Vincent berlari mengikuti arah bola, tangannya bersiap memukul si bundar yang kini sudah melayang tepat ke arahnya. Pria itu melompat tinggi lalu memberikan smash yang dirasa akan berhasil mencetak poin untuk tim senior. Nyatanya, keyakinan itu menguap tatkala Liam dengan lihai mengembalikan bola serangan tersebut hingga si bundar itu kembali melayang di udara dan menjadi sasaran empuk smash Alena. Bola itu memantul ke tanah kosong yang tak terjaga Allendra dan Zeeya, bunyi peluit panjang nyaring berbunyi menandakan pertandingan bola voli antara tim senior dan junior baru saja berakhir. Skor unggul dimenangkan oleh tim junior yang terdiri dari Liam, Alena, dan Beni. Mereka berselebrasi bersama merayakan kemenangan. Bersorak bahkan sampai Beni nyaris memeluk Alena lagi namun segera digagalkan Liam.
"Sedikit Liam, astaga kau ini tidak pengertian sama sekali," omel Beni di sela napasnya yang tidak teratur.
"Peluk saja tiang itu!" ungkap Liam me
"Cobalah untuk bergaul dengan Rana kembali. Dia pasti merindukanmu.""Kau mengajakku ke sini hanya untuk membicarakan adik kesayanganmu itu?""Aku sedang tidak ingin bertengkar, Alena. Sudah cukup kalian perang dingin. Kasihan dia, pasti tertekan kau sudutkan terus.""Sepertinya dia sering curhat padamu, sampai kau tahu sekali tentangnya meski sedang sibuk."Allendra menghembuskan napas berat, "Jangan terlalu banyak membenci orang, hidupmu akan sengsara. Cukup aku saja yang kau benci.""To the point saja Allendra, apa yang kau mau sebenarnya?""Aku hanya mau kau hidup dengan baik. Jika tidak bisa menjadi Alena yang dulu maka jadilah Alena yang baru. Sosok yang benar-benar berbeda, Alena yang tidak pernah mengenal luka. Alena yang hidup demi kebahagiaannya bukan dendamnya.""Di sini tidak ada bu Zeeya dan yang lain, kau tidak perlu pura-pu
Allendra baru selesai berganti pakaian ketika ponselnya berdering cukup nyaring dari atas nakas. Ia melihat nomor asing tertera di layar ponsel mahal itu. Sejenak ia menerka sosok di balik nomor tak dikenal itu. Selektif dalam segala hal memang sudah menjadi kebiasaan Allendra. Pria itu berjalan ke arah jendela lantas memutuskan menerima panggilan itu di sana. Begitu terhubung, suara berat seorang pria menyapa pendengarannya dengan nada mengesalkan."Apa kabar Spancer?"Rahang Allendra mengeras, hanya dengan mendengar suara sialannya saja pria itu sudah tahu siapa orang yang berbicara dengannya. Alexander Mongomery, manusia biadab yang telah membuat Allendra menjadi seorang pembunuh di mata adiknya."Sial sekali karena aku harus mendengar suaramu lagi. Kupikir kau sudah mati terbakar di neraka.""Aku tidak mungkin mati tanpa mengajakmu, Spancer. Kau tenang saja, aku cukup setia kawan pada
Saat ini Alena sedang berada di sebuah tempat menyerupai gudang dengan penerangan minim. Terdapat tumpukan barang, tangki berjajar, dan perkakas yang tersimpan sedikit berantakan di sudut ruangan itu. Alena membuka mata perlahan, mengadaptasikan pandangannya usai tak sadarkan diri setelah dibius oleh sekelompok orang yang menculiknya. Indra penciumnya masih menghirup aroma air laut yang kuat, menandakan bahwa tempat ini masih berada di sekitar laut meski entah laut sebelah mana.Alena mengedarkan pandangan, ia tak menemukan siapapun di dalam ruangan itu. Tapi ia mendengar ada gema suara percakapan dari arah luar. Dalam keadaan tangan dan kaki yang terikat Alena berusaha keras untuk duduk. Sejenak ia memutar ingatan ke beberapa saat lalu. Saat ia memutuskan mencari angin di pantai sendiri tiba-tiba dari arah belakang ada yang membekap mulutnya dan membius Alena sampai ia tak sadarkan diri. Kejadian itu berlangsung sangat cepat dan tak terbaca oleh Alena seh
"Kenapa mereka belum pulang juga, ya? Padahal tadi bilangnya hanya mau cek jahitan luka kak Liam saja."Alena yang sudah hampir satu jam ditawan Sera di kediaman Liam tak merespons gumaman Sera. Dia juga penasaran sekaligus ingin tahu perkembangan kesehatan Liam sekarang. Sudah empat hari lelaki itu tidak masuk sekolah setelah insiden pemukulan di Phuket. Orang tua Liam kaget begitu anak mereka pulang dalam kondisi tantan diperban dan wajah lebam-lebam.Sera menceritakan detail kejadian yang menimpa kakak sepupunya dan mereka mulai paham serta memaklumi hal itu. Kedua orang tua Liam tidak menyalahkan Alena atas apa yang menimpa putranya. Itu murni sebuah musibah dan sebaliknya, orang tua Liam bangga karena putra mereka memiliji jiwa pahlawan yang bersedia menolong sesama yang sedang kesulitan. Meski demikian, tidak lantas mengurangi rasa bersalah Alena. Dia sudah beberapa kali meminta maaf pada Liam melalui pesan singkat tapi rasanya masih belum sempurna
"Semua ucapanku terbukti bukan, dunia ini tidak sejahat perkiraanmu.""Menyesal aku bercerita padamu."Allendra duduk di kursi pasien menghadap langsung pad dokter cerewet yang selama ini terus menerus menerornya lewat telepon dan pesan singkat."Baiklah, kita tinggalkan masalah hubunganmu dan Alena sebentar dan mari bicara serius.""Ah, aku tidak suka ini.""Allendra, kita benar-benar sudah tidak bisa menundanya lagi. Kau harus segera melakukan operasi sebelum sel kanker di otakmu menyebar pada jaringan lain dan merusak sistem saraf pusat. Sudah stadium III, Al. Pilihan terbaik untukmu saat ini adalah operasi."Kanker otak stadium III, sebagian besar orang mungkin menganggap penyakit itu sangat menyeramkan namun tidak dengan Allendra. Dia bukan manusia super yang punya kekuatan menangkal kematian, tapi pria itu tampak tidak mengkhawatirkan kondisi kesehatan
Ada yang pernah bilang, jika laki-laki sudah bertemu dengan pawang yang tepat, sebuas apa pun dia pasti akan luluh juga dan tak jarang malah jadi budak cinta. Sepertinya hal itu yang menimpa Allendra sekarang. Sebelum ia bertemu dengan Zeeya, tidak ada yang namanya selepas pulang kerja leha-leha.Pasti kegiatan Allendra akan selalu dipadati hal-hal yang berkenaan dengan pekerjaan, tak jarang di kelab pun ia tetap menangani urusan bisnis. Baru setelahnya ia bisa senang-senang dengan para wanita malam. Namun kali ini berbeda, sekembalinya dari London, pria itu memutuskan untuk mendatangi rumah Zeeya tanpa memberitahu wanita itu lebih dulu.Orang-orang menamakan momen itu kejutan, tapi Allendra lebih senang menyebutnya sebagai mengusili sang kekasih. Di tangannya kini sudah ada bunga dan tas yang berisi parfum yang sengaja ia beli dari London. Parfum itu memang yang biasa Zeeya gunakan, Allendra sengaja membelinya karena dia sangat menyukai aroma itu m
"Kenapa kau mengajakku bertemu di sini?"Rana duduk di kursi menghadap Alena. Mereka berada di salah satu kelas kosong. Alena sengaja memanggil sepupunya untuk memperjelas keadaan. Dia perlu memgetahui titik permasalahan yang menimpanya agar bisa mengambil tindakan tegas dan tidak terus-terusan dibuat bingung oleh sesuatu yang abu-abu."Aku tidak tahu harus bertanya pada siapa lagi, kuharap kau bisa menjelaskan semuanya. Kepalaku rasanya ingin pecah Rana," tutur Alena putus asa.Rana menatap iba, hatinya terenyuh disesaki sendu yang sama."Apa yang ingin kau tahu dariku, Len? ""Semuanya, Ran, semuanya. Jika kau ingin aku berlutut di hadapanmu dan meminta maaf padamu sekarang, aku akan melakukannya. Asal kau mau jujur dan menceritakan masalah apa yang disembunyikan Allendra."Rana menyunggingkan senyum lalu menggeser duduknya lebih dekat dengan Alena.
Sore hari sebelum kedatangan Allendra ke rumah Zeeya, kedua orang tua gadis itu sedang tidak ada di rumah karena mengunjungi kerabat mereka yang ada di luar kota. Dua jam selepas kepergian orang tua Zeeya, Mark berkunjung ke rumah wanita itu untuk meminta pertolongan yang katanya mendesak.Zeeya yang tidak membaca gelagat aneh karena telanjur percaya pada Mark, tak mengira sama sekali bahwa kedatangan tetangganya itu ternyata ingin melancarkan skenario licik yang disusun pria itu bersama pimpinannya. Siapa dia? Benar, Alexander Montgomery, direktur utama bank tempat Mark bekerja. Tidak semua orang mengetahui fakta ini karena Alex melakukan tugasnya dari jauh.Selain menjalankan binsis bank swastanya, Montgomery juga dikenal sebagai bandar narkoba kelas satu di kalangannya, kemudian ia kerap menjadi investor bisnis-bisnis gelap yang tidak sah di mata hukum namun mampu memberikan pundi-pundi kekayaan yang luar biasa. Allendra mengetahui semuanya, itulah ala
"Vincent, Natasha sudah kembali ke Inggris," ujar Zeeya berusaha bicara dengan sangat hati-hati. Matanya setia menanti reaksi pria yang baru datang dengan sekantung makanan pesanannya. "Iya, terus hubungannya denganku?" "Kau tidak mengucapkan selamat tinggal atau apa gitu padanya?" "Sudah." "Apa yang kau maksud hari di mana dia menciummu?" "Kau tau dari mana?" kaget Vincent, tampak tidak menyangka Zeeya mengetahui rahasia itu. "Natasha cerita padaku, katanya dia menciummu. Tapi itu kan sudah sangat lama, ada tiga bulan yang lalu." "Sama saja." Setelah mengatakan itu, Vincent mengambil minuman yang disajikan pelayan keluarga Spancer. Menyesap aroma dengan hidungnya terlebih dahulu lantas meneguknya secara perlahan. "Bagaimana bisa kau berbicara sejahat itu?" "Jahat apanya?" "Natasha tulus menyukaimu, Vin." "Tapi aku menyukai gadis lain." "Gadis yang kau sukai sudah jadi ist
Ketika kamu benar-benar menginginkan sesuatu lalu kamu memperjuangkannya tanpa membatasi dirimu dengan ketidakpercayaan, maka semesta akan menjadikannya nyata untukmu. Memang tidak mudah memegang prinsip itu, ujian akan datang dari berbagai arah—menempamu dengan perah berlumur perih. Selayaknya kehidupan yang tidak selalu mudah, putus asa dan ingin menyerah bisa muncul kapan saja. Melemahkan hatimu dengan letih yang menatih. Namun perih itu tak akan selamanya membuatmu merintih, sebab selalu ada bahagia yang dihadiahkan bagi mereka yang ikhlas menjalani itu semua. Zeeya sedang berada di fase itu sekarang, merasakan kebahagiaan berlipat ganda usai dijatuhi luka yang menyiksa. Selamat dari maut, berhasil mendatangkan Seandra ke dunia, melihat sang suami memangku bayinya. Semua itu adalah angan yang selalu ia berikan pada Tuhan lantas mewujud doa yang dikabulkan. Ternyata benar, sesulit apa pun keadaan yang sedang dihadapi, alangkah lebih baik jika kita tetap berpikir positif ser
Tidak ada yang tahu bahwa niat bersenang-senang yang didambakan Zeeya tadi sore akan berujung celaka. Wanita yang sebelumnya tampak paling semangat melakukan agenda kencan ganda ini sudah berbaring di atas belangkar dengan wajah pucat karena kehabisan banyak darah. Cairan merah beraroma amis itu terus keluar bahkan sampai mengaliri kedua kakinya, diiringi rasa sakit yang sudah tak terperi seberapa tingkatannya. Zeeya Beberap kali melirih perih, dia menangis karena rak sanggup menahan penyiksaan yang menimpanya. Tangan Allendra setia menggenggam jemari sang istri. Kedua orang tua Zeeya masih dalam perjalanan setelah sebelumnya dihubungi oleh Allendra.Allendra, pria itu tak henti-hentinya menenangkan dan mengelus pelipis sang istri yang sudah dibasahi keringat dingin. Belum hilang rasa kagetnya setelah melihat tubuh Zeeya menggelinding di tangga halaman SMA Sevit, kini pria itu kembali menerima kejutan lanjutan dengan insiden pendarahan istrinya. Kalau saja waktu bisa diulang,
Dering ponsel berbunyi, menarik Liam untuk menghentikan aktivitasnya sejenak yang tadi sedang sibuk mencarikan buku latihan soal tes masuk universitas negeri untuk kekasihnya. Lelaki itu menjawab panggilan dari seorang wanita tepat di samping Alena, tidak ragu apalagi sungkan. Liam malah sangat ingin Alena mendengarkan percakapan ini."Iya, Bu?""Kamu tadi ke rumah?""Mm, kenapa memang?""Ah, tidak, Ibu kaget karena motor kamu tidak ada di garasi.""Maaf, tadi tidak sempa
Liam menambah kecepatan motornya demi mengikis waktu, ia terlambat lima menit dari waktu yang dijanjikan. Terlambat bukan kebiasaan Liam, hanya saja kemacetan akhir pekan begitu sulit ia taklukkan terlebih tadi dia sempat terjebak sekitar satu jam di dalam bus sebelum akhirnya pulang ke rumah untuk mengambil motornya. Begitu motor sport warna hitam itu memasuki beranda depan kediaman Spancer, Liam menemukan kekasihnya sudah berdiri di sana seorang diri. Dari jarak tiga meter tampak ada dua pelayan yang ikut menanti, mungkin untuk memastikan bahwa Alena benar-benar pergi dengan orang yang sudah resmi mendapat izin Allendra untuk membawa Alena pergi keluar."Maaf, lama nunggunya, ya?" ucap Liam setelah ia melepas helm dan turun dari motornya.Alena menggeleng, sama sekali tidak merasa jika penantian yang dia lakukan terlalu panjang sampai mencapai titik bosan."Tidak kok, aku baru keluar. Lagi pula aku menunggu di rumahku sendiri, kalau pun tidak jadi ya tinggal m
Vincent memainkan sepatu kulitnya dengan menendang-nendang dedaunan yang turun tepat di kakinya. Pria itu duduk di sebuah kursi panjang, di atasnya terdapat daun rimbun dari pohon besar di belakang tubuhnya. Taman ini cukup ramai saat sore hari, terdapat orang tua dan anak yang asyik jalan-jalan, muda-mudi yang ngobrol-ngobrol santai, dan ada pula pasangan yang sedang merajut romansa dengan indahnya. Saat ini Vincent masih sendiri namun tak lama lagi seseorang akan menemuinya di sana.Semua sudah berakhir, kegilaan dan kenekatan yang Vincent buat harus segera diakhiri. Dia ingin mengakui semuanya pada orang itu dan meminta maaf dengan tulus atas semua kepalsuan yang sudah dia tebar. Mata tajam Vincent berkeliling memindai sekitar, sampailah manik itu menangkap sosok perempuan cantik dengan gayacasual-nya sedang melenggang cantik dan melempar senyum padanya meski jarak mereka masih jauh. Vincent segera bangkit, menanti dengan senyum kesopanan yang tidak kalah le
"I love you, Zeeya .""I love you too, Alle."Dua kalimat keramat itu terus terngiang-ngiang dalam benak Allendra. Dia yang sudah mengetahui kata sandi ponsel lamanya memutar video yang tadi dia tonton bersama sang istri berulang kali. Seperti mau memastikan bahwa laki-laki yang ada di dalam video itu memang dirinya. Memang dia yang matanya tampak begitu bersinar ketika menatap Zeeya . Seakan wanita itu adalah poros dari segala cahaya yang menyinari kehidupan pria itu. Sedikit demi sedikit Allendra belajar menerima istrinya, setidaknya sekarang dia tidak terlalu kejam seperti awal-awal. Meski tentu saja perdebatan di antara mereka tidak pernah usai. Selalu ada saja yang memantik emosi sampai akhirnya keduanya adu mulut tapi ujung-ujungnya kembali akur lagi."Aku sudah siap," kata Zeeya yang baru datang dan sudah berpakaian olahraga yang tampak lucu dikenakannya saat hamil.Allendra buru-buru menyimpan ponsel tadi lalu berdiri dari dudukn
Menikah dengan Zeeya adalah salah satu takdir mengejutkan yang pada akhirnya sulit Allendra tolak. Dua sisi di hatinya benar-benar memberikan rasa yang bertolak belakang untuk pria itu pahami apa alasannya. Dia ingin bertanya langsung pada Zeeya namun masih gengsi. Wanita hamil itu pasti akan besar kepala dan mengira Allendra telah takluk padanya karena berusaha mencari tahu masa lalu mereka. Allendra tidak ingin terlihat terpedaya oleh wanita itu meskipun nyatanya dia sudah telanjur mengalaminya dengan atau tanpa dia sadari.Ini hari kedua dia menyandang status sebagai suami seseorang, rasanya tidak terlalu berbeda dengan saat dia masih melajang. Yang berbeda hanyalah tidur pria itu kini semakin sering terusik karena kehadiran Zeeya . Wanita itu memang selalu bisa menguji kesabaran Allendra di berbagai kesempatan. Ada saja tingkahnya yang membuat pria itu takjub, kesal, geleng-geleng kepala, sampai pria itu tak tahu lagi harus bicara apa.Contohnya seperti kejadian ke
Allendra mati kutu di hadapan kedua orang tua Zeeya . Kemampuan berbicara diplomatisnya tiba-tiba hilang tak bersisa. Mungkin jika situasinya normal pria itu masih bisa menyapa dengan biasa tanpa ada rasa tidak enak yang begitu kuat, sekali pun ia tidak mengingat calon mertua yang hari ini sudah resmi menjadi mertuanya tanpa dia sangka-sangka. Saat ini Allendra harus berbesar hati menekan kesal yang sejak tadi siang terus meronta untuk dibebaskan. Tak mungkin pria itu melampiaskan kekesalannya pada Zeeya di hadapan orang tua wanita itu. Terlebih sekarang Allendra sedang menginap di kediaman istrinya."Hari ini kau pasti terkejut, kan, Nak?" tanya ayah Zeeya ramah sekali.Semua kesal dalam dada Allendra bisa dikondisikan dengan baik ketika ia berbincang dengan ayah Zeeya di ruang makan."Sudah jelas, Yah, Zeeya itu memang ada-ada saja kelakuannya. Jangan salah paham dulu ya nak Al, kami juga tidak tahu jika dia merencanakan hal gila bersama Vincent untuk menjebak