"Berantakan sekali!" keluh Mehmet melihat hunian dokter Michele seperti tak terurus. Alat-alat medis tercecer di ruang depan. Begitu juga bantal-bantal sofa dan cangkir yang terbalik. Melihat tanda-tanda yang tidak baik, Dev dan Mehmet berpencar."Paman Michele!" seru Dev. Dia memeriksa setiap ruangan. Tidak ada yang mencurigakan atau menarik perhatiannya kecuali kamar mandi.Dari ekor mata, dia melihat seseorang tergantung di atas bathup. Dev merangsek dengan jantung berdegup kencang. Tirai yang membentang disibak kasar. Selanjutnya, dia membuang napas secara teratur."Sialan!" Dev memukul kaki yang berada di atas kepalanya. Ternyata, yang tergantung di sana hanya sebuah manekin berlumur darah."Tunggu! Darah?" Dev baru saja menyadari adanya sebuah kejanggalan. Dia bergegas menurunkan manekin pria telanjang itu."Kenapa berat sekali?" keluhnya, makin curiga.Dev mengambil pisau lipat di balik mantelnya usai mundur beberapa langkah. Matanya terpusat pada tali yang menjerat leher manek
"Tidak!" Jess berteriak histeris. Elfara menurunkan tangannya, lalu berbalik arah, mengangkat kaki dari kamar yang mencekam itu. Gadis itu kembali ke kamarnya, menatap benci potret keluarganya sendiri."Ini semua sangat tidak adil! Daddy, aku sangat merindukanmu. Temani aku sebentar saja. Mommy tidak pernah menginginkanku. Aku tidak bisa hidup dalam keluarga yang rusak." Elfara mengusap air mata yang jatuh di pipi seraya meletakkan bingkai foto itu di meja.Semilir angin bertiup ke telinga. Agak aneh, tetapi Elfara mengabaikannya. Satu langkah menuju pintu, sebuah audio terdengar. Mata Elfara berputar. Dia menemukan speaker di dinding atas kamar."Qul 'audzu birobbil falaq ....""Mantra apa ini?" Elfara terhuyung dan memutuskan untuk keluar. Akan tetapi, ternyata, audio berbahasa asing yang dia sebut mantra itu terdengar di semua ruangan."Mommy! Mommy!" Elfara berteriak menuju kamar Jess."Mommy! Bisakah kau untuk tidak memutar audio di kamarku? Kepalaku sangat sakit. Aku membutuhkan
Dev menyelam ke dalam air. Dia melihat ibunya tenggelam sangat jauh. Akan tetapi, iblis yang mencelakai Jess menahannya dengan kekuatan sihirnya. Dev adalah siluman naga dengan ukuran tubuh yang cukup besar sehingga segala gerakannya membuat danau bergejolak cukup mengerikan. Pertarungan sengit pun terjadi di antara keduanya.Seolah memiliki kekuatan yang sebanding, waktu 20 menit adalah waktu yang berbahaya untuk keselamatan Jess. Dev mengecoh musuh dengan naik ke permukaan air. Saat bayangan hitam itu terpancing untuk mengejarnya, Dev menjebaknya untuk masuk ke halaman gereja. Dev berpikir, tempat ibadah akan membuat kekuatan jahat takluk."Matilah, kau!" Dev mengutuk. Akan tetapi, bayangan hitam berwajah menyeramkan itu tertawa terbahak-bahak."Immortality cannot be killed, haha!" Dev terkejut. Apa yang terjadi di luar dugaan. Upayanya gagal total."Kamu!" Dev menggeram, tetapi dia tidak melakukan serangan. Dia segera enyah dan berpikir keselamatan ibunya lebih penting. Akan tetapi
"Elfara!" Dev tergopoh-gopoh ke kamar rawat kakaknya. Gadis itu tampak sangat ketakutan."Apa ada yang menyakitimu?" Dev berusaha menenangkan Elfara."Nania! Nania menerorku!" Elfara menjawab setelah beberapa lama terpaku sejak kedatangan Dev. Genggaman Dev terlepas dari bahu kakaknya."Tenanglah! Aku akan memastikan dia tidak akan mengganggumu lagi." Sekeluarnya Dev dari kamar rawat Elfara, dia memutuskan keluar dari gedung rumah sakit."Cari tahu kebenarannya terlebih dahulu sebelum kau melakukan sesuatu." Langkah Dev terhenti di halaman depan rumah sakit."Kau mendengar semuanya. Apa kau tidak percaya pada Elfara?" Dev bertanya dengan tatapan lurus ke depan."Orang cerdas akan bersikap bijak, bukan?""Ya, aku mengamati Nania sejak lama. Aku harap kau tidak keberatan, Paman Mehmet!""Tentu. Aku selalu berpihak pada kebenaran."Dev menyiram tubuhnya yang lengket di bawah shower. Sejak dikejutkan oleh perubahan bentuk fisiknya, dia belum merasakan segarnya sentuhan air. Di bawah guyur
"Kau pikir aku tertarik dengan dunia sihir?" Elfara memandang gusar pada Dev."Aku tidak bertanya seperti itu, kan? Aku menemukannya di kamarmu.""Terserah kau, aku tidak peduli." Elfara berkata dingin dan Dev memilih diam. Tidak ingin memperburuk suasana hati Elfara.Sesampainya di rumah, keduanya saling diam hingga malam menjelang. Keanehan pun kembali terjadi. Dev di dalam kamarnya beberapa kali mendengar eraman naga, tetapi tidak bisa melihat wujudnya.Dalam keresahan, Dev menutup kedua lubang telinganya. Entah mengapa, tiba-tiba rasa panas mulai mengalir ke seluruh tubuhnya. Keringat mulai lolos dari pori-pori. Tetiba, Dev sangat membenci audio yang Mehmet setting putar otomatis setiap pagi, siang, dan malam. "Argh!" Dev mulai menggelinjang dan mulai merasakan listrik bertegangan rendah menyengat kakinya."Asmodeus!" gumamnya. Dia melihat makhluk berkepala tiga pada pantulan lemari kaca dengan wajah yang sangat murka."Mehmet é um inimigo em um cobertor! Você tem que matá-lo!" A
Dev masih menunggu orang-orang itu melepas topeng. Dengan sabar, dia menyimak obrolan yang mungkin akan memberinya petunjuk. Seseorang datang menduduki kursi agung. Sepertinya ia adalah pemimpin kelompok. Ia berkata, "Apa kalian sudah menjalankan tugas dengan baik?" Dari suaranya Dev tahu bahwa orang itu adalah perempuan."Tentu. Semua berjalan seperti yang kau inginkan. Jess sudah mati setelah melewati penderitaan yang pantas." Seorang laki-laki menjawab. Dev merasa tidak asing dengan suara tersebut."Bagus. Semua berkat Dewi Lilith. Haimm untuknya." Wanita itu menyeru."Wanita cantik, Lilith! Kau adalah angin malam. Ketika rambut panjangmu mengalir tanpa suara, tatapanmu menusuk hati para pria. Dalam kegelapan bayanganmu tumbuh. Dark Moon Lilith, ular yang menyiksa. Aku mengagumimu tanpa rasa takut. Dewi, kau penting dan kaulah yang aku hormati. Ibu Lilith yang selamat dari sisa-sisa waktu, roh dari semua yang liar. Perwujudanmu kematian Ilahi. Aku datang sebagai anakmu. Lindungi aku
"Siapa kau?" Perempuan telanjang itu bergeming dan terus mendekati Dev dengan membawa ular di tubuhnya. Dev mengelak saat perempuan aneh itu mengendusnya."Menyingkir dariku, Jalang!" Dev terlihat marah. Akan tetapi, lawan bicaranya hanya tersenyum, memamerkan gigi taring. Saat melihat itu, seketika Dev mengerti bahwa dia sedang berhadapan dengan iblis. "Apakah kau yang mereka panggil dengan sebutan dewi?" Dev mengejek."Jika kau makin banyak bicara maka aku akan makin tertarik. Mulutmu sangat wangi dengan bau Asmodeus. Kau sudah memakan jatahku malam ini dan kau harus menggantinya." Perempuan itu berkata sambil mengendus leher Dev. Jilatan lidahnya membuat Dev merasa sedikit terlena."Apa maksudmu?" tanya Dev."Raja Asmodeus, kau adalah raja kegelapan. Setiap tatapanmu adalah mutiara. Engkau Bapak penguasa singgasana neraka. Birahi dan napsu tunduk di bawah kakimu. Aku datang sebagai kekasihmu, naungi aku dengan geloramu. Berkati aku dengan keringatmu. Aku mempersembahkan seluruh ke
"Apa hasilnya?" Dev menatap punggung seorang dokter yang baru saja memeriksa keadaannya. Dia beringsut dari brankar, lalu duduk."Tunggulah! Kau pasti akan mengetahuinya. Sekarang, kau hanya perlu pulang dan istirahat." Dokter perempuan itu berkata sambil berkutat dengan pekerjaannya."Aku tidak memiliki banyak waktu, Dokter!""Sepertinya kau tidak kalah sibuk dengan Jair Bolsonaro yang seorang pria nomor satu di Brazil." Dokter itu kemudian terbahak. Namun, keadaan menjadi hening ketika Dev menghentakkan telapak tangannya di meja."Ternyata kau sama keras kepalanya dengan ayahmu!""Jika aku menjadi pemilik rumah sakit ini, aku tidak akan membiarkan orang sepertimu menjadi tenaga kerja." Ucapan Dev membuat dokter itu mengunci tatapannya dalam sekejap."Apa kau benar-benar siap untuk mengetahui kenyataan yang sebenarnya, Dev Sasaka Erhan?" Mata tajam Dev seketika jatuh pada perempuan berseragam di seberangnya. Tidak disangka, dokter itu sudah terlebih dahulu menusuknya.Ketegangan meng