Beranda / Romansa / Babu Jadi Menantu / 8. Pulang Kampung

Share

8. Pulang Kampung

Penulis: Diganti Mawaddah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tepat pukul tiga shubuh, mereka tiba di kampung halaman Parmi. Terlihat ibu dan kakak Parmi yang bernama Parni, sudah menunggu di pelataran rumah mereka. Rumah jaman dahulu dengan halaman luas, hanya saja masih berlantaikan tanah. 

"Parmi!" ibu Parmi setengah berteriak, menyusul Parmi. Diiringi Parni yang mengekori ibunya. Parmi dan yang lainnya turun dari mobil. Parmi tersenyum sangat senang, menyambut ibu dan kakaknya. Mereka berpelukan cukup lama, maklum saja sudah tiga bulan Parmi tidak pulang, sebelumnya, Parmi tidak pernah kerja jauh dari rumahnya. 

"Tuan, nyonya, bapak, tuan Iqbal. Kenalkan ini ibu dan kakak saya. " ucap Parmi memperkenalkan anggota keluarganya. Ibi dan kakak Parmi mencium punggung tangan Bu Rasti, Pak Andi, bahkan Iqbal dan Anton. 

"Eh, jangan Bu." Anton menepis lembut tangan calon mertuanya.

"Mari masuk Pak, Bu!" Bu Parti mempersilakan tamunya untuk masuk ke dalam rumah sederhana mereka.

Semuanya duduk rapi di kursi bale. Parmi sudah masuk ke dalam rumahnya.

"Pak, Bu. Ayo kita sahur dulu, setelah itu baru istirahat." ucap Parni, kakak Parmi yang mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah.

Mereka makan dalam hening, lebih tepatnya keluarga Parmi cukup sungkan untuk sekedar berbasa-basi. Mungkin karena memang baru bertemu.

"Yang namanya Anton yang mana?" tanya Bu Parti menatap kedua lelaki yang kelihatan tidak terlalu muda, sedang duduk bersila di depannya.

"Saya, Bu." sahut Anton sambil tersenyum.

"Gantengkan, Bu!" celetuk Parmi, sambil mencolek lengan ibunya. Bu Parti tersenyum.

"Beruntung anak saya dapat calon suami seperti nak Anton, semoga Nak Anton tidak merasa buntung ya mendapatkan Parmi." ujar Bu Parti sambil menyeringai.

Semua yang ada disana hanya senyam-senyum saja, Anton dan Pak Andi tidak menyahuti ocehan Bu Parti.

"Justru anak saya pasti beruntung mendapatkan Parmi, Bu," ucap Bu Rasti kemudian.

"Hhmm...saya bersyukur Parmi tidak jadi dengan Agus yang gagap itu, ga bakalan kepikiran saya gagap dan budeg bersamaan dalam rumah tangga,"gumam Bu Parti yang masih terdengar di telinga tamu-tamunya.

"Eh, gak boleh gitu Bu. Mas Agus, kan orangnya baik, ga suka marah-marah pula." Ucap Parmi sambil melirik Anton.

Tak ada sahutan lagi dari ibunya Parmi, semua makan dengan lahap.

"Masakan ibu enak, persis masakan Parmi!" puji Bu Rasti, kepada calon besannya. 

"Alhamdulillah, kalau ibu cocok dengan masakan saya dan Parmi." 

"Kira-kira kapan akan kita nikahkan anak kita ya Bu?" tanya Bu Rasti kemudian.

"Ga buru-buru, kan. Bu. Parmi tidak hamil duluan, kan!" 

Huk..huk..

Anton tersedak mendengar ucapan Bu Parti barusan. Parmi segera menuangkan air ke dalam gelas, lalu memberikannya pada Iqbal, Iqbal menerimanya dengan senang.

"Parmi, itu lho calon suamimu yang tersedak." Bu Parti menginterupsi Parmi. 

Dengan santai Parmi duduk kembali di lesehannya, tanpa mengindahkan ucapan ibunya.

"Parmi!" kali ini Bu Parti memanggilnya dengan suara cukup keras. Parmi menoleh.

"Ibu panggil saya?" 

"Bukan, ibu lagi manggil malaikat maut." sahut Bu Parti sambil memainkan bola mata malasnya.

"Emang ibu kenal di mana sama Malaikat maut? Malaikatkan  tidak terlihat Bu. Aneh ibu Mah!" sahut Parmi kemudian.

"Kapan kenalannya?" 

Yang lain sudah tertawa cekikan mendengar saling sahut antara Parmi dan ibunya.

"Maaf ya Pak, Bu. Ibu saya suka aneh gitu, mana mungkin ya kan, ibu bisa manggil malaikat maut, emangnya malaikat punya WA."

Lagi-lagi ocehan Parmi membuat semuanya tertawa dan menggeleng-gelengkan kepala. Acara makan sahur selesai, dilanjutkan dengan sholat shubuh berjamaah. Kali ini Iqbal yang menjadi imamnya. Selesai sholat, Bu Rasti, Pak Andi dan Iqbal, berpamitan. Mereka berencana untuk istirahat di penginapan yang tidak jauh dari desa Parmi.

"Nak Anton di sini saja!" 

"Eh, iya Bu," sahut Anton sedikit kikuk.

"Nanti siang kami kembali, membicarakan perihal pernikahan Anton dan Parmi ya bu. Kami sekarang istirahat dulu!" kali ini Pak Andi yang bersuara.

"Iya, Pak. Mohon maaf, rumah saya kecil, kamarnya cuma satu, jadi tidak bisa untuk bapak dan ibu istirahat." 

"Iya, Bu. Ga papa. Asal calon mantu ibu, boleh istirahat disini." 

Bu Parti tersenyum, lalu menganggukkan kepala, mengantarkan tamunya sampai hilang dari pandangan.

"Mari Tuan, masuk!" ajak Parmi. Cuaca di desa sangat dingin, mentari mulai malu-malu menampakkan wujudnya.

"Temani saya jalan-jalan dulu yuk! saya ingin melihat kampung kamu." 

Parmi mengangguk patuh, berpamitan kepada ibunya, lalu berjalan menyusuri kampung bersama dengan Anton. Satu dua tetangga yang mengenal Parmi, ikut menyapa, bahkan mereka terpesona dengan seorang pria tampan yang berjalan dengan Parmi. Langkah Parmi semakin berat, saat akan melewati rumah mantannya, Agus.

"Kenapa?" tanya Anton melihat Parmi dengan gelagat aneh.

"Itu rumah mantan pacar saya, Tuan." 

"Oh." Anton mengangguk paham, matanya nampak mengerucut, memikirkan sesuatu.

Tampak seorang lelaki muda, keluar dari rumah tersebut. Memakai kaos oblong hitam dan celana pendek, di belakangnya ada seorang wanita berwajah ayu, mengantarnya sampai di depan teras.

"Parmi!" teriak wanita tersebut, yang tak lain adalah sepupu Parmi.

"Mi, kamu dipanggil," bisik Anton.

"Pura-pura gak denger aja, tuan. Dia tahu kok saya budeg." sahut Parmi, kini mempercepat langkahnya.

"Parmi." wanita itu mendekat, menghampiri Parmi dan Anton, sedangkan sang pria disana sedang menatap Parmi, dengan tatapan sulit diartikan.

"Kapan balik kamu?"

"Tadi pas sahur."

"Ini siapa?" 

"Saya, Anton. Calon suami, Parmi." Anton menjulurkan tangannya pada Siti, sepupu Parmi. Hendak berjabat tangan.

"Wah, hebat kamu." puji Siti sambil tersenyum. Sedangkan Parmi terlihat sangat malas menanggapinya.

"Pasti dong, calonku S2, SMA sama sarjana," sahut Parmi, dengan maksud pamer.

"Wah, beruntung kamu ya." 

"Mas, Agus. Sini!" panggil Siti pada suaminya yang masih terbengong. Lelaki itu dengan langkah malas menghampiri Siti.

"Kenalin, Mas. Ini calon suami Parmi." 

"Anton." 

"Agus." 

Keduanya berjabat tangan.

"Eh iya, selamat atas pernikahan kalian ya. Maaf saya tidak datang." Parmi tampak memaksakan senyum.

"Punya nomor rekening, Mas. Saya akan transfer kado dari saya dan Parmi," ucap Anton tiba-tiba, membuat Parmi menoleh, ada apa dengan Anton? Pikirnya.

"Eh, ndak punya Mas. Mentahnya aja!" celetuk Siti, sambil tersenyum senang.

"Ya sudah nanti saya titipkan pada Parmi ya. Permisi kami mau jalan-jalan pagi lagi," pamit Anton kemudian, tangannya menggandeng Parmi.

"Ayo, sayang. Kita jalan lagi. Kamu belum cape, kan?" Anton berakting sangat profesional.

Siti cemberut, merasa iri dengan keberuntungan Parmi. Lalu masuk ke dalam rumah, meninggalkan Agus yang masih terdiam, menatap kepergian Parmi dengan calon suaminya. Tampak mesra, karena Parmi menggandeng tangan Anton.

"Parmi, kamu pake deodoran ga sih?" Anton mengendus pundak Parmi.

"Gak, saya ga punya teman namanya ,deodoran." 

"Doedoran bukan nama orang, Parmi. Tapi obat ketiak, biar gak bau," terang Anton, sambil memutar bola mata malasnya.

"Tapi ketiak Tuan ga bau!" kali ini Parmi yang terang-terangan mengendus ketiak Anton. Membuat Anton mundur beberapa jarak.

"Bukan ketiak saya, tapi ketiak kamu!" 

"Masa sih?" Parmi mengangkat tangannya sampai atas, lalu mengendus ketiaknya. Lalu menyeringai menatap Anton.

"Ya, Kan. Bau." 

"Dikit ini mah," sahut Parmi cuek.

"Cukur dong bulunya!"

"Buku!" 

"Bukan buku, tapi bulu." Anton menarik nafas panjang.

"Ih, mesum. Lagi puasa juga," sahut Parmi sambil tersenyum malu-malu.

"Bulu ketiak kamu yang dicukur, Parmi. Bukan bulu yang di bawah, di mana mesumnya?" Anton memijat pelipisnya.

"Oh, itu mah, jangan dicukur Tuan, nanti kekuatan saya hilang!" 

"Emangnya kamu samson betawi!" 

Parmi tertawa cekikikan melihat kekesalan Anton.

" Makasih ya Tuan udah bantu saya tadi!".

Cup...

Parmi mengecup cepat pipi Anton. Lalu berjalan mendahului Anton, wajahnya sudah sangat memerah.

"Parmi!" Anton menyusul Parmi setengah berlari, wajah Anton pun berseri.

****

Bab terkait

  • Babu Jadi Menantu   9. Lamaran

    Pukul satu siang, keluarga Anton, kembali ke kediaman Parmi. Kedua tangan orang tua Anton, turut membawa bingkisan hantaran sederhana untuk Parmi. Bagaimana pun saat ini mereka sedang melamar anak gadis orang, jadi tetap harus dihargai dan diperlakukan sebaik mungkin. Semuanya kini tengah berkumpul di ruang tengah. Tampak Parmi duduk di samping ibunya, begitu juga dengan Parni, kakaknya."Jadi maksud kedatangan kami kemari adalah untuk melamar nak Parmi, untuk menjadi menantu di keluarga kami. Tepatnya untuk menjadi istri anak kami, Anton." Ucap Pak Andi dengan jelas."Bagaimana, Bu. Parmi?""Saya sebagai orangtua, sangat bersyukur akhirnya ada yang melamar anak gadis saya. Namun semua keputusan kembali lagi pada..""Huuuuaachhiimmm..." Parmi bersin di tengah-tengah keseriusan yang terjadi."Ehh ...maaf," ucap Parmi sungkan, sambil menutup hidungnya. Semua yang ada disana menyeringai, begitu juga Anton."Merusak suasana saja Si P

  • Babu Jadi Menantu   10. Salah Paham

    Bu Rasti, Anton dan Parmi. Kini tengah mengantre di sebuah rumah sakit. Tepatnya di poli THT. Parmi bersikeras agar Anton memeriksakan kesehatan telinganya. Padahal berkali-kali Bu Rasti dan Anton memberitahukan bahwa telinga Anton baik-baik saja. Akhirnya Anton memberikan syarat kepada Parmi, agar ia juga ikut memeriksakan telinganya. Pada awalnya Parmi menolak, ia mengatakan bahwa ia mendengar cukup baik hanya sesekali suka budeg, tapi itu hanya sesekali katanya.Parmi duduk tepat tidak jauh dari Anton, sesekali Parmi melirik Anton, yang wajahnya terlihat sedikit kesal. Sedangkan Bu Rasti masih asik dengan ponselnya."Ngapain sih, Ma?" tanya Anton sambil melirik ke arah ponsel mamanya."Ini, mama lagi pilihkan baju kebaya untuk Parmi dan jas untuk kamu." sahut Bu Rasti, matanya masih fokus di layar ponsel."Sewa aja Mah, biar irit!""Hush...nikah sama anak perawan, semua harus baru. Pamali ah sewa!"Anton memutar bola mata mala

  • Babu Jadi Menantu   11. Salah Paham 2

    Dengan rambut basah Parmi menyiapkan menu sahur. Rambutnya digelung handuk. Kakinya juga masih sedikit pincang, saat mondar-mandir di dapur. Semua penghuni rumah masih terlelap, Parmi melihat jam di dinding, sudah pukul tiga shubuh, sebentar lagi ia akan membangunkan seluruh penghuni rumah, untuk sahur bersama. Parmi menata semua hidangan di atas meja makan, kemudian ia menyisihkan sebagian lauk untuk dirinya. Ia sendiri masih merasa sungkan untuk duduk bersama di meja makan bersama dengan calon suami beserta keluarganya.Cekleek...Pintu kamar Bu Rasti terbuka, Bu Rasti berjalan keluar kamar, sambil menguncir rambut panjangnya."Eh, ibu sudah bangun. Baru saja saya mau bangunin." sapa Parmi ramah, menatap ke arah Bu Rasti yang tersenyum juga kepadanya. Tangan Parmi telaten, menuangkan teh hangat ke dalam satu persatu cangkir yang tertata di meja.Bu Rasti memperhatikan wajah Parmi dari ujun

  • Babu Jadi Menantu   12. Menikah

    Sore ini, Parmi tengah menunggu kedatangan kakak beserta ibunya. Mereka akan menyaksikan pernikahan Parmi yang akan dilaksanakan besok. Tepatnya dua hari sebelum lebaran idul fitri. Harusnya sejam yang lalu sudah sampai, Parmi menunggu dengan gelisah, karena kakak dan ibunya belum pernah sama sekali ke Jakarta. Entah dengan siapa mereka diantar, yang jelas saat ini Parmi begitu menanti kedatangan ibu dan kakaknya. Anton yang baru saja selesai mandi dan sudah rapi, menghampiri Parmi yang duduk dengan gelisah."Belum sampe juga ya, Ibu kamu?" tanya Anton sambil melihat ke arah Parmi. Parmi hanya melihat Anton sekilas, lalu menoleh kembali menatap pagar rumah Anton."Ga denger dia mah, Pasti!" gerutu Anton dalam hati. Huuufftt.." Anton menarik nafas panjang lalu duduk di kursi teras, tepat di sebelah Parmi."Mandi dulu sana! Bau tau!" Anton menutup hidungnya, karena memang aroma tubuh Parmi cukup menyengat, sedari pagi Parmi

  • Babu Jadi Menantu   13. Tidur di sofa

    Parmi cukup lama berada di dalam kamar mandi. Anton menungguinya sampai terkantuk-kantuk, berulang kali Anton menguap, memandang ke arah kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Pintu itu tak kunjung terbuka. Sedangkan Anton sudah gerah ingin segera mandi. Suara pancuran air, sudah berhenti. Namun tak ada tanda-tanda pergerakan dari dalam sana."Ck, dia tidur apa mandi sih!" gerutu Anton, sambil melangkah malas menuju kamar mandi, di pundaknya sudah bertengger handuk bewarna hijau.Tok...tok.."Mi, Mi! Cepetan! Saya juga gerah, mau mandi!" teriak Anton dengan sedikit kencang, sambil menggedor pintu kamar mandi."Iya ... juju aawaayaaa abaawaaya, eh as ," sahut Parmi . Anton memijat pelipisnya. Bagaimana bisa dia mengerti apa yang Parmi katakan?"Apaan sih Mi? Ga ngerti saya," sahut Anton dari balik pintu, kedua tangannya bersandar tiang pintu kamar mandi.KleekkParmi membuka pintu kamar mandi sedikit, lalu melongok keluar. Dengan s

  • Babu Jadi Menantu   14. Suami Bermulut Pedas

    Pagi lebaran pun tiba. Suasana pagi begitu teduh dan menyejukkan, semua orang berlomba menyiapkan diri untuk melaksanakan sholat Idul Fitri. Beruntung di perumahan Anton, tetap diadakan sholat Ied, walau tetap harus menjaga jarak.Anton sudah bangun pukul lima shubuh untuk melaksanakan sholat shubuh.Parmi telah terlebih dahulu bangun, sudah menjadi kebiasaan Parmi, jika harus bangun pukul setengah empat pagi. Selesai sholat shubuh, Anton memperhatikan kamarnya yang selalu rapi saat dia bangun. Parmi pasti yang membereskannya sebelum ia terbangun. Parmi masih asik di dapur, berhubung sedang datang bulan, Parmi jadi cukup santai beres-beres rumah, serta memanaskan aneka hidangan untuk disantap sepulang sholat Ied nanti.Bu Rasti melihat Parmi, sedang menyapu dapur dengan cekatan. Lalu menghampirinya."Mama sudah pesan pembantu baru untuk di rumah," ucap Bu Rasti yang datang menghampiri Parmi, sudah rapi dengan baju lebarannya. Parmi menoleh kepad

  • Babu Jadi Menantu   15. Malam Pertama

    Seminggu telah berlalu, rumah tangga yang dijalani oleh Anton dan Parmi, terbilang sangat biasa saja. Malah cenderung hambar. Anton yang sudah mulai masuk kembali ke sekolah, meskipun tidak mengajar, namun selalu ada saja yang ia kerjakan di sana.Pukul enam pagi, Anton sudah berangkat, karena pukul tujuh sudah harus sampai di sekolah untuk absen sidik jari. Ia akan kembali ke rumah pukul empat, terkadang pukul lima sore. Sesampainya di rumah, ia akan sibuk di layar laptopnya, bercengkrama dengan murid-muridnya, hingga malam.Anton hanya berhenti saat makan malam dan waktu sholat. Jarang sekali terlihat Anton dan Parmi terlibat pembicaraan. Hal tersebut sudah diperhatikan oleh Bu Rasti, ia sebenarnya sangat kecewa dengan sikap Anton, bagaimana pun ia harus membantu mendekatkan Parmi kepada anaknya.Malam ini, Parmi tengah mencuci piring, sedangkan bibi yang baru, sedang menyapu lantai dapur. Mereka baru saja selesai menikmati makan malam. Anton sudah langs

  • Babu Jadi Menantu   16. Kembali Diabaikan

    21+"Mas...astaghfirulloh, baunya!" Parmi menutup hidungnya sangat rapat dengan jari telunjuk serta jempolnya.Anton hanya bisa menyeringai, antara malu dan kelepasan. Yah, saat sedang asik menjadi bayi, bagian belakang tubuh Anton malah mengeluarkan suara dan bau yang sangat cettar, tanpa bisa ia tahan. Mungkinkah efek kekenyangan?"Yang pengen buang air siapa? yang kentut siapa? Jorok ih!" Parmi berusaha bangun dari ranjang, namun baru meletakkan kedua kakinya di lantai, rasa perih bersarang di pusatnya."Aauu!" pekik Parmi, ia meletakkan kembali bokongnya di atas ranjang."Aduh, sakit, tapi kebelet!" rengek Parmi sambil memegang perutnya. Tubuh telanjangnya tidak ia hiraukan lagi. Anton memperhatikan Parmi sambil mengulum senyum."Sakit ya, tapi enakkan," bisik Anton sambil mendekatkan tubuhnya ke arah Parmi.Parmi menggeser sedikit menjauh tubuhnya, wajahnya merona merah tatkala mengingat kejadian semalam."Saya beneran

Bab terbaru

  • Babu Jadi Menantu   62. Happy Ending

    Empat bulan berlalu semenjak kejadian tragis itu. Berdasarkan pasal 340 KUHP, barang siapa yang sengaja dengan rencana terlebih dahulu, yang bisa mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, maka pertanggung jawabannya adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup, atau paling lama dua puluh tahun. Hakim memutuskan, Safira akhirnya dihukum dua puluh tahun penjara, sedangkan bik Isah dihukum selama lima belas tahun.Parmi yang masih merasa sangat khawatir, memilih mengajak ibu dan tetehnya untuk tinggal bersama. Suatu keharuan tersendiri bagi Parmi. Saat suaminya memberikan kunci rumah baru untuk Parmi. Rumah yang sudah ia beli dengan kerja kerasnya. Kini ia berikan atas nama Parmi, istrinya.Anton juga mendatangkan seorang lagi saudara Parmi yang bisa membantu untuk menjaga si kembar."Apa?teteh pacaran dengan mas Iqbal!" pekik Parmi tidak percaya, saat Parni membisikkan sesuatu di telinga Parmi."Huuusstt....jangan denger Anton, teteh malu." Parni menu

  • Babu Jadi Menantu   61. Siapa yang Meracun

    Parmi menangis sejadi-jadinya di depan ruang NICU, ketiga bayi kembarnya tidak sadarkan diri, setelah keracunan obat yang mengandung obat tidur. Bahkan Parmi pingsan hingga dua kali. Betapa hancur hatinya melihat di tubuh ketiga puterinya, dipasang alat. Untuk membantu mereka tetap bernafas dan membantu mereka mengeluarkan racun dari dalam tubuh.Bu Rasti yang baru saja tiba, ikut menangis hingga terduduk di lantai tepat di depan ruang NICU. Ia sangat kaget, saat ditelepon oleh bibik, kalau si Kembar mengeluarkan busa dari dalam mulutnya. Bu Rasti yang saat itu sedang ada rapat dengan Kementrian Agama, meninggalkan ruang rapat begitu saja. Kakinya serasa tidak menapak, pikiran buruk berkecamuk di kepalanya. Ia tidak sanggup jika harus kehilangan cucu kembar tiganya."Mamah, anak saya, Mah," lirih Parmi dengan lemah menghampiri ibu mertuanya. Mereka berpelukan erat."Kenapa bisa seperti ini, Mi?""Ada yang sengaja memasukkan obat tidur ke dalam badan

  • Babu Jadi Menantu   60. Obat Tidur

    Hari ini, Parmi dan Bu Rasti membawa Angkasa, juga si kembar pergi bermain ke Taman Margasatwa Ragunan. Bik Isah dan bibik tentu saja diajak. Sedangkan Anton tidak bisa meninggalkan kelas, karena sedang mengawas mahasiswa yang sedang ujian.Angkasa nampak antusias, melihat aneka hewan disana. Bahkan seolah tiada lelah, ia berlarian kesana-kemari agar cepat sampai dari satu kandang ke kandang lainnya. Angkasa sangat senang, saat berada di depan kandang gajah. Ada empat ekor gajah besar disana. Dan satu ekor gajah berukuran lebih kecil. Angkasa mengambil foto hewan-hewan tersebut dengan ponselnya. Ia juga memotret Parmi, nenek dan ketiga adiknya.Foto-foto keseruan disana, Angkasa kirimkan kepada mommy dan juga papanya. Eh iya, kepada daddy Xander, ayah sambungnya juga ia kirimkan fotonya."Bibik, kenapa?" tanya Angkasa saat tanpa sengaja melihat bik Isah memegang hidung Andrea.Bik Isah yang memang kebagian menggendong Andrea, karena Andrea tidak mau

  • Babu Jadi Menantu   59. Berkeringat

    Hujan rintik-rintik membasahi tanah pedesaan. Air mulai menggenang di selokan tanah yang berlubang. Harumnya begitu memesona, karena bercampur aroma daun segar yang ikut tersapu air hujan. Parni masih fokus dengan kegiatan merajutnya. Sesekali ia tersenyum malu-malu, sambil melirik ponselnya. Sepertinya ia sedang menunggu pesan dari seseorang.Ting! ting!Parni kaget, bahkan benang rajutnya yang bewarna merah itu, terlempar ke lantai rumah. Bunyi pesan masuk berbunyi, wajah Parni tampak gembira. Dengan cekatan, ia membuka pesan yang masuk.["De Parni sedang apa?ganggu ga kalau saya telpon."]Parni mesem-mesem, wajahnya pun merona bahagia. Apakah ia jatuh cinta?Ragu Parni mengetik balasan pesan dari seseorang itu. Ponsel masih ia genggam dengan tangan sedikit berkeringat. Jujur setelah luka lama yang menganga bertahun-tahun lalu, baru kali ini ia coba membuka hati."Udah sana masuk kamar, kalau mau teleponan!" Bu Parti tersenyum menggoda Parni

  • Babu Jadi Menantu   58. Menjemput Angkasa

    Parmi dan Anton sudah berada di bandara. Menunggu kedatangan penerbangan dari Belanda. Anton dan Parmi sudah tidak sabar melihat Angkasa. Sedari turun dari mobil, Parmi dan Anton selalu bergandengan tangan. Persis pasangan yang sedang dimabuk asmara. Anton juga tidak jengah sesekali mencium kepala Parmi."Jangan dicium terus rambutnya, Mas!" rengek Parmi, merasa cukup jengah dengan tingkah alay suaminya."Kenapa sih, Sayang? Wangi kok rambutnya," sahut Anton, sambil memegang rambut panjang Parmi."Ntar kutunya nempel di bibir, baru tahu rasa!" Anton menelan salivanya, cepat ia meraba bibirnya. Merasa kurang puas, ia mengambil ponselnya lalu membuka menu kamera depan. Ia bercermin dari layar ponselnya, memeriksa kembali bibirnya. Apakah ada kutu rambut yang menempel di sana? Tapi sepertinya tidak, bibirnya masih terlihat segar dan sedikit bengkak, efek digigit oleh Parmi.Anton bergidik ngeri bila nengingat semalam, betapa ganas istrinya. Kopi yang i

  • Babu Jadi Menantu   57. Malam Panas Part 2

    Parmi keluar dari kamar, sayup-sayup ia mendengar suara ibu mertuanya seperti sedang berbicara di teras. Ia berjalan menghampiri dan melihat ada siapa disana."Eh, Parmi sini, Nak." Bu Rasti menepuk kursi kosong di sampingnya, bermaksud agar Parmi ikut duduk. Parmi menurut, duduk di samping ibu mertuanya.Wanita paruh baya yang sedang duduk di lantai. Memerhatikan gerak gerik Parmi dengan seksama, sambil menyunggingkan senyum tipis."Ini, Mi. Kenalkan ibu Isah namanya, dia sedang mencari pekerjaan. Jadi mama menawarkan untuk menjaga si kembar. Bagaimana kamu mau?" bu Rasti memperkenalkan ibu yang sedang duduk di lantai pada Parmi."Emang Ibu rumahnya di mana?" tanya Parmi dengan ramah."Keluar komplek ini gang sebelah kanan, Non.""Oh deket ya, jadi ilIbu nginep apa pulang pergi kerjanya?""Saya datang pagi, lalu pulang malam. Sehabis magrib.""Bagaimana Parmi, boleh ibu ini membantu?kasian dia sedang butuh pekerjaan." Bu

  • Babu Jadi Menantu   56. Jatuh Cinta

    Bu Rasti sedang menggendong Aleta sore ini, sedangkan Andrea dan Andini sudah tertidur pulas setelah mandi sore. Aktifitas yang tidak pernah mau ia lewatkan setiap harinya, adalah menemani cucu kembar tiganya bermain. Bu Rasti akan sangat senang jika bisa menggendong ketiganya bergantian.Cukup kerepotan memang, apalagi semenjak Parni kembali ke desa, otomatis hanya bibik yang bisa membantu Parmi sebisanya. Bu Rasti sudah coba menghubungi biro tenaga kerja ART untuk mendapatkan pengganti Parni, namun hingga sekarang belum ada yang cocok.Rata-rata dari biro jasa ART itu berusia muda, sedangkan Anton tidak menginginkan ART muda yang mengasuh bayinya, Anton menginginkan ART yang seusia bibik, agar lebih awas dan hati-hati dalam mengurus bayi."Mamah, kok melamun?" Parmi datang ke teras sambil membawa air jahe hangat untuk ibu mertuanya."Mamah pusing, Mi. Belum ketemu orang untuk bantuin jaga si Kembar."Parmi meletakkan bokongnya duduk di sebe

  • Babu Jadi Menantu   55. Rahasia Kamar

    Rumah keluarga Anton gempar shubuh ini, dikarenakan temuan kotak kado yang berisi bangkai tiga ekor tikus. Entah siapa pengirimnya, yang jelas membuat Parmi dan seisi rumah ketakutan.Parmi bahkan terus-terusan gelisah saat menyusui si kembar. Anton melihat raut ketakutan dari wajah istrinya. Ia mendekati Parmi yang saat ini tengah duduk di ranjang menyusui Aleta."Bu, jangan takut! Mungkin itu kerjaan orang iseng saja." Anton mengusap lembut lengan Parmi."Mana ada orang iseng, ngumpulin tiga bangkai tikus dan dimasukkan ke dalam kotak, dibungkus kertas kado pula? Ini pasti sengaja, Mas. Saya takut!""Ya Allah, siapa sih yang tega bener begini sama kita ya, Mas. Apa salah kita, Mas?" Parmi menghapus air mata yang turun di pipinya, ia benar-benar ketakutan.Eeekkk...hheekkk...Bayi Aleta merengek, ia pun ikut gelisah seperti ibunya. Tidak lama, Andrea dan Andini pun ikut menangis kejer. Anton dengan sigap menggendong keduanya. Me

  • Babu Jadi Menantu   54. Belah Duren

    Acara syukuran aqiqah Andrea, Aleta dan Andini berlangsung khidmat. Ada lima puluh peserta pengajian ibu-ibu yang hadir. Termasuk tetangga, teman KUA bu Rasti, karyawan pak Andi, para sanak famili dari keluarga Anton, termasuk Iqbal juga ada disana, bersama dengan kedua orangtuanya. Ada juga beberapa mahasiswa yang datang. Bahkan dokter Alan berserta istri dan anak-anaknya juga hadir disana, membawakan aneka buah tangan.Ali terperangah begitu juga dengan orangtuanya, saat melihat Parmi yang berubah jadi cantik. Bahkan saat bersalaman, mereka hampir tidak mengenali Parmi.Ibu Parmi, Bu Parti sampai tepat semalam, ia sangat senang bisa melihat Parmi, Parni dan ketiga cucu kembarnya yang sangat cantik. Air matanya tidak berhenti mengalir saat menyaksikan prosesi gunting rambut cucunya. Begitu hikmat dan syahdu, diiringi sholawat dan ada hiburan marawis dari ibu-ibu lingkungan setempat.Aneka hidangan tersedia sudah di meja prasmanan, balon-balon cantik dan aneka h

DMCA.com Protection Status