Sampai detik ini, Rachel belum juga siuman. Dia pingsan tepat saat ambulans datang ke rumahnya. Alex, Sheila, dan Mbok Markonah setia menunggu Rachel di ruang rawat VVIP yang menyediakan fasilitas paling lengkap dan serba ada.Meskipun tadi Rachel sempat melarang Alex untuk ikut membawanya ke rumah sakit, tapi dia tidak peduli. Rachel adalah tanggung jawabnya, dan anak yang ada dalam perut Rachel juga menjadi prioritasnya saat ini. Jadi, mana mungkin Alex akan membiarkan Rachel sakit sendiri?Sheila menghela napasnya pelan, sempat merasa kesal pada Rachel karena wanita itu mengatakan jika dia terlalu cari perhatian pada Alex. Meskipun memang begitu kebenarannya, tapi tetap saja Sheila tak terima ada orang yang berani membentak apa lagi sampai memakinya.'Kamu akan menyesal karena sudah menghalangi rencanaku, Rachel. Sebentar lagi aku akan membuatmu kehilangan segala-galanya,' kata Sheila dalam hati."Bagaimana keadaan istri saya dan kandungannya, Dokter?" tanya Alex setelah dokter yan
Alex mengacak rambutnya frustrasi, dia benar-benar kewalahan mencari cara untuk meluluhkan Rachel yang sedang marah besar padanya. Ini adalah kali pertama Rachel marah pada Alex semenjak mereka menikah. Meski mereka baru menikah beberapa bulan. Tapi, Alex mengenal Rachel sebagai sosok istri yang sangat baik dan juga lemah lembut.Baru kali ini juga perasaan Alex amat tidak tenang. Selain khawatir pada Rachel, Alex juga mencemaskan calon anaknya. Alex takut sesuatu terjadi pada mereka berdua, karena mereka merupakan satu dari hal paling berharga yang Alex miliki. Apakah Alex mulai jatuh cinta kepada Rachel?Tidak ... dia hanya merasa bertanggung jawab karena wanita itu tengah mengandung anaknya. Tetapi, cintanya hanya untuk Sheila. Sheila adalah istri pertamanya.Wanita yang sangat ia cintai melebihi apa pun juga.Tiba-tiba saja terdengar suara pintu yang terbuka. Alex mendongakkan kepalanya saat ruang rawat Rachel terbuka, menampilkan Mbok Markonah dengan sebuah nampan di tangannya. S
Hari ini, Rachel sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit. Bersama Mbok Markonah dan Pak Danang, Rachel dituntun oleh keduanya sampai ke tempat di mana taksi yang mereka pesan terparkir. Mata Rachel menyipit saat tak menemukan Alex di sana, padahal sejak kemarin Rachel berharap Alex menunggunya dan membawanya pulang ke rumah tanpa harus memesan taksi.Ucapan Alex kemarin benar-benar membuat Rachel tak bisa berhenti berpikir, ujungnya selalu dia yang sakit sendiri. Mungkin Sheila adalah alasan dibalik ketidakhadirannya Alex di sampingnya sekarang. Mungkin, mulai saat ini dirinya harus lebih tahu diri. Dirinya tidak pernah diinginkan oleh Alex. Dia hanya menginginkan anak. Tidak lebih dari itu.Setelah masuk ke dalam taksi online, Rachel mencepol rambutnya agar tidak mengganggunya. Di siang hari cuaca sedang panas-panasnya, termasuk di dalam taksi yang sedang Rachel tumpangi bersama Mbok Markonah dan Pak Danang sekarang. Sumpek dan super panas."Pak, AC-nya bisa tolong dinyala
Alex melangkah dengan kesal naik ke ruang kerja Lidya siang itu. Sudah lama ia tinggal di luar negeri sejak ibunya meninggal dan sejak itu ia memang tidak pernah menginjakkan kaki ke perusahaan ini. Selama ini Alex memiliki perusahaan sendiri. Tetapi, semalam sang ayah memintanya datang dan mulai memegang kendali perusahaan. Itu semua karena kehamilan Rachel.Mahendra memang sudah menjanjikan jika Alex mendapatkan keturunan dia akan memegang kendali atas semua asset miliknya.Sebenarnya Alex tidak peduli. Tanpa warisan sang ayah dia sendiri juga memiliki perusahaan yang cukup maju. Tetapi, dia tidak mau apa yang sudah dibangun susah payah oleh almarhum ibunya dinikmati oleh ibu dan adik tirinya.Tidak heran kalau tidak ada yang mengenalnya di perusahaan sang ayah. Namun rasanya tetap menyebalkan saat para karyawan itu lebih mengenal Lidya daripada dirinya yang merupakan anak kandung dari Mahendra."Ini ruang kerjanya, silahkan, Pak! Maafkan aku sekali lagi yang tidak mengenalimu!" ka
Alex keluar dari kamar mandi dengan handuk terbalut menutupi tubuh bagian bawahnya. Rambutnya yang masih basah membuat pria itu terlihat jauh lebih hot dan seksi dengan otot besar serta roti sobek yang selalu dia jaga.Sheila yang baru saja selesai memakai lingerie-nya sontak membalikkan badan. Menelusuri setiap bagian yang ada pada tubuh suaminya. Memang tidak salah Sheila melampiaskan gairahnya pada Alex, pria itu sungguh membuatnya kecanduan."Sayang, malam ini jadwalku tidur sama Rachel. Kamu nggak masalah 'kan tidur sendiri di sini?" tanya Alex.Sheila berdehem kecil lantas mendekati Alex yang sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Kemudian memeluknya dari belakang, tangannya spontan memainkan roti sobek milik Alex yang sedari tadi menggoda imannya."Kamu mau tidur sama Rachel?" Bukannya menjawab, Sheila malah balik bertanya membuat Alex sontak menghentikan kegiatannya.Alex melempar handuk kecilnya dan tepat melesat di punggung sofa, lalu berbalik badan agar bisa berh
Alex membuka matanya perlahan, cahaya matahari mulai mengusik tidur nyenyaknya. Sontak dia terbangun karena Sheila membuka jendela kamar mereka membuat udara segar dan sinar mentari menyapa kulitnya yang tak terlapis apa pun.Tanpa ada niat untuk beranjak dari tempat tidur, Alex memilih melamun sebentar karena hari masih terbilang cukup pagi untuk bersiap pergi ke kantor. Melihat Sheila yang sudah mandi dan bersih-bersih membuat Alex menyernyit heran. Biasanya, Sheila bangun setelah Alex selesai mandi. Namun, sekarang istrinya itu justru bangun lebih pagi daripada Alex. Bahkan penampilannya sudah rapi dan cantik.Sheila tersenyum tipis kala menyadari Alex yang sudah terjaga dari tidurnya. Dia mendekati sang suami yang masih sibuk melamun sembari memperhatikan dirinya. Sheila tahu Alex pasti penasaran karena tumben sekali dia mau bangun pagi, padahal keduanya baru bisa tertidur pukul 1 tengah malam."Baby, malah melamun. Nggak mau mandi? Sebentar lagi 'kan kamu harus ke kantor," tegur
Alex menghampiri Rachel yang sedang menata makanan di meja makan. Dengan cepat ia mencekal tangan wanita yang menjadi istri keduanya itu dan menatap dengan berang.“Siapa ini? Bisa kamu jelaskan dia siapa?” tanya Alex.Rachel memicingkan mata dan menatap layar ponsel milik Alex. Kemudian, wanita itu pun dengan berani menepiskan tangan sang suami.“Apa kamu lupa? Dia itu adalah Elang. Bukankah dia pernah ke rumah ini?” Rachel menjawab dengan tenang.Alex terdiam, dia baru menyadari jika lelaki di dalam foto itu adalah Elang. Kenapa dia bisa lupa?“Bukankah kamu kemarin mengizinkan aku keluar rumah untuk membeli barang yang aku inginkan dan berkunjung ke makam ayahku?” kata Rachel lagi.Alex hanya bisa diam, dalam hati ia merasa sangat malu karena sudah marah-marah sekaligus juga merasa kesal dengan pengirim pesan itu. Sial! Tetapi, bukan Alex namanya kalau mau mengalah begitu saja."Tapi, kamu pegangan tangan sama dia. Kamu asyik ngobrol sama dia, senyum-senyum nggak jelas bagaimana a
Alex menutup pintu ruangan khususnya cukup keras, napasnya masih memburu membuat Rafly yang hendak masuk mengurungkan niatnya. Rafly tahu betul tabiat Alex.Pria itu paling tidak suka diganggu ketika sedang marah atau suasana hatinya sedang tidak baik. Jika diganggu, dia bisa melampiaskan amarahnya kepada Rafly yang tidak tahu apa-apa.Tak lama kemudian, Sheila datang dengan sebuah paper bag di tangannya. Rafly yang masih berdiri di depan ruang khusus Alex pun mengerutkan dahinya. Selama bekerja untuk Alex, Rafly jarang sekali melihat Sheila datang menemui sang suami. "Nyonya, ada apa? Tumben sekali Nyonya datang ke sini?" tanya Rafly."Saya mau bertemu suami saya. Dia ada di dalam?"“Ada, Nyonya. Tapi-““Minggir!” kata Sheila. Wanita itu memang paling tidak suka jika ada yang menghalangi langkahnya.Rafly sendiri tidak bisa melarang istri pertama bosnya itu. Akhirnya dia membiarkan Sheila masuk ke dalam ruangan Alex.Sheila menghela napasnya panjang saat melihat Alex yang tengah me
Rachel masih membelalak lebar mendengar ucapan Alex. "Dasar kurang ajar! Berani sekali kamu memintaku menggantikan wanitamu! Lepaskan aku, Brengsek!"Namun alih-alih melepaskan, Alex malah menyatukan kedua tangan Rachel di atas kepala wanita itu dan menahannya. "Berhenti bersikap seperti ini. Lagipula aku sangat yakin kamu pasti cemburu karena aku mengajak perempuan lain ke rumah ini, kan? Kamu tidak bisa mengelak kalau kamu masih sangat mencintaiku.""Kamu sangat tidak sopan, Alex! Lepaskan aku atau aku akan berteriak agar semua orang tau kalau kamu sedang berusaha melecehkan istrimu sendiri!""Oh, aku takut sekali mendengarnya, Rachel!"Mereka pun masih saling bertatapan dengan tajam saat suara pintu kamar mendadak dibuka dengan kasar.Brak!"Kudengar kalian ribut lagi, hah? Dan apa yang sedang kalian coba lakukan?" pekik seorang pria tua yang nampak membelalak kaget.Alex dan Rachel pun langsung menoleh bersamaan menatap pria tua itu.Rachel langsung terdiam menatap Mahendra, ia m
“Kalau Daddy mau tau perasaan mama kepada Daddy, buat saja Mama cemburu,” kata Alexa kepada Alex.Lelaki itu baru saja bercerita kepada sang anak jika dia ingin sekali kembali membuat Rachel mencintainya seperti dulu. Dan diluar dugaan Alexa malah mengusulkan saran seperti itu.“Apa kamu yakin?”“Coba saja kalau tidak percaya.”Maka, malam ini Alex merencanakan semuanya dengan matang. Ia sengaja bersandiwara dengan seorang gadis yang bekerja di sebuah club malam."Shit! Ayo, cepatlah! Aku sudah hampir sampai!" kata Alex dengan keras."Ah, Alex..." desah wanita di bawahnya makin keras.Brak!Dan wanita muda dengan segala keangkuhannya itu masuk ke sana."Apa kamu pikir rumah ini tempat maksiat? Berhenti sekarang juga!" geram wanita itu dengan tatapan tajam yang berapi-api.Rachel tidak bisa menahan dirinya mengetahui kalau Alex sudah mulai berulah dengan membawa para wanita nakal ke rumahnya.Apalagi karena ada anak-anak di rumah itu.“Kamu memintaku dan anak-anak tinggal di sini hanya
Mahendra merasa sangat senang karena ia baru saja menerima pesan jika saat ini Alex sedang bersama dengan anak istrinya di rumah sakit. Meski merasa khawatir kepada Alexa, tetapi Mahendra senang pada akhirnya Alex mengetahui keberadaan Alexa dan Rachel.“Papi berharap jika kamu dan anak-anakmu mau tinggal bersama lagi di rumah papi,” kata Mahendra kepada Rachel.“Kamu tidak harus tidur dalam satu kamar bersamaku. Tapi, yang paling penting kita bisa satu atap demi anak-anak,” kata Alex kepada Rachel.Rachel menarik napas panjang. Sungguh rasanya sangat berat untuk mengiyakan permintaan Mahendra. Tetapi, ayah mertuanya itu tampak begitu berharap. Mungkin karena ia juga ingin berkumpul dengan cucunya.“Dalam hal ini aku tidak bisa menjawab. Semuanya terserah kepada Alexa,” jawab Rachel lirih.Rachel berharap jika Alexa akan menolak, tetapi ternyata gadis itu menerima permintaan Alex dan Mahendra.“Aku mau tinggal bersama Daddy dan Grandpa,”jawab gadis kecil itu dengan tegas.Dan akhirny
Entah berapa lama Alexa kehilangan kesadaran karena matanya terasa begitu berat. Saat ia terbangun, tubuhnya terasa basah. Hal itu disebabkan karena keringat yang keluar. Ia menoleh ke sampingnya, tampak Rachel memegang tangannya. Sementara kepalanya berada di atas ranjang. Ibunya tertidur dalam posisi duduk. Dan ketika ia melihat ke arah sofa ... ternyata Alex sedang duduk di sana sambil menatap layar laptopnya.“Mama ....”Alex yang mendengar suara Alexa segera menyingkirkan laptopnya dan menghampiri gadis kecil itu.“Kamu sudah bangun, Sayang? Mau minum?”Mendengar suara Alex yang terasa dekat, Rachel membuka matanya. Dan wanita itu tersenyum saat melihat Alexa sudah terbangun. "Kamu mau apa? Bajumu basah, Sayang. Mau mama bantu untuk menggantinya?" tanya Rachel. Alexa duduk di tempat tidurnya, memandangi ibunya dengan tatapan penuh kesedihan. Rachel, mencoba meyakinkan Alexa untuk mengganti pakaian yang kotor dengan yang segar. Namun, gadis kecil itu menolak dengan tegas."Ma
Mendengar suara Celine, Rachel pun bergegas masuk ke dalam. Dan saking paniknya ia sampai tidak menyadari jika Alex pun ikut masuk dan berjalan di belakangnya. Saat mereka masuk, tubuh Alexa sudah ada di atas lantai yang dingin. Sementara Celine duduk bersimpuh di dekat Alexa sambil menangis."Ya ampun, Alexa!” Rachel membantu Alexa bangun, lalu terkejut dengan betapa panasnya tubuh putrinya itu. “Suhu tubuhmu semakin parah!"“Ayo, kita bawa saja dia ke rumah sakit!” kata Alex dengan tegas.Pandangan Alexa buram, kepalanya menjadi pusing tapi suara panik Rachel terdengar jelas. Samar ia juga melihat kehadiran Alex bersama sang ibu. Apa lelaki yang mengaku ayahnya ini juga tengah mengkhawatirkannya?Entah berapa lama Rachel dan Alex membawa tubuh Alexa ke mobil. Akan tetapi, semakin lama Alexa semakin kesulitan membandingkan antara mimpi dan bukan.Gadis kecil itu merasa tubuhnya seperti melayang. Dan semuanya pun menja
Setelah mengantarkan Leo ke sekolah, Rachel pun segera menuju ke butik dan memberikan pesan ini dan itu kepada Jane- asistennya.“Tolong kamu tangani dulu semua pekerjaan hari ini. Terutama awasi pembuatan baju seragam pengiring pengantin yang dipesan ibu walikota. Besok sore semua sudah harus siap. Alexa sakit dan aku harus menemaninya di rumah,” kata Rachel kepada Jane.“Nyonya, sebaiknya Anda fokus dulu dengan kesehatan Alexa. Masalah butik dan pesanan untuk besok percayakan saja kepada saya,” kata Jane sambil tersenyum.“Baiklah kalau begitu. Aku pulang dulu,” ujar Rachel.Wanita itu pun bergegas pulang, dan tepat 30 menit setelah Rachel pulang, Alex tiba di butik itu.“Nyonya Rachel sedang tidak di sini, Tuan. Anaknya sakit,” kata Jane saat melihat Alex masuk.Alex memicingkan mata dan menatap asisten pribadi Rachel itu.“Anaknya yang mana?”“Alexa.”Tanpa berpikir panjang lagi, Alex pun segera keluar dari butik itu dan langsung masuk ke dalam mobilnya menuju ke rumah Rachel.Saa
Hari sudah menunjukkan pukul delapan tapi Alexa belum juga keluar dari kamar. Biasanya gadis kecil itu akan keluar dan menikmati sarapan sebelum Rachel berangkat ke kantor sambil mengantarkan Leo sekolah. Tapi tidak biasanya Alexa terlambat bangun."Ma, di mana Alexa dan Celine?" tanya Leo karena memang saat Leo bangun, kedua adiknya sudah duduk menghadap segelas susu hangat di meja makan."Leo makan dulu ya, Mama akan melihat apa yang kedua adikmu lakukan." ucapnya, Leo mengangguk.Rachel melepaskan apron sebelum menuju kamar Alexa dan Celine. Tidak biasanya Alexa masih tidur jam segini. Dan benar saja gadis kecil itu masih tidur menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tebal. Sementara Celine tampak berdiri di dekat ranjang Alexa dengan wajah pucat.“Aku baru saja mau keluar dan memberitahu Mama kalau Lexa sakit,” cicit Celine ketakutan.Rachel menganggukkan kepala lalu mengusap rambut Celine.“Tidak apa-apa. Kamu pergilah sarapan bersama Leo. Biar Alexa mama saja yang urus,” kata R
“Siapa, Leo? Kenapa kamu bilang mama mengenalnya?” tanya Rachel.“Dia paman Alex,” jawab Leo.Rachel mengembuskan napas dengan keras. Sebenarnya apa mau Alex dengan mendekati anak angkatnya? Rachel sangat yakin jika Alex pasti sengaja datang ke sekolah Leo untuk bertemu dengan anak itu.“Apa dia mengatakan sesuatu kepadamu?” tanya Rachel.Leo menggelengkan kepalanya,”Baiklah, kalau begitu kita pulang sekarang. Lukamu harus dirawat.”Rachel pun segera berpamitam untul membawa Leo pulang kepada kepala sekolah. Dan setelah dia mengantar anaknya itu pulang, ia memastikan jika Leo baik-baik saja. Kemudian ia pun segera pergi lagi. Kali ini untuk menemui Alex.BRAK!Alex baru saja selesai dengan meeting jarak jauhnya saat Rachel dengan kasar membuka pintu ruangannya.“Katakan apa maksudmu mendekati anak-anakku? Apa yang kamu inginkan sebenarnya? Aku yakin jika kamu sengaja datang ke sekolah Leo bukan? Kamu mau mengorek keterangan apa dari anakku?”“Wah ... wah, memangnya salah kalau aku ber
"Jadi begitu saja! Apa ada yang mau ditanyakan?" tanya Rachel saat menyudahi rapatnya. Rachel masih menatap para peserta rapat saat tiba-tiba ponselnya berbunyi. Saat ini butik miliknya sudah sangat maju dan beberapa kliennya tentu saja berasal dari kalangan artis dan juga istri pejabat. Rachel pun melirik nama di ponselnya dan sedikit membelalak melihat nama kepala sekolah di sana. "Ah, maaf, kalau ada pertanyaan, silahkan ke Jane dulu, aku permisi untuk mengangkat teleponku!" Dengan jantung yang berdebar kencang, Rachel pun keluar untuk mengangkat teleponnya. Kepala sekolah hampir tidak pernah meneleponnya kalau semuanya baik-baik saja, wanita itu baru akan menelepon kalau Leo mengalami sesuatu di sekolah atau telat dijemput oleh supir. "Halo, Bu, ada apa?" tanya Rachel segera setelah ia mengangkat teleponnya. "Bu Rachel, maaf, aku mengganggumu, ini tentang Leo!" "Ada apa dengan Leo, Bu? Dia baik-baik saja kan?" Rachel sudah mulai cemas. "Dia baik-baik saja, hanya saja dia t