"Kau kenapa? Apa kau mengikutiku lagi?" Nania memandang Dev antara marah dan khawatir.
"Nania, kau mengenalnya?" Giliran pemuda berpakaian serba hitam itu yang bersuara."Aku tidak berbicara denganmu, Elios." Nania mencengkeram bahu Dev. Awalnya dia ingin sekali memukul Dev, tetapi kondisi yang seperti itu menghilangkan niatnya. Oleh karena itu, dia hanya mampu merapatkan tangannya yang mengeras dengan air yang menggenangi mata."Elios, bantu aku membawanya masuk." Pemuda tersebut mengangguk, lalu membawa Dev ke dalam vila.Kesempatan besar untuk Dev mengintai mereka dan dia tidak akan menyia-nyiakannya. Mata sayunya menjelajahi setiap ruangan bermural tersebut. Namun, dia belum melihat keberadaan Elfara sampai dia tiba di sebuah kamar."Istirahatlah, Dev! Elios, kau memiliki baju ganti untuknya?""Aku akan meminjamnya dari ....""Terserah kau saja!" potong Nania. Dev menangkap raut tidak suka Nania atas kalimat Elios."Baiklah!" kata Elios."Ini mustahil! Ini mustahil!" Dev membolak-balikkan tangan dan memerhatikan wajahnya. Perubahan yang dialaminya menjadi sesuatu yang lebih menyeramkan dari teror yang tengah dihadapi.Jantungnya berdenyut kacau. Kejadian di luar nalar tersebut menjadi pertanyaan besar yang terpikul di tempurung kepala. Dev diam, terpaku, menetralisir otaknya yang membeku. Tidak peduli lagi dengan bahaya yang mengancamnya.Suara gedoran pintu terdengar nyaring di telinga. Beberapa kali selama ketidakacuhannya. Anggota tubuhnya baru memberi respon saat decitan berbunyi lirih. Dev segera bersembunyi saat sileut tubuh seseorang terlihat dari ambang pintu yang sedikit terbuka."Devada!" Suara lelaki dalam keremangan itu adalah Elios.Di samping kanan lemari menyimpan desiran irama jantung Dev yang makin sumbang seiring dengan langkah gusar Elios. Dalam persembunyiannya dia dapat melihat rasa kejut bercampur cemas membentang di wajah Elios."Devada!" Elios berteriak seraya memeriksa semua sudut kamar. Kesem
"Aku diserang!" ungkap Dev pada akhirnya."Diserang? Siapa yang menyerangmu?""Tidak tahu!""Katakan dengan benar!" sentak Nania."Aku sudah mengatakannya dengan benar.""Jangan membuat karangan untuk meyakinkanku!" Gadis itu masih mengira bahwa Dev hanya membual."Kau pasti sudah melihat rekaman cctv di ponsel Elios, 'kan?" Nania melirik Dev sekejap, lalu dia terdiam dalam renungan."Dev, apa kau tadi masuk ke ruang pendingin?" Dev menggeleng lemah. Mana mungkin dia akan mengakui sebab yang berada di ruangan itu memang dirinya."Apa kau sedang memikirkan seorang terduga?" Dev menduga-duga. Berusaha memahami apa arti dari diamnya Nania. "Aku tidak tahu! Dev, apa kau membuat masalah sehingga kau mendapatkan serangan misterius?" Otak Nania masih dipenuhi tanda tanya."Tidak. Sejak beristirahat di sini aku tidak melakukan apa pun. Aku keluar mencarimu setelah aku mendapat semua luka ini." Dev mengarang sebaik mungkin."Baiklah. Beristirahatlah. Aku berada di lantai dua jika kau memerluk
"Berikan punggungmu! Maksudku aku akan mengobati lukamu." Dev meralat ucapannya.Ragu-ragu, gadis berbaju koyak itu memutar badan, lalu menyingsingkan rambut pirangnya yang tidak begitu terawat. Beberapa luka memar tampak di kulitnya yang putih. Dev mengambil air untuk mengompres. Resleting sedikit diturunkan agar kompresan menjangkau semua lebam dengan sempurna. Saat itulah dia tercengang untuk sesuatu yang lain."Sudah selesai. Istirahatlah! Aku pastikan tidak akan ada lagi yang berani menyakitimu termasuk Nania." Gadis itu melihat Dev takut-takut, lalu berbaring miring di ranjang.Sementara gadis itu berbaring dengan kebisuannya, Dev mengambil langkah keluar dengan wajah bermuram durja. Gelegak amarah memacunya untuk segera melihat Nania.Dev menemukan Nania pada ruangan di mana Elios masih tidak sadarkan diri. Gadis di sana tampak sibuk membangunkan Elios. Melihatnya, rahang Dev mengeras dua kali lipat."Nania!" teriakannya spontan mengalihkan fokus Nania.Diam mematung, Nania men
"Jika aku mengajaknya pulang, apa yang akan dia pikirkan tentang aku? Semua akan terbongkar pada akhirnya. Runyam!" Dev bergumam pada kabut yang menerobos di celah ruangan. Kakinya terhentak maju menyisir bentangan ubin yang mengarah ke pintu."Devada ...." Elios muncul di mulut pintu setelah beberapa waktu mengontrol kondisi Elfara. Bola mata Dev bergulir dingin ke tangan Elios yang dengan lancang mendarat di punggung tangannya."Maaf!" Elios dengan cepat menyadari kesalahannya."Aku akan membawa Elfara setelah kondisinya membaik.""Pikirkan baik-baik, Devada! Jangan tergesa-gesa membuat keputusan. Kau perempuan, Elfara perempuan. Bagaimana kau akan menjaganya sementara kita tidak tahu penjahat yang melukai Elfara?" cerocos Elios."Kau tidak tahu apa-apa, Elios! Aku tegaskan, jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan! Buang jauh-jauh apa yang tumbuh di hatimu karena jika tidak, kau akan menyesali semuanya." Dev bergegas pergi meninggalkan Elios dalam terjangan tanda tanya.Hingga
Darah hitam kental bercampur lendir kekuningan menyorok Dev. Dari cairan menjijikan itu keluar kepala lengkap dengan tubuh yang gepeng dan susunan tulang yang remuk. Dev terkesiap melihat makhluk tersebut berdiri dan menatapnya dengan bola mata yang nyaris keluar."Siapa kau, Sialan?" Sosok berambut panjang itu bergeming. Akan tetapi, ia berjalan mendekati Dev dan melakukan penyerangan.Terbang ke atas kepala Dev, lalu dengan posisi terbalik, rambutnya yang kusut masai lagi basah dan lengket menjulur, mengikat seluruh kepala Dev. Untuk sesaat Dev tidak berdaya sebab merasa tidak nyaman dengan cairan busuk yang terus-menerus menetes dari seluruh tubuh makhluk menyeramkan tersebut.Hal itu menyebabkan dia dikendalikan dengan mudah. Tubuhnya terangkat, lalu terombang-ambing di udara. Suatu keadaan yang menyebabkan Dev seperti orang bisu. Pada saat tubuhnya melemas, sosok berkulit melepuh tersebut mnjatuhkan Dev ke lantai."Siapa kau, Jelek? Di mana ibuku?" cecar Dev sambil terbatuk, soso
Dev memeriksa kamar Elfara, kini dia percaya pada Mehmet. Gadis itu terbaring di ranjang princess-nya. Dari jarak yang dekat dia mengamati sang kakak. Terlihat polos. Sontak dia mengingat apa yang dialaminya beberapa saat yang lalu."Mana mungkin." Setelah pergi dari sana, dia pergi memeriksa Jess. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, wanita itu pun tengah terbaring miring dengan mata terpejam.Lantas, apa yang baru saja terjadi? Dev di dalam kamarnya melihat bayangan dirinya sendiri di cermin. Membelai kepalanya yang perih, bercak darah dia dapatkan menempel di telapak tangan. Lagi-lagi, pertanyaan besar menguras pikiran. Bayangan mesin gergaji di atas kepala masih segar di ingatan."Apa aku sudah gila?" Dev bergumam gusar. Obat yang selalu menjadi andalan ditelan kasar. Setelah itu, dia mengoles obat merah pada kepala.Tubuh Dev bergetar menahan perih tanpa suara. Tersimpuh di lantai, pandangannya mulai kabur. Sebuah kecamuk seoalah-olah menciptakan ilusi. Ya, mata berair itu memandan
"Father Satan, i declare from my heart all the love i have for you. Whenever i feel restless or insecure i look for you and and immense peace consumes me, you give me an immeasurable security. I need you to walk and stand firm on the path of life. Difficulties sometimes prevent me from worshipping you the way i should be, but when i seek you and feel your presence, i feel strong to carry on. Remain the strong person i've become in your presence. I need you in my life wonderful father, i need to be flooded by that light and that love. For your protection. I know you are with me at all times. Thanks to my father--Satan for all you give me. I am saved, blessed in the name Satan.""Apa itu sebuah mantra? Atau doa?" gumam Dev dalam hati. Wanita itu mengatakannya penuh semangat.Dev memajukan sedikit kepalanya agar dia dapat melihat dengan jelas dan sempurna wanita misterius tersebut. Dan rasa penasaran akhirnya terjawab. Wanita itu tidak sendiri melainkan bersama seorang pria. Aroma khas ya
Pagi hari, saat keadaan masih sama, Dev menelepon Mehmet dan menceritakan perihal kejadian semalam. Lelaki itu datang setelah beberapa saat telepon dimatikan."Apa yang harus kulakukan, Paman? Aku tidak menyangka, omong kosong yang kukatakan pada Yerin Kang adalah nyata." Dev memandang hampa kopinya yang mendingin. Selembar kertas berlukiskan sigil Asmodeus diulurkannya pada Mehmet."Satu hal yang harus kau tahu, Nak. Iblis itu pandai membuat muslihat. Malapetaka itu ada karena perbuatan mereka sendiri. Satu-satunya cara untuk menghilangkan sihir yang ada dalam dirimu adalah dengan memutus perjanjian yang ada di masa lalu." Mehmet berkata serius usai mengamati lambang setan tersebut."Lalu bagaimana dengan setan yang meneror keluargaku?""Kau sudah mendapat petunjuk tentang sosok naga yang selalu kau lihat. Suatu saat kau pasti juga akan mengetahui segalanya. Jika kau menghadirkan Tuhan di hatimu maka di situlah kau akan menemukan kedamaian." Dev mengangguk walau sebenarnya dia tidak