Rombongan perampok merah masih bermukim di tengah hutan tempat Cempaka ditemukan. Atas permintaan gadis itu, para lelaki membuat sebuah kereta kayu untuk tempat para wanita korban nafsu serdadu, sebab sebagian dari mereka mengeluh tubuhnya terasa sakit-sakitan. Para lelaki bergerak cepat termasuk Razi agar perjalanan mereka tak terlalu lama tertunda. Bisa saja mereka tertangkap oleh para marsose yang berkeliaran ke sana kemari. Cempaka, menjadi teman bicara para wanita putus harapan itu. Kakak Kenanga tersebut bahkan membimbing mereka mengucap kalimat syahadat satu per satu, hal yang tak pernah dipikirkan oleh Razi dan teman-temannya. Bagi gadis itu, cukup sudah penderitaan di dunia, jangan lagi menderita di akhirat sebab tak mengakui keberadaan Allah dan Rasul-Nya. Hal pertama yang diajarkan oleh gadis bermata tajam itu ialah mengenai ketauhidan. Hanya Allah satu-satunya yang layak disembah, tidak ada yang sanggup menyamai kekuatan-Nya, apalagi Ilah yang dibawa oleh para penjajah
Kenanga masih diam, Ia belum menjawab apa pun tanya Alif. Lelaki itu menanti dengan penuh harap. Jika gadis tersebut menolaknya ia harus angkat kaki dari tempat itu sekarang juga, sebab ia tak sanggup melihatnya bersanding dengan pria lain. Kenanga sendiri meragu, sebab selama ini ia merasa Alif berusaha menghindarinya. Ia juga tak yakin jika lelaki itu betul tulus dengannya, sebab kekurangan pada dirinya. Dengan berhati-hati ia berbicara memakai bahasa isyaratnya agar ulebalang itu mengerti. Sekali lagi Alif meyakinkannya, sebab lelaki itu tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini dan ia tak mau juga kehilangan lagi. Dua orang yang sama-sama sebatang kara akan saling menguatkan satu sama lain, begitu pikir Alif. Cukup lama gadis itu merenung, ia memikirkan tentang pencarian Cempaka yang belum menemukan titik terang sama sekali, hingga kembali lelaki itu meyakinkannya agar mencari kakaknya nanti bersama-sama. Diamnya Kenanga tak bisa menjadi jawaban, karena gadis itu memang tak bisa
Kotak kayu berisikan barang-barang penting milik Razi nyaris terjatuh jika tak ditahan oleh pijakan di dalam kereta. Cempaka mendahulukan menyelamatkan para wanita. Kaki kirinya berpijak pada tanah dan kaki kanannya berpijak pada kereta untuk menahan keseimbangan. “Berjalanlah, perlahan-lahan satu demi satu dengan tenang.” perintah Cempaka. Satu per satu dari mereka melangkah dengan pelan walau dengan hati luar biasa risau. Satu demi satu berhasil selamat dari terjalnya jurang yang merenggut nyawa Akbar, hingga kini hanya tersisa Cempaka dan kotak kayu penting itu saja. Razi baru saja tiba ketika gadis bermata tajam itu masih menimbang dua pilihan antara menyelamatkan diri atau mengambil benda yang dicuri dari para marsose. “Jeumpa, sudah, tinggalkan saja kereta dan isinya. Aku bisa mencari biji besi yang lain.” Razi mengulurkan tangannya ingin membantu Cempaka untuk keluar dari keadaan penuh bahaya. Gadis bermata tajam itu tak menjawab, matanya terus menuju pada kotak kayu yang
Alif tak tahu bagaimana caranya harus berbicara dengan Kenanga, istrinya. Dengan jelas tadi Meurah mengisyaratkan pada mereka agar tak meninggalkan atas bukit demi mencari kakaknya. Panglima pasukan kelewang itu ingin melatih Alif agar menjadi lebih hebat lagi sama seperti yang lain, sedangkan Kenanga diharapkan dapat mengajarkan ilmu pengobatannya pada wanita-wanita di atas bukit. “Aku juga melakukan ini untuk meredam emosi pasukanku. Kau pikir mereka suka melihatmu menikahi gadis itu begitu saja. Jika kau dan dia pergi meninggalkan tempat ini bukan tak mungkin tanpa sepengetahuanku kau akan dibunuh lalu istrimu akan diambil oleh yang lain. Maka dari itu tinggallah di sini, akan kulatih kau jadi lebih kuat dan cepat. Lagi pula di luar sana jika kalian tetap nekat mencari orang yang tak jelas di mana rimbanya, kalian bisa mati konyol sebelum sampai di tujuan.” Ucapan Meurah terulang di benak Alif. Besok pagi Alif ditunggu oleh panglima pasukan kelewang untuk berlatih bersama. Semen
“Menikah?” tanya Cempaka. “Iya, aku tak mau kehilangan kesempatan lagi untuk hidup bersamamu,” jawab Razi. Gadis bermata tajam itu berpikir sejenak, sebagai seorang pejuang ia juga hanya wanita biasa yang mendambakan kehidupan layaknya ayah dan ibunya dulu. Namun, pencarian Kenanga belumlah menjumpai titik akhir, meski selama tinggal di pemukiman itu Cempaka seperti merasakan adiknya yang dulu begitu usil mengganggunya. Bahkan di dalam mimpi ia serasa dikelilingi dengan aroma bunga kenanga yang sangat menenangkan. “Dengan dua persyaratan,” lanjut Jeumpa. “Katakan. Akan kupenuhi semampuku.” Netra Razi berbinar sebab gadis itu tak langsung menolaknya. “Kita tetap teruskan pencarian adikku apa pun yang terjadi. Lalu, aku ingin mahar terbaik darimu, sebagai bukti kalau kau tidak main-main seperti dulu.” “Baik aku setuju.” Razi kemudian menunjukkan sebuah gelas emas pada Cempaka sebagai tanda cinta darinya. Gadis itu menarik napas panjang, jika tahu lelaki itu memilikinya, tentu dia
Selama dilatih oleh Meurah, kemampuan Alif telah meningkat sangat jauh. Ia bisa melompat dari satu pohon ke pohon lain dengan tanpa menimbulkan suara, bahkan telah beberapa kali ia bisa mengecoh Kenanga yang telapak kakinya sangat peka dengan kehadiran orang lain. Tak hanya itu, lemparan kelewangnya juga sangat tepang memotong-motong batang bambu yang dijadikan tempat latihan dengan sangat tepat sasaran. Kini pemuda pesisir itu tak dipandang sebelah mata lagi oleh pasukan kelewang yang lain. Pagi itu, ia meninggalkan istrinya dengan hati waswas, sebab beberapa hari belakangan ia mendapati Kenanga terus saja menekan rongga dadanya dan tiba-tiba saja memuntahkan semua makanan. Bahkan wanita itu mulai tak suka mencium bau tubuh Alif yang selama bersama tak pernah ia permasalahkan. “Apa jangan-jangan?” pikir Alif dalam hati menerka-nerka, “Tapi tak mungkinkan kalau dia tak menyadari perubahannya, istriku, ‘kan, tabib.” Meurah datang membuyarkan lamunan Alif yang penuh harap, panglima
Razi, Cempaka, dan rombongan perampok merah telah bertemu dengan Meurah Rangkem. Sang ketua menyerahkan kotak kayunya yang berisikan barang-barang penting pada sang panglima, serta memberikan beberapa bedil yang bisa digunakan sebagai tambahan senjata. Razi sendiri berjanji akan memeperbaiki dan menajamkan senjata pasukan kelewang agar memenangkan peperangan yang setiap saat bisa dicetuskan oleh pihak penjajah. Mendengar hal itu, hati istrinya menjadi gusar, ia pun menarik tangan suaminya sedikit menjauh dari Meurah. “Kau berjanji akan mencari adikku, kenapa kau malah membuat senjata di tempat ini?” Cempaka menuntut janji Razi. “Percayalah, tak akan lama membuat senjata, setelah itu kita pasti mencari adikmu. Tenanglah, aku sangat yakin Kenanga baik-baik saja.” “Kau penipu! Aku bisa pergi sendiri kalau kau tak mau.” “Dia mirip sekali dengan wanita bisu itu,” ujar Meurah seorang diri. Ia kemudian menengahi keributan, sebab Razi mulai menarik tangan Cempaka yang ingin beranjak dari
Bagian 33 Berkumpul Berbagai macam hidangan telah dimasak langsung oleh Kenanga dan Cempaka. Dua bunga bersaudara itu mengolah hasil tangkapan di keranjang kayu sembari bercerita tentang perjalanan mereka selama beberapa bulan. Rasa bersalah karena telah menikah terlebih dahulu telah ditepis Kenanga jauh-jauh. Ia juga merasa bahagia melihat kakaknya telah menemukan pendamping, bukan pula orang yang tak Kenanga kenal. Cempaka juga turut berbahagia dengan kehamilan adiknya. Berpisah selama beberapa bulan, dua orang itu bertemu kembali dengan keadaan yang berbeda. Makanan telah dihidangan di luar, bersama-sama rombongan perampok merah dan pasukan kelewang menyantap kudapan tanpa rasa sungkan. Air asam tetap menjadi teman Kenanga ketika mual datang lagi.Ketika malam tiba, Kenanga memilih tidur sekamar dengan Cempaka, seperti dulu demi melepas rindu. Dua bunga itu terlelap bersama dengan tenang, sebab beban berat yang mereka pikul di bahu akhirnya hilang walau sedikit. Razi dan Alif
Pergolakan berdarah yang mengatas namakan agresi militer Belanda kedua usai sudah. Yang tersisa hanyalah membangun ulang kembali daerah-daerah yang hancur akibat perlawanan yang sengit. Angkasa dan Bulan juga masih belum tahu akan bagaimana ke depannya. Mereka tak punya tempat tinggal seperti halnya pengungsi yang lain. Meski sebelumnya mereka berdua adalah pejuang, tapi tak semua pejuang juga nasibnya baik. Bahkan banyak yang jatuh miskin pasca perang. Keduanya telah meninggalkan tenda karena Angkasa sudah bisa berjalan tanpa tongkat. Tidak hanya mereka berdua saja tapi yang lain juga. Lalu karena ketiadaan tempat tinggal mereka ditempatkan dahulu di bangunan luas tanpa sekat dan bergabung bersama orang lain sembari menunggu bantuan tiba, mungkin saja ada yang berbaik hati. “Sampai kapan kita akan begini terus, Bang? Aku tidak terlalu nyaman berbaur dengan orang ramai terlalu lama.” Bulan menghela napas panjang. Cobaan hidupnya belum juga berakhir. “Bersabarlah, Sayang. Abang j
Agresi militer Belanda belum benar-benar berakhir. Tapi perlawanannya masih bisa ditekan. Angkasa mendapat perawatan yang baik selama di dalam tenda. Bulan tak selalu bisa menemani, sebab ia harus bantu-bantu yang lain apa saja yang wanita itu bisa. Angkasa mencoba turun dari ranjang besi itu. Ia ingin tahu apakah kakinya masih bisa digunakan berjalan atau tidak. Jika ia benar cacat maka Angkasa akan meminta Bulan menjalani hidup sendirian daripada ia jadi beban saja. Satu kakinya berhasil ia turunkan. Terasa sakit, berat dan kaku sekali untuk melangkah. Selama ini urusan buang air diurus oleh Bulan sepenuhnya. Satu kaki lagi Angkasa turunkan. Agak oleng dan hampir jatuh, tapi lelaki yang kini rambutnya sudah panjang itu memegang pinggiran kasur untuk bertahan. “Bismillah, aku harus kuat, aku laki-laki. Aku seorang pemimpin.” Berpeluh tubuh Angkasa mencoba untuk melangkah. Hampir ia jatuh karena tak bisa menjaga keseimbangan, kemudian … “Abang!” Bulan datang masuk ke dalam tenda.
Agresi militer Belanda jilid kedua memang menimbulkan banyak pertentangan dan perlawanan di tanah air. Tak hanya jalan peperangan saja yang ditempuh tapi jalan diplomasi juga. Berbagai macam kongres perdamaian terus diupayakan agar Belanda angkat kaki dari Indonesia.Nyatanya tidak mudah, negara itu terus saja merongrong kemerdekaan Indonesia. Aceh merupakan salah satu bentuk perlawanan yang paling sengit sejak dulu. Bisa dikatakan daerah paling istimewa merupakan yang paling tidak pernah istirahat tenang sejak didatangi Portugis, sampai Belanda kalah, datang Jepang lalu kalah lagi dan Belanda kembali merampas semuanya. Satu dari sekian banyak pejuang yang ada yaitu Angkasa dan Bulan. Sepasang suami istri yang harus terpisahkan karena keadaan. Bulan menjalani berbagai macam pelarian dari satu tempat ke tempat lain. Tidak, dia bukan pengecut yang tak pandai berjuang. Hanya saja dia tak akan sanggup sendirian melawan tentara Belanda yang membawa perlengkapan sangat banyak. Bulan tak
Natali mendatangi salah satu tentara Inggris yang akan memimpin pasukan bergabung dalam agresi militer Belanda II di Indonesia. Tentara itu tahu siapa yang datang. Lalu ia bangkit dan mempersilakan tuan putri duduk di kursinya dan sesegera mungkin memberi hormat. Siapa yang tidak kenal bagaimana Natali bertangan dingin. “Ada yang bisa aku bantu, Madam?” tanyanya dengan sikap tegak. “Duduklah. Pembicaraan ini tidak resmi, tapi aku memberikan tugas ini tidak main-main untukmu, tentu saja aku akan memberikanmu upah.” Natali mengeluarkan beberapa lembar uang miliknya. Jumlah yang membuat tentara itu membelalakkan mata. “Siap. Sebutkan saja apa tugasnya, Madam.” “Kalau sampai gagal, kau yang akan aku tembak.” Wanita berambut pirang itu mengeluarkan lukisan wajah Bulan yang dibuat oleh Smith.Diam-diam ia mengulik barang pribadi milik suaminya ketika lelaki itu tidak sedang di rumah. Dari mana Natali tahu keberadaan Bulan? Dari suaminya yang sering mengigau dan meracau nama yang sama b
Anak Smith telah lahir. Ia merupakan seorang putri yang amat sangat cantik dan memiliki mata seindah dirinya. Amora, begitu princess itu diberi nama, dan keluarga kerajaan menyambut dengan penuh suka cita. Juga sejak kelahiran Amora, Smith tak lagi memikirkan tentang Bulan. Baginya harapan itu terlalu usang untuk dikejar. Lebih baik hidup dengan apa yang ada di depan mata saja. Natali menjadi pengusaha berlian yang amat kaya raya. Sudah tak terhitung berapa banyak korban yang berjatuhan di tangannya. Ia tak segan-segan menurunkan militer dan membayar menggunakan uang pribadinya. Anaknya pun lebih sering diurus oleh baby sitter. Lain hal dengan Smith yang sejak tidak bekerja lagi di rumah sakit kini menjadi salah satu agen PBB dalam organisasi baru yang dibentuk dan berurusan dengan kehidupan manusia. Perang di Aceh telah mengubah cara pandangnya menjadi lebih dermawan. Smith dan istrinya memiliki perbedaan yang terlalu mencolok. Lelaki bermata biru itu sangat aktif membela hak-hak
Tubuh Bulan yang tidak sadarkan diri diseret paksa oleh seorang tentara Belanda dan memasuki rumah kosong. Wanita itu terkena pukulan di bagian kepala hingga mengakibatkannya jatuh pingsan. Tentara Belanda yang melihatnya jadi tergiur. Bentuk tubuh Bulan yang ramping membuatnya gelap mata meski wajah wanita itu rusak. Dengan tangan tergesa-gesa lelaki itu mulai melucuti selendang dan kain panjang yang melilit di pinggang Bulan. Ia sudah tak sabar menikmati tubuh molek dari seorang pejuang yang pasti rasanya luar biasa. Hanya saja ketika kain Bulan mulai disingkap. Sebuah peluru menembus kaca rumah dan tertancap di kepala tentara Belanda tersebut. Mata hijau itu terbelalak dan ia pun roboh di sebelah tubuh Bulan. Peperangan di luar sana masih terus berlanjut ketika Bulan tak sadarkan diri. Hari sudah gelap ketika wanita itu sadar. Ia terkejut dan langsung berdiri ketika kain di pinggangnya terbuka dan roknya tersingkap, ditambah selendangnya yang tersangkut di jendela. Apalagi a
Indonesia tahun 1947 Bulan sedang mendengar radio milik Angkasa yang dibawa masuk ke dalam rumah. Pada dasarnya, wanita yang baru saja menggenapi usia 19 tahun itu memang rajin belajar dan tekun seperti halnya sang kakek dulu. Melalui radio pula ia mencatat beberapa poin penting untuk disampaikan nanti pada Angkasa. Suaminya sibuk mencari nafkah dengan memanfatkan truk miliknya. Tak banyak uang yang didapatkan tapi cukup untuk hidup berdua saja. Mereka juga belum memiliki anak. Pena yang diberikan oleh Smith beberapa tahun lalu akhirnya habis juga isi tintanya, bersamaan dengan rampungnya informasi yang dicatat oleh Bulan di atas kertas usang. Membelinya sangat susah ditambah harganya mahal, jadi kalau basa-basah sedikit kena air lebih baik dijemur saja. Angkasa pulang di sore hari dengan tubuh berpeluh. Seharusnya pengalaman keduanya sebagai pejuang tangguh mampu menghantarkan Angkasa dan Bulan menjadi salah satu tentara resmi dengan seragam khusus. Namun, hal itu tak mereka amb
Sepasang kekasih yang hidup bersama itu menghadiri perjamuan di mana ratu juga datang. Ada orang tua Smith dan Natali juga. Pembicaraan yang sangat serius. Kalau sudah ratu mengambil keputusan maka tidak akan bisa dibantah lagi oleh siapa pun. Keputusan untuk menikahkan Smith dan Natali diambil sudah. Sang jenderal bintang dua hanya bisa pasrah walau tak rela atas pernikahan kedua putrinya. Rumor sudah pasti tersebar dan sulit untuk dibendung. Tadinya Natali ingin mengatakan tentang kehamilannya, tapi Smith memberikan kode padanya agar jangan gegabah. Ia paham bagaimana raut wajah beberapa orang yang kecewa. Tidak dengan William yang senang sekali ketika putranya akan menikah. Ia menepuk bahu putranya dan memberikan sedikit nasehat. “Jalani saja hidupmu di sini dan jangan pernah memikirkan gadis itu lagi. Dia pasti sudah bahagia dengan orang lain seperti halnya Cempaka yang membohongiku.” Smith mengangguk saja. Benar, bisa jadi Bulan telah menikah dan tak memikirkannya lagi. Tap
Antara malu dan mau yang pada akhirnya mengantarkan Bulan dan Angkasa benar-benar menjadi suami istri di malam dingin di wilayah pesisir. Di kamar peninggalan mendiang Kenanga. Sepasang pejuang itu merasakan hal yang berbeda hingga terlelap dalam tidurnya dan bangun ketika hari hampir pagi. Bulan yang mandi belakangan setelah Angkasa, berdiam diri di rumah ketika suaminya memutuskan pergi ke surau terdekat. Wanita bermata abu-abu itu kini mengemas tas milik Angkasa dan membereskan barang-barang miliknya. Secara tak sengaja buku harian dan pena peninggalan Smith jatuh di lantai. “Apa kabar dia, ya? Katanya ingin kembali menemuiku dan melarang menikah dengan Angkasa. Mana ada, penipu! Tapi terima kasih atas pertolongan dan salepmu. Meski wajahku tak secantik dulu, tapi setidaknya lukanya tak terlalu kasar.” Untung saja Bulan tak mudah dirayu oleh Smith. Apalagi mengikuti saran letnan itu untuk tak menikah dengan Angkasa. Satu-satunya alasan yang membuat Smith belum jadi berangkat ke