Marlon dan Ramona
..“Rowman.”
Lelaki itu tersentak kaget saat mendengar suara seorang lelaki yang berasal dari belakangnya. Disana sosok yang sangat ia kenal tengah berdiri didalam rumah, dan masuk tanpa permisi. Tanpa melihatnya lagi Rowman sudah tahu siapa sosok itu.
“Mark? Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Rowman yang langsung menoleh ke belakang. namun ketika matanya menangkap sosok itu, ternyata yang berdiri justru adalah orang yang berbeda.
“Kau...”
Rowman tak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat sosok itu didepannya. Setahunya sedetik yang lalu ia mendengar suara sahabatnya yang tak asing lagi. Namun kini yang ada didepannya adalah sosok asing yang tak ia kenali.
Perjanjian..throwbackSeorang wanita berjalan ditengah hutan yang gelap dengan perut membuncit. Napasnya nampak terengah saat ia menaiki satu per-satu undakan anak tangga menuju sebuah bangunan tua yang berada diujung bukit.Ia lelah, tapi tak apa. Semuanya tak sebanding dengan apa yang akan ia dapatkan diatas sana. Banyak yang mengatakan bahwa wanita yang tinggal diatas bukit sana bisa menyembuhkan segala penyakit. Wanita itu sakti. Memiliki kekuatan ajaib yang mampu menghindarikan manusia dari kematian.Dirinya memang tak sakit, tapi ia membutuhkan bantuan wanita itu untuk menghindarinya dari kematian. Jalannya tak panjang, sisa waktu yang ia butuhkan tak memungkinkan dirinya untuk selamat dari suratan takdir tersebut.Rowman.
Sandiwara..“Mama?”Wanita itu pun menoleh ke belakang dan menemukan anak gadisnya tengah menantapnya penuh tanya. Namun sesuatu yang baru saja terlihat aneh pada anaknya membuat kedua alisnya tertaut. Seorang bayi yang tenang berada dalam gendongan Tia.“Bayi siapa itu?” Tanyanya. Khamila berjalan maju mendekati sang anak. Namun baru selangkah, Tatiana mala berjalan mundur membuat jarak dengannya.“Ah.. ini adalah anak temanku.” Jawab Tatiana yang berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. Sejenak Khamila dibuat tertegun dengan reaksi yang ditunjukkan oleh Tatiana atas dirinya. Anak itu meski sudah mengatakan akan menerimanya, namun kenyataannya Tatiana belum sepenuhnya menerima kehadiranny
Sumpah..Seorang lelaki nampak berdiri didepan sosok wanita yang masih setia memejamkan kedua matanya. Ini sudah hari keempat dimana wanita itu tak urung sadarkan diri dari tidurnya. Banyak yang mengatakan bahwa wanita itu hanya sekedar tertidur. Namun dilihat dari jangka waktu kedua mata itu tertutup, ia sangsi jika ini hanyalah sebuah tidur semata.“Mayya, kapan aku akan membuka matamu? Ada sesuatu hal yang harus aku sampaikan padamu.” Ucap lelaki itu.Ia sengaja tak menempatkan dirinya untuk menduduki pinggir tempat tidur. Ia cukup sadar posisinya yang tak pantas untuk berdekatan secara lancang dengan wanita itu. sesuai janjinya dulu, ia akan menjaga wanita itu beserta keturunannya. Dan Mayya, akan menjadi pembayaran sumpahnya dulu.“Maaf karena aku
angun dari Mimpi..Seorang gadis nampak terbaring diatas sebuah tempat tidur berukurang King size. Diufuk matahari yang mulai meninggi, suara burung kentara berbunyi dan mengusik tidurnya. Perlahan tapi pasti, kedua mata milik gadis itu pun terbuka dan menampilkan sepasang hazel terang yang membingkai matanya.Ruangan yang kini terpampang nyata dalam matanya adalah sebuah ruangan besar dan megah dengan berbagai ornamen berwarna emas yang ia yakini betul merupakan emas asli dan bukan tiruan semata. Berbagai guci tua pun menjadi penghias yang manis mengisi sudut ruangan. Dengan jendela yang hanya satu berada diruangan ini, dari atas tempat tidur pun gadis itu bisa melihat sengatan matahari yang masuk melalui selanya.Sedetik saat dirinya terbangun, satu hal yang ditangkap oleh gadis itu. ia tak berada ditempat yang ia
“Kau berharap aku mencari surga yang tak dirindukan lain diluar sana?” Rowman mendekatkan wajahnya hingga batang hidungnya bersentuhan dengan hidup Mayya. “Kau saja belum menjadi milikku, bagaimana bisa aku mencari surga yang lain.” Sontak saja wajah Mayya memerah mendengar perkataan Rowman. Kalimat sederhana itu mengalir begitu saja, tapi jika Rowman yang mengatakannya akan terdengar berbeda ditelinganya. “Kau mau mendengar kelanjutannya?” Mayya mengangguk. Rowman membawa tubuh gadis mungil itu kedalam pelukannya. Ia merengkuh erat tubuh mungil Mayya dan menyesapkan wangi khas Mayya yang tak menguar dari siapapun.“Saat itu.. pamanmu datang dan mengatakan sesuatu yang membuatmu tak sadarkan diri.” Arion? Pamannya?
“Jadi mereka semua pergi ke tempat itu?” Seorang wanita duduk dengan kaki menyilang diatas sebuah sofa beludru diruang tamu rumah bergaya minimalis. Wanita itu mencengkram sandaran sofa dengan mata berapi-api. “Ya, semuanya.” Sahut pria bermata abu-abu yang duduk didepannya. Pria dengan setelah jubah hitam itu nampak menyeringai saat melihat bagaimana reaksi yang ditunjukkan wanita berambut pirang dihadapannya. Rencananya untuk membuat emosi wanita itu meninggi telah berhasil. Kini ia hanya tinggal menunggu saja. “Lantas apa yang akan kau lakukan? Kau sudah tahu bahwa suamimu telah berpindah ke lain hati dan sebentar lagi dia akan memiliki seorang anak dengan wanita itu. Kau..” “Apa?” Khamila, wanita itu menatap tajam pada sosok bern
“Ada apa, Mona?” Kini Mayya mulai terbiasa dengan kehadiran wanita itu didekatnya. “Aku sungguh iri padamu. Aku ingin hidup sepertimu. Melahirkan dan menghabiskan sisa waktuku bersama pria yang aku cintai.” Ungkapnya. Ramona menjauhkan tangannya dari perut Mayya. Perasaan mengiris yang melukai hatinya seolah menjadi sebuah pengingat bahwa ia hanyalah vampir. Tak bisa mengharapkan lebih hanya untuk bertaha hidup. Sudah bagus ia dibiarkan hidup dengan cara seperti ini. Masih banyak diluar sana vampir yang hidup menggelandang. Didaratan Amerika, mereka sulit menjamin kehidupan yang mapan. Mayya meraih tangan Ramona kembali. Ia membawa tangan wanita berambut merah itu ke arah perutnya. “Kau juga ibu mereka.” Ucap Mayya.
“Jadi?” “Celeste yang kemudian jatuh cinta memilih untuk menjadi manusia saat itu. Arion membawaku dengan keadaan murka. Pria itu sama sekali tak menyetujui keputusan Celeste menanggalkan semua apa yang ia punya dan menjadi manusia biasa. Arion menganggap bahwa pria itu hanya akan mencampakkan Celeste saja.” “Dan ternyata benar bukan?” Tebak Tatiana. Max mengangguk pasti. “Ya, begitulah. Cinta tak bisa hanya berlandaskan pada sebuah perasaan ingin memiki, tapi perasaan itu harus dilandasi pula dengan rasa kepercayaan. Kisah antara Celeste dan Maximus menjadi sebuah contoh yang patut dipelajari.” “Tunggu.. Maximus?” Tanya Tatiana memastikan. Ia tak mungkins salah mendengar jika Max baru saja mengatakan ‘Maximus’.