Alex membuka matanya perlahan, cahaya matahari mulai mengusik tidur nyenyaknya. Sontak dia terbangun karena Sheila membuka jendela kamar mereka membuat udara segar dan sinar mentari menyapa kulitnya yang tak terlapis apa pun.Tanpa ada niat untuk beranjak dari tempat tidur, Alex memilih melamun sebentar karena hari masih terbilang cukup pagi untuk bersiap pergi ke kantor. Melihat Sheila yang sudah mandi dan bersih-bersih membuat Alex menyernyit heran. Biasanya, Sheila bangun setelah Alex selesai mandi. Namun, sekarang istrinya itu justru bangun lebih pagi daripada Alex. Bahkan penampilannya sudah rapi dan cantik.Sheila tersenyum tipis kala menyadari Alex yang sudah terjaga dari tidurnya. Dia mendekati sang suami yang masih sibuk melamun sembari memperhatikan dirinya. Sheila tahu Alex pasti penasaran karena tumben sekali dia mau bangun pagi, padahal keduanya baru bisa tertidur pukul 1 tengah malam."Baby, malah melamun. Nggak mau mandi? Sebentar lagi 'kan kamu harus ke kantor," tegur
Alex menghampiri Rachel yang sedang menata makanan di meja makan. Dengan cepat ia mencekal tangan wanita yang menjadi istri keduanya itu dan menatap dengan berang.“Siapa ini? Bisa kamu jelaskan dia siapa?” tanya Alex.Rachel memicingkan mata dan menatap layar ponsel milik Alex. Kemudian, wanita itu pun dengan berani menepiskan tangan sang suami.“Apa kamu lupa? Dia itu adalah Elang. Bukankah dia pernah ke rumah ini?” Rachel menjawab dengan tenang.Alex terdiam, dia baru menyadari jika lelaki di dalam foto itu adalah Elang. Kenapa dia bisa lupa?“Bukankah kamu kemarin mengizinkan aku keluar rumah untuk membeli barang yang aku inginkan dan berkunjung ke makam ayahku?” kata Rachel lagi.Alex hanya bisa diam, dalam hati ia merasa sangat malu karena sudah marah-marah sekaligus juga merasa kesal dengan pengirim pesan itu. Sial! Tetapi, bukan Alex namanya kalau mau mengalah begitu saja."Tapi, kamu pegangan tangan sama dia. Kamu asyik ngobrol sama dia, senyum-senyum nggak jelas bagaimana a
Alex menutup pintu ruangan khususnya cukup keras, napasnya masih memburu membuat Rafly yang hendak masuk mengurungkan niatnya. Rafly tahu betul tabiat Alex.Pria itu paling tidak suka diganggu ketika sedang marah atau suasana hatinya sedang tidak baik. Jika diganggu, dia bisa melampiaskan amarahnya kepada Rafly yang tidak tahu apa-apa.Tak lama kemudian, Sheila datang dengan sebuah paper bag di tangannya. Rafly yang masih berdiri di depan ruang khusus Alex pun mengerutkan dahinya. Selama bekerja untuk Alex, Rafly jarang sekali melihat Sheila datang menemui sang suami. "Nyonya, ada apa? Tumben sekali Nyonya datang ke sini?" tanya Rafly."Saya mau bertemu suami saya. Dia ada di dalam?"“Ada, Nyonya. Tapi-““Minggir!” kata Sheila. Wanita itu memang paling tidak suka jika ada yang menghalangi langkahnya.Rafly sendiri tidak bisa melarang istri pertama bosnya itu. Akhirnya dia membiarkan Sheila masuk ke dalam ruangan Alex.Sheila menghela napasnya panjang saat melihat Alex yang tengah me
Rachel memainkan ujung kakinya, menggigit kuku sembari menduga-duga siapa dalang dari pertengkarannya dengan Alex. Rachel tidak terima dirinya diadu domba oleh mereka yang tak bisa Rachel lihat keberadaannya. Dia juga kewalahan sendiri menghadapi Alex yang diselimuti kemarahan terhadapnya.Tidak biasanya Alex marah sampai sebesar itu pada Rachel, apalagi di saat kondisi Rachel yang tengah hamil muda. Ingin rasanya Rachel balik marah pada Alex, tapi di sisi lain dia juga harus memikirkan nasib calon anaknya. Dia tidak mau hal buruk yang terjadi padanya membuat kondisi kesehatannya kembali memburuk.Rachel terdiam sejenak kala matanya tak sengaja menangkap kalender berukuran mini yang terletak di atas nakas. Melihat benda berbentuk kotak itu membuat perasaan Rachel mendadak gelisah, entah karena apa. Seakan-akan ada yang Rachel lupakan, tapi dia tidak ingat betul apa yang sudah dia lewatkan."Jadwal?" gumam Rachel tiba-tiba. Dirinya kembali terdiam membuat suasana kamarnya semakin sepi.
Alex terdiam sejenak membuat suasananya kembali hening. Dia sebenarnya masih marah pada Rachel, tapi dia juga tidak tenang kalau Rachel pergi tanpa pamit padanya. Terlebih lagi, Rachel ke luar dalam keadaan hamil. Alex takut hal buruk terjadi pada istri dan calon anaknya. “Maafkan aku, Papi. Aku terlalu fokus dengan pekerjaanku jadi-“ “Fokus pekerjaan atau cemburu? Aku sudah tahu apa yang terjadi pagi tadi,” kata Mahendra sambil melirik ke arah Sheila. Sejak awal, Mahendra memang tidak terlalu menyukai Sheila. Terlebih saat Sheila dinyatakan sakit dan tidak bisa mengandung. Tetapi, sang istri selalu mendukung menantu pertama mereka itu. “Papi, bukankah Rachel juga salah karena bertemu dengan lelaki lain di belakang Alex? Seharusnya dia-“ “Tidak usah kamu pojokkan Rachel. Aku tau betul siapa keluarganya. Itu sebabnya aku mengizinkan Alex menikahi dia. Lagipula saat ini dia sedang mengandung cucuku.” Mahendra hanya menggelengkan kepala kemudian ia pun melangkah pergi tanpa mengin
“Kalau suamimu marah apa lagi sampai berani berbuat kasar, aku akan menghadapinya.”Rachel menarik napas panjang, dia tidak bisa bercerita panjang lebar kepada Elang soal ini. Dia tidak mau membuat kakak angkatnya itu khawatir.“Aku baik-baik saja,” kata Rachel berusaha meyakinkan.“Ibu dan almarhum ayahmu menitipkan kamu kepadaku. Dan apa kamu lupa jika kamu belum menjenguk ibumu?”Rachel menghela napas panjang. Saat ini Bu Zahra-ibunda Rachel sedang berada di rumah sakit karena koma. Satu bulan setelah Rachel dan Alex menikah kedua orang tua Rachel mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan ayah Rachel meninggal sementara sang ibu koma.Selama ini Mahendra-ayah Alex yang sudah campur tangan membiayai pengobatan Zahra. Awalnya, pernikahan mereka pun karena Mahendra dan Hutama-ayah Rachel saling mengenal dan Hutama memiliki hutang budi kepada Mahendra.Awalnya Rachel juga tidak mau, hanya saja Alex dengan pintar membuat Rachel jatuh cinta dan akhirnya menerima pernikahan itu.“Jika aku
"Sayang, kamu sudah makan siang?" tanya Sheila, beranjak dari sofa lalu menghampiri Alex yang tengah menyisir rambutnya."Nggak usah, Sayang. Aku sudah makan di kantor sama Rafly tadi," jawab Alex datar.“Hmm ... asisten kamu itu aku kurang suka.” “Dia orang baik, Sayang. Pekerjaannya pun cukup baik dan dia juga cukup kompeten,” jawab Alex. “Hmm, baiklah. Yang paling penting sekarang kamu harus tersenyum dulu untukku. Aku tidak mau suamiku yang paling tampan ini cemberut terus,” kata Rachel. Alex memeluk Sheila sambil mengusap puncak kepalanya sayang. Di saat dirinya tengah dikuasai amarah terhadap Rachel, Sheila selalu ada untuknya.**Rachel mengambil sisa tisu yang tergeletak di atas kasur, kemudian dia gunakan untuk mengeringkan wajahnya yang basah karena baru saja dibersihkan. Sepertinya, malam ini Rachel harus menepikan waktu sebentar untuk merawat matanya yang bengkak dan sembap akibat terlalu lama menangis.Mbok Markonah sampai harus mengantarkan makan malam Rachel ke kamar
“Aku? Cemburu? Yang benar saja. Aku hanya tidak mau orang mengira kamu ada main dengan lelaki lain di belakangku.”Rachel menghela napas panjang. Jujur saja dia merasa kecewa. Tadinya dia berharap Alex akan cemburu karena Elang. Tetapi, ternyata ... ah, sudahlah.“Ya sudah, kalau begitu aku mau ke kamar dulu.”“Tunggu,” kata Alex. Meskipun dia masih merasa kesal pada Rachel, tapi jujur saja Alex tak bisa marah lebih lama lagi pada istrinya yang sedang hamil itu. Alex tidak mau kesehatan Rachel drop lagi karena dia terlalu banyak memikirkan masalah di antara mereka berdua."Apa kata dokter Risa?" tanya Alex."Kondisi ibu sama bayinya baik, kita sama-sama kuat. Dan, tidak ada masalah," jawab Rachel seadanya."Syukur kalau begitu," ucap Alex turut senang. Namun, dia tiba-tiba saja terkejut saat melihat Rachel menangis terisak.“Kamu menangis?”Rachel mengusap pipinya sambil menggeleng pelan, "Enggak.""Kenapa? Hm?" Alex mendekat pada Rachel, lalu memeluknya guna menenangkan perasaan sang
Rachel masih membelalak lebar mendengar ucapan Alex. "Dasar kurang ajar! Berani sekali kamu memintaku menggantikan wanitamu! Lepaskan aku, Brengsek!"Namun alih-alih melepaskan, Alex malah menyatukan kedua tangan Rachel di atas kepala wanita itu dan menahannya. "Berhenti bersikap seperti ini. Lagipula aku sangat yakin kamu pasti cemburu karena aku mengajak perempuan lain ke rumah ini, kan? Kamu tidak bisa mengelak kalau kamu masih sangat mencintaiku.""Kamu sangat tidak sopan, Alex! Lepaskan aku atau aku akan berteriak agar semua orang tau kalau kamu sedang berusaha melecehkan istrimu sendiri!""Oh, aku takut sekali mendengarnya, Rachel!"Mereka pun masih saling bertatapan dengan tajam saat suara pintu kamar mendadak dibuka dengan kasar.Brak!"Kudengar kalian ribut lagi, hah? Dan apa yang sedang kalian coba lakukan?" pekik seorang pria tua yang nampak membelalak kaget.Alex dan Rachel pun langsung menoleh bersamaan menatap pria tua itu.Rachel langsung terdiam menatap Mahendra, ia m
“Kalau Daddy mau tau perasaan mama kepada Daddy, buat saja Mama cemburu,” kata Alexa kepada Alex.Lelaki itu baru saja bercerita kepada sang anak jika dia ingin sekali kembali membuat Rachel mencintainya seperti dulu. Dan diluar dugaan Alexa malah mengusulkan saran seperti itu.“Apa kamu yakin?”“Coba saja kalau tidak percaya.”Maka, malam ini Alex merencanakan semuanya dengan matang. Ia sengaja bersandiwara dengan seorang gadis yang bekerja di sebuah club malam."Shit! Ayo, cepatlah! Aku sudah hampir sampai!" kata Alex dengan keras."Ah, Alex..." desah wanita di bawahnya makin keras.Brak!Dan wanita muda dengan segala keangkuhannya itu masuk ke sana."Apa kamu pikir rumah ini tempat maksiat? Berhenti sekarang juga!" geram wanita itu dengan tatapan tajam yang berapi-api.Rachel tidak bisa menahan dirinya mengetahui kalau Alex sudah mulai berulah dengan membawa para wanita nakal ke rumahnya.Apalagi karena ada anak-anak di rumah itu.“Kamu memintaku dan anak-anak tinggal di sini hanya
Mahendra merasa sangat senang karena ia baru saja menerima pesan jika saat ini Alex sedang bersama dengan anak istrinya di rumah sakit. Meski merasa khawatir kepada Alexa, tetapi Mahendra senang pada akhirnya Alex mengetahui keberadaan Alexa dan Rachel.“Papi berharap jika kamu dan anak-anakmu mau tinggal bersama lagi di rumah papi,” kata Mahendra kepada Rachel.“Kamu tidak harus tidur dalam satu kamar bersamaku. Tapi, yang paling penting kita bisa satu atap demi anak-anak,” kata Alex kepada Rachel.Rachel menarik napas panjang. Sungguh rasanya sangat berat untuk mengiyakan permintaan Mahendra. Tetapi, ayah mertuanya itu tampak begitu berharap. Mungkin karena ia juga ingin berkumpul dengan cucunya.“Dalam hal ini aku tidak bisa menjawab. Semuanya terserah kepada Alexa,” jawab Rachel lirih.Rachel berharap jika Alexa akan menolak, tetapi ternyata gadis itu menerima permintaan Alex dan Mahendra.“Aku mau tinggal bersama Daddy dan Grandpa,”jawab gadis kecil itu dengan tegas.Dan akhirny
Entah berapa lama Alexa kehilangan kesadaran karena matanya terasa begitu berat. Saat ia terbangun, tubuhnya terasa basah. Hal itu disebabkan karena keringat yang keluar. Ia menoleh ke sampingnya, tampak Rachel memegang tangannya. Sementara kepalanya berada di atas ranjang. Ibunya tertidur dalam posisi duduk. Dan ketika ia melihat ke arah sofa ... ternyata Alex sedang duduk di sana sambil menatap layar laptopnya.“Mama ....”Alex yang mendengar suara Alexa segera menyingkirkan laptopnya dan menghampiri gadis kecil itu.“Kamu sudah bangun, Sayang? Mau minum?”Mendengar suara Alex yang terasa dekat, Rachel membuka matanya. Dan wanita itu tersenyum saat melihat Alexa sudah terbangun. "Kamu mau apa? Bajumu basah, Sayang. Mau mama bantu untuk menggantinya?" tanya Rachel. Alexa duduk di tempat tidurnya, memandangi ibunya dengan tatapan penuh kesedihan. Rachel, mencoba meyakinkan Alexa untuk mengganti pakaian yang kotor dengan yang segar. Namun, gadis kecil itu menolak dengan tegas."Ma
Mendengar suara Celine, Rachel pun bergegas masuk ke dalam. Dan saking paniknya ia sampai tidak menyadari jika Alex pun ikut masuk dan berjalan di belakangnya. Saat mereka masuk, tubuh Alexa sudah ada di atas lantai yang dingin. Sementara Celine duduk bersimpuh di dekat Alexa sambil menangis."Ya ampun, Alexa!” Rachel membantu Alexa bangun, lalu terkejut dengan betapa panasnya tubuh putrinya itu. “Suhu tubuhmu semakin parah!"“Ayo, kita bawa saja dia ke rumah sakit!” kata Alex dengan tegas.Pandangan Alexa buram, kepalanya menjadi pusing tapi suara panik Rachel terdengar jelas. Samar ia juga melihat kehadiran Alex bersama sang ibu. Apa lelaki yang mengaku ayahnya ini juga tengah mengkhawatirkannya?Entah berapa lama Rachel dan Alex membawa tubuh Alexa ke mobil. Akan tetapi, semakin lama Alexa semakin kesulitan membandingkan antara mimpi dan bukan.Gadis kecil itu merasa tubuhnya seperti melayang. Dan semuanya pun menja
Setelah mengantarkan Leo ke sekolah, Rachel pun segera menuju ke butik dan memberikan pesan ini dan itu kepada Jane- asistennya.“Tolong kamu tangani dulu semua pekerjaan hari ini. Terutama awasi pembuatan baju seragam pengiring pengantin yang dipesan ibu walikota. Besok sore semua sudah harus siap. Alexa sakit dan aku harus menemaninya di rumah,” kata Rachel kepada Jane.“Nyonya, sebaiknya Anda fokus dulu dengan kesehatan Alexa. Masalah butik dan pesanan untuk besok percayakan saja kepada saya,” kata Jane sambil tersenyum.“Baiklah kalau begitu. Aku pulang dulu,” ujar Rachel.Wanita itu pun bergegas pulang, dan tepat 30 menit setelah Rachel pulang, Alex tiba di butik itu.“Nyonya Rachel sedang tidak di sini, Tuan. Anaknya sakit,” kata Jane saat melihat Alex masuk.Alex memicingkan mata dan menatap asisten pribadi Rachel itu.“Anaknya yang mana?”“Alexa.”Tanpa berpikir panjang lagi, Alex pun segera keluar dari butik itu dan langsung masuk ke dalam mobilnya menuju ke rumah Rachel.Saa
Hari sudah menunjukkan pukul delapan tapi Alexa belum juga keluar dari kamar. Biasanya gadis kecil itu akan keluar dan menikmati sarapan sebelum Rachel berangkat ke kantor sambil mengantarkan Leo sekolah. Tapi tidak biasanya Alexa terlambat bangun."Ma, di mana Alexa dan Celine?" tanya Leo karena memang saat Leo bangun, kedua adiknya sudah duduk menghadap segelas susu hangat di meja makan."Leo makan dulu ya, Mama akan melihat apa yang kedua adikmu lakukan." ucapnya, Leo mengangguk.Rachel melepaskan apron sebelum menuju kamar Alexa dan Celine. Tidak biasanya Alexa masih tidur jam segini. Dan benar saja gadis kecil itu masih tidur menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tebal. Sementara Celine tampak berdiri di dekat ranjang Alexa dengan wajah pucat.“Aku baru saja mau keluar dan memberitahu Mama kalau Lexa sakit,” cicit Celine ketakutan.Rachel menganggukkan kepala lalu mengusap rambut Celine.“Tidak apa-apa. Kamu pergilah sarapan bersama Leo. Biar Alexa mama saja yang urus,” kata R
“Siapa, Leo? Kenapa kamu bilang mama mengenalnya?” tanya Rachel.“Dia paman Alex,” jawab Leo.Rachel mengembuskan napas dengan keras. Sebenarnya apa mau Alex dengan mendekati anak angkatnya? Rachel sangat yakin jika Alex pasti sengaja datang ke sekolah Leo untuk bertemu dengan anak itu.“Apa dia mengatakan sesuatu kepadamu?” tanya Rachel.Leo menggelengkan kepalanya,”Baiklah, kalau begitu kita pulang sekarang. Lukamu harus dirawat.”Rachel pun segera berpamitam untul membawa Leo pulang kepada kepala sekolah. Dan setelah dia mengantar anaknya itu pulang, ia memastikan jika Leo baik-baik saja. Kemudian ia pun segera pergi lagi. Kali ini untuk menemui Alex.BRAK!Alex baru saja selesai dengan meeting jarak jauhnya saat Rachel dengan kasar membuka pintu ruangannya.“Katakan apa maksudmu mendekati anak-anakku? Apa yang kamu inginkan sebenarnya? Aku yakin jika kamu sengaja datang ke sekolah Leo bukan? Kamu mau mengorek keterangan apa dari anakku?”“Wah ... wah, memangnya salah kalau aku ber
"Jadi begitu saja! Apa ada yang mau ditanyakan?" tanya Rachel saat menyudahi rapatnya. Rachel masih menatap para peserta rapat saat tiba-tiba ponselnya berbunyi. Saat ini butik miliknya sudah sangat maju dan beberapa kliennya tentu saja berasal dari kalangan artis dan juga istri pejabat. Rachel pun melirik nama di ponselnya dan sedikit membelalak melihat nama kepala sekolah di sana. "Ah, maaf, kalau ada pertanyaan, silahkan ke Jane dulu, aku permisi untuk mengangkat teleponku!" Dengan jantung yang berdebar kencang, Rachel pun keluar untuk mengangkat teleponnya. Kepala sekolah hampir tidak pernah meneleponnya kalau semuanya baik-baik saja, wanita itu baru akan menelepon kalau Leo mengalami sesuatu di sekolah atau telat dijemput oleh supir. "Halo, Bu, ada apa?" tanya Rachel segera setelah ia mengangkat teleponnya. "Bu Rachel, maaf, aku mengganggumu, ini tentang Leo!" "Ada apa dengan Leo, Bu? Dia baik-baik saja kan?" Rachel sudah mulai cemas. "Dia baik-baik saja, hanya saja dia t