Benjamin L. Maghani, salah seorang laki-laki yang mewariskan garis keturunan dari keluarga yang kaya seperti anak-anak konglomerat pada umumnya. Di umurnya yang masih muda, Benjamin dipercayakan untuk menjabat sebagai direktur muda dari Megha Corporation, sebuah perusahaan yang menyuplai jasa teknologi informasi yang hampir digunakan seluruh penjuru negara di dunia.
Beruntung karena terlahir dengan sendok emas dalam mulutnya, Benjamin dapat mencecap kesempurnaan dari umur belia. Latar pendidikan yang sempurna, wajah rupawan yang tiada tara, dan jangan lupakan kekayaan yang menyokong kehidupannya seumur hidup, bahkan mungkin sampai keturunan-keturunannya nanti.Sekilas memang Benjamin hidup dalam kesempurnaan.Akan tetapi, kesempurnaan bukanlah kesempurnaan apabila dimiliki manusia. Benjamin tentu saja memiliki kelemahan seperti manusia di luaran sana.Satu kelemahan Benjamin yang tak terelakkan adalah ....Statusnya.Di usianya yang baru menginjak kepala tiga, Benjamin sudah menjadi seorang duda. Seseorang yang baru saja memperoleh status lajang setelah memutuskan ikatan pernikahan.Ya, duda.Sayangnya, status dudanya yang seharusnya menjadi kelemahannya itu justru menjadikan Benjamin sebagai laki-laki paling panas di muka bumi ini. Statusnya itu tidak menjadi penghalang, justru sebaliknya. Status dudanya itu menjadi magnet penarik para gadis untuk mengerubunginya.Hanya berbekal imajinasi mengenai pengalaman yang mungkin tak pernah kau akan tahu sebenarnya.Seperti salah satunya hari ini."Jadi, gimana nih tadi sama Pak Benjamin?"Insiden tertangkap basahnya Adora oleh Irish membuat Irish berhasil menuntaskan rasa haus akan imaji-imaji dalam kepala kecilnya mengenai Benjamin.Ya, Benjamin.Tidak terelakkan memang, pesona Benjamin berlaku pada hampir semua karyawan perempuan di Megha Corp, termasuk Irish. Dan Adora juga salah satunya.Kebanyakan para gadis di tempat kerja Adora akan saling berbisik, bergosip ria dan teriak kesenangan sendiri saat Benjamin melewati mereka. Para gadis itu mulai membahas dan menebak apa parfum yang dikenakan Benjamin, apa yang ada dalam pikiran Benjamin, atau... bagaimana rasa Benjamin itu sendiri.Tak seperti gadis kebanyakan, Adora tidak suka memilih cara itu. Mengamati diam-diam. Tidak, itu sama sekali bukan gayanya.Adora suka gaya yang berani dan spontan. Apabila dia ingin mencecap bagaimana rasa Benjamin, dia akan melakukan untuk dirinya sendiri.Dan tentu saja Adora tidak suka berbagi, bahkan termasuk pada temannya sendiri.Dibanding menjawab pertanyaan Irish yang terlihat begitu ingin tahu, Adora memasukan satu sendok penuh nasi ke dalam mulutnya. Tingkah masa bodonya ini menyulut emosi Irish dan membuat Irish merajuk."Adora, lu tau kan kalo gua lagi ngomong sama lu!"Adroa dengan mulut penuh berusaha menelan makanannya, kemudian menjawab ucapan Irish dengan nada datar. "Apa? Emang tadi lu ngomong apa ya?""Lu sama Pak Benjamin ..." Irish menarik sudut bibirnya ---membentuk senyum--- selagi kedua tangannya bergerak di udara dan menepuk satu sama lain hingga menimbulkan bunyi plak, plak, plak. "... Lu tau kan maksud gua?""Enggak.""Adora!"Adora mengembuskan napasnya saat mendengar suara teriakan melengking Irish. Satu-satunya yang Adora benci dari Irish ialah suaranya. Kalau saja Irish sedikit menurunkan volume suaranya dan menutup mulutnya, dunia Adora pasti akan tentram sejahtera, tidak perlu merasa setiap harinya ia berada di medan perang kalau berhadapan dengan Irish."Teman gua yang satu ini emang jahat banget, ya."Adora mengembuskan napas saat Irish memulai dramanya. Dengan suara yang dibuat sedramatis mungkin, Irish kembali melanjutkan ucapannya, "Masa gak mau berbagi sedikit pun informasi sama temannya sendiri. Gua enggak nyangka lu sejahat ini ya, Adora. Gua pikir kita tumbuh dewasa bareng-bareng, tapi kenapa sekarang lu dewasa sendiri?! Jahat banget, deh!""Ngomong sama diri lu sendiri dulu deh, Rish," balas Adora. Lebih tepatnya, dia sedang menyindir Irish yang berusaha memfitnahnya dengan kata-kata kejam, padahal Irish sendiri tak lebih parah dari Adora.Minggu lalu, Irish, di kamar apartemen yang mereka sewa, sedang melakukan kegiatan tak senonoh dengan kekasihnya masih berstatus mahasiswa. Siapa lagi kalau bukan Noah. Sepasang sejoli itu tertangkap basah oleh Adora sedang melakukan pose guguk.Adora yang baru pulang dari lemburnya harus menelan rasa lelahnya bulat-bulat di pintu utama saat menemukan keadaan Irish dan Noah. Perasaan terkejut yang menerjangnya membuat Adora hanya terdiam menatap ke arah Noah yang tampak canggung dengan keadaan di antara mereka.Dalam waktu yang lama itu keduanya hanya saling menatap, mengerjap, dan tak membuka suara. Dan itu semua terjadi sampai saat ini. Adora yang bukan pelaku pun yakin ia takkan bisa berkata-kata apabila ia bertemu Noah dalam waktu dekat ini.Dan salah siapa itu?Semuanya salah Irish.Dan kini Irish dengan perasaan tidak berdosanya malah mengungkit kegiatan panas Adora dengan Benjamin seolah tidak pernah terjadi apa-apa antara dia dan Noah sebelumnya."A-apa sih, gua gak ngerti maksud lu, tau gak?"Cih, lihat kelakuan lu itu, Rish. Sekarang bertingkah seperti gadis polos, he?Tak ingin membahas kegiatan perlendiran mereka lebih lanjut, Adora kembali menyantap makanannya. Baik dirinya dan Irish kini sama-sama bungkam karena tahu bahwa membahas ini lebih jauh lagi akan membuat keadaan semakin canggung untuk keduanya."Eh, eh, tadi liat Pak Benjamin enggak?"Adora mengangkat pandangannya, melirik ke meja sebrang, tempat di mana topik pembicaraan tentang Benjamin diangkat kembali.Di seberang meja Adora, berkumpul para karyawan perempuan dari divisi Penjualan. Mereka terkikik sendiri sambil sesekali menyantap makanan di meja. Wajar saja ini terjadi.Waktu istirahat adalah waktu yang tepat bagi para karyawan untuk bergosip ria. Dan ini adalah salah satunya."Pak Benjamin sialan banget gak sih, masa tadi gua liat, dia seksi banget pas rambutnya turun dan sedikit berantakan. Lu pada liat sendiri, kan?""Iya, apalagi bibirnya. Merah merona, kayak minta dicipok gitu, hahaha.""Bener-bener, penampilannya menggoda gitu, sayang kalo gak diserang, hahaha."Adora menarik sebelah sudut bibirnya saat mendengar perbincangan para gadis itu. Tangannya mengacak-acak nasi pada piringnya. Hidungnya gatal dan muncul sedikit rasa bangga pada dalam dirinya.Kalian harusnya makasih tuh sama gua karena telah menciptakan penampilan seksi seorang Benjamin L. Maghani.Kalian pikir itu mudah?Adora mendengus, tertawa sendiri saat pikiran itu muncul dalam benaknya."Ra, Ra."Adora tersadar dari lamunannya saat Irish memanggil namanya dan menyenggol tangannya."Lihat, deh, yang di sana bukannya Pak Benjamin, ya?" Irish menunjuk ke arah tertentu dengan bola matanya. Adora mengikuti arah pandang Irish dan menemukan Benjamin berdiri di area masuk kantin.Benjamin tampak bingung karena pertama kalinya ia bergabung ke kantin perusahaan. Mata Benjamin menelusur, mempelajari area sekitar sampai akhirnya bertemu dengan Adora.Pandangan mereka terkunci satu sama lain.Adora yang tadinya ingin menyapa dan datang mendekat pun mengurungkan niatannya kala dirinya menemukan seorang gadis cantik usia awal dua puluhan mendekati Benjamin."R-ra itu bukannya si anak magang... Namanya siapa siapa sih?""... Moira."***Moira Diatmika, nama yang begitu indah saat dilafalkan, tapi anehnya Adora kurang menyukai gagasan itu. Bukan karena Moira memiliki penampilan yang buruk; seratus persen anak perempuan itu memiliki penampilan menarik yang dapat membuat seluruh mata tertuju kepadanya. Bukan juga karena perangai Moira yang tidak dapat ditoleran, justru sebaliknya, Moira mendapat julukan malaikat tanpa sayap di sekitarnya---cenderung sering dimanfaatkan oleh para senior di tempat kerjanya karena kebaikannya dan membuat Adora selalu merasa jengkel ketika melihatnya. Apabila dibandingkan dengan Adora, Moira tentu seperti pemeran utama dalam kisah-kisah romansa, yang digambarkan sempurna; memiliki paras rupawan, hati yang baik, dan membuat pemeran utama pria---bahkan seluruh orang jatuh cinta padanya. Sementara itu Adora? Dia bukan apa-apa. Menjengkelkan. Berbeda dengan karakter Moira, Adora justru merasa dirinya seperti villain dalam kisah-kisah romansa yang memiliki rasa iri pada Moira hanya karena Benj
***"Perkenalkan nama saya Adora."Sebenarnya Benjamin paling benci sama pesta penjamuan, atau apapun bentuk pesta lainnya; seperti pesta penerimaan mahasiswa baru, perayaan kenaikan jabatan, ataupun penerimaan karyawan baru. Karena hal itu hanya membuang waktu Benjamin secara percuma. Seperti hari ini. Setelah hampir setengah jam kepala Divisi memaksa Benjamin untuk ikut bergabung dalam pesta penjamuan karyawan baru, akhirnya Benjamin mau-tidak mau menuruti kemauan kepala divisinya. Benjamin duduk di sudut meja yang tak terjamah, menontoni para senior yang duduk dan minum dengan santai sembari melemparkan candaan kepada karyawan perempuan yang usianya lebih muda. Dalam hati, Benjamin mendecih saat melihat pemandangan itu. Pesta penjamuan hanyalah akal bulus para senior untuk berbuat seenaknya; menggoda para karyawan perempuan dengan dalih senioritas. Benjamin memutar bola matanya ---mengalihkan pandangan dari penampakan di sekitarnya. Tangannya kemudian mengambil satu gelas di d
Papa? Satu kata yang menggema dalam kepala Adora saat ia membuka mata. Kedua netra Adora mengerjap saat otaknya memproses satu kata itu; Papa. Sangat jelas bagi Adora kala ia mendengar kata itu keluar dari mulut Benjamin.Benjamin sudah memiliki anak? Adora menolehkan kepalanya ke arah pintu kamar mandi yang tersedia di kamarnya. Ia dapat mendengar suara rintik air yang mengucur dari sana. Benar-benar punya anak? Kriet. Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Adora menenggelamkan kembali kepalanya ke atas bantal. Ia pejam erat-erat matanya, berpura-pura masih terlelap dalam tidurnya. "Mau sampai kapan kamu berpura-pura tidur seperti itu, Adora?"Sial, Adora mengumpat dalam hatinya. Sejak kapan dia ketahuan? Bukankah aktingnya---"Setidaknya kalau kamu mau berpura-pura dan tidak ingin ketauan olehku, jangan terlalu menampakkannya. Lihatlah tanganmu yang gemetar karena mencengkram selimut itu."Mendengar perkataan Benjamin, Adora lantas membuka matanya. Dengan cengiran tak ber
"Jadi, tadi itu apa?"Gosip, berita murahan, desas-desus memang santapan terbaik bagi lidah setiap para perempuan. Sebab dengan hal itu, mereka yang bergosip merasa dirinya superior apabila dibandingkan dengan orang yang digosipkan. Mereka merasa lebih baik, lebih sempurna, lebih-lebih lainnya apabila dibandingkan dengan orang yang digosipkan. Namun, ada beberapa orang yang ikut masuk ke dalam rombongan penggosip karena mereka terlalu haus akan pengetahuan. Seakan tak cukup membaca buku pelajaran yang membosankan, mengetahui kehidupan pribadi seseorang nyatanya lebih meredakan rasa haus mereka. Seperti Irish ini, lagi-lagi dia berusaha mendapatkan berita panas mengenai Direktur Muda mereka dari sang biang onar---Adora. Pasalnya apa yang disaksikannya pagi ini begitu panas, saking panasnya, hal itu melewati perdebatan panasnya dengan Noah tadi malam. Adora yakin saat ini Irish bahkan tak ingat siapa itu Noah Octavio apabila topik pembicaraan sudah mengenai seorang Benjamin L. Maghan
Benjamin memandang lurus ke depan, melihat bentangan jalan yang sedari tadi dilewatinya. Pikirannya melalang buana, masih membekas jelas dalam kepalanya mengenai perkataan ibunya mengenai pertemuan pernikahan yang diatur untuknya. "Baiklah kalau kata Mama begitu. Aku rasa tidak ada salahnya menjalani pertemuan pernikahan ini, Ma. Atur saja jadwal temunya. Aku pasti akan datang.""Mama bersyukur kau berpikir begitu, Benjamin. Mama akan mengatur pertemuan kalian segera, lebih cepat lebih baik."Sementara itu, Adora yang duduk di sebelah Benjamin pun hanya melirikkan matanya ke arah Benjamin dan menemukan bosnya itu tengah larut dalam lamunannya. Adora mengamati ekspresi Benjamin yang datar, tampaknya laki-laki itu tidak menyadari bahwa Adora tengah memerhatikannya. Dalam hati kecil Adora, ia bertanya-tanya, benarkah perkataan Irish kemarin? "... Kalau tidak salah aku pernah mendengar rumornya. Pak Benjamin sudah memiliki anak. Sepertinya tidak. Tapi, sepertinya iya. Kalau tidak salah
Mendengar Adora menyebut namanya, Virendhra tak kuasa menahan semburat merah yang muncul di kedua pipinya, membuat Adora yang melihat pemandangan itu tak kuasa menahan dirinya untuk tidak melebarkan senyumannya. Benar kata para gadis di grup, Virendhra memang terlihat sangat imut apabila bertemu langsung. Apalagi, laki-laki itu terlihat malu-malu di hadapannya, membuat Adora gemas sendiri saat melihatnya, rasanya dia ingin mencubit kedua pipi laki-laki itu, tapi Adora masih ingat tempat dimana dia berada. Dia harus menjaga sikap kalau tidak mau membuat masalah. Adora kemudian mengalihkan pikiran kotornya dengan kembali berbincang, "Bagaimana kabarmu, Vi? Masih kuat dengan Direktur Wawan?" Ujar Adora dengan nada bercanda, tetapi Virendhra menanggapinya dengan serius---terlihat dari punggung laki-laki itu yang langsung menegap begitu nama Direktur Wawan disebut dalam pembicaraan. Virendhra membenarkan kacamatanya dengan gerakan tubuh yang kaku saat menjawab pertanyaan Adora, "Aku bai
Adora mengembuskan napasnya perlahan, merasakan sensasi menenangkan yang mulai merangkak naik dari ujung kakinya kini berusaha menguasai hampir seluruh tubuhnya. Adora menenggelamkan setengah wajahnya, indra penghidunya dapat mencium aroma lavender yang berasal dari air yang kini membasuh bagian bawah tubuhnya, aroma bunga yang menghantarkannya pada ketenangan, sementara itu telapak tangannya bermain di dalam air hangat pada permandian kolam panas hotel. Sudah lama Adora tidak merasakan ketenangan seperti ini. Seluruh otot tegangnya saat ini mulai mengendur. Adora merasa bersyukur karena Benjamin telah memberikan fasilitas ini untuknya, untuk melepas penat sejenak dari pekerjaan. Benjamin, laki-laki itu memberi Adora voucher sebelum dirinya masuk ke kamar, sebuah voucher yang mampu membuat mata Adora berbinar karenanya. Katanya sebagai bentuk apresiasi pada Adora, Benjamin memberikan voucher kolam mandi permandian panas privat untuknya. Adora tentu berterima kasih karenanya, sebab
Mendengar pintu yang terbuka tentu membuat Adora ingin melepaskan pagutan bibirnya dengan Benjamin, tetapi Benjamin seakan tidak ingin menyudahi permainan mereka, justru sebaliknya, ia malah menahan tengkuk Adora agar gadis itu tak melepaskan pertautan bibir mereka. Di pertengahan acuan permainan mereka, Adora dapat mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat, sontak hal itu memacu degup jantung Adora berdebar kencang. Adora menajamkan indra pendengarannya guna memperkirakan pergerakan orang lain yang bersama mereka saat ini, tetapi tindakan Benjamin yang lagi-lagi berusaha merangsang dirinya membuat fokus Adora terpecah belah, dirinya kini sedang berada di antara kenikmatan dan ketakutan yang merayap di sekujur tubuhnya. Dan, Adora merasa tersiksa karena itu. Beberapa menit berlalu, keheningan yang tadi menyapa kini mulai sirna, membuat mata Adora terbelalak saat mendengar suara orang di balik sekat, "Woah, Pak Benjamin memang yang terbaik."Betapa terkejutnya Adora mendenga
Diari FaraHari ini Fara tahu akhir cerita dari Peri dalam kisah dongeng CinderellaMereka tidak menghilangMereka justru mendapatkan kebahagiaan milik merekaHari ini Peri Fara, Kak Fai-Rina, berbahagia dengan PapaFara senang sekali karena Kak Fai-Rina menjadi Mama Fara"Fara!!"Fara menutup buku diarinya saat mendengar Thalita memanggil namanya."Iya, Nek!""Sini, Sayang! Kita foto bersama!"Mendengar hal itu Fara membawa kaki kecilnya ke luar kamar, sedikit berlari ke arah Adora dan Benjamin yang berada di tengah kapal. Fara kemudian berdiri di antara Benjamin dan Adora.Fotografer yang ada tepat di hadapan Fara pun mengambil jepret gambar. Dalam hitungan ketiga, gambar-gambar terus diambil. Tak ada satupun momen yang terlewati.Setelah beberapa menit kemudian, para keluarga berhamburan. Fara dapat melihat Nenek Thalita dan Nenek Yuni sedang bercengkrama. Mereka terlihat bahagia ketika melemparkan tawa."Fara! Ayok, main!"Kak Nindy menepuk bahu Fara menyadarkan Fara dari lamunann
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul Sembilan malam, acara panggang dan makan bersama juga telah berakhir empat puluh menit lalu. Semua orang yang tadi berpartisipasi dalam acara tersebut juga sudah tertidur di kamar masing-masing dengan perut yang penuh dan perasaan gembira.Namun, hal itu justru berbeda dengan Benjamin dan Adora yang masih betah berada di luar. Keduanya duduk bersama di depan teras rumah Nenek Yuni, menikmati secangkir jahe panas untuk mengusir angin malam yang dingin.Benjamin lantas melirik ke arah Adora yang duduk di sebelahnya, tampak gadis itu sedang menikmati menyeruput jahe hangat yang ada di tangannya. Sesekali Benjamin juga mengedarkan matanya ke arah lain, memandangi langit malam yang kini berhamburan banyaknya bintang yang kelap-kelip, seakan mendukung keadaannya malam ini."Ini adalah malam terakhirku di sini," kata Benjamin yang berhasil menarik perhatian Adora.Adora memandang lirih ke arah Benjamin. Kedua tangannya menggenggam erat gelas, merasakan pa
Selama dua hari belakang ini, Jason baru merasa untuk pertama kalinya tidak aman di rumahnya sendiri. Bukan karena apa-apa, keberadaan Benjamin begitu mengintimidasinya. Benjamin kerap kali memandangi wajah Jason, bahkan juga tubuh ataupun otot lengan Jason. Jason pikir Jason salah mengira atau sudah melakukan kesalahan kepada Benjamin, maka dari itu Jason menegur Benjamin saat Benjamin sibuk memandanginya."Kenapa? Ada yang salah?"Benjamin hanya memalingkan wajahnya, bersikap seperti ia tidak pernah memandangi tubuh Jason, tetapi beberapa detik setelahnya Benjamin akan kembali sibuk memandangi Jason.Pertama, kedua, ketiga, masih oke. Tapi, kejadian itu terus berulang dalam rentan waktu yang sering, membuat Jason nyaris gila karenanya. Satu-satunya cara hanyalah Jason tidak mengacuhkan keberadaan Benjamin, tetapi Nenek Yuni yang mampir ke toko menegur menarik perhatian Benjamin."Nak Jason, apa boleh Nenek minta tolong untuk membawakan
Benjamin berjalan beriringan dengan Adora. Cuaca siang itu tidak begitu terik sebab pepohonan besar yang menjulang ada di sepanjang bahu jalan, dedaunan yang rimbun dari pohon-pohon itu tentu tidak memberikan celah untuk sinar mentari menembus kulit.Musim panas membiarkan semilir angin menerpa wajah Benjamin, terkadang juga memainkan surai panjang milik Adora, sehingga mereka berkibar di udara—menggoda Benjamin dengan aroma sampo yang digunakan Adora.Lamunan Benjamin buyar kala Adora menghentikan langkahnya di depan sebuah toko. Benjamin melirik sebentar ke arah toko itu. Sekilas toko itu memiliki penampilan toko yang sederhana, tetapi berhasil menciptakan kesan khas keluarga. Adora lantas masuk ke dalam toko bertuliskan Toko Keluarga Jun itu yang tentunya diikuti Benjamin di belakangnya."Permisi~~" Adora menyapa saat tidak ada seorang pun di balik meja kasir.Butuh beberapa menit bagi Benjamin dan Adora menunggu sampai akhirnya figure seorang
"Oh iya—" Nenek Yuni melirik ke arah Adora, berusaha mengamati reaksi Adora. Adora memiliki reaksi yang sebelas dua belas dengan milik Nenek Yuni. Keduanya sama-sama bingung ketika menemukan keberadaan Benjamin yang begitu tiba-tiba di hadapan mereka.Akan tetapi, Nenek Yuni menutupi kebingungannya dengan menyambut hangat kedatangan Benjamin."—silakan duduk, Nak Benjamin."Mendengar Nenek Yuni mempersilakannya, Benjamin kemudian menuntun Fara untuk duduk berdekatan dengan Jason yang juga berada di rumah Nenek Yuni. Semua orang di rumah Nenek Yuni menampakkan ekspresi bingung, kecuali Benjamin, Fara, dan Nindy.Adora yang merasa atmosfer canggung pun mendekat ke arah Nenek Yuni dan berbisik, "... Nek, Adora mau ngomong dulu bentar ya sama Pak Benjamin.""Iya."Adora segera berjalan mendekati Benjamin, kemudian melingkarkan tangannya ke lengan Benjamin. Benjamin tampak tersentak sejenak sebelum akhirnya ia menerima sentu
Keesokkan harinya,Setelah menempuh enam jam perjalanan, mobil yang kini membawa Benjamin sudah memasuki area pedesaan yang terasa asing bagi Benjamin dan Fara. Dari dalam mobil, Benjamin dapat melihat beberapa anak-anak yang sedang bermain di jalanan memutuskan untuk menepi kala mobil Benjamin menyusuri jalanan. Anak-anak itu memandang bingung saat melihat mobil Benjamin melintas melewati mereka.Fara yang duduk di sebelah Benjamin pun terpukau saat melihat anak-anak yang tengah bermain di jalanan desa. Kisaran usia anak-anak itu beragam, mulai dari remaja dewasa sampai juga seusia Fara. Mereka tampak senang bermain permainan sederhana. Pemandangan yang jauh berbeda dengan teman sebaya Fara di sekolah yang sibuk dengan gadget masing-masing ataupun berkutat dengan buku teks yang sangat tebal."Papa, lihat," tunjuk Fara. Benjamin mengikuti arah pandang Fara. "Fara nanti boleh main ya Pah?"Benjamin terdiam sebentar, menimang-nimang sebelum akhirnya
Irish sebenarnya malas sekali menghampiri meja Benjamin saat ini, tetapi mau bagaimana lagi, kalau tidak karena Benjamin kemarin, mungkin hubungan Irish dan Noah tidak akan membaik dengan cepat, ditambah karena jasa Benjamin juga lah Noah melamar Irish kemarin. Ya, Irish memang tidak bisa menyangkal adanya tangan Benjamin yang kemarin membantu kisah asmaranya. Jadi, sebagai balasan dari utang budinya, Irish bermaksud mengundang Benjamin ke pernikahannya, meski dalam hati Irish sudah dongkol setengah mati pada atasannya itu.Saat jam istirahat, dengan setengah terpaksa Irish mendekati meja tempat Benjamin makan siang. Benjamin yang menyadari keberadaan Irish pun mengangkat pandangannya, membuat Irish sedikit tersentak kala menemukan pandangan Benjamin begitu datar seakan tidak memiliki kehidupan."P-permisi, Pak—saya ingin memberikan ini," ujar Irish sembari mengulurkan undangan yang ada di tangannya ke Benjamin.Benjamin hanya melirik tanpa penuh
Dua minggu telah berlalu, tentunya banyak hal yang telah berubah seiring berjalannya waktu, tetapi Adora merasa dirinya masih tetap sama. Pikirannya masih jauh nan di sana, meski raganya berada di tempat lain. Adora terus memikirkan kejadian yang sudah lama berlalu. Kejadian yang membuatnya sedikit bingung harus membawa kemana hatinya pergi dan berlabuh."Adora."Di tengah lamunannya yang tak berujung, Adora tersadarkan oleh suara sang nenek yang memanggil namanya.Adora menoleh dan mengulas senyum tipis ke arah neneknya, "Iya, Nek."Nenek Yuni yang baru keluar dari ruang peristirahatannya pun ikut duduk bergabung dengan Adora di depan teras rumah. Sore hari kala itu Adora dan Neneknya memilih untuk menikmati waktu santainya dengan melihat anak-anak yang tengah bermain di jalanan. Anak-anak itu bercanda, berlari, dan berbagi tawa satu sama lain. Adora dapat melihat masa kecil yang indah tercetak jelas pada wajah anak-anak itu."Nenek perh
Malam harinya,Adora memandangi ponsel di tangannya dengan tatapan gelisah. Berjam-jam sudah berlalu dari kejadian siang tadi, tetapi belum ada satu pun panggilan yang datang dari Benjamin. Jangankan panggilan, pesan pun tidak ada. Hal ini tentu membuat Adora merasa tak karuan. Dadanya berdegup kencang hanya untuk menunggu Benjamin menghubunginya.Kriet ..."Ngapain lo?" Tanya Irish, menyembulkan kepalanya dari balik pintu. Adora menoleh sebentar sebelum akhirnya melambaikan tangannya, mengusir keberadaan Irish dari kamarnya."Yeh, ya udah gua keluar dulu. Mau ngedate sama Noah. Hati-hati lho sendirian di apartemen, hiiihhh~~ ada hantuu, tatut!"Alih-alih ketakutan dengan jokes receh yang dilempar oleh Irish, Adora lebih memilih mengambil bantal dan melemparnya ke pintu.Duk!Bunyi bantal jatuh diiringi suara pintu ditutup kencang menyambut telinga Adora. Sudah tidak kena Irish, Adora juga harus memungut kembali bantalny