“Nah, itu mereka.” Yandra tersenyum lebar saat melihat Dinara dan Farrel menuruni anak tangga.Indira melirik singkat dan mengembuskan napas perlahan.Sepasang suami istri itu tampak sangat serasi. Hingga Indira pun beranjak dari tempat duduk lalu bersiul menggoda Dinara dan suaminya.“Kalian ngapain aja sih lama amat siap-siapnya? Emangnya gak bisa agak maleman kalau mau ninaninu?” Indira dengan enteng menceletuk.Dinara dan Farrel saling menoleh dengan ekspresi yang sulit untuk di ungkapkan. Sementara Yandra tampak menahan tawa.Dinara berdeham kecil dan mencoba menjelaskan dengan lugas. “Apaan sih, Kak. Aku tuh tadi kelamaan ganti baju. Maklum, baru pertama kali pake dress beginian.”Indira mencebikkan bibir sembari menyenggol lengan papanya. Mereka tertawa tanpa suara.“Gitu dong dari dulu.” Indira menimpal.“Kamu cantik banget. Sampe pangling papa tuh. Coba aja dari dul
Farrel membuka kotak itu dan benar saja, sebuah kalung berlian yang sangat cantik dan mahal itu kini kembali bertengger di hadapan Dinara.“Waktu itu kamu bertanya ini milik siapa, aku menjawabnya kalau kalung ini adalah milikmu. Ini hadiah dari pernikahan kita. Aku harap kamu bersedia menerimanya.” Farrel menatap dalam dan serius.Dinara terpukau.Kalung itu berkilau di bawah sinar lampu yang benderang. Farrel kemudian berdiri dan berpindah posisi ke arah Dinara. Dia berdiri di belakangnya lalu menyibak lembut rambut sang istri lalu memakaikan kalung tersebut. Meski satu tangan kirinya sedang di gips, dan terapinya berangsur baik, jadi masih bisa digunakan untuk memakaikan kalung.Dinara berdebar-debar dalam hati. Ini kali pertama ia dipakaikan sebuah kalung berlian dari seorang lelaki. Sebenarnya ini hal yang lumrah untuk semua orang, namun bagi Dinara perlakuan seperti ini sangatlah langka sepanjang hidupnya dan rasanya sungguh mendesirkan
Dinara sendiri hanya melihat dari kejauhan saat Farrel mengejar Indira yang tengah merajuk. Sejujurnya ia pun jadi tidak enak hati. Tidak seperti biasanya Indira terlihat sangat marah.“Jangan di ambil hati ucapan kakakmu, Din. Percayalah, kamu yang sekarang ini jauh lebih baik dari yang dulu.” Yandra pindah duduk di sebelah Dinara. Ia dapat melihat ekspresi sedih di wajah putri bungsunya.Dinara menghela napas dan tersenyum tipis. “Harusnya Papa khawatirkan perasaan Kak Indira. Aku sih udah biasa bertengkar sama dia, jadi aku gak mungkin baperan.”Meskipun dalam hati, tetap saja ia merasa sedikit terluka karena di anggap berubah oleh kakaknya sendiri. Namun, biarlah. Mungkin saat ini yang sangat terluka adalah Indira. Siapa pun akan merasakan hal yang sama kalau selalu di sudutkan soal status single-nya. Seolah pernikahan itu sebuah keharusan dan wajib untuk semua orang lakukan.*Indira melangkah cepat menuruni anak tangga dan sesampainya di depan pintu, Farrel berhasil mencekal len
Keesokan harinya, Yandra dan Indira sudah siap di meja makan. Mata Yandra terpaku pada wajah putrinya yang tak bersemangat di pagi itu. Walau hidangan sarapan telah disajikan dengan segala kelezatannya, tetapi Indira masih terlihat muram.“Gimana tidurnya semalam?” tanya Yandra berbasa-basi.“Biasa aja. Papa gimana?” Indira bertanya balik. Dari nada bicaranya masih terdengar santai dan tampak tenang.Yandra tersenyum dan mengangguk. “Yahh, cukup nyenyak, kok. Papa juga semalam habis mimpi indah.”Indira menaikkan kedua alis tebalnya. “Oh ya? tumben papa mimpi. Biasanya juga jarang banget. Emang mimpi apa, Pa?” kekeh Indira.“Papa mimpi kita berkumpul kembali sama mama kalian. Kita jalan-jalan, tertawa riang, pokoknya bahagia lah. Sampai akhirnya satu per satu di antara kalian pergi. Mamamu, Dinara, dan kamu. Ah, mungkin itu hanya gambaran dari kehidupan nyata saja, kenyataannya mama kalian kan s
Ia memperhatikan lamat-lamat sebuah mobil yang terparkir di bagian depan area. Tepat 100 meter dari mobil Farrel. Ia cukup familiar dengan mobil mewah itu. Mobil yang pernah ia lihat di depan gerbang rumah tetangganya, juga di depan toko bunganya.“Itu kan mobilnya lelaki yang waktu itu. Dia kok ada di sini juga?” gumam Renata dalam hatinya.Tak lama kemudian, lelaki yang dimaksud oleh Renata tampak berlari kecil menuju mobil tersebut. Ternyata benar saja dugaan Renata, lelaki itu adalah Theo.Gadis cantik itu menelan ludah dengan mata yang melebar. Benaknya menimbulkan berbagai pertanyaan. Dari penampilan terlihat jelas kalau lelaki itu pasti berkuliah di sini juga.“Dia anak kampus sini. Semester berapa dia? senior kah atau ... dia mahasiswa baru seperti aku?” Renata terdiam dengan benaknya yang sibuk menebak-nebak. Dia jadi teringat moment di mana ia meninju wajah lelaki itu sampai memar dan berdarah.Renata mendadak linu
“Sial!” Theo bergumam dengan bibir yang mengatup rapat.Rasanya sia-sia dia datang ke tempat ini. Tak ada gunanya. Theo tak ingin berdebat lagi, dia langsung pergi melewati kerumunan orang-orang yang menari dan bersorak-sorai menikmati dentuman musik di tempat itu. Hatinya semakin bergemuruh kala teringat peristiwa malam itu bersama Dinara.Theo gegas memasuki mobilnya. Ia menarik napas dalam-dalam dan kembali mengerang kesal.“Sial banget gue. Semua orang yang terlibat atas kejadian malam itu semua udah nggak ada. Ini jelas ada yang aneh. Gue makin curiga dan yakin, kalau malam itu memang ada yang sengaja mau menjebak gue dan Dinara.”“Tapi siapa pelakunya? pasti orang terdekat! Ya, siapa lagi kalau bukan si Farrel itu! emang bangsat dia!” Theo bertanya dan menjawab sendiri. Benaknya semakin penuh akan banyak pernyataan yang belum terpecahkan.“Farrel memang tidak punya kekayaan seperti papa dan papanya Di
Theo masih berdiri menyaksikan perbincangan ayahnya yang sangat mencurigakan itu. Namun, dia tidak terlalu bodoh untuk bisa menyimpulkan apa yang sudah terjadi ini.“Tidak salah lagi. Papa benar-benar ada kaitannya dengan kejadian di klub malam itu. Dan, sepertinya dia tidak bekerja sendiri. Melainkan ada seseorang yang turut terlibat dalam masalah ini.” Theo bergumam dengan mata yang awas.“Sudahlah. Lebih baik kau istirahat saja, Nyonya. Kumpulkan tenagamu untuk rencana besar nanti. Kali ini aku memang tidak akan banyak terlibat, tapi aku akan tetap memantau. Aku yakin, ide yang satu ini pasti akan membuat hubungan Dinara dan Farrel segera berakhir.” Marva terkekeh.“Tapi apa kau tidak takut, kalau Dinara berpisah dengan suaminya, lalu perempuan itu akan kembali pada putramu?” tanya wanita itu di seberang panggilan.Marva tergelak. “Tidak akan terjadi. Theo akan segera berangkat ke New York. Dia akan bahagia di
Theo langsung terdiam dengan mata yang melotot.“Apa? jadi anak ingusan ini adiknya si Farrel?” gumam Theo masih tak percaya. Berarti semua sesuai dugaan awalnya, kalau gadis berseragam SMA ini adalah adiknya Farrel.Renata masih menatap tajam ke arah Theo yang malah bergeming. Mungkin masih syok dan merasa bersalah karena main tuduh begitu saja. Sudah salah, berani ngotot pula.“Kenapa diem?” gertak Renata.Theo mengerjapkan mata. “Siapa yang diem.”“Idih, dasar orang nggak jelas. Emang situ siapa sih muncul terus di depan saya?” Renata masih tak kalah geram.Theo jadi bingung harus berkata apa. Faktanya gadis yang menantangnya ini ternyata pemilik rumah itu juga. Dia jadi mati kutu.“Lah, malah bengong! situ cari siapa sih?” tanya Renata tak sabaran.“Lo seriusan adiknya si kacung itu?” Tanpa berpikir, Theo langsung bertanya demikian, bahkan tak segan men