Tomy menatap tak percaya pada Devi. Punggungnya terasa sakit luar biasa."Kamu..."Devi tertawa terbahak-bahak dan melepaskan pelukannya pada Tomy. Lelaki itu ambruk dengan rasa nyeri yang menjadi-jadi."Bi....tolong...""Jangan meremehkan aku, Tomy. Kamu memang laki-laki tidak tahu terima kasih. Kalau bukan karena bantuanku, kamu tidak akan bisa mendapatkan Desi. Seharusnya kamu memberiku bagian yang lebih pantas, bukan malah merebut semua yang kumiliki."Setelah berkata demikian, Devi buru-buru mencari tas kerja milik Tomy. Setelah mendapatkannya, dia langsung mencari dompet dan dokumen berharga yang di simpan di sana. Sayangnya, hanya dokumen saja yang dia dapatkan. Tidak dengan dompet dan hp.Dia membawa tas kerja itu dan kembali mendekati Tomy. Dirabanya pakaian dan celana pria itu sebelum akhirnya menemukan dompet di saku celana bagian belakang. Dia tersenyum sinis setelah melihat isinya.Setumpuk uang berwarna merah dan beberapa keping kartu kredit dan debit. "Kamu lupa berhad
"Sayang, kamu nggak apa-apa bolos kerja terus? Kayaknya udah lama banget deh sejak di Batu kemarin," tanya Luna sambil menyandarkan kepala di dada Kalingga yang telanjang."Aku tetap memantau dari rumah, Sayang. Nggak lepas tangan gitu aja," jawabnya sambil tersenyum.Hubungan mereka semakin terasa hangat setiap harinya. Kalingga merasa hatinya penuh dan nyaman. Menyesal kenapa tidak sejak dulu saja dia memperlakukan Luna dengan baik, sehingga tidak perlu ada drama yang menguras waktu dan tenaga.Untung Luna pemaaf. Dan lebih beruntung lagi karena Kalingga mampu menahan hasratnya untuk tidak jajan sembarangan atau berhubungan badan dengan Renata sebelum dia harus terlibat dengan Luna.Ah, penyesalan memang datangnya di akhir. Dan kali ini Kalingga bersyukur dia lebih memilih untuk mendengarkan wanti-wanti dari kakeknya mengenai dampak hubungan di luar nikah untuk masa depannya kelak."Kita ke dokter kandungan ya habis ini. Udah lama aku nggak periksa."Kalingga mengangguk. Dia mencium
Kalingga meninggalkan Luna yang masih terlelap setelah sebelumnya berpamitan pada Peni. Dia menemui Ethan Wilson di Palace Hotel pada tengah malam. Pandangannya menelusuri ke sekitar lobi, masih terlihat ramai.Keningnya berkerut ketika melihat Nathan yang berjalan sedikit terburu-buru sambil memegang ponsel yang menempel di telinga, diikuti oleh Evan Braun dan istrinya, serta Elang."Maaf, kenapa jam segini masih ramai ya?" tanyanya pada resepsionis pria yang menyambutnya dengan senyum."Oh, pemilik hotel ini baru saja tiba dari Amerika. Yang barusan lewat tadi adalah Tuan Nathan Wilson, bawahan dari Tuan Jack Reeves, teman dari pemilik hotel yang memiliki penthouse di sini," jawab resepsionis itu dengan ramah.Alis Kalingga terangkat. Ternyata Nathan memiliki kenalan orang penting. Dia kira, lelaki itu hanya sebatas kepala cabang Security Black saja."Oh, bisa tolong tunjukkan di mana kamar Ethan Wilson? Aku ada janji temu dengannya."Resepsionis itu menaikkan alis, membuat Kalingga
Entah sudah berapa kali Kalingga mengumpati Ethan. Pria itu lebih brengsek ketimbang Nathan. Dia penasaran, apakah Nathan tahu mengenai hal ini?"Jangan membocorkan rahasia ini pada Nathan sebelum misimu selesai. Kamu bisa memilih, meninggalkan Luna begitu Paman Noah tahu bagaimana kamu dan keluargamu bersenang-senang dengan hartanya dan mengabaikan Luna, atau menjalankan misi dariku. Pilihan ada di tanganmu."Lagi-lagi Kalingga mengumpat. Tentu saja dia akan langsung memilih Luna. Tidak peduli dengan kekayaan keluarga Wisnuwardhana. Sayangnya, Ethan tidak memberikan pilihan semudah itu.Jika dia memilih Luna, dia harus melepaskan seluruh kekayaan Wisnuwardhana. Sebenarnya bukan masalah baginya, karena dia masih memiliki bisnisnya sendiri. Tapi, bagaimana dengan nasib kakek dan kakak perempuannya? Urusan paman-pamannya, dia tidak peduli. Mereka hanya benalu.Jika dia lebih memilih untuk mempertahankan kekayaan keluarga Wisnuwardhana, tentu saja ia harus berpisah dari Luna dan tidak bo
"Kamu mau yang mana? Pilih semua yang kamu suka," ucap Kalingga begitu mereka berada di toko perhiasan.Luna menggigit bibir bawahnya. Selama menikah dengan Kalingga, baru kali ini dia dibelikan sesuatu oleh pria itu. Bahkan, ini juga pertama kalinya mereka berjalan-jalan berdua. Hanya berdua. Tidak ada Fajar, Roni, maupun Nathan.Bukannya Luna tidak menyukai kakaknya yang ikut mengawalnya kemana-mana. Hanya saja, dia tidak mau egois. Nathan memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaannya, begitu juga dengan Sofia yang harus kembali kuliah. Sedangkan Fajar, sudah ditarik oleh Ayah Erwin karena harus mengawal beliau ke luar kota."Kayaknya mahal-mahal deh, Mas," cicit Luna tak enak.Selama hidupnya, dia hanya memakai perhiasan murahan di toko emas yang ada di pasar. Melihat berbagai bentuk dan ukuran perhiasan di toko emas yang ada di mall begini, tentu saja membuat Luna canggung."Ck, kamu ini. Bahkan mall ini saja bisa kamu beli. Seluruh harta kekayaan keluarga Wisnuwardhana kan sebena
Jantung Lena berdegup dengan kencang ketika mendekati kamar 609. Menggigit bibir bawah dengan cemas dan bimbang, apakah dia harus menunggu atau langsung mengetuk pintu.Sebuah pesan dari nomor asing yang ternyata adalah dari menantunya membawanya ke sini. Dia sebenarnya tidak begitu peduli pada lelaki yang dinikahi oleh putrinya. Toh, dia juga akan menyingkirkan bocah itu, sama seperti Ageng yang sudah mengacaukan rencananya.Tapi ternyata, pria bernama Kalingga itu tidak bisa diremehkan. [Datanglah, atau saya akan mengatakan rahasia anda pada Tuan Noah Wilson.]Begitulah isi pesan yang dikirimkan oleh pria yang lebih muda dari putra sulungnya itu."Kukira dia sama pecundangnya seperti tua bangka Ageng itu," gumamnya sambil memeriksa pesan dari suaminya.Noah mengabarkan bahwa pria itu belum bisa datang ke Indonesia karena jadwalnya yang sangat padat. Senyum Lena mengembang. Malah bagus. Itu artinya, suaminya tidak akan tahu mengenai rahasianya.Cklek!Seorang pria muda keluar dari k
Pikiran Luna kosong dan tubuhnya membeku ketika seorang wanita yang wajahnya mirip seperti dirinya tapi versi lebih dewasa, tengah memeluknya dengan menangis tersedu. Tangannya dengan ragu terangkat, lalu menepuk-nepuk punggung wanita itu."Maafkan, Mama. Maafkan Mama," ucap wanita itu berulangkali.Perasaan Luna campur aduk. Antara kaget, senang, bingung, canggung, dan berbagai perasaan lain yang membuatnya hanya diam.Wanita itu melepaskan pelukan mereka dan menjauhkan tubuhnya. Kedua tangannya memegang bahu Luna, dan dengan refleks dia memegangi selimut yang membungkus tubuhnya agar tidak melorot.Luna mengumpati Kalingga dalam hati. Kenapa tidak bilang kalau ibu kandungnya akan muncul sih? Dia masih berantakan dan aroma percintaan mereka masih sangat kuat. Wajah Luna memerah dan terasa panas."Kamu sudah besar. Mama melewatkan tumbuh kembangmu karena keadaan. Maafkan mama ya, Nak," mohon wanita itu, Lena, dengan wajah berlinang air mata.Luna tersenyum. "Eh...itu...saya....saya ma
Luna menatap derasnya hujan yang mengguyur bumi dari jendela kamar hotel. Pikirannya kembali memutar percakapannya dengan Lena, ibu kandung yang baru saja ditemuinya satu jam yang lalu.Penjelasan Lena memang sebagian besar sama seperti yang telah dijelaskan oleh Nathan, namun cerita mengenai masa lalu wanita itu baru didengarnya. Apakah sang kakak mengetahui tentang hal itu? Tentang masa lalu ibu mereka?"Kenapa melamun?" Luna merasakan kepalanya dicium dan tangan besar yang hangat bertengger di pundaknya."Sudah ketemu mamamu?"Barulah Luna mendongak. Menatap Kalingga yang terlihat lelah tengah melonggarkan dasi."Kamu yang menyuruh mama untuk datang ke sini?" tanya Luna dengan mata menyipit curiga.Pria itu hanya tersenyum. "Kalian berhak untuk bertemu dan meluruskan semuanya. Jadi, apa ibumu menceritakan semuanya? Tentang alasan kenapa kamu dibuang di negara orang?"Luna mengangguk dengan ragu. Tapi ada hal yang mengganjal di pikirannya sejak tadi. Bahkan setelah Lena pamit akan
"Buk, saya udah nggak kuat. Saya keluar aja ya," mohon Kalingga dengan wajah pucat.Penampilannya berantakan karena menjadi sasaran Luna selama masa pembukaan jalan lahir. Rambutnya acak-acakan, lengannya ada bekas cakaran, dan kaosnya kusut bukan main. Dia lebih mirip seperti korban angin putih beliung ketimbang pemilik perusahaan makanan di Surabaya dan beberapa Indomei di kota Malang dan Batu."Hush! Iki yo bojomu dewe. Masa nemenin istri sendiri kok nggak kuat?" tegur Bu Sekar yang memegangi kaki Luna di sebelah kanan, sedangkan Kalingga memegangi kaki sebelah kiri."Saya nggak tega, Bu," jawab Kalingga dengan wajah memelas.Keringat dingin terus membasahi pelipis dan dahinya, sedangkan wajahnya semakin pucat. Dia sudah pernah melihat orang berdarah-darah sebelumnya. Jangan lupakan bahwa dia pernah mengalaminya juga waktu dihajar oleh Alek dan anak buahnya. Belum lagi melihat video Grigori dihajar.Tapi ini beda kasus. Dia menyesal kenapa penasaran melihat jalan lahir Luna saat is
5 Bulan kemudian..."Mas, aku pengen makan mie level. Yang baru aja buka di Jalan Galunggung itu loh. Kayaknya enak makanya rame," pinta Luna sambil membayangkan nikmatnya makanan yang satu itu.Air liurnya bahkan hampir menetes saking inginnya merasakan mie yang digemari oleh para kaum muda tersebut."Jangan makan mie begituan. Kamu sebentar lagi melahirkan. Nanti kalau kenapa-napa gimana?" Kalingga menatapnya dengan wajah datar.Luna langsung cemberut. "Ya nggak usah pedes-pedes lah. Sambelnya sedikit aja. Nggak bakalan ngaruh ke bayi."Kalingga bergeming. Sama sekali tidak terpengaruh oleh kedua mata Luna yang berkaca-kaca dan bibir cemberut. Biasanya, pria itu akan langsung luluh karena gemas dengan keimutan wajah Luna yang sedang merajuk."Nanti dedek bayi ngiler loh kalau nggak diturutin.""Itu cuma mitos," jawab Kalingga datar.Nafas Luna langsung keluar masuk dengan cepat. Tiba-tiba ingin menangis dan tantrum layaknya anak kecil yang tidak dituruti keinginannya. Bibirnya semak
Kalingga menatap Luna yang masih terlelap, lalu menatap Alek yang masih memperhatikannya."Kenapa kamu melakukan ini?"Kening pria itu berkerut. "Pardon?""Perhatianmu pada Luna membuatku was-was. Kamu nggak ada maksud lain, kan?"Alek menatapnya seolah-olah dia gila. "Dia adikku."Kalingga mendengkus. "Aku tahu pergaulan orang barat. Nggak peduli pada aturan apapun, kalian bisa berhubungan dengan saudara sendiri.""Are you serious?" Alek menghampirinya dan mencengkeram kerah kaosnya dengan wajah memerah. "Jangan menggeneralisasi perbuatan rendahan itu seolah-olah kami semua juga melakukannya, you a**hole! Aku yakin di negaramu juga ada yang berbuat demikian. Bahkan ada kaum-kaum menyimpang lainnya, meskipun negaramu dikenal sebagai negara beragama. Jangan membuatku marah di rumahku sendiri."Kalingga langsung mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah, menyesal karena tidak berpikir dulu sebelum berkata."Maaf, Bro. Aku hanya takut kamu...merusak istriku. Dia gadis yang baik d
"Gila! Ini benar-benar gila!" gumam Kalingga ketika bangunan tua di hadapan mereka saat ini meledak, sesaat setelah Ethan dan Lena sibuk menceritakan tentang masa lalu.Untung mobil mereka cukup jauh dari lokasi, jadi mereka tidak begitu terdampak. Banyak anak buah Dimitri dan Alek yang sudah pergi terlebih dulu sebelum bangunan itu meledak. Menyisakan mobil-mobil yang dikendarai oleh Angelica beserta anak buahnya.Kalingga melihat ke sekitarnya. Beberapa mobil yang melintas mulai berhenti. Para penumpang di dalamnya mengeluarkan ponsel untuk merekam kejadian itu."Guys, kita pergi dari sini. Suasananya nggak kondusif!" teriaknya, mencoba memberi peringatan.Dalam hati dia merasa jengkel karena tiga manusia itu justru sibuk dengan drama masa lalu di saat-saat seperti ini. Kenapa tidak sebelum-sebelumnya saja? Atau menunggu nanti ketika pergi dari lokasi ini?Belum sempat Kalingga masuk ke dalam mobil, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti di hadapannya. Seorang pria bule turun dengan
"Aku memanggilmu ke sini bukan untuk membahas tentang pekerjaan, Noah. Melainkan untuk meminta penjelasan."Tidak biasanya presiden berbicara secara langsung tanpa basa-basi dulu seperti ini. Perasaan Noah Wilson mendadak tidak enak. Dia kira, presiden memanggilnya karena kasus penembakan massal yang kerap terjadi di berbagai negara bagian."Penjelasan tentang apa, Mr. Presiden?" jawab Noah dengan tenang, namun sebenarnya jantungnya berdegup tak karuan. Kedua tangannya berkeringat.Mr. Presiden melepaskan kacamata bacanya, lalu menyesap kopi dengan tenang. Pria itu memutar laptop ke arah Noah setelah meletakkan cangkir di atas tatakan."Baca semuanya." Mr. Presiden memberi kode pada ajudannya untuk menyerahkan laptop itu pada Noah."Baik, Mr. Presiden," jawab Noah dengan tegas.Laptop itu terasa berat dan panas di pangkuannya. Darah seperti meninggalkan wajahnya ketika kata demi kata di barisan paling atas dokumen yang tertera di layar laptop terserap ke dalam otaknya.[DAFTAR SKANDAL
Percakapan antara Alek dan Anastasia berlangsung cukup lama, namun Luna sama sekali tidak paham karena menggunakan bahasa Rusia. Ada satu orang lagi di sana, seorang pria. Mungkin Grigori seperti yang tadi disebutkan oleh Alek.Tapi setelah suara seperti dari telepon yang di-loudspeaker itu terdengar, Luna akhirnya mengerti duduk permasalahannya.Ternyata, Grigori bukanlah kakeknya, melainkan adik tiri dari kakeknya. Kakeknya yang asli bernama Boris kalau tadi dia tidak salah dengar. Jadi, sumber permasalahan sebenarnya kalau menurut Luna bukanlah Boris yang memperkosa Irina, sang nenek. Melainkan Grigori.Anak yang lahir di luar pernikahan tidaklah bersalah. Jadi, kejadian yang menimpa Luna dan ibu kandungnya bukanlah karena Lena anak haram. Banyak anak lahir di luar pernikahan, tapi tidak mengalami nasib seperti Lena yang terus-menerus hidup dalam ancaman pembunuhan, dan putrinya dibuang ke negara orang.Kesimpulannya, semua masalah yang terjadi di keluarganya adalah karena kedengki
Luna langsung melepaskan tangannya dari tubuh Anastasia dan berpura-pura jatuh."Aduh! Nyonya! Saya salah apa? Padahal saya hanya ingin berkenalan dengan anda dan bertanya di mana Alek. Kenapa anda menampar saya?" pekik Luna sambil memegang pipinya dengan kedua mata berkaca-kaca.Dia mendongak dengan sorot mata terluka, menatap Anastasia yang menganga dengan kedua mata melotot."Apa-apaan...""Apa yang terjadi?" Suara Alek terdengar dingin.Luna langsung menoleh dan berdiri dengan susah payah. Air matanya berlinang. Dia menghampiri Alek dan langsung memeluk pria itu dengan erat."Kak, Ibu itu tiba-tiba aja nampar aku. Aku nggak tahu salahku apa. Tapi tadi dia bilang, aku cuma parasit yang mengganggu. Katanya aku sengaja masuk ke mansion ini buat mengeruk harta kamu dengan alasan anak dalam kandunganku. Dia juga bilang, kamu pasti sebentar lagi bakalan nendang aku dari sini dan nggak mau bertanggungjawab atas kehamilan aku."Anastasia terengah dengan wajah tak percaya. "Apa? Aku tidak
Luna membuka mata dan melihat langit-langit ruangan yang terlihat asing. Terlalu mewah. Di mana dia? Otaknya memutar kejadian-kejadian sebelum ini, sampai pada kejadian penembakan di bandara yang hampir merenggut nyawanya.Dia menghela nafas panjang. Sejak kecelakaan yang merenggut nyawa ayah angkatnya, hidup Luna benar-benar berubah 180°. Tidak ada lagi kehidupan yang tenang dan sederhana. Dia rindu kehidupannya yang dulu. Saat dia hanya memiliki Sofia sebagai sahabatnya, satu-satunya orang kaya dan berpengaruh yang mau berteman dengannya.Tapi sekarang, semuanya begitu rumit. Masuknya ia ke dalam keluarga Wisnuwardhana, mengantarkannya pada bahaya demi bahaya yang terus mengancam nyawanya. Hingga akhirnya dia mengetahui fakta yang membuatnya tidak bisa lagi kembali ke kehidupannya yang dulu."Mas Kalingga lagi ngapain ya sekarang? Dia kangen nggak sama aku?" Tangannya refleks mengelus perutnya yang membesar. Tiba-tiba merasakan tendangan yang mulai biasa ia dapatkan. "Kamu juga kang
Nathan menatap datar perempuan tua yang seharusnya dia hormati. Perempuan yang melahirkan ibunya, tapi selalu menorehkan luka hingga sang ibu sering menangis secara diam-diam hingga terbawa ke dalam mimpi.Sejak berusia 5 tahun, Nathan sudah tahu ada yang salah dengan keluarganya. Meskipun dia masih belum bisa memahami apa yang dia lihat, dia masih ingat betul setiap momen yang terjadi di depan matanya. Hingga akhirnya dia paham begitu menginjak remaja.Ibunya tidak diinginkan oleh orangtuanya sendiri, dan sang ayah berkali-kali ingin melenyapkan sang ibu. How twisted is that?Tak ada yang tahu apa yang selama ini disimpan oleh Nathan. Dia bergerak dalam diam dan terus memupuk rasa marah, kecewa, tidak terima, kesal, dan putus asa. Hingga akhirnya hatinya menjadi dingin."Kau!" Nathan menodongkan sepucuk Desert Eagle ke arah pria muda yang masih memegang erat pistolnya dengan tangan gemetar. "Di mana ayah bajinganmu itu? Dialah sumber masalah di keluargaku. Aku harus menghentikannya."