Menjauhkan sedikit ponsel dari telingaku, aku berkata berbisik pada Jay. “Tunggu aku di mobil.”“Baiklah, jangan terlalu lama!” Setengah berteriak, Jay berlalu meninggalkanku.Cepat-cepat aku menyapa kembali Neil diseberang. “Masih di sana, sayang?”“Ya, aku masih mendengar kalian.”Aku lega karena nada suara Neil terdengar tidak berubah. Seingatku, memang Neil tidak pernah merasa cemburu pada Jay. Dia tahu kapasitasnya sebagai orang kedua.Tapi, apa benar Neil akan bisa bertahan lebih lama lagi dari ini?“Kalian akan berangkat bersama?”“Ya, kebetulan aku dan Jay diminta menginap di rumah Kakek Hamlet.”“Kalau begitu, pergilah. Kau harus bekerja, bukan?”“Hem. Kututup teleponnya?”“Baiklah. Kirimi aku pesan, jangan lupa untuk selalu mengingatku.”“Tentu saja, sayang. Sampai nanti.”Panggilan berakhir dan aku setengah berlari kembali ke ruang makan untuk mengambil tas, lalu bergegas menuju keluar rumah.*****Karena tidak membawa mobil, tapi harus terlihat kembali bersama-sama ke ruma
Aku menoleh untuk mendelik marah pada Jay di sampingku. “Urus saja urusanmu, Jay.” Aku menggeram sembari berbisik. Kebetulan sekali Kakek Hamlet sedang pergi menyapa para tamu lain di meja belakang. Sepertinya, ada banyak teman-temannya yang hadir di acara ini.Acara dimulai dengan makan malam yang diiringi alunan musik klasik, dari sepasang penyanyi yang melagukannya begitu merdu di sudut ruangan.Mungkin mereka memang sepasang kekasih, karena kemesraan keduanya begitu terlihat wajar dan alami.Sesekali, aku tahu Neil melihat dan tersenyum lembut ke arahku. Bahkan, aku sampai salah tingkah dibuatnya. Beruntung, Kakek hanya fokus pada makanan dihadapannya dan Jay.Jeda sepuluh menit setelah makan malam yang mengenyangkan, Jay dengan berengseknya menghalangiku untuk curi-curi pandang ke arah Neil, dengan mengajak berdansa.Kakek Hamlet yang bersemangat, justru melarangku menolak keinginan Jay.Dengan senyum terpaksa yang disadari Jay, aku berbisik saat akhirnya kami sudah berada di la
“Apa?” Aku tertawa tidak percaya. Lelucon macam apa itu? “Maksudnya, mungkin dia kagum padaku karena ....” Mendadak aku berhenti bicara. Tidak mungkin kukatakan padanya jika tadi Nathan melihatku bercumbu panas dengan Jay di toilet.“Karena apa?” Neil menunggu, jelas penasaran.“Karena ... mungkin aneh melihatku dengan gerak tidak teratur seperti tadi di lantai dansa,” dalihku.“Bukannya kagum?” Neil mengingatkan. “Kau sama sekali tidak melakukan gerakan aneh di lantai dansa, sayang.”Aku hampir lupa, pria ini tidak mudah melupakan karena selalu menyimak setiap apa yang kubicarakan, walau hal sekecil apapun.Dia pantas mendapat julukan pendengar yang baik. Itu berarti, bertambah lagi daftar ketidak pantasanku bersanding dengannya.Benar-benar pria sempurna, tapi tipikal yang menutup diri. Tega sekali mantan kekasihnya menghancurkan perasaan dan cinta tulus serta murni milik Neil.Ah, sudahlah. Dia menyia-nyiakan seseorang yang berharga, dan aku yang akan membahagiakan Neil seumur hidu
Aku baru akan mengambil tas dan menghampiri Kakek Hamlet, saat mataku melihat Nathan sedang berbisik pada Kakek dan mereka berdua segera berbalik untuk melihatku.Seperti tersengat listrik bukan di saat tengah bercinta, kedua kakiku lemas, kembali duduk bersama tas di atas pangkuanku.“Ava!”Aku mendongak dengan wajah terkejut saat melihat Kakek Hamlet sudah hampir mencapai meja dan mengernyit memandangku. “Aku terus memanggilmu, apa kau tidak mendengarku?”“Oh, maafkan aku, Kakek. Aku sedang memikirkan sesuatu.” Gugup, aku melihat Nathan mengikuti Kakek Hamlet berjalan dari arah belakangnya.Apa Nathan berniat membongkarnya di depanku dan Kakek Hamlet? Begitukah cara dia memperlakukan orang lain? Aku istri Kakaknya. Tidak bisakah aku memberitahunya soal itu?“Kau memikirkan Jay?” Kakek duduk di sisiku, dan Nathan menarik keluar kursi diseberangku.“Itu ... iya, Kek.” Aku berbohong. Tapi jujur, sedikit penasaran kemana si berengsek itu pergi tanpa ingin mencari tahu.“Jay mendapat pan
Jay memilih untuk berendam dalam jarak sedekat mungkin denganku. Aku diposisikan Jay di atas pangkuannya. Entah mungkin karena sedang dalam suasana hati yang sedih, aku tidak menolak sama sekali.Kurasa tidak masalah. Dia suamiku. Tidak ada yang salah dengan mandi bersama. Lagipula, ini pertama kalinya setelah dua tahun berlalu begitu saja di antara kami.“Ibu menikah dengan Ayah, karena Ayah menghamili Ibu.” Jay bicara tanpa kuminta.Menyembunyikan keterkejutan akan fakta tidak sesuai dengan apa yang kulihat selama ini, aku hanya menggerakkan jari telunjuk untuk membuat garis lurus di sepanjang lengan kanan Jay yang tidak terendam air.“Tapi bayi itu bukan aku. Kakakku yang gugur di usia kehamilan enam minggu. Aku ada setelah dua tahun berlalu.” Jay terdiam. Dia memegangi pergelangan tanganku yang masih melukis garis di lengannya. Mungkin dia merasa geli.Kulirik dia melewati bahu kiriku, tidak tampak tanda-tanda dia berhasrat meski kami sudah dalam keadaan tanpa pakaian, berendam di
“Kau memang sudah gila,” geram Jay, suamiku.“Aku masih waras.” Santai, tenang tanggapanku.“Waras katamu?” Jay melotot padaku, mendorong beberapa lembar surat perjanjian di atas meja ke depanku. Menggeram lagi, lalu berdecak.“Kalau begitu kau tahu apa artinya ini, bukan?” “Tentu saja aku tahu. Aku sadar saat menuliskannya. Dan artinya kau harus menyetujui keinginanku untuk memiliki dua orang suami.” Melipat kedua tangan di depan dada, aku tersenyum sekilas. “Tanda tangan saja. Ini akan baik untuk kita berdua. Jika ingin, kau juga bisa melakukannya.”Seketika, Jay menggebrak meja dengan raut merah padam. “Jangan samakan aku denganmu, Ava!”“Ya, kau benar. Aku dan kau tidak sama. Kau memilih untuk berselingkuh dengan beberapa wanita sekaligus, sedangkan aku ingin menikahi hanya satu orang pria lagi saja,” jelasku, tersenyum sinis.“Apa ini bentuk balas dendammu padaku?”“Oh, tidak, tidak.” Kugeleng-gelengkan kepala dengan tawa kecil. “Kita sama-sama tahu seperti apa pernikahan konyol
“Jangan bahas tentang pernikahan gilamu itu lagi. Aku ingin tidur dengan tenang malam ini,” himbau Jay, dia mengancingkan tiga anak kancing bagian atas kemejanya yang terbuka.“Sabtu ini, jangan lupa kau juga harus membuat alasan pada keluargamu.”“Apa katamu? Kau tidak dengar aku baru saja melarangmu membahasnya, Ava?”“Aku dengar. Tapi aku perlu mengingatkanmu. Apa kau lupa? Setiap akhir pekan Ibumu selalu meminta kita datang berkunjung.” Kulangkahkan kakiku ke dapur, aku tahu, Jay mengikuti.“Akhir pekan aku ingin istirahat di rumah. Dua hari libur itu aku benar-benar akan istirahat karena aku lelah, jadi kau rencanakan kembali. Lakukan di hari kerja saja.”Aku berbalik, berkacak pinggang. “Dengar, aku juga bisa dengan tidak sabar memberitahu Kakek Hamlet tentang perselingkuhanmu. Itu yang kau mau?”“Ah, kau ini ... benar-benar berengsek!” umpat Jay, dia meradang, mungkin jika kedua mataku bukan mata biasa, aku bisa melihat api keluar dari ubun-ubunnya.“Cepat atur semuanya, suamik
“Ini tentang pesta pernikahan kita. Aku sudah menemukan tempat yang lebih melindungi privasimu daripada tempat yang kemarin kau rencanakan,” jelas Neil, penuh keantusiasan dari suara lembutnya yang kudengar.Lihat, betapa manis dan baik hatinya dia. Begitu sangat berbeda dengan seseorang. Ugh, andai posisi mereka bisa ditukar, aku tidak akan pernah mau menikah dua kali, apalagi sampai memiliki dua orang suami.Cukup Neil dalam hidupku, dalam hatiku.“Oh, benarkah? Neil, kau hebat. Selalu bisa membuatku bahagia. Terima ka—”“Avaaa! Di mana handuk biruku?”Mengejutkan saja! Aku menoleh dan melihat Jay berkacak pinggang di ambang pintu dapur. Selaannya membuat Neil terdiam di seberang.“Maaf, aku akan menghubungimu lagi nanti.” Suara canggungku keluar dengan lembut, perlahan. Sungguh, aku tidak ingin menyakitinya.“Iya sayang, tidak apa-apa. Aku mengerti. Sampai nanti,” jawab Neil, membalasku dengan lembut. Oh, aku memang sangat mencintai pria ini. Dia tulus, aku tahu itu.Setelah memutu