelas kosong. Alena sengaja memanggil sepupunya untuk memperjelas keadaan. Dia perlu memgetahui titik permasalahan yang menimpanya agar bisa mengambil tindakan tegas dan tidak terus-terusan dibuat bingung oleh sesuatu yang abu-abu."Aku tidak tahu harus bertanya pada siapa lagi, kuharap kau bisa menjelaskan semuanya. Kepalaku rasanya ingin pecah Rana," tutur Alena putus asa.Rana menatap iba, hatinya terenyuh disesaki sendu yang sama."Apa yang ingin kau tahu dariku, Len? ""Semuanya, Ran, semuanya. Jika kau ingin aku berlutut di hadapanmu dan meminta maaf padamu sekarang, aku akan melakukannya. Asal kau mau jujur dan menceritakan masalah apa yang disembunyikan Allendra."Rana menyunggingkan senyum lalu menggeser duduknya lebih dekat dengan Alena.
Sore hari sebelum kedatangan Allendra ke rumah Zeeya, kedua orang tua gadis itu sedang tidak ada di rumah karena mengunjungi kerabat mereka yang ada di luar kota. Dua jam selepas kepergian orang tua Zeeya, Mark berkunjung ke rumah wanita itu untuk meminta pertolongan yang katanya mendesak.Zeeya yang tidak membaca gelagat aneh karena telanjur percaya pada Mark, tak mengira sama sekali bahwa kedatangan tetangganya itu ternyata ingin melancarkan skenario licik yang disusun pria itu bersama pimpinannya. Siapa dia? Benar, Alexander Montgomery, direktur utama bank tempat Mark bekerja. Tidak semua orang mengetahui fakta ini karena Alex melakukan tugasnya dari jauh.Selain menjalankan binsis bank swastanya, Montgomery juga dikenal sebagai bandar narkoba kelas satu di kalangannya, kemudian ia kerap menjadi investor bisnis-bisnis gelap yang tidak sah di mata hukum namun mampu memberikan pundi-pundi kekayaan yang luar biasa. Allendra mengetahui semuanya, itulah ala
Beberapa jam sebelum insiden penculikan Zeeya terjadi, wanita itu menghubungi Alena dan memintanya untuk bertemu di kafe dekat sekolah. Zeeya benar-benar sudah putus asa mencari keberadaan Allendra. Semua akses yang bisa membawa Zeeya pada pria itu seakan ditutup rapat, tak menyisakan sedikit pun celah. Satu-satunya harapan yang tersisa hanyalah Alena. Zeeya yakin gadis itu tahu di mana keberadaan Allendra atau paling tidak, Alena pasti bisa memberi tahunya bagaimana kondisi pria itu sekarang. Zeeya sangat cemas, dia tahu Allendra orang seperti apa, sangat takut jika pria itu berbuat nekat karena kesal dan justru membahayakan dirinya sendiri. Zeeya tidak akan bisa pulang dan tidur tenang jika belum mengutarakan semua keresahannya pada Alena dan Allendra.Alena memutuskan untuk menolak ajakan gurunya itu, selain malas, jujur gadis itu masih menyimpan kekecewaan yang besar pada Zeeya. Penilaiannya terhadap perempuan itu telanjur tercoreng. Hanya ada amarah dan kek
Aku pernah meminta pada Tuhan untuk mengabulkan doa pria baik yang selalu disakiti hatinya. Pria aneh yang dengan gaya semena-menanya menebar bahagia tanpa aku minta. Selain ayahku, dia, satu-satunya pria yang mengenalkan arti cinta tanpa pamrih. Dia, satu-satunya pria yang menunjukkan bahwa hitam tak selamanya pahit. Bahwa putih tak selamanya suci. Bahwa senyuman manis tak selalu berarti indah. Dan seringai kejam tak selalu berarti kelam.Bersamanya, aku melihat perspektif dunia dari berbagai sisi yang tidak pernah kuketahui sebelumnya. Dia memperlihatkan padaku seperti apa wujud ketulusan. Seperti apa bentuk kasih sayang. Dan seperti apa bukti pengorbanan. Mengherankan memang, ada orang yang berani menggadaikan kebahagiaannya demi kebahagiaan orang lain. Sungguh, aku tidak percaya ada sosok semacam ini jika tak kutemukan dia sendiri. Semua itu hanya bisa dilakukan oleh pria kesayanganku, Allendra, si baik bertopeng jahat.Sejak awal pertemuan kami, aku merasa dia mem
"Kamu yakin mau menemuinya hari ini, Zee? Allendra baru saja kembali, mungkin dia akan terkejut jika kamu langsung muncul dan mengabari kehamilanmu," ujar ibu Zeeya mengingatkan.Bukannya ia tak mau mendukung usaha putrinya, ibu Zeeya hanya khawatir terjadi sesuatu yang tak diharapkan. Kondisi saat ini benar-benar rumit, ibu Zeeya sangsi Allendra bisa paham dan menerima semuanya di saat dia tidak mengingat apa-apa."Aku hanya ingin melihatnya dari jauh, Bu. Enam bulan aku menunggu dan bertanya-tanya kapan kesempatanku tiba untuk melihatnya secara langsung. Dan aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini.""Ayah mengerti, tapi kamu juga harus ingat kondisi kesehatanmu. Jangan terlalu capek, kehamilanmu sangat rentan. Ayah tidak ingin kau stres seperti waktu itu sampai menyebabkan pendarahan."Di awal kehamilan Zeeya bertepatan dengan proses pengobatan Allendra. Dia mengalami stres berat karena memikirkan ini dan itu, takut jik
Sore itu wajah langit tampak berseri biru, terpercik semburat merah kekuningan yang membentuk gradasi maha indah untuk ditatap berlama-lama dalam damai. Siur angin ringan mengelus hati yang memang menantikan kehadirannya sejak geming memeluk sepi ini dimulai.Dia duduk seorang diri, hanya ditemani buku bersampul merah jambu dan sebuah ponsel yang dia simpan di atas meja kaca, tepat di hadapannya. Dalam perenungan itu, angannya mengangkasa--keluar dari batas-batas yang dia gurat sendiri enam bulan terakhir. Si dia ini tidak terlalu pandai meraba perasaan, atau ... bisa jadi dia mengerti hanya saja enggan mengakui.Tangannya bergerak tangkas menukar posisi buku dengan ponsel. Membuka galeri foto di ponsel terdahulu, ponsel yang dibiarkan mat
"Vincent, Natasha sudah kembali ke Inggris," ujar Zeeya berusaha bicara dengan sangat hati-hati. Matanya setia menanti reaksi pria yang baru datang dengan sekantung makanan pesanannya. "Iya, terus hubungannya denganku?" "Kau tidak mengucapkan selamat tinggal atau apa gitu padanya?" "Sudah." "Apa yang kau maksud hari di mana dia menciummu?" "Kau tau dari mana?" kaget Vincent, tampak tidak menyangka Zeeya mengetahui rahasia itu. "Natasha cerita padaku, katanya dia menciummu. Tapi itu kan sudah sangat lama, ada tiga bulan yang lalu." "Sama saja." Setelah mengatakan itu, Vincent mengambil minuman yang disajikan pelayan keluarga Spancer. Menyesap aroma dengan hidungnya terlebih dahulu lantas meneguknya secara perlahan. "Bagaimana bisa kau berbicara sejahat itu?" "Jahat apanya?" "Natasha tulus menyukaimu, Vin." "Tapi aku menyukai gadis lain." "Gadis yang kau sukai sudah jadi ist
Ketika kamu benar-benar menginginkan sesuatu lalu kamu memperjuangkannya tanpa membatasi dirimu dengan ketidakpercayaan, maka semesta akan menjadikannya nyata untukmu. Memang tidak mudah memegang prinsip itu, ujian akan datang dari berbagai arah—menempamu dengan perah berlumur perih. Selayaknya kehidupan yang tidak selalu mudah, putus asa dan ingin menyerah bisa muncul kapan saja. Melemahkan hatimu dengan letih yang menatih. Namun perih itu tak akan selamanya membuatmu merintih, sebab selalu ada bahagia yang dihadiahkan bagi mereka yang ikhlas menjalani itu semua. Zeeya sedang berada di fase itu sekarang, merasakan kebahagiaan berlipat ganda usai dijatuhi luka yang menyiksa. Selamat dari maut, berhasil mendatangkan Seandra ke dunia, melihat sang suami memangku bayinya. Semua itu adalah angan yang selalu ia berikan pada Tuhan lantas mewujud doa yang dikabulkan. Ternyata benar, sesulit apa pun keadaan yang sedang dihadapi, alangkah lebih baik jika kita tetap berpikir positif ser
Tidak ada yang tahu bahwa niat bersenang-senang yang didambakan Zeeya tadi sore akan berujung celaka. Wanita yang sebelumnya tampak paling semangat melakukan agenda kencan ganda ini sudah berbaring di atas belangkar dengan wajah pucat karena kehabisan banyak darah. Cairan merah beraroma amis itu terus keluar bahkan sampai mengaliri kedua kakinya, diiringi rasa sakit yang sudah tak terperi seberapa tingkatannya. Zeeya Beberap kali melirih perih, dia menangis karena rak sanggup menahan penyiksaan yang menimpanya. Tangan Allendra setia menggenggam jemari sang istri. Kedua orang tua Zeeya masih dalam perjalanan setelah sebelumnya dihubungi oleh Allendra.Allendra, pria itu tak henti-hentinya menenangkan dan mengelus pelipis sang istri yang sudah dibasahi keringat dingin. Belum hilang rasa kagetnya setelah melihat tubuh Zeeya menggelinding di tangga halaman SMA Sevit, kini pria itu kembali menerima kejutan lanjutan dengan insiden pendarahan istrinya. Kalau saja waktu bisa diulang,
Dering ponsel berbunyi, menarik Liam untuk menghentikan aktivitasnya sejenak yang tadi sedang sibuk mencarikan buku latihan soal tes masuk universitas negeri untuk kekasihnya. Lelaki itu menjawab panggilan dari seorang wanita tepat di samping Alena, tidak ragu apalagi sungkan. Liam malah sangat ingin Alena mendengarkan percakapan ini."Iya, Bu?""Kamu tadi ke rumah?""Mm, kenapa memang?""Ah, tidak, Ibu kaget karena motor kamu tidak ada di garasi.""Maaf, tadi tidak sempa
Liam menambah kecepatan motornya demi mengikis waktu, ia terlambat lima menit dari waktu yang dijanjikan. Terlambat bukan kebiasaan Liam, hanya saja kemacetan akhir pekan begitu sulit ia taklukkan terlebih tadi dia sempat terjebak sekitar satu jam di dalam bus sebelum akhirnya pulang ke rumah untuk mengambil motornya. Begitu motor sport warna hitam itu memasuki beranda depan kediaman Spancer, Liam menemukan kekasihnya sudah berdiri di sana seorang diri. Dari jarak tiga meter tampak ada dua pelayan yang ikut menanti, mungkin untuk memastikan bahwa Alena benar-benar pergi dengan orang yang sudah resmi mendapat izin Allendra untuk membawa Alena pergi keluar."Maaf, lama nunggunya, ya?" ucap Liam setelah ia melepas helm dan turun dari motornya.Alena menggeleng, sama sekali tidak merasa jika penantian yang dia lakukan terlalu panjang sampai mencapai titik bosan."Tidak kok, aku baru keluar. Lagi pula aku menunggu di rumahku sendiri, kalau pun tidak jadi ya tinggal m
Vincent memainkan sepatu kulitnya dengan menendang-nendang dedaunan yang turun tepat di kakinya. Pria itu duduk di sebuah kursi panjang, di atasnya terdapat daun rimbun dari pohon besar di belakang tubuhnya. Taman ini cukup ramai saat sore hari, terdapat orang tua dan anak yang asyik jalan-jalan, muda-mudi yang ngobrol-ngobrol santai, dan ada pula pasangan yang sedang merajut romansa dengan indahnya. Saat ini Vincent masih sendiri namun tak lama lagi seseorang akan menemuinya di sana.Semua sudah berakhir, kegilaan dan kenekatan yang Vincent buat harus segera diakhiri. Dia ingin mengakui semuanya pada orang itu dan meminta maaf dengan tulus atas semua kepalsuan yang sudah dia tebar. Mata tajam Vincent berkeliling memindai sekitar, sampailah manik itu menangkap sosok perempuan cantik dengan gayacasual-nya sedang melenggang cantik dan melempar senyum padanya meski jarak mereka masih jauh. Vincent segera bangkit, menanti dengan senyum kesopanan yang tidak kalah le
"I love you, Zeeya .""I love you too, Alle."Dua kalimat keramat itu terus terngiang-ngiang dalam benak Allendra. Dia yang sudah mengetahui kata sandi ponsel lamanya memutar video yang tadi dia tonton bersama sang istri berulang kali. Seperti mau memastikan bahwa laki-laki yang ada di dalam video itu memang dirinya. Memang dia yang matanya tampak begitu bersinar ketika menatap Zeeya . Seakan wanita itu adalah poros dari segala cahaya yang menyinari kehidupan pria itu. Sedikit demi sedikit Allendra belajar menerima istrinya, setidaknya sekarang dia tidak terlalu kejam seperti awal-awal. Meski tentu saja perdebatan di antara mereka tidak pernah usai. Selalu ada saja yang memantik emosi sampai akhirnya keduanya adu mulut tapi ujung-ujungnya kembali akur lagi."Aku sudah siap," kata Zeeya yang baru datang dan sudah berpakaian olahraga yang tampak lucu dikenakannya saat hamil.Allendra buru-buru menyimpan ponsel tadi lalu berdiri dari dudukn
Menikah dengan Zeeya adalah salah satu takdir mengejutkan yang pada akhirnya sulit Allendra tolak. Dua sisi di hatinya benar-benar memberikan rasa yang bertolak belakang untuk pria itu pahami apa alasannya. Dia ingin bertanya langsung pada Zeeya namun masih gengsi. Wanita hamil itu pasti akan besar kepala dan mengira Allendra telah takluk padanya karena berusaha mencari tahu masa lalu mereka. Allendra tidak ingin terlihat terpedaya oleh wanita itu meskipun nyatanya dia sudah telanjur mengalaminya dengan atau tanpa dia sadari.Ini hari kedua dia menyandang status sebagai suami seseorang, rasanya tidak terlalu berbeda dengan saat dia masih melajang. Yang berbeda hanyalah tidur pria itu kini semakin sering terusik karena kehadiran Zeeya . Wanita itu memang selalu bisa menguji kesabaran Allendra di berbagai kesempatan. Ada saja tingkahnya yang membuat pria itu takjub, kesal, geleng-geleng kepala, sampai pria itu tak tahu lagi harus bicara apa.Contohnya seperti kejadian ke
Allendra mati kutu di hadapan kedua orang tua Zeeya . Kemampuan berbicara diplomatisnya tiba-tiba hilang tak bersisa. Mungkin jika situasinya normal pria itu masih bisa menyapa dengan biasa tanpa ada rasa tidak enak yang begitu kuat, sekali pun ia tidak mengingat calon mertua yang hari ini sudah resmi menjadi mertuanya tanpa dia sangka-sangka. Saat ini Allendra harus berbesar hati menekan kesal yang sejak tadi siang terus meronta untuk dibebaskan. Tak mungkin pria itu melampiaskan kekesalannya pada Zeeya di hadapan orang tua wanita itu. Terlebih sekarang Allendra sedang menginap di kediaman istrinya."Hari ini kau pasti terkejut, kan, Nak?" tanya ayah Zeeya ramah sekali.Semua kesal dalam dada Allendra bisa dikondisikan dengan baik ketika ia berbincang dengan ayah Zeeya di ruang makan."Sudah jelas, Yah, Zeeya itu memang ada-ada saja kelakuannya. Jangan salah paham dulu ya nak Al, kami juga tidak tahu jika dia merencanakan hal gila bersama Vincent untuk menjebak