“Kau baik-baik saja?” tanya Liam setelah ia mendapati Alena beberapa kali melamun ketika dia sedang menjelaskan materi.
“Hm,” sahut gadis itu lalu dia mengangguk setelah menyadari apa yang Liam tanyakan, “Lanjutkan,” katanya akan tetapi Liam justru menutup semua bukunya dan membereskan alat yang berserakan di meja.
“Sampai sini saja untuk hari ini. Sepertinya kau sedang tidak bisa fokus. Nanti bawa lembar soal ini, aku sudah menandai bagian yang belum kujelaskan, jadi kau tinggal baca materi yang kurangkum. Ini, rangkumannya aku lampirkan di belakang. Semisal masih ada yang tidak kau pahami, boleh tandai dulu atau langsung saja tanyakan padaku via pesan. Malam hari, di atas pukul delapan, aku bisa membalas pesanmu dengan cepat.”
Alena mengangguk lagi, setelah bicara empat mata dengan Zeeya, gadis itu jadi tidak bisa konsentrasi terhadap apa yang harus dikerjakannya. Pikiran
"Hari ini sibuk, tidak?" tanya Zeeya sambil menyimpan ponselnya di meja rias kemudian mengaktifkan mode panggilan video.Sebelumnya dia dan Allendra terhubung dalam sambungan telepon biasa."Memangnya kapan aku tidak sibuk?""Kau kan sering berlaga tidak sibuk, siapa tahu hari ini juga masih.""Maaf kau harus kecewa hari ini, aku tidak bisa meninggalkan kantor sedetik pun. Kenapa memang?""Tidak, kalau ada waktu senggang siapa tahu kau mau datang ke bazar di sekolah.""Sayang sekali aku tidak bisa.""Kau sudah di kantor?" kaget Zeeya karena ini masih terlalu pagi menurutnya.Dia saja baru bersiap merias diri untuk pergi ke sekolah."Sejak kemarin aku di sini dan tidak beranjak selangkah pun.""Masa iya tidak mandi?""Harus ya menanyakan hal itu?"&n
"Astaga!" jantung Alena tersentak saat Sera tiba-tiba muncul di depan stand kelompoknya dengan penampilan yang mengerikan.Bibir memberengut, pipi mengembung, dan mata panda yang lebar sekali. Anak itu seperti orang yang baru keluar tahanan. Untung saja rambut dan pakaiannya masih rapi."Kak Alennn ... aku sedang sedih," adu anak itu, sambil bersandar pada tiang stand dengan raut nelangsa."Wajahmu menyeramkan sekali," ejek Alena sambil membenarkan celemeknya.Kelompok Alena kali ini sedang jualan bakso ikan bakar, sejak acara dimulai stand tersebut cukup ramai didatangi pembeli. Kini teman sekelompok Alena yang lain sedang bergiliran ada yang istirahat, ada yang promosi keliling untuk mencari pelanggan, dan Alena kebagian mejaga stand. Peserta bazar ini diikuti oleh seluruh siswa kelas XII sebagai praktik mata pelajaran kewirausahaan. Setiap tahun acara ini rutin diadakan dan selalu di
Allendra datang ke sana untuk menemui kekasihnya, namun seseorang yang kini berdiri di hadapannya adalah Mark, pria yang entah mengapa selalu tertangkap mata Allendra ketika dia ingin menemui Zeeya. Pria itu seperti lalat pengganggu yang berkeliaran di sekitar wanitanya. Ingin mengusir juga mustahil karena ini memang kawasan rumahnya.Sepertinya Allendra benar-benar harus membeli perumahan itu agar ia bisa bebas mengusir Mark. Ia juga agak kesal karena Zeeya terus-terusan menolak untuk diajak pindah. Padahal jika wanita itu mau, Allendra bisa memberikan hunian yang sepuluh kali lebih baik dari rumah yang sekarang. Tinggal bilang saja mau tinggal di daerah mana, jenis rumah seperti apa, dan seluas apa. Allendra bisa memberikannya."Kau sedang menunggu Zeeya?" tanya Mark sopan, sebenarnya Mark tidak punya kewajiban untuk menyapa Allendra.Mereka tidak saling mengenal, pertemuan pertama mereka terjadi di pesta Mark beberapa hari la
"Kau serius ingin berkencan di tempat seperti ini?" kaget Allendra saat Zeeya membawanya ke warung kaki lima di pinggir jalan.Awalnya Allendra tidak menaruh curiga ketika wanita itu ingin menentukan pilihan tempat makan. Ia pikir selera Zeeya cukup bagus untuk masalah itu, terbukti dari postingan media sosialnya yang sering menunjukkan wanita itu berada di berbagai tempat makan yang cukup berkelas dan menarik. Foto-foto di tempat makan sepertinya sudah menjadi hobi wanita itu."Iya, kau belum pernah kan makan di tempat seperti ini?""Ya, memang belum dan tidak akan pernah. Apa makanan di sini higienis?"Zeeya tak mendengar ocehan pria itu, dia justru menarik Allendra masuk ke tenda itu lantas memaksanya duduk di kursi plastik dengan meja bundar yang sangat kecil dan pendek. Lutut Allendra bahkan beberapa kali tak sengaja menghantam meja tersebut sampai oa meringis. Allendra tampak begitu amatir di t
Allendra baru keluar dari kamar mandi menggunakan kimono navy dan mengibas-ibas rambutnya yang basah setelah keramas. Pria itu hendak menuju walking closet dan jantungnya terhenyak sangat keras setelah mengetahui Alena ada di kamarnya. Rasanya seperti baru mendapat ghost prank, jantung pria itu berdegup kencang. Alena seperti tidak peduli dengan keadaan kakaknya sekarang. Gadis itu hanya duduk di bibir ranjang sambil menatap Allendra datar. Tiba-tiba Allendra jadi penasaran tentang apa yang membawa gadis itu ke kamarnya. Momen langka ini."Tanganmu kenapa?" tanya Allendra heran melihat tangan kiri Alena diperban. Seperti biasa, nada bicaranya kalau dengan Alena terkesan dingin tapi perhatian."Aku mau membuat kesepakatan baru denganmu."Kening Allendra mengernyit, bukan menjawab Alena malah langsung mengutarakan maksud dan tujuannya."Kesepakatan apa?" Allendra merespons sesuai keinginan anak itu, pe
Beni menggeser duduknya mendekati Liam, ia mulai terancam dengan situasi mencurigakan ini. Entah mengapa Beni merasa bahwa dirinya dan Liam sedang diculik Vincent."Liam, pak Vincent mau membawa kita ke mana, ya?"Liam merasakan kecurigaan yang sama dengan sahabatnya namun tak banyak menunjukkan kekhawatirannya."Survei tempat untuk acara pelantikan, itu yang dikatakannya.""Kau percaya? Ini bukan jalur ke tempat yang biasa. Kenapa aku tiba-tiba deg-degan seperti mau melahirkan pembukaan sembilan, ya? ""Kau tanya sendiri biar tidak penasaran.""Takut, ah, kau saja."Vincent menyetir di depan sedangkan kedua siswanya duduk di kursi penumpang. Sore ini, selepas pulang sekolah Vincent tiba-tiba mengajak dua anak itu pergi ke suatu tempat. Dari penjelasan Vincent, katanya dia mau minta bantuan pada Liam dan Beni untuk mencarikan lokasi
"Seumur-umur aku baru pertama naik privat jet, Alena keluargamu luar biasa. Ah, kapan aku bisa sekaya tuan Spancer?" tukas Beni sambil kepalanya celingukan melihat sekeliling."Sama, Kak, ini juga pengalaman pertamaku naik jet pribadi. Kalau kak Alena pasti sering, ya?"Alena tidak menjawab, dia hanya diam sambil buka-buka majalah."Ya, pastilah, Ser. Alena kan sudah sultan sejak lahir. Kalau dipikir-pikir Alena ini down to earth sekali, dulu sebelum Sirius Grup mengakuisisi SMA Sevit, Alena tidak pernah menunjukkan kalau dia adik sultan.""Wah, yang benar, Kak?" sahut Sera spontan, Sera memang tahu Alena selalu tampil sederhana sejak dia mengenal gadis dingin itu. Tapi tidak menyangka saja kalau kerendahan hati Alena sudah berlangsung sejak lama, hanya saja orang-orang tidak mau memahaminya karena telanjur men-judge Alena pembawa masalah dulu."Huum, serius aku, dulu dia memang
Alena mematung di tempatnya dengan hentakan kaget yang lumayan membekukan pergerakan tubuh gadis itu. Lagi dan lagi gadis itu menyaksikan sendiri adegan tidak senonoh yang dilakukan Allendra. Ini memang bukan kali pertama hanya saja keterkejutan Alena cukup berdampak besar karena perempuan yang menjadi lawan main kakaknya adalah guru Alena sendiri. Kedua orang itu tidak menyadari kehadiran Alena dan masih melanjutkan kegiatan mesranya tanpa jeda."Sedang apa?"Alena kembali tersentak saat Liam tiba-tiba muncul di belakangnya. Lelaki itu datang seorang diri dan sudah berganti pakaian menjadi kaos putih dan celana training hitam."Hah, oh tidak apa-apa."Liam mengernyit melihat ekspresi Alena yang seperti baru saja kehilangan jiwanya. Lelaki itu ingin tahu penyebab apa yang membuat Alena bersikap demikian. Dia melangkah melewati gadis itu, hendak masuk lebih dalam ke dapur. Liam sempat melihat ada oran
"Vincent, Natasha sudah kembali ke Inggris," ujar Zeeya berusaha bicara dengan sangat hati-hati. Matanya setia menanti reaksi pria yang baru datang dengan sekantung makanan pesanannya. "Iya, terus hubungannya denganku?" "Kau tidak mengucapkan selamat tinggal atau apa gitu padanya?" "Sudah." "Apa yang kau maksud hari di mana dia menciummu?" "Kau tau dari mana?" kaget Vincent, tampak tidak menyangka Zeeya mengetahui rahasia itu. "Natasha cerita padaku, katanya dia menciummu. Tapi itu kan sudah sangat lama, ada tiga bulan yang lalu." "Sama saja." Setelah mengatakan itu, Vincent mengambil minuman yang disajikan pelayan keluarga Spancer. Menyesap aroma dengan hidungnya terlebih dahulu lantas meneguknya secara perlahan. "Bagaimana bisa kau berbicara sejahat itu?" "Jahat apanya?" "Natasha tulus menyukaimu, Vin." "Tapi aku menyukai gadis lain." "Gadis yang kau sukai sudah jadi ist
Ketika kamu benar-benar menginginkan sesuatu lalu kamu memperjuangkannya tanpa membatasi dirimu dengan ketidakpercayaan, maka semesta akan menjadikannya nyata untukmu. Memang tidak mudah memegang prinsip itu, ujian akan datang dari berbagai arah—menempamu dengan perah berlumur perih. Selayaknya kehidupan yang tidak selalu mudah, putus asa dan ingin menyerah bisa muncul kapan saja. Melemahkan hatimu dengan letih yang menatih. Namun perih itu tak akan selamanya membuatmu merintih, sebab selalu ada bahagia yang dihadiahkan bagi mereka yang ikhlas menjalani itu semua. Zeeya sedang berada di fase itu sekarang, merasakan kebahagiaan berlipat ganda usai dijatuhi luka yang menyiksa. Selamat dari maut, berhasil mendatangkan Seandra ke dunia, melihat sang suami memangku bayinya. Semua itu adalah angan yang selalu ia berikan pada Tuhan lantas mewujud doa yang dikabulkan. Ternyata benar, sesulit apa pun keadaan yang sedang dihadapi, alangkah lebih baik jika kita tetap berpikir positif ser
Tidak ada yang tahu bahwa niat bersenang-senang yang didambakan Zeeya tadi sore akan berujung celaka. Wanita yang sebelumnya tampak paling semangat melakukan agenda kencan ganda ini sudah berbaring di atas belangkar dengan wajah pucat karena kehabisan banyak darah. Cairan merah beraroma amis itu terus keluar bahkan sampai mengaliri kedua kakinya, diiringi rasa sakit yang sudah tak terperi seberapa tingkatannya. Zeeya Beberap kali melirih perih, dia menangis karena rak sanggup menahan penyiksaan yang menimpanya. Tangan Allendra setia menggenggam jemari sang istri. Kedua orang tua Zeeya masih dalam perjalanan setelah sebelumnya dihubungi oleh Allendra.Allendra, pria itu tak henti-hentinya menenangkan dan mengelus pelipis sang istri yang sudah dibasahi keringat dingin. Belum hilang rasa kagetnya setelah melihat tubuh Zeeya menggelinding di tangga halaman SMA Sevit, kini pria itu kembali menerima kejutan lanjutan dengan insiden pendarahan istrinya. Kalau saja waktu bisa diulang,
Dering ponsel berbunyi, menarik Liam untuk menghentikan aktivitasnya sejenak yang tadi sedang sibuk mencarikan buku latihan soal tes masuk universitas negeri untuk kekasihnya. Lelaki itu menjawab panggilan dari seorang wanita tepat di samping Alena, tidak ragu apalagi sungkan. Liam malah sangat ingin Alena mendengarkan percakapan ini."Iya, Bu?""Kamu tadi ke rumah?""Mm, kenapa memang?""Ah, tidak, Ibu kaget karena motor kamu tidak ada di garasi.""Maaf, tadi tidak sempa
Liam menambah kecepatan motornya demi mengikis waktu, ia terlambat lima menit dari waktu yang dijanjikan. Terlambat bukan kebiasaan Liam, hanya saja kemacetan akhir pekan begitu sulit ia taklukkan terlebih tadi dia sempat terjebak sekitar satu jam di dalam bus sebelum akhirnya pulang ke rumah untuk mengambil motornya. Begitu motor sport warna hitam itu memasuki beranda depan kediaman Spancer, Liam menemukan kekasihnya sudah berdiri di sana seorang diri. Dari jarak tiga meter tampak ada dua pelayan yang ikut menanti, mungkin untuk memastikan bahwa Alena benar-benar pergi dengan orang yang sudah resmi mendapat izin Allendra untuk membawa Alena pergi keluar."Maaf, lama nunggunya, ya?" ucap Liam setelah ia melepas helm dan turun dari motornya.Alena menggeleng, sama sekali tidak merasa jika penantian yang dia lakukan terlalu panjang sampai mencapai titik bosan."Tidak kok, aku baru keluar. Lagi pula aku menunggu di rumahku sendiri, kalau pun tidak jadi ya tinggal m
Vincent memainkan sepatu kulitnya dengan menendang-nendang dedaunan yang turun tepat di kakinya. Pria itu duduk di sebuah kursi panjang, di atasnya terdapat daun rimbun dari pohon besar di belakang tubuhnya. Taman ini cukup ramai saat sore hari, terdapat orang tua dan anak yang asyik jalan-jalan, muda-mudi yang ngobrol-ngobrol santai, dan ada pula pasangan yang sedang merajut romansa dengan indahnya. Saat ini Vincent masih sendiri namun tak lama lagi seseorang akan menemuinya di sana.Semua sudah berakhir, kegilaan dan kenekatan yang Vincent buat harus segera diakhiri. Dia ingin mengakui semuanya pada orang itu dan meminta maaf dengan tulus atas semua kepalsuan yang sudah dia tebar. Mata tajam Vincent berkeliling memindai sekitar, sampailah manik itu menangkap sosok perempuan cantik dengan gayacasual-nya sedang melenggang cantik dan melempar senyum padanya meski jarak mereka masih jauh. Vincent segera bangkit, menanti dengan senyum kesopanan yang tidak kalah le
"I love you, Zeeya .""I love you too, Alle."Dua kalimat keramat itu terus terngiang-ngiang dalam benak Allendra. Dia yang sudah mengetahui kata sandi ponsel lamanya memutar video yang tadi dia tonton bersama sang istri berulang kali. Seperti mau memastikan bahwa laki-laki yang ada di dalam video itu memang dirinya. Memang dia yang matanya tampak begitu bersinar ketika menatap Zeeya . Seakan wanita itu adalah poros dari segala cahaya yang menyinari kehidupan pria itu. Sedikit demi sedikit Allendra belajar menerima istrinya, setidaknya sekarang dia tidak terlalu kejam seperti awal-awal. Meski tentu saja perdebatan di antara mereka tidak pernah usai. Selalu ada saja yang memantik emosi sampai akhirnya keduanya adu mulut tapi ujung-ujungnya kembali akur lagi."Aku sudah siap," kata Zeeya yang baru datang dan sudah berpakaian olahraga yang tampak lucu dikenakannya saat hamil.Allendra buru-buru menyimpan ponsel tadi lalu berdiri dari dudukn
Menikah dengan Zeeya adalah salah satu takdir mengejutkan yang pada akhirnya sulit Allendra tolak. Dua sisi di hatinya benar-benar memberikan rasa yang bertolak belakang untuk pria itu pahami apa alasannya. Dia ingin bertanya langsung pada Zeeya namun masih gengsi. Wanita hamil itu pasti akan besar kepala dan mengira Allendra telah takluk padanya karena berusaha mencari tahu masa lalu mereka. Allendra tidak ingin terlihat terpedaya oleh wanita itu meskipun nyatanya dia sudah telanjur mengalaminya dengan atau tanpa dia sadari.Ini hari kedua dia menyandang status sebagai suami seseorang, rasanya tidak terlalu berbeda dengan saat dia masih melajang. Yang berbeda hanyalah tidur pria itu kini semakin sering terusik karena kehadiran Zeeya . Wanita itu memang selalu bisa menguji kesabaran Allendra di berbagai kesempatan. Ada saja tingkahnya yang membuat pria itu takjub, kesal, geleng-geleng kepala, sampai pria itu tak tahu lagi harus bicara apa.Contohnya seperti kejadian ke
Allendra mati kutu di hadapan kedua orang tua Zeeya . Kemampuan berbicara diplomatisnya tiba-tiba hilang tak bersisa. Mungkin jika situasinya normal pria itu masih bisa menyapa dengan biasa tanpa ada rasa tidak enak yang begitu kuat, sekali pun ia tidak mengingat calon mertua yang hari ini sudah resmi menjadi mertuanya tanpa dia sangka-sangka. Saat ini Allendra harus berbesar hati menekan kesal yang sejak tadi siang terus meronta untuk dibebaskan. Tak mungkin pria itu melampiaskan kekesalannya pada Zeeya di hadapan orang tua wanita itu. Terlebih sekarang Allendra sedang menginap di kediaman istrinya."Hari ini kau pasti terkejut, kan, Nak?" tanya ayah Zeeya ramah sekali.Semua kesal dalam dada Allendra bisa dikondisikan dengan baik ketika ia berbincang dengan ayah Zeeya di ruang makan."Sudah jelas, Yah, Zeeya itu memang ada-ada saja kelakuannya. Jangan salah paham dulu ya nak Al, kami juga tidak tahu jika dia merencanakan hal gila bersama Vincent untuk menjebak