"Hei..." Laisa menyapa gamang, berdiri di ambang pintu kantor Avram sembari membawa perbekalan, "Boleh aku masuk?" tanyanya kemudian.Terhitung lewat dua hari sejak kabar Karina bunuh diri beredar, dan Avram tak pulang selama itu juga. Mustahil jika Laisa menganggap perkara tersebut gampang bagi Avram. Bagaimanapun Karina adalah cintanya, Avram mungkin dalam situasi yang kacau berantakan.Persis seperti dugaan Laisa, Avram sengaja menenggelamkan diri pada pekerjaan. Dari kantung matanya yang memiliki kantung mata, Laisa sadar betapa lelaki itu selalu terjaga. Dia tidak beristirahat, melahap makanan seadanya dan minum arak sembarangan."Bukan masalah kalau kau menolak," imbuh Laisa lagi, dia siap pergi kalau saja Avram tak menginginkan kehadirannya di sini.Tapi, "Masuklah," Avram acuh tak acuh merapikan mejanya yang tertimbun sampah.Ia tampak kacau dengan setelan kemeja yang dua kancingnya telah terbuka. Rambutnya tidak tertata, diikuti bulu-bulu halus yang mulai tumbuh di area dagu
Laisa tidak kemana-mana. Semalam suntuk perempuan itu terjaga demi menunggu Avram sadar. Bayangkan saja, lelaki itu pingsan di hadapnya sesaat setelah mengungkapkan perasaan tidak biasa! Bagaimana mungkin Laisa bisa tenang? Pikirannya berkelana, apa yang terjadi jika Avram berubah? Bagaimana dengan hubungannya bersama Gazza? Isi kepala Laisa tengah kacau balau sekarang. Dia berdiri diambang ketidakpastian, delima akan sebuah perasaan. Akankah ia goyah dan memperjuangkan pernikahan bersama Avram? Atau bersikeras mewujudkan cinta sejatinya dengan Gazza? Entahlah, tidak ada yang bisa memprediksi masalah itu sekarang. Lagipula Laisa hanya berhara Avram lekas sadar, tidak sewajarnya seseorang mabuk hingga terlelap begitu lama. Namun tak butuh waktu lebih panjang ketika tubuh Avram yang terbaring di sofa itu bergerak. Lenguh napas lelahnya terdengar mengikuti beberapa detik kemudian. Lelaki itu bangkit dari tidurnya, mengedarkan pandang seraya memijat pelipis. Menyaksikan hal tersebut, s
"Hei, Sweet Love, apa yang terjadi? Maksudku, kenapa lama sekali?"Gazza buru-buru menyambar Laisa yang baru keluar kamar. Semalaman lelaki itu gusar, menanti kabar Laisa yang tak kunjung datang. Sejak awal dia menolak mentah-mentah gagasan Laisa untuk menyusul Avram, namun pujaan hatinya itu bersikeras. Gazza kalah telak.Lagipula, situasi rumah juga kacau sejak Avram menghilang. Kabar tentang Karina bagai angin kencang yang menerpa lini bisnis keluarga Salomon. Meski harus Gazza akui, Avram menyelesaikan urusannya dengan baik. Sumpah Avram murni ditepati, tak melukai Nada dan menyelesaikan urusan Karina meski perempuan itu lebih dulu mati.Dengan gerakan lembut, Gazza menangkup wajah Laisa. Iris matanya menyusuri sebujur tubuh Laisa sekilas demi memastikan kekasih hatinya baik-baik saja. Dan beruntungnya, ia patut bernapas lega, tampaknya Avram tak meninggalkan satu luka pun di sana.Sementara di hadapannya, entah mengapa berada di dekat Gazza seperti ini membuat Laisa sesak. Perasa
Andai boleh mengaku, kalimat Gazza sukses mengusik pikiran Laisa. Sepanjang hari, perempuan itu hanyut dalam renungan. Mendiamkan Avram dan Nada yang bercanda melepas kerinduan.Memang benar, fisik Laisa ada bersama mereka sekarang. Menghabiskan waktu dengan keluarga kecil yang nyaris tak pernah kumpul di tempat yang sama. Namun jiwa Laisa sama sekali tidak di sana. Isi kepalanya menggantung di angkasa.Memelihara dua cinta di hati yang sama, bagaimana bisa? Kurang lebih begitulah yang terus ia pertanyakan. Gazza tahu betul bahwa cinta Laisa hanya untuk dirinya seorang tapi mengapa kalimat itu terlontar darinya? Apa yang membuat Gazza berprasangka demikian?Ekor mata Laisa memandang Avram yang sesekali juga meliriknya. Ia kembali bertanya, bagaimana mungkin ia mencintai Avram? Lelaki itu terus menyakitinya bahkan sejak hari pertama pernikahan mereka. Laisa juga baru terbuka usai Karina dinyatakan meninggal, dan semua itu tak bisa semata-mata diartikan sebagai cinta.Gazza salah besar
Makan malam keluarga. Acara yang tidak begitu penting sebetulnya, biasa saja. Namun kali ini terasa berbeda. Semenjak Tuan Salomon sadar, baru kali ini Kim Sarang ikut hadir di meja makan.Wanita itu sebelumnya hanya menemani sang suami di kamar. Melakukan seluruh aktivitas di sana. Kim Sarang seolah tak ingin menyia-nyiakan waktu sedetikpun tanpa wajah suaminya.Saat Avram masih merajuk pasca kematian Karina, biasanya Laisa makan bertiga bersama Nada dan Gazza. Nada akan berceloteh tentang lauk pauk yang dia makan, sementara Gazza menimpalinya dengan lelucon renyah. Hari yang menyenangkan, meski di hati Laisa selalu ada saja yang mengganjal.Bagaimanapun, Avram tetap suaminya, kan?Khusus untuk acara makan bersama, Laisa berusaha menepis kegelisahan itu demi menikmati suasana. Sekali waktu ia dan Gazza mencuri-curi pandang. Kadang-kadang juga saling bergenggam tangan kala Nada sedikit lengah.Tetapi malam ini, kursi yang paling digemari Laisa tak bertuan. Manusia favoritenya tidak me
Berpandang dari kejauhan dengan Laisa bukanlah keahlian Gazza. Ya, beberapa hari sejak ia mengumumkan ultimatum tentang 'jangan temui aku' kecuali sudah membuat keputusan, Gazza menahan diri susah payah. Ia rindu Laisa. Rindu mencium perempuan itu, jatuh di pelukannya dan bercanda menghabiskan jatah jumlah kata. Seperti yang sudah berulangkali disebutkan, Laisa ibarat dunia baginya. Gazza telah jatuh sejatuh-jatuhnya dalam urusan mencintai Laisa. Namun nyalinya selalu saja ciut. Meski di hadapan Avram dia tampil berani seolah mampu merebut kekasih hatinya itu, nyatanya Avram telah dipukul mundur. Pernikahan Laisa dan Avram yang diatur sedemikian rupa telah menghancurkan takdir cinta Gazza. Dan entahlah, cinta itu seakan berhasil mengubah seluruh kehidupan. Hubungannya dengan Kim Sarang yang selama ini baik-baik saja, menjadi sedikit renggang. Gazza selalu merasa ada yang salah dengan hubungan mereka. Seolah ada sesuatu yang membuatnya begitu marah. Walau diurai bagaimanapun, ia t
Setelah jutaan kali gagal melihat Gazza berkeliaran di rumah utama keluarga Salomon, betapa terkejutnya Laisa ketika menyaksikan sosok itu lagi. Gazza yang berdiri gamang di antara susunan anak tangga itu tampaknya baru mendengar kabar. Ada kegoyahan dari sorot matanya.Laisa paham, ia bisa merasakan segala hal yang Gazza tunjukkkan walau tanpa sepatah kata. Gazza mungkin tengah kacau berantakan. Tapi apalah daya, keberadaan Avram dan Nada menghambatnya untuk lari mengejar sang pujaan. Laisa terpaksa membiarkan Gazza menyaksikan keromantisan Avram. Meski jauh dalam hatinya, ia ingin berteriak agar Gazza tidak kemana-mana.Merelakan Gazza bukanlah perkara yang mudah. Cinta Laisa ada pada lelaki itu seutuhnya. Sebaik apapun perlakuan Avram, semanis apapun juga, segenap jiwa Laisa lebih dulu jatuh pada Gazza. Lelaki itu tak tergantikan, begitulah seharusnya Laisa menyadari sejak awal.Pada akhirnya Laisa memberanikan diri untuk menghubungi Gazza. Mengatur pertemuan di sebuah kedai kopi
Hari mulai berlalu sejak terakhir kali Laisa dan Gazza kembali memadu kasih. Tanggal menjelang pelantikan resmi Avram sebagai pewaris Salomon Grup kian dekat, dan tak ada yang berubah kecuali suasana hati Laisa. Perempuan itu menghidupkan suasana rumah secara signifikan. Bahkan di hari Minggu pagi seperti sekarang.Jam masih menunjukkan pukul sembilan, dan Laisa sudah menyibukkan diri membuat kue bersama Nada. Mereka bercanda sambil mengikuti tutorial dari influencer ternama. Situasi yang tentu mengundang rasa penasaran Avram.Lelaki itu keluar dari ruang kerjanya dengan seulas senyuman. Memandang punggung Laisa dan Nada yang tampak asik mengadon tepung bersama. Relung hati Avram terenyak, ia seolah menemukan definisi baru tentang kata berkeluarga. Ya, sebagai seorang putra yang dibesarkan tanpa seberkas cinta. Avram cukup lega melihat Nada menemukan sosok ibunda. Dan diam-diam, sekali lagi, Avam harus mengakui bahwa keputusan Kim Sarang adalah benar, bahwa Laisa adalah ibu yang tepa