"Hari ini sibuk, tidak?" tanya Zeeya sambil menyimpan ponselnya di meja rias kemudian mengaktifkan mode panggilan video.
Sebelumnya dia dan Allendra terhubung dalam sambungan telepon biasa.
"Memangnya kapan aku tidak sibuk?"
"Kau kan sering berlaga tidak sibuk, siapa tahu hari ini juga masih."
"Maaf kau harus kecewa hari ini, aku tidak bisa meninggalkan kantor sedetik pun. Kenapa memang?"
"Tidak, kalau ada waktu senggang siapa tahu kau mau datang ke bazar di sekolah."
"Sayang sekali aku tidak bisa."
"Kau sudah di kantor?" kaget Zeeya karena ini masih terlalu pagi menurutnya.
Dia saja baru bersiap merias diri untuk pergi ke sekolah.
"Sejak kemarin aku di sini dan tidak beranjak selangkah pun."
"Masa iya tidak mandi?"
"Harus ya menanyakan hal itu?"
&n
"Astaga!" jantung Alena tersentak saat Sera tiba-tiba muncul di depan stand kelompoknya dengan penampilan yang mengerikan.Bibir memberengut, pipi mengembung, dan mata panda yang lebar sekali. Anak itu seperti orang yang baru keluar tahanan. Untung saja rambut dan pakaiannya masih rapi."Kak Alennn ... aku sedang sedih," adu anak itu, sambil bersandar pada tiang stand dengan raut nelangsa."Wajahmu menyeramkan sekali," ejek Alena sambil membenarkan celemeknya.Kelompok Alena kali ini sedang jualan bakso ikan bakar, sejak acara dimulai stand tersebut cukup ramai didatangi pembeli. Kini teman sekelompok Alena yang lain sedang bergiliran ada yang istirahat, ada yang promosi keliling untuk mencari pelanggan, dan Alena kebagian mejaga stand. Peserta bazar ini diikuti oleh seluruh siswa kelas XII sebagai praktik mata pelajaran kewirausahaan. Setiap tahun acara ini rutin diadakan dan selalu di
Allendra datang ke sana untuk menemui kekasihnya, namun seseorang yang kini berdiri di hadapannya adalah Mark, pria yang entah mengapa selalu tertangkap mata Allendra ketika dia ingin menemui Zeeya. Pria itu seperti lalat pengganggu yang berkeliaran di sekitar wanitanya. Ingin mengusir juga mustahil karena ini memang kawasan rumahnya.Sepertinya Allendra benar-benar harus membeli perumahan itu agar ia bisa bebas mengusir Mark. Ia juga agak kesal karena Zeeya terus-terusan menolak untuk diajak pindah. Padahal jika wanita itu mau, Allendra bisa memberikan hunian yang sepuluh kali lebih baik dari rumah yang sekarang. Tinggal bilang saja mau tinggal di daerah mana, jenis rumah seperti apa, dan seluas apa. Allendra bisa memberikannya."Kau sedang menunggu Zeeya?" tanya Mark sopan, sebenarnya Mark tidak punya kewajiban untuk menyapa Allendra.Mereka tidak saling mengenal, pertemuan pertama mereka terjadi di pesta Mark beberapa hari la
"Kau serius ingin berkencan di tempat seperti ini?" kaget Allendra saat Zeeya membawanya ke warung kaki lima di pinggir jalan.Awalnya Allendra tidak menaruh curiga ketika wanita itu ingin menentukan pilihan tempat makan. Ia pikir selera Zeeya cukup bagus untuk masalah itu, terbukti dari postingan media sosialnya yang sering menunjukkan wanita itu berada di berbagai tempat makan yang cukup berkelas dan menarik. Foto-foto di tempat makan sepertinya sudah menjadi hobi wanita itu."Iya, kau belum pernah kan makan di tempat seperti ini?""Ya, memang belum dan tidak akan pernah. Apa makanan di sini higienis?"Zeeya tak mendengar ocehan pria itu, dia justru menarik Allendra masuk ke tenda itu lantas memaksanya duduk di kursi plastik dengan meja bundar yang sangat kecil dan pendek. Lutut Allendra bahkan beberapa kali tak sengaja menghantam meja tersebut sampai oa meringis. Allendra tampak begitu amatir di t
Allendra baru keluar dari kamar mandi menggunakan kimono navy dan mengibas-ibas rambutnya yang basah setelah keramas. Pria itu hendak menuju walking closet dan jantungnya terhenyak sangat keras setelah mengetahui Alena ada di kamarnya. Rasanya seperti baru mendapat ghost prank, jantung pria itu berdegup kencang. Alena seperti tidak peduli dengan keadaan kakaknya sekarang. Gadis itu hanya duduk di bibir ranjang sambil menatap Allendra datar. Tiba-tiba Allendra jadi penasaran tentang apa yang membawa gadis itu ke kamarnya. Momen langka ini."Tanganmu kenapa?" tanya Allendra heran melihat tangan kiri Alena diperban. Seperti biasa, nada bicaranya kalau dengan Alena terkesan dingin tapi perhatian."Aku mau membuat kesepakatan baru denganmu."Kening Allendra mengernyit, bukan menjawab Alena malah langsung mengutarakan maksud dan tujuannya."Kesepakatan apa?" Allendra merespons sesuai keinginan anak itu, pe
Beni menggeser duduknya mendekati Liam, ia mulai terancam dengan situasi mencurigakan ini. Entah mengapa Beni merasa bahwa dirinya dan Liam sedang diculik Vincent."Liam, pak Vincent mau membawa kita ke mana, ya?"Liam merasakan kecurigaan yang sama dengan sahabatnya namun tak banyak menunjukkan kekhawatirannya."Survei tempat untuk acara pelantikan, itu yang dikatakannya.""Kau percaya? Ini bukan jalur ke tempat yang biasa. Kenapa aku tiba-tiba deg-degan seperti mau melahirkan pembukaan sembilan, ya? ""Kau tanya sendiri biar tidak penasaran.""Takut, ah, kau saja."Vincent menyetir di depan sedangkan kedua siswanya duduk di kursi penumpang. Sore ini, selepas pulang sekolah Vincent tiba-tiba mengajak dua anak itu pergi ke suatu tempat. Dari penjelasan Vincent, katanya dia mau minta bantuan pada Liam dan Beni untuk mencarikan lokasi
"Seumur-umur aku baru pertama naik privat jet, Alena keluargamu luar biasa. Ah, kapan aku bisa sekaya tuan Spancer?" tukas Beni sambil kepalanya celingukan melihat sekeliling."Sama, Kak, ini juga pengalaman pertamaku naik jet pribadi. Kalau kak Alena pasti sering, ya?"Alena tidak menjawab, dia hanya diam sambil buka-buka majalah."Ya, pastilah, Ser. Alena kan sudah sultan sejak lahir. Kalau dipikir-pikir Alena ini down to earth sekali, dulu sebelum Sirius Grup mengakuisisi SMA Sevit, Alena tidak pernah menunjukkan kalau dia adik sultan.""Wah, yang benar, Kak?" sahut Sera spontan, Sera memang tahu Alena selalu tampil sederhana sejak dia mengenal gadis dingin itu. Tapi tidak menyangka saja kalau kerendahan hati Alena sudah berlangsung sejak lama, hanya saja orang-orang tidak mau memahaminya karena telanjur men-judge Alena pembawa masalah dulu."Huum, serius aku, dulu dia memang
Alena mematung di tempatnya dengan hentakan kaget yang lumayan membekukan pergerakan tubuh gadis itu. Lagi dan lagi gadis itu menyaksikan sendiri adegan tidak senonoh yang dilakukan Allendra. Ini memang bukan kali pertama hanya saja keterkejutan Alena cukup berdampak besar karena perempuan yang menjadi lawan main kakaknya adalah guru Alena sendiri. Kedua orang itu tidak menyadari kehadiran Alena dan masih melanjutkan kegiatan mesranya tanpa jeda."Sedang apa?"Alena kembali tersentak saat Liam tiba-tiba muncul di belakangnya. Lelaki itu datang seorang diri dan sudah berganti pakaian menjadi kaos putih dan celana training hitam."Hah, oh tidak apa-apa."Liam mengernyit melihat ekspresi Alena yang seperti baru saja kehilangan jiwanya. Lelaki itu ingin tahu penyebab apa yang membuat Alena bersikap demikian. Dia melangkah melewati gadis itu, hendak masuk lebih dalam ke dapur. Liam sempat melihat ada oran
Vincent berlari mengikuti arah bola, tangannya bersiap memukul si bundar yang kini sudah melayang tepat ke arahnya. Pria itu melompat tinggi lalu memberikan smash yang dirasa akan berhasil mencetak poin untuk tim senior. Nyatanya, keyakinan itu menguap tatkala Liam dengan lihai mengembalikan bola serangan tersebut hingga si bundar itu kembali melayang di udara dan menjadi sasaran empuk smash Alena. Bola itu memantul ke tanah kosong yang tak terjaga Allendra dan Zeeya, bunyi peluit panjang nyaring berbunyi menandakan pertandingan bola voli antara tim senior dan junior baru saja berakhir. Skor unggul dimenangkan oleh tim junior yang terdiri dari Liam, Alena, dan Beni. Mereka berselebrasi bersama merayakan kemenangan. Bersorak bahkan sampai Beni nyaris memeluk Alena lagi namun segera digagalkan Liam."Sedikit Liam, astaga kau ini tidak pengertian sama sekali," omel Beni di sela napasnya yang tidak teratur."Peluk saja tiang itu!" ungkap Liam me