“Papa pulaaaaang.” Adam melenggang membawa beberapa goodie bag berisi makanan pesanan Alma dan Belle.“Papa.” Belle berlari menghampiri Adam. “Belle naneun.”“Oyah?” Adam memangku Belle, “Tapi papa gak kangen sama Belle.”“Papa hahat.”Adam tertawa.Alma berjalan mendekati Adam, “Iya ya, papa jahat karena baru pulang. Kita bukan prioritasnya lagi, Belle.”“Iya.”Adam menurunkan Belle dan membiarkannya berjalan ke arah ruang tv membawa salah satu goodie bag berisi waffle, “Enak ya sekarang udah ngajakin Belle buat jadi koloni kamu.”Alma tertawa, “Cemburu nih yeee.”Adam berjongkok dan mengusap perut Alma, “Dia suka nendang ‘kan?”Alma mengangguk, “Suka dong. Tendangannya mirip sama tendangan aku.”Adam menatap Alma, “Wah, bahaya sih itu.” ia mengelus perut besar Alma, “Dek? Ini papa, mana papa pengen liat tendangan kamu.”Tidak ada pergerakkan.Adam mena
Alma cemberut begitu selesai masak. Ia duduk karena kelelahan. Adam yang pagi ini masih ada waktu untuk dirumah sedang senang menggodanya.“Kan udah aku bilang kamu gak usah masak.”“Aku capek bukan karena masak, mas, tapi karena... ah males aku bilangnya.”Adam tertawa, “Mereka meyakini anak ini ‘kan anak Mario. Sebelum kamu bisa tunjukin hasil tes DNA aku yakin hal kayak gini pasti bakal terus terjadi.”Alma melirik Adam yang tengah memotong buah mangga.“Kamu nikmatin aja. Sabar ya, sebentar lagi. Tiga minggu lagi semua drama ini bakal selesai. Ya.... itu pun kalo tes DNA nunjukin itu anak aku.”“Maaas.” rajuknya.Adam tertawa, “Sana kamu ke kamar aja rebahan.”“Gak mau. Nanti kamu tiba-tiba hilang.”“Hah? Aku hilang?”“Kamu tuh suka ke rumah sakit diem-diem kalo aku tidur di kamar.”“Aku nyuruh kamu rebahan, bukan tidur.”Alma tertawa canggung, “Aku suka ngant
Alma merebahkan diri di sofa ruang tv dengan nyaman begitu keluaga Mario pamit pulang. Ia membuang nafas super lega dan membiarkan Belle membuka semua bungkus hadiah yang mama Mario bawa.“Gimana sekarang perasaannya?” tanya suster Ruth.Alma menoleh, “Lega banget, sus. Ah, akhirnya mereka pulang.”Suster Ruth tertawa, “Enak ya jadi orang kaya mau beli ini itu gak pake mikir. Barang-barang ini ‘kan harganya mahal.”Alma melirik barang-barang yang memenuhi ruang tv rumahnya, “Emang pada mahal ya?”Suster Ruth mengangguk, “Ini barang-barang yang sering di pake influencer di internet.”“Oh gitu. Tapi aku lebih suka barang dari mas Adam.”Suster Ruth tersenyum, “Oh iya dong. Barang dari bapak meskipun harganya gak sama kayak barang-barang ini, tapi semuanya berkualitas.”Alma bangun dan duduk nyaman, “Sus, minggu depan ibu kesini. Ibu... kira-kira tahu gak ya masalah rumah tangga aku?”“Masalah rumah tangga yang mana?”Alma mengelus perut buncitnya, “Soal ayah dari anak ini yang
Alma melirik orang yang melewati tempatnya duduk di lobi rumah sakit. Ia tengah menunggu Adam yang masih ada jadwal praktek konsultasi rawat jalan, sehingga ia harus menunggu lebih lama agar bisa ditemani kontrol. Kemarin sore saat Arden memeriksa telapak tangannya karena jebakan dari Alma, diam-diam suster Ruth mengeluarkan ponselnya untuk memfoto Arden diam-diam. Malamnya saat Adam pulang kerja, Alma menunjukkan foto Arden padanya. Respon Adam hanya diam saja. Ya. Tidak ada respon yang diberikannya sama sekali. “Sayang, maaf lama. Tadi ada dua pasien yang baru dateng. Kasian, mereka dari Bogor.” Adam duduk disebelah Alma. “Iya, mas, gak papa.” “Kamu udah daftar?” Alma mengangguk, “Aku udah tensi darah sama cek berat badan juga.” “Terus kenapa nunggu disini? Padahal kamu bisa tiduran di ruangan aku.” “Gak papa, mas. Ya udah, yuk sekarang.” Adam membantu Alma untuk berdiri. Menjelang melahirkan Alma melakukan kontrol lebih sering. Apalagi beberapa hari lalu ia sempat dirawat i
Alma tidak bisa pura-pura tidak ada apa-apa setelah Mario bicara banyak soal tuntutan pak Bowo pada Adam. Ia takut sekali suaminya akan di penjara karena kesalahannya di masa lalu. Apalagi ini Adam membunuh istrinya sendiri, anak tunggal dari pak Bowo yang setelah dicari tahu ternyata punya pengaruh yang cukup kuat di Jakarta.“Alma, kamu kenapa?”Alma menoleh, “Sus, soal pembunuhan mama Belle... eh Belle lagi tidur ‘kan?”Suster Ruth mengangguk, “Kenapa soal itu?”“Suster percaya mas Adam bener-bener ngelakuin itu sama mamanya Belle?”“Aku... gak tahu. Tapi rasanya gak mungkin, Ma.”“Dulu tuh gimana sih kronologinya?”Suster Ruth duduk disamping Alma, “Kronologi dari mana? Dari kabar pembunuhan itu atau dari mereka ketahuan ngelakuin itu sampe ada Belle?"“Boleh, dari awal aja.”Suster Ruth mengangguk, “Dulu mereka lagi sibuk persiapan ujian kualifikasi dokter bedah umum. Bapak sama mama Belle
Mama membuka pintu mobil dan membantu Alma keluar, “Sini mama bantu.”Alma bergerak bersusah payah. Badannya yang mungil harus menopang perutnya yang besar.“Belle gak kamu ajak?”“Dia lagi batuk, ma.”“Adam gak papa kamu kesini pas Belle lagi sakit?”“Gak papa lah, ma. Justru mas Adam suruh aku kesini, katanya jangan sampe aku ketularan batuk.”Mama menuntun Alma menaiki teras, “Tuh ‘kan, kalo kamu akur sama Belle, Adam pasti kasih kebebasan buat kamu.”Pak Tono membawa koper dari bagasi, “Bu, ini kopernya langsung bawa ke kamar?”Mama melirik Alma, “Kok sampe bawa koper segala? Kamu mau lama disini?”“Yah, ma, baju-baju aku yang di lemari ‘kan udah pada gak muat, jadi mau gak mau semuanya aku bawa dari rumah.”“Oh iya mama lupa.” Mama melirik pak Tono. “Pak, kopernya langsung bawa ke kamar aja."“Baik, bu.”Alma duduk di sofa ruang tamu sambil mengelus perut besarnya. Mama yang melihatnya sedikit tidak tega.“Gimana kata dokter waktu kamu kontrol kemaren?”“Semuanya ba
Pov AdamAdam keluar dari ruang ICU setelah memeriksa kesadaran pasien pasca operasi transplantasi Liver. Berhubung dokter utamanya harus melakukan operasi kembali, ia menjadi penanggung jawab pasien. Ketika membuka nurse cupnya, ia memainkan ponsel sambil berjalan.“Adam?”Adam mengangkat wajahnya, “Papa?”“Apa kabar?”“Baik, pa.”Papa tersenyum dan mengangguk.“Eum, kita ngobrol aja di ruangan saya, pa.”Papa mengangguk.Saat papa duduk di sofa ruangan, Adam membawakan sebotol air mineral dan menaruhnya di meja, “Silakan, pa.”“Terima kasih.”“Papa apa kabar?”“Tiga bulan kemarin papa sempet kena Stroke ringan. Sebelah tangan papa gak gerak. Sekarang berangsur membaik.”Adam melongo, “Kenapa gak ada yang kabarin saya?”“Papa yang minta. Papa denger kamu sibuk dirumah sakit, kamu juga harus nemenin istri kamu yang kehamilannya sudah membesar, da
Adam melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi agar bisa cepat sampai ke rumah mama untuk melihat Alma. Setelah Virza mengatakan melihat pak Bowo berbincang dengan Mario di rumah sakit beberapa hari lalu, pikiran Adam menjadi tidak tenang. Untungnya ia masih memiliki kewarasan untuk melakukan visit pasien dengan baik. “Mbok Nah, Alma ada ‘kan di dalem?” tanya Adam pada mbok Nah yang sedang menyapu di halaman depan rumah.“Ada, den.”“Alma gak pergi kemana-mana ‘kan?”“Tadi sih sempet mau pergi sama ibu. Katanya mau makan diluar, tapi habis liat hape gak jadi pergi.”Adam membuang nafas lega, “Ya udah saya masuk dulu ke dalem, mbok.”“Monggo, den.”Adam berlari. Ia sangat tidak sabar untuk melihat istrinya. Saat masuk, di ruang tv hanya ada mama yang sedang menonton acara gosip, “Ma?”“Eh, nak Adam.” Mama berdiri, “Lagi istirahat jam makan siang ya?”“Iya, ma. Eum, Alma... mana, ma?”