Aku terduduk di depan depot yang masih tertutup itu sambil menggendong Nayla. Untungnya, Nayla tidak rewel. Wajah imutnya dan damai, membuatku makin teriris saat memandanginya. Maafkan Mamamu ini, Nak. Yang tak mampu menjaga papamu untuk terus bersamamu, gumanku. Sudut mataku tak sadar mengeluarkan air mata. Hatiku makin nelangsa. Namun, aku segera tersadar. Aku nggak boleh lemah. Jika iya, Nayla pun akan turut menjadi lemah. Dia harus tumbuh menjadi anak yang kuat. Biasanya, akhir pekan aku pulang ke rumah orangtuaku. Awalnya, aku pun berencana ke sana jika Mas Bayu sudah pulang. Pasti Ayah dan Ibu akan senang jika tahu Mas Bayu kini sudah bekerja. Meski bekerja apa saja, aku rasa, orang tuaku tak akan pernah mempermasalahkan. Tapi, justru kini ia kembali menghilang.Ada apa denganmu, Mas? Gumanku. Kembali ponselku bergetar. [Ndhuk, kamu nggak ke sini?] Rupanya pesan singkat dari Ibu.Aku tahu, ibu pasti cemas karena aku sama sekali tidak memberinya kabar kalau tidak ke sana. [N
"Mas Bayu! Mas! Bangun, Mas!" pekikku saat kulihat dia tergeletak di karpet. Sementara tangan kanannya mengenggam erat sebuah buket bunga. Segera kuletakkan Nayla di atas karpet. Kulepas juga kain gendongan Nayla dari tubuhku.Kutepuk-tepuk pipi Mas Bayu. Aku langsung meraba nadinya. Nafasnya masih teratur. Hanya wajahnya pucat sekali. Aku teringat dengan kejadian di Belanda saat itu. Segera jendela ruang depan ini aku buka lebar agar udara segar masuk. Lalu kuambil minyak angin. Bantal kuletakkan untuk menyangga kepala Mas Bayu. Tak lama matanya dia mulai mengerjap. “Ra…”panggilnya. Alhamdulillah, tak henti-hentinya aku bersyukur. Mas Bayu sudah sadar. “Minum, Mas…” Aku sudah menyiapkan segelas air putih di dekat Mas Bayu. Kulihat dia langsung menegak habis minum itu setelah aku membantunya untuk duduk. “Aku lupa alamat rumah ini. Aku kemarin habis kerja, beli ini.” Mas Bayu menunjukkan buket bunga dan memberikannya padaku.Seketika aku terharu. Buket bunga yang cantik. Entah
EPILOG Setelah beberapa bulan ikut bekerja di tempat Pak Ahmad, Bayu akhirnya memberanikan diri membuka sendiri usaha pencucian motor di dekat kampus tempat Fahira bekerja. Bayu terlebih dahulu meminta izin pada mantan atasannya itu. Dia juga melakukan pengembangan dengan ide-ide yang dimilikinya. Beruntung, Pak Ahmad tidak keberatan. Malah dia merasa bangga ada anak buahnya berhasil mengembangkan idenya. Bahkan Pak Ahmad mengijinkan tanpa harus memberi bagi hasil apapun terkait ide bisnis tersebut. Bayu menyewa tempat di dekat kampus Fahira. Dia pun merekrut para mahasiswa yang memang merupakan ide awal bisnisnya. Dia ingin membantu para mahasiswa yang membutuhkan uang tambahan dengan memberi kesempatan sistem part time. Bayu memberi kelulasaan waktu bekerja meskipun ada jadwal dan insentif khusus, yang membuat bisnisnya tetap berjalan, tanpa terganggu dengan sistem yang dia bangun. Pada awalnya memang sepi. Bayu harus memutar otak untuk memberikan promo-promo di awal pembukaan
BIARKAN AKU PERGI (1) Sore itu, pekerjaan sudah usai. Namun, waktu masih ada beberapa menit menunggu jam pulang kerja. Setelah membereskan meja, aku memilih menunggu dengan berselancar di salah satu sosmed sejuta umat. Saat aku sedang asyik menelisik satu persatu gambar dan postingan teman-temanku yang ada di beranda sosmed itu, tiba-tiba pandanganku terhenti pada sebuah foto. Keningku mengernyit saat menyadari gambar seseorang yang aku kenal. Siapa lagi kalau bukan foto Mas Bayu, lelaki yang sudah dua tahun ini menjadi suamiku. Mataku seketika membulat bersamaan dengan degup jantung yang bergemuruh. Di sana ada gambar Mas Bayu yang sedang selfie dengan seorang wanita. Aku perbesar gambar itu, meyakinkan kalau itu benar Mas Bayu. Tentu saja benar. Bajunya, jam tangannya, model sisiran rambutnya, tentu saja itu Mas Bayu. Aku mengenal semuanya. Tapi, siapa wanita ini? Berani sekali dia memposting dengan gaya seperti itu dengan Mas Bayu-ku? "Fahira, sudah jam setengah lima. Waktuny
BIARKAN AKU PERGI (2)Kutatap foto di akun itu sekali lagi. Tiba-tiba mataku mengembun. Aku seperti tak percaya. Baru saja aku merasakan manisnya cinta dari Mas Bayu. Tetapi rupanya begitu cepatnya cinta itu telah ternoda. Benarkah Mas Bayu mencintaiku? Apakah kemaren itu bukan cinta? Apakah dia hanya pura-pura mencintaiku untuk menyenangkan hatiku? Jangan-jangan dia bilang ingin punya anak karena desakan orang tuanya. Karena, kami sudah dua tahun menikah dan belum ada tanda-tanda akan memiliki keturunan. Padahal itu semua memang sudah kami rencanakan sebelumnya.Mendadak aku merasa bodoh dengan sikap Mas Bayu selama ini. Mengapa aku baru menyadarinya sekarang? Kenapa aku terbuai dengan sikap Mas Bayu akhir-akhir ini? Apa itu semua ternyata palsu?Segera ku sign out akun Mas Bayu. Aku tak ingin dia menyadari kalau akun itu usai dibuka. Aku berusaha untuk segera tidur sebelum Mas Bayu pulang. Tetapi, mataku tak juga mau terpejam. Bayangan Mas Bayu sedang berdua dengan wanita itu ta
BIARKAN AKU PERGI (3)Baiklah Mas Bayu, batinku. Aku hanya akan meninggalkan kenangan manis untukmu. Aku tak akan meninggalkan dendam. Waktu yang tersisa akan kubuat untuk membahagiakanmu. Apalagi aku selama ini bersandiwara untuk tidak tahu apapun denganmu. Dan kurasa, engkaupun bersandiwara seolah tak ada perbedaan sikapmu padaku. Berusaha mencintai seseorang, dan saat sudah berhasil mencintai ternyata dicampakkan, bagaimana rasanya? Pedih bukan? Tetapi apakah kepedihan harus di balas dengan kepedihan yang sama? Akan kupilih jalanku. Aku memang memilih pergi. Selain karena aku tak sanggup menerima kenyataan perihnya cinta diduakan, aku memilih melupakan. Dan yang terpenting lagi, dengan aku pergi, Mas Bayu tidak perlu kesusahan mencari alasan untuk membohongiku kelak. Atau, apabila dia jujur pun, bukankah tetap akan terasa perih. “Aku lapar. Kamu masak apa?” tanya Mas Bayu mengagetkanku. Pria itu baru saja usai dari kamar mandi. Biasanya dia akan mengecek ponselnya jika keluar
BIARKAN AKU PERGI (4)Kujabat tangan wanita yang sepertinya lebih dewasa dari usiaku. Kelebihannya? Aku tak punya kesan mendalam. Sepertinya biasa saja. Tetapi kata orang, cinta pertama bisa jadi sulit dilupakan. Kuberikan seulas senyum padanya, lalu aku memilih ke belakang. Aku sudah menganggap rumah mertuaku ini seperti rumah sendiri. Biasanya aku akan segera ke dapur jika berkunjung ke sini. Mengeluarkan makanan yang kubawa dan menghidangkan kembali untuk kedua orang tua Mas Bayu. Di rumah mertuaku ini, ada Bi Darmi yang suka bantu-bantu. Aku juga sering mengobrol dengannya jika datang ke rumah ini. Mendengarkan ceritanya. Tapi, hari ini kurasa tatapan Bi Darmi sedikit berbeda. Entah apakah ini hanya perasaanku? “Bi, aku masak dimsum nih. Papa dan mama biasanya suka.” Kukeluarkan kotak makan ukuran besar dari tas jinjing yang kubawa. Lalu bergegas kuambil piring besar untuk menyajikan dan mangkuk buat sausnya. Kulihat Bi Darmi sebentar-sebentar melirik padaku. Tapi, dia memil
BIARKAN AKU PERGI (5)Mas Bayu pulang sudah larut malam. Mungkin banyak yang harus dia persiapkan di rumah orang tuanya, atau bisa jadi dengan wanita tadi. Aku tak ingin banyak bertanya. Aku tak ingin mencecarnya dengan pertanyaan yang mungkin membuatnya tertekan, lalu memilih berbohong. Aku ingin dia bahagia dengan kondisinya saat ini. Mas Bayu segera mengambil baju gantinya dan beranjak ke kamar mandi begitu masuk kamar. Aku sendiri memilih pura-pura tidur saat dia masuk dan pura-pura tidak terbangun saat dia menyalakan lampu. Padahal, aku sebenarnya sudah bersiap dengan kejutan. Malam ini mungkin malam terakhirnya bersamaku. Atau bisa jadi aku masih memiliki satu malam lagi dengannya jika dia tidak punya acara lain. Makanya, tadi sore aku sengaja membersihkan daki-daki dari tubuhku, memanjakan diri dengan lulur yang aromanya wangi dan kelembutan kulitku masih sangat terasa. Bahkan aku sengaja menggunakan baju tidur terbaikku agar aku terlihat istimewa di mata Mas Bayu saat ia b