Beranda / Romansa / BERTEMU RINDU / UCAPAN TERIMA KASIH

Share

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis: Iya_Angelya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

     Oh ya, sebelum aku lanjutkan ceritaku, perkenalkan, namaku Keisya. Aku adalah anak yang pendiam dan sulit bergaul sehingga aku  tidak memiliki teman. Aku menutup diri karena aku tidak ingin menceritakannya kalau sebenarnya, ketidakpercayaan diriku membuatku sangat kesulitan. Sudah hampir dua tahun duduk di bangku SMA dan sebentar lagi naik kelas tiga, tetapi aku masih tidak memiliki seorang teman.

     Aku sering dimarahi guru perihal nilai kalau sudah berurusan dengan kerja kelompok, bukan karena aku bodoh. Justru sebaliknya, aku bisa dikatakan anak cerdas. Banyak guru yang juga mengatakan hal itu, bahkan salah satu dari guru matematika di sekolahku pernah mengatakan

     “Keisya, kamu ini cerdas, nilai ulanganmu selalu paling tinggi di kelas, tetapi kenapa kamu tidak bisa beradaptasi dengan temanmu?”

     Dan aku menjawabnya hanya dengan menangis. Ya, nilaiku selalu rendah saat harus bekerja kelompok atau pada saat guru menyuruh aku maju ke depan kelas untuk menjelaskan suatu hal.  Aku tidak bisa,dan jika sudah tidak bisa, aku akan menangis.

     Teman-teman sering kesal dengan sikapku, mereka bilang aku “anak aneh”. Sudah berulang kali aku masuk ruang BK untuk konseling, tetapi tetap saja aku hanya bisa menangis. Lagi, jangan tanya aku, mengapa seperti itu, aku tidak ingin menceritakannya.

                                                                   ***

     Pagi ini kelasku disibukkan dengan tugas biologi yang untungnya adalah tugas individu, bukan tugas kelompok. Aku mengerjakannya dengan tenang tanpa peduli dengan teman-teman sebelah kanan dan kiriku. Ini tugas yang mudah, dan aku tidak harus mengerjakannya dengan yang lain. Tentu saja aku senang sekali.

     “Kau punya pulpen?”

     Seseorang bertanya Aku mendongak. Di dalam hati aku berkata, tumben ada yang mengajakku berbicara? Laki-laki itu berdiri disamping mejaku sambil memainkan pulpen yang sepertinya kehabisan tinta.

    Aku menatap manik matanya lalu menjawab dengan gelengan pelan. Bola mata itu berwarna hitam pekat, membuatku bisa melihat bayangan diriku sendiri dengan jelas.

     “Andra! Kenapa cari pulpen jauh-jauh? Nimaz punya stock banyak, tuh.”

     Seseorang berseru dan aku terperanjat karena asyiknya memandang mata itu. Seketika aku tergagap dan menunduk, mengembalikan pandanganku kearah buku catatan biologiku. Melanjutkan pekerjaanku.

     Yang disebutkan namanya segera menoleh kepada siswa yang duduk paling depan. Dia Dimas Adiputra sahabat Andra, ya Andradika Putra, pria yang aku kagumi dari jauh selama ini. Laki-laki yang kuceritakan dari tadi kepadamu.

     “Oh, oke,” jawabnya tersenyum kepada Dimas, lalu berkata kepadaku,

      “Makasih.” Aku terkesiap, berusaha mengangkat kepalaku, melihatnya menghampiri Nimaz yang duduk dibangku paling depan, di sebelah Dimas, hanya berbeda barisan.

     “Iya,” jawabku berbisik.

     Dasar bodoh! Mana mungkin terdengar? Kenapa tidak kau jawab saat dia didepanmu, Keisya? Huh! Bodoh. Aku merutuk dalam hati, lalu menghembuskan napasku pelan.

                                                                   ***

     Kriiinnggggg.

     Bel istirahat berbunyi. Biasanya, pada jam istirahat aku selalu pergi ke perpustakaan untuk membaca buku kesehatan, karena aku bercita-cita menjadi seorang perawat kesehatan. Entahlah, apakah anak yang jarang bicara sepertiku bisa atau tidak menjadi perawat, aku tidak tahu. Tetapi hanya untuk sekedar teori tentang kesehatan,aku sudah pasti memahaminya.

     Dan istirahat kali ini, aku memutuskan untuk ke kantin dengan terpaksa. Tadi pagi, aku buru-buru berangkat ke sekolah karena bangun kesiangan sehingga aku tidak sempat membawa bekal ke sekolah. Padahal,  aku selalu berusaha membawanya untuk menghindari keramaian di kantin.   

     Sialnya aku mendapat meja kantin yang letaknya berhadapan dengan meja Andra dan kawan-kawannya. Jadilah aku gagal fokus, antara menikmati makanan atau harus menikmati pemandangan depan meja makanku saat ini.

     “Kenapa tidak loe terima saja, bodoh? Amanda itu cantik, dia most wanted di sekolahnya.” Suara Dani mendominasi kebisingan di meja itu.

     “Dia terlalu cerewet. Kepala gue bisa pusing melulu. Mimisan gue bisa kambuh kalo gue jadian sama dia”  jawab Andra santai sambil meminun ice coffe latte kesukaannya.

     Aku tahu minuman itu kesukaannya karena diam-diam aku sering memergokinya membeli ice coffe latte di saat jam kosong.

     “Parah, loe. Terus mau loe apain gebetan-gebetan loe itu, Boss?”

     Kali ini giliran Dimas yang bersuara, Andra hanya diam sambil menggidikkan bahunya. Ini yang tidak aku suka dari seorang Andra. Dia terlalu banyak bermain-main dengan hati perempuan, dan aku sendiri tidak tahu siapa sebenarnya perempuan yang disukai Andra.

                                                                 ***

     Hari ini, saat pulang sekolah, mendadak hujan turun lebat sekali, untungnya aku selalu membawa payung di dalam tasku. Aku sengaja menunggu jemputan di depan sebuah toko alat musik yang berada di depan gedung sekolah, agar supirku bisa melihat dengan mudah. Aku mengasingkan diri dari siswa-siswi yang berlarian karena hujan dan menunggu jemputan di bawah payung sepertiku. Sebagian dari mereka berteduh bersenda gurau dengan teman-temannya. Terlihat sangat gembira dan asyik, sayang sekali aku tidak punya teman.

     Sudah hampir satu jam aku menunggu, tapi sopirku belum datang.  Hujan masih deras, meskipun begitu sebagian dari siswa-siswi sudah pulang. Gedung sekolah jadi terlihat sepi  dari tempat aku berteduh.

      “Hey! Boleh nebeng payung sampai depan halte sekolah sana?”

     Suara bariton pria yang sepertinya kukenal mengagetkanku. Aku menoleh. Ternyata Dimas sudah ada tepat di sampingku berdiri sambil memegangi tubuhnya yang kedinginan. Aku diam tidak menjawab. Aku bahkan menundukan wajahku, tidak berani melihatnya.

     “Hey! Loe dengar gue, kan? Bisa nebeng payung loe sampai sana? Teman gue nanti jemput gue,” tanya Dimas lagi sambil memandangku dan menunjuk halte bus depan sekolah. Aku tetap diam.

     “Dimas! Cepet! Hujan, nih!”

     Terdengar suara pria dari seberang jalan. Aku dan Dimas menoleh bersamaan ke arah pria yang basah kuyup di atas motor itu.

     “Gila, loe naik motor?” teriak Dimas kaget sambil melototkan matanya.

     Dimas menatap kepadaku lagi.

     “Ayo, aku antar ke sana,” kataku pelan. Dimas mengangguk sumringah mendengar tawaranku.

     “Kenapa minta diantar? Sama aja. Loe bakal basah kuyup juga. Kita, kan naik motor, kata Andra saat kami sampai dihadapannya.

     “Yah, loe. Kenapa bawa motor? Kenapa gak bawa mobil ?” jawab Dimas ketus tak peduli pertanyaan Andra.

     “Masih mending gue jemput loe.  Udah ditolong pake nawar. Cepet naik  atau gue tinggal,’ ancam Andra.

     Dimas segera naik ke atas motornya Andra tanpa melihatku, sedangkan aku hanya memperhatikan perdebatan kecil di antara dua orang sahabat ini.

     “Hey! Terima kasih!” kata Andra menatapku.

     Dia tersenyum kepadaku sebelum menstater motornya. Aku mengangguk, kemudian mereka pergi dari hadapanku.

     Hey, tunggu dulu, ada apa dengan hari ini? Dia sudah dua kali mengucapkan terima kasih kepadaku untuk hal yang menurutku tidak berarti apa-apa sama sekali untuknya.

     Yang pertama, tadi pagi dia berterima kasih padaku, padahal aku tidak bisa meminjamkan pulpen kepadanya. Menjawab balasan terima kasihnya pun tidak, dan sore ini, dia berterima kasih kepadaku, hanya karena aku mengantarkan sahabatnya yang tetap saja akan basah kuyup saat naik motornya.  Bodohnya lagi,  kenapa aku mengantarkan Dimas? Padahal, aku melihat Andra naik motor.

     Dasar, Keisya. Kau memang selalu melakukan hal bodoh jika berhubungan dengan Andra, rutukku pada diriku sendiri.

Bab terkait

  • BERTEMU RINDU   BINTANG YANG BERSINAR

    “Yess, gue tahu Pak Toni pasti nunjuk gue untuk mimpin pertandingan kali ini.” Suara itu menggema riang membuat suasana kelas menjadi sangat hidup. Andra terlihat bahagia bisa menjadi kapten tim basket sekolah kami dalam pertandingan antar sekolah di tingkat wilayah Jakarta Utara. Sebenarnya Andra adalah kapten dari tim basket di sekolah ketika kami duduk di kelas satu SMA tahun lalu. Tetapi entah mengapa di kelas dua, dia mengundurkan diri, walau masih aktif latihan. Dan seingatku, dia menjuarai banyak pertandingan saat itu, baik tingkat nasional atau pertandingan antar sekolah biasa. “Ya! Dan jangan lupa di SMA Cakrawala pasti banyak cewek-cewek bohay dan cantik, kita bisa dapet cem-cem’an baru, guys.” Kali ini suara Dani tidak kalah heboh. Sahabat Andra yang satu itu memang m

  • BERTEMU RINDU   PESTA KEMENANGAN

    “Loe lihat? Gue berhasil dapat medali emas di pertandingan kemarin. Gue masih kompeten bermain basket.” Andra dan Dimas berjalan di koridor sekolah. Tangan kanan Andra merangkul pundak Dimas dan tangan kirinya menyanggah tas ransel dipundaknya “Terserah loe. Semerdeka loe aja, dah,” jawab Dimas memanyunkan bibirnya mendengar celoteh Andra tentang kemenangannya di pertandingan basket melawan SMA Cakrawala kemarin. “Kenapa sih loe gak happy gitu dengarnya ?” kata Andra melirik Dimas dengan sinis. Dimas menghentikan langkahnya lalu menatap Andra yang juga ikut menghentikan langkahnya. “Andra! Gimana? Loe dapat nomer cewek-cewek cantik SMA Cakrawala, nggak?” teriak Dani dari ujung koridor sambil berjalan mendekat, mengagetkan Andra dan Dimas.

  • BERTEMU RINDU   KEHIDUPAN YANG KEJAM

    Hari ini sekolahku libur. Yah, hari Sabtu dan Minggu memang jatah semua siswa untuk beristirahat, dan pilihan terbaikku adalah tidur di kamar. Aku tidak seperti gadis lain yang sebaya denganku yang akan mempersiapkan diri untuk kencan malam minggu. Semenjak memasuki masa remaja, aku belum pernah merasakan bagaimana berkencan di malam minggu. Bukan karena tidak ada yang mengajak, tetapi aku takut melakukannya. Dan jangan bilang aku bodoh, aku memiliki alasan untuk tidak melakukannya. Seperti yang terjadi hari ini di rumahku, menjadi salah satu alasan, kenapa aku tidak ingin melakukan kencan di malam minggu. “Dasar bodoh!” Suara teriakan ayah tiriku terdengar dari ruang tamu di lantai satu, yang jaraknya cukup jauh dari kamarku, kemudian disambung dengan kata-kata kasar lainnya. Hampir setiap hari aku mendengarnya dan aku tahu ini akan berlangsung lama.&

  • BERTEMU RINDU   TULISAN YANG TERUNGKAP

    Pagi ini, aku tiba di sekolah agak pagi. Kelas sudah ramai dengan berbagai macam kegiatan anak-anak. Ada yang ngobrol di sudut kelas, ada yang mempersiapkan diri untuk pelajaran olahraga. Andra memasuki ruang kelas dengan wajah kuyu dan mengantuk. “Hey, semalam loe kemana aja? Kenapa gak balik ke arena?” Suara Angga menggema setelah Andra menaruh tas sekolahnya di atas meja. “Lupa kalo lagi tanding,” kata Andra tersenyum sekilas. Angga hanya mengangguk sambil mengupas kuacinya yang diletakkan di atas meja milik Dani. “Semalem ada yang kesel gara-gara loe gak balik,” kata Dani melirik Andra sekilas dengan wajah bantalnya. Sepertinya mereka kurang tidur karena semalam. “Kenapa?” Andra menaikan alisnya menatap Dani “Tahu, dah. Udah kaya perempuan aje temen loe,

  • BERTEMU RINDU   HARI – HARI YANG BERBEDA

    “Keisya, cepat turun. Anak-anak kelas masih nunggu loe di kantin.” Itu sudah ketiga kalinya Keanu memanggilku ke dalam kelas. Aku masih duduk di bangku ku, di pojok kelas sendirian. Ini aneh, tidak biasanya mereka begitu cerewet kepadaku, aku masih memikirkan ada apa dengan hari ini. Aku belum selesai dengan lamunanku yang tak berujung, ketika Ara datang menghampiriku dengan riang. Dia menarik pergelangan tanganku dan bodohnya, aku hanya diam mengikuti langkah Ara. “Ayo, cepat. Dimas sama yang lain nungguin loe dari tadi,” kata Ara menarikku dengan tidak sabar ke kantin. Satu minggu ini sekolah kami menyelenggarakan classmeeting, beberapa pertandingan kecil antara adik kelas melawan kakak kelas diadakan. Aku mendapat kabar Andra dan kawan-kawannya memenangkan pertandingan basket, itu berarti kelasku s

  • BERTEMU RINDU   MENIKMATI DUNIA YANG BISU

    Kejadian semalam membuatku sekujur tubuhku terasa kaku bahkan untuk sekedar bangun dari tempat tidur. Rasanya ingin sekali bolos sekolah, rasanya sangat berat bertemu Andra di kelas. Dia pasti bertanya-tanya apa yang terjadi saat dia mengantarku pulang semalam. Lagipula aku masih sangat mengantuk, aku tidak bisa tidur semalaman. Suara tangisan Ibu terus saja terdengar di telingaku membuatku sulit terpejam. Tapi jika aku melewatkan hari ini tanpa sekolah, Ayah pasti akan semakin marah. Bukan. Bukan omelan Ayah yang kutakutkan, tapi jika aku terus di rumah justru akan membuatku semakin sedih melihat kesedihan Ibu atau melihat kemarahan Ayah terus-menerus. Jadi, kuputuskan untuk pergi sekolah meskipun kakiku sangat berat untuk turun dari tempat tidurku. &

  • BERTEMU RINDU   Bintangku akan tetap Bersinar

    Waktu terus berlalu, semua berjalan seperti biasa. Aku bangun di pagi hari lalu berangkat ke sekolah, duduk sendirian di kursiku atau meletakkan kepala di atas mejaku lalu tidur menunggu jam berikutnya. Tak ada yang berarti. Aku sudah terbiasa menjalani kehidupanku sebagai siswa tak kasat mata atau siswa yang terabaikan di lingkungan sekolah dan sudah sejak SMP aku memiliki kehidupan di rumah yang tidak menyenangkan. Semua seolah terlihat biasa saja, tapi sebenarnya tidak seperti itu. Pembicaraanku dengan Andra di taman sekolah membuat hatiku gelisah. Aku tak pernah memiliki perasaan segelisah ini. Apakah seperti ini rasanya menyakiti hati seseorang yang diam-diam kita sukai? Sakit, seperti menyakiti diri kita sendiri. Andra memenuhi permintaanku untuk tidak menemui Ibu lagi walaupun Ibu sering kali bertanya tentang Andra kepadaku. Menanyakan mengapa Andra tak pernah lagi datang ke rumah. Aku berharap, Ibu akan terbiasa.Meskipun aku merasa Andra benar. Kedatangan Andra menemui Ibu

  • BERTEMU RINDU   Berbagi Dunia

    Aku berjalan perlahan-lahan di jalanan yang sudah mulai sepi, langit berwarna jingga sedikit mendung. Sebentar lagi rumahku akan terlihat tapi aku masih saja meniman-nimang diary yang dikembalikan Dimas kepadaku ketika akan pulang tadi. Aku memang sudah jatuh cinta kepada Andra sejak kami duduk di kelas satu. Meski pun pada waktu itu, kami tidak sekelas, kepopuleran sejak menjadi siswa baru membuatku dengan mudah mengenalnya. Hanya aku yang mengenalnya, dia belum mengenalku. Aku sering mendengar teman-teman perempuan bergosip tentangnya, berbagai macam gosip, mulai dari gosip Andra suka mempermainkan perasaan perempuan hingga gosip sekelompok anak-anak perempuan lainnya memuji-muji dirinya. Sejak mendengar semua itu aku mulai memperhatikan Andra diam-diam. Saat dia berjalan dihadapanku atau ketika aku melihat dia berjalan bersama kawan-kawannya sambil bersenda gurau, dunia seperti berhenti berputar. Aku menyukai wajahnya yang sendu, matanya begitu bening, dan gayanya yang santai. T

Bab terbaru

  • BERTEMU RINDU   Epiloge 'Bertemu Rindu'

    Hari ini aku menunggu seseorang sejak tadi. Dia berjanji menemuiku jam tiga sore sepulang kerja tapi sudah hampir jam empat, wajahnya belum juga terlihat. Padahal aku terburu-buru datang ke sini masih menggunakan seragam perawat hanya untuk bertemu dengannya hari ini.Aku baru sadar, kalau temanku yang tadi berjanji menemuiku selalu terlambat dari waktu yang ditentukan.Toko buku ini terlihat sangat ramai, Aku menyusuri rak buku berisi novel remaja. Berbagai macam judul buku berjejer rapi di sana. Meskipun minat baca di Negara ini tidak terlalu besar, akan tetapi penulis-penulis masih saja optimis menuliskan dan menerbitkan buku-buku mereka. Di rak paling atas, buku yang kutulis. Tanganku bergerak, cover sampul berwarna hitam dengan gambar setangkai bunga mawar merah mewakili isi hatiku yang tertuang dalam buku ini. Aku tersenyum sendiri.Sayang sekali dia belum sempat membaca buku itu. Suara seorang laki-laki yang kutunggu dari tadi mengejutkanku. Aku menoleh ke belakang, dia ters

  • BERTEMU RINDU   Cerita dari Ayah

    Aku memandang sepasang seragam basket yang tergantung di kamarku. Seragam basket warna merah hadiah Dian untuk Andra.Saat itu, setelah Dimas berkunjung ke rumah sakit, dia mengajakku menemani Dian, adiknya ke salah satu mall untuk membeli seragam ini seperti yang dijanjikannya ke pada Andra."Kak Dimas! Kak Kei! Coba lihat yang itu dan yang itu, bagus gak?", tanya Dian menunjuk dua kaus yang tergantung, saat kami berada di mall yang dia inginkan."Yang mana, Dian?" tanyaku."Itu, Kak. Yang merah dan yang kuning", sahut Kei."Bagus. Bagus banget", sahut Dimas"Aku beli itu saja", kata Dian lalu meminta pelayan di mall itu mengambil bajunya, kemudian membawanya ke kasir. Dian terlihat gembira, tak ada raut wajah keberatan ketika kasir menunjukkan harga yang harus dibayar. Aku dan Dimas menunggunya di belakang, membiarkannya menikmati kegembiraan atas usaha yang dia lakukan. Setelah itu, kami bertiga langsung pulang, karena rencananya Dian dan Dimas akan mengantarkan hadiah itu kepada

  • BERTEMU RINDU   Semua akan baik-baik saja

    "Ibuku bilang dia merindukanmu. Cepat sembuh dan segeralah mengunjunginya."Aku mengetikkan kata-kata itu di handphoneku lalu mengirimkannya kepada Andra. Malam minggu ini, aku bersama Ibu menikmati pasar malam seperti malam yang lalu. Kami duduk di food court tempat aku dan Ibu bertemu Andra pertama kali. Aku tersenyum mengenangnya. Tring.Handphoneku berbunyi, ada notifikasi masuk. Aku segera membukanya."Bilang pada Ibu aku sangat merindukannya. Bisakah Ibu datang mengunjungiku?"Aku tersenyum membaca chat singkat itu. Aku melihat jam tanganku sudah pukul sembilan malam tapi Andra belum tidur. Tapi benar juga, Ibu belum tahu keadaan Andra karena aku belum menceritakannya. Ibu pasti sangat merindukannya."Sudah malam, kamu belum tidur?""Ah, sate ini enak sekali. Kapan-kapan kita harus kesini lagi bersama Andra. Dia juga harus coba agar tubuhnya gemuk. Bilang sama Andra badannya kekurusan sekarang", kata Ibu sambil menikmati makanannya. aku tidak menghiraukan karena aku masih menu

  • BERTEMU RINDU   Hari Sebelum Kepergiannya

    "Aku sudah memiliki harapan di hidupku." Andra menatapku sambil tersenyum samar di bawah sinar terik matahari yang kekuningan. "Aku ingin tidak pernah pergi dari hidup kalian", katanya lagi."Kalau nanti kamu udah jadi perawat, Dimas jadi seorang dosen, Dani jadi pemain basket professional, Angga jadi pebisnis hebat, Dian jadi pelukis professional. Aku ingin tetap ada di hidup kalian".Ucapan Andra bukan seperti harapan untuk dirinya melainkan sebuah harapan untuk kami nanti di kemudian hari."Terus, kamu mau jadi apa nanti kalau kita udah dewasa?" tanyaku menatap matanya yang jernih. "Kan gak semua orang bisa merasakan masa tua dan dewasa", jawabnya sambil menatap langit yang semakin jingga. Sebentar lagi matahari akan tenggelam di ujung barat sana. "Kok, kamu ngomong gitu?", tanyaku, "Kita akan dewasa bareng-bareng, kan? Kuliah bareng, terus jadi apa yang kita mau ketika dewasa nanti", lanjutku."Kan, gak semua harus bareng-bareng". Andra memotong pembicaraanku, "Katanya kamu m

  • BERTEMU RINDU   Hati yang bergetar

    Semenjak kejadian itu, hubunganku dengan Andra semakin baik. Kami menjadi dekat. Dia selalu mengajakku bergabung dengan kawan-kawannya, aku juga menjadi akrab dengan Ayla dan Alsha, adik kelas yang dekat dengan Andra dan kawan-kawannya. Dimas juga menyambutku dengan baik, terlebih lagi dia mengetahui perasaanku kepada Andra sejak awal. Dia seperti seorang wing man walau pun hubunganku dengan Andra tidak lebih dari seorang teman. Dia tidak pernah mengatakan kalau dia mencintaiku. Dia hanya ingin menyembuhkan kesepianku karena aku memberikan dunia yang tidak pernah dimilikinya. Semua itu tidak masalah bagiku karena hanya begini saja aku sudah bahagia, paling tidak aku benar-benar merasakan dunia yang pernah hilang, atau aku sudah berhasil memiliki dunia baru yang normal? Keberadaan Andra dalam kehidupanku benar-benar menyembuhkanku. ***"Besok akhir pekan, aku ingin mengunjungi Ibumu." Andra menyamakan langkahny

  • BERTEMU RINDU   Kamu, nyata yang bisa aku sentuh

    "Kenapa bisa telat begini, sih? Loe habis ngapain semalam? Begadang? Udah kaya hansip loe." Baru saja aku memasuki kelas setelah dari perpustakaan, aku mendengar suara Dimas mengomeli Andra karena terlambat ke sekolah. Dia mendapat hukuman berdiri dilapangan sampai jam istirahat berakhir. Selama aku mengenal Andra, baru kali ini aku melihat dia terlambat datang ke sekolah. "Duh, bisa kagak mulut loe gak usah bawel gitu. Lama-lama loe mirip Dani. Nyebelin", jawab Andra mengaduh sambil memijit pelipisnya sepertinya dia pusing. Dua jam berdiri di lapangan bisa membuat badannya lemas, lebih lemas dari bermain basket dua babak final. "Kenapa nama gue dibawa-bawa?", seru Dani yang sedang asyik menyalin tugas Angga. "Gue begini karena gue peduli sama loe Andra", jawab Dimas sinis. Dimas atau Andra tidak menggubris sahutan Dani. "Kacang mahal!", seru Dani lagi merasa diacuhkan oleh kedua sahabatnya itu, sambil mencibir dan melanjutkan tugasnya. "Kacang gak mahal, Dan. Lima ribu bi

  • BERTEMU RINDU   Cerita dari Sahabat Kecil

    Malam ini mataku sulit terpejam. Pelukan Andra yang begitu erat masih terasa sakit. Aku mengaguminya sejak lama, harusnya pelukan itu meninggalkan jejak bahagia di hatiku, tapi kenapa ini justru menyakitkan seperti sebuah rintihan? Cengkeraman tangannya di tubuhku seolah mengajakku untuk ikut merasakan sakitnya.Aku membuka diaryku lagi, menulis kembali tentang dia, tetapi kali ini aku tidak akan menulis tentang kekagumanku. Aku ingin menuliskan sebuah harapan yang akan selalu kuselipkan dalam doaku sebelum tidur, aku ingin ...Dia tetap hidup.Hidup sebagai bintang yang tetap berpijar. Tetaplah hidup,Andra.Teruslah hidup dan selamanya akan selalu hidup.Aku teringat kembali cerita Dimas tentang keputusasaan Andra dan harapan orang-orang yang mencintai dia darinya. Kisah yang membuat hatiku semakin terasa sakit dan berharap ada yang bisa aku lakukan untuk Andra saat ini.Aku menuliskan cerita itu di lembaran diaryku, mengabadikannya sehingga aku akan selalu bisa mengulangnya lagi jik

  • BERTEMU RINDU   Berbagi Dunia

    Aku berjalan perlahan-lahan di jalanan yang sudah mulai sepi, langit berwarna jingga sedikit mendung. Sebentar lagi rumahku akan terlihat tapi aku masih saja meniman-nimang diary yang dikembalikan Dimas kepadaku ketika akan pulang tadi. Aku memang sudah jatuh cinta kepada Andra sejak kami duduk di kelas satu. Meski pun pada waktu itu, kami tidak sekelas, kepopuleran sejak menjadi siswa baru membuatku dengan mudah mengenalnya. Hanya aku yang mengenalnya, dia belum mengenalku. Aku sering mendengar teman-teman perempuan bergosip tentangnya, berbagai macam gosip, mulai dari gosip Andra suka mempermainkan perasaan perempuan hingga gosip sekelompok anak-anak perempuan lainnya memuji-muji dirinya. Sejak mendengar semua itu aku mulai memperhatikan Andra diam-diam. Saat dia berjalan dihadapanku atau ketika aku melihat dia berjalan bersama kawan-kawannya sambil bersenda gurau, dunia seperti berhenti berputar. Aku menyukai wajahnya yang sendu, matanya begitu bening, dan gayanya yang santai. T

  • BERTEMU RINDU   Bintangku akan tetap Bersinar

    Waktu terus berlalu, semua berjalan seperti biasa. Aku bangun di pagi hari lalu berangkat ke sekolah, duduk sendirian di kursiku atau meletakkan kepala di atas mejaku lalu tidur menunggu jam berikutnya. Tak ada yang berarti. Aku sudah terbiasa menjalani kehidupanku sebagai siswa tak kasat mata atau siswa yang terabaikan di lingkungan sekolah dan sudah sejak SMP aku memiliki kehidupan di rumah yang tidak menyenangkan. Semua seolah terlihat biasa saja, tapi sebenarnya tidak seperti itu. Pembicaraanku dengan Andra di taman sekolah membuat hatiku gelisah. Aku tak pernah memiliki perasaan segelisah ini. Apakah seperti ini rasanya menyakiti hati seseorang yang diam-diam kita sukai? Sakit, seperti menyakiti diri kita sendiri. Andra memenuhi permintaanku untuk tidak menemui Ibu lagi walaupun Ibu sering kali bertanya tentang Andra kepadaku. Menanyakan mengapa Andra tak pernah lagi datang ke rumah. Aku berharap, Ibu akan terbiasa.Meskipun aku merasa Andra benar. Kedatangan Andra menemui Ibu

DMCA.com Protection Status