"Lingga, aku ditampar sama si jalang itu. Kenapa kamu cuma diam saja?" rengek Renata sambil menggoyangkan lengan Kalingga.Kalingga hanya diam saja. Hatinya terbakar ketika melihat pria sialan itu memeluk Luna di depan semua orang. Sialan! "Lingga, aku dipermalukan di depan semua orang. Kamu harus membalas perempuan jalang itu. Dia sudah membuat aku terjatuh. Gimana kalau aku keguguran?"Hampir saja Kalingga mendorong wanita itu karena terus menempelinya seperti lintah sejak tadi, namun dia urungkan. Semua orang tengah melihat mereka. Dia tersenyum pada Renata, menepuk-nepuk punggung tangan wanita itu untuk menenangkan."Nanti kita ke dokter untuk periksa," jawabnya dengan lembut, lalu melihat ke arah seluruh tamu yang sudah hadir."Maaf atas sedikit masalah tadi. Mari kita lanjutkan pestanya sambil menunggu Kakek Ageng." Kalingga memberikan pengumuman.Mereka semua kembali sibuk dengan kegiatan masing-masing. Meskipun sebenarnya mereka tengah menggunjingkan keluarga Wisnuwardhana. K
"Seharusnya kamu melawan. Kamu udah menyandang nama Bathara, jadi jangan diam aja seperti tadi," omel Elang dengan wajah ditekuk dan alis menukik.Luna menghela nafas lelah. "Aku cuma nggak mau semakin menjadi pusat perhatian, Mas. Udahlah biarin aja. Toh habis ini aku lepas dari keluarga itu."Rasanya Luna ingin segera pergi dan menjauh. Tidak lagi berhubungan dengan keluarga Wisnuwardhana. Dia tidak berharap akan dibela oleh Kakek Ageng atau Pak Brama. Tidak. Orang-orang seperti mereka tidak sepenuhnya tulus.Pasti ada sesuatu yang membuat Kakek Ageng begitu baik padanya yang tidak punya apa-apa dan hanyalah anak seorang satpam. Hidup ini tidak seperti dongeng Cinderella. Terlalu omong kosong."Aku mau ke toilet dulu, Mas. Maaf, gara-gara aku, kamu jadi melupakan tugas kamu dan meninggalkan Kak Ajeng," ucap Luna merasa tak enak.Belum apa-apa, dia sudah merepotkan orang yang baru dikenalnya."Kamu balik aja ke aula. Jangan sampai Kak Ajeng marah dan memecat kamu," paksanya sambil me
Tak ada yang tahu bahwa Luna sedang dibawa oleh seorang pria asing berpakaian serba hitam dan mengenakan penutup kepala. Renata menatap Luna dengan seringai sinis. "Ternyata semudah itu menyingkirkan dia." Renata mendengkus. "Kalingga benar-benar nggak peduli sama dia. Padahal seharusnya ada banyak pengawal yang menjaga si jalang itu." "Kamu nggak ikut?" tanya pria itu. "Nggak. Aku harus memperbaiki penampilanku dan kembali ke pesta. Aku nggak mau Kalingga dan yang lain curiga. Cepetan kamu bawa dia ke tempat yang udah aku siapin." Renata mengusir pria itu dan bergegas memperbaiki penampilannya yang berantakan. Dia mengutuk Luna berkali-kali karena penampilannya benar-benar sangat kacau. "Seharusnya wanita tua itu menyingkirkan dia waktu masih lumpuh. Ck! Merepotkan sekali. Katanya mau menculik Luna. Mana buktinya? Nyatanya tetap aku yang berhasil," gerutu Renata sambil memoleskan bedak untuk menutupi luka bekas cakaran Luna yang terasa perih. Renata mendesis. "Sialan emang
Suasana pesta begitu meriah meskipun tadi sempat kacau karena ibunya dan Renata membuat ulah yang jujur saja sangat memalukan. Tapi siapa yang berani mengolok-olok keluarga Wisnuwardhana secara terang-terangan? Mereka justru menjilat keluarganya demi bisa mendapatkan kerjasama yang menguntungkan.Beruntung pihak personalia bisa membuat suasana ulang tahun menjadi hidup dan santai. Mereka melupakan peristiwa tadi dengan cepat. Atau mungkin menyimpannya untuk sementara."Pak! Pak, gawat," seru Dewi di antara kerumunan tamu yang sebagian besar adalah karyawan BAS.Sekretaris kepercayaannya yang begitu setia dan patuh padanya itu menghampiri Kalingga dengan wajah panik dan pucat. Keringat membanjiri pelipis dan dahi wanita itu."Ada apa? Ada masalah dengan pestanya?" tanyanya sambil mengamati sekeliling aula. Tidak ada yang aneh."Pak, Bu Renata menyerang Bu Luna di toilet lantai satu. Ada banyak darah berceceran. Saya mau mendekat takut, soalnya banyak orang berpakaian serba hitam di lob
Malam semakin larut, namun jumlah kendaraan yang terparkir di sekitar gedung BAS masih belum berkurang. Semua karyawan selalu menyambut dengan sukacita acara ulang tahun perusahaan yang sudah pasti meriah dan seru.Kakek Ageng menatap beberapa karyawan Security Black yang sedang membereskan orang-orang suruhan Bu Devi dalam diam."Haruskah kita menyapa mereka, Tuan?" tanya Fandi, asisten pribadinya."Tidak perlu," jawab Kakek Ageng dengan gestur santai."Tapi mereka masuk ke wilayah perusahaan tanpa ijin," bantah Fandi.Kakek Ageng terkekeh kecil. Karyawan dari perusahaan keamanan asal Amerika Serikat itu memang benar-benar cekatan. Banyak yang memiliki wajah bule dan Asia Timur, membuat Kakek Ageng kagum dengan kinerja mereka.Semua orang tahu bagaimana kinerja orang-orang di negara ini. Gampang disuap, kurang disiplin, dan cenderung pemalas. Apalagi generasi muda. Sungguh sangat disayangkan. Padahal Security Black bisa dijadikan sebagai lahan empuk untuk mencari nafkah bagi penduduk
Di sebuah rumah mewah di Washington DC, seorang wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang tidak lagi muda, terlihat gelisah setelah menerima pesan dari orang yang sangat tidak dia harapkan.Dia menggigit bibir bawahnya dengan mata berkaca-kaca. Di satu sisi, dia bahagia karena akhirnya anaknya ditemukan. Tapi di sisi lain, dia takut karena anak dari mantan kekasihnya juga mengetahui di mana keberadaan putrinya, Luna Andreeva Wilson.Tidak perlu tes DNA untuk memastikan bahwa Luna adalah putrinya. Wajah Luna persis seperti wajahnya ketika masih remaja dulu.Tak berapa lama kemudian, sebuah pesan kembali masuk. Berisi foto Luna dengan gaun berwarna hitam di sebuah pesta. Foto itu diambil dari tangkapan layar dalam sebuah video di tiktak.[Aleksei Volkov : Kenapa menyembunyikan tunanganku, Mama? Bukankah kamu egois?]Lena Andreeva, wanita itu, melempar ponselnya sambil memekik ketakutan. Tidak boleh! Anak itu tidak boleh menemukan putrinya. Putri yang sengaja dibuat hilang oleh s
Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam ketika Fandi mengetuk pintu ruang kerja Kakek Ageng. Setelah mendapatkan telepon dari Noah Wilson, Kakek Ageng memutuskan untuk pulang kembali ke mansion dan menyerahkan acara pesta pada Brama, Anton, dan Danu.Waktunya tidak untuk dibuang dengan percuma. Anak buahnya yang tersebar di mana-mana melaporkan semua tentang tingkah laku Devi selama dia tinggal ke luar negeri. Termasuk skandal memalukan yang diam-diam dilakukan oleh perempuan jalang itu."Kurang ajar!""Maaf, Tuan?""Kenapa bisa kecolongan selama puluhan tahun?" bentak Kakek Ageng pada seseorang di seberang telepon.Fandi yang mengira bahwa dirinya yang dimarahi langsung menghela nafas lega."Kali ini kumaafkan. Lanjutkan tugasmu."Kakek Ageng membanting ponselnya ke atas meja dengan wajah memerah dan bahu naik turun dengan cepat. Devi memang sudah keterlaluan dan bertindak kelewat batas. Selama ini dia tidak terlalu memperhatikan perempuan jalang itu karena dia pikir Brama sudah menga
Kalingga memilih untuk pulang ke mansion setelah acara ulang tahun perusahaan selesai. Bukan karena dia ingin menemui Renata. Perempuan itu justru pulang ke rumahnya sendiri karena besok adalah acara pernikahan mereka.Dia mendengkus. Menikah? Kalingga benar-benar menyesal kenapa dulu sempat jatuh cinta pada perempuan itu. Setelah mengetahui bahwa wanita itu melukai Luna, dia berubah membenci Renata."Aku harus memberi perhitungan padanya setelah ini."Kalingga hendak menaiki tangga menuju ke lantai dua, namun dia mendengar percakapan dua orang berbeda gender. Keningnya berkerut. Suara itu berasal dari ruang kerja Kakek Ageng yang pintunya terbuka sedikit.Penasaran, dia segera mendekati ruang kerja itu. Siapa gerangan yang datang ke ruang kerja kakeknya tengah malam begini? Padahal biasanya pria tua itu melarang semua orang kecuali Fandi dan Purwo untuk masuk ke sana.Kalingga berdiri dalam diam di depan pintu, sempat mengintip dan melihat ibunya duduk dengan wajah berang.Percakapan
Desi Olivia bukannya tidak menyayangi Renata dengan tidak mengunjungi putri semata wayangnya itu hingga detik ini. Dia hanya sedang melindungi dirinya sendiri dari hujatan tetangga sekitar dan kumpulan ibu sosialita yang selama ini baik terhadapnya, sebelum rahasia Renata dibongkar oleh asisten Ageng Wisnuwardhana.Setiap kali Desi berniat untuk mengunjungi Renata, para wartawan entah kenapa sudah menunggunya di depan gerbang rumah. Resiko karena mereka memiliki masalah dengan salah satu keluarga tersohor di negeri ini."Brengsek! Di mana sih Mas Tomy? Di saat-saat kayak gini, dia malah ngilang entah kemana," makinya ketika nomer ponsel suaminya malah tidak aktif.Dia berjalan mondar-mandir di kamarnya, sesekali mengintip para wartawan yang masih duduk-duduk di depan gerbang dengan kamera siap membidik."Ck, kalo tahu kayak gini akhirnya, aku nggak bakalan setuju sama ide gila Mas Tomy. Sekarang nama baik Renata udah hancur. Kenapa juga sih, mereka pake ngerekam aktivitas begituan seg
Luna syok bukan main begitu menyadari apa yang telah dia lakukan. Dia sedang emosi, entah kenapa dia begitu marah ketika melihat Kalingga. Padahal sebelumnya, dia begitu merindukan lelaki itu dan tidak ingin jauh dari Kalingga."Apa yang telah aku lakukan?" gumamnya dengan mata membelalak. Dadanya berdebar tak karuan."Kamu juga bilang kalau pernikahan itu membelenggumu. Wajar aja dia pergi. Sesuai dengan keinginan kamu kan?"Luna cepat-cepat menggeleng. "Nggak, aku nggak ada maksud apa-apa bilang gitu. Aku nggak menyuruh dia pergi. Aku cuma lagi emosi....rasanya aku pengen marah-marah. Sof, aku harus gimana?"Sofia mengedikkan bahu. "Mungkin memang sebaiknya kalian benar-benar berpisah, kan? Daripada menikah tapi saling menyakiti. Mending bercerai aja. Kalau memang jodoh, nggak akan kemana-mana.""Nggak! Aku nggak mau!" pekik Luna ketakutan. Perubahan Kalingga membuat hatinya luluh. Apalagi lelaki itu terlihat begitu bahagia ketika mengetahui bahwa dia tengah mengandung buah hati me
Luna menatap Kalingga yang langsung tersenyum begitu memasuki ruang rawat. Setelah Anjani pergi karena mendapatkan telepon dari seseorang, Luna terus memikirkan perkataan wanita itu.Kenapa semuanya menjadi rumit? Dia kira, masalah akan selesai begitu dia pergi dari keluarga Wisnuwardhana dan bercerai dari Kalingga. Dia bisa menjalani hidup dengan tenang bersama Nathan. Mungkin dia akan sendiri dulu, tidak mau memikirkan tentang pendamping hidup.Tapi pada kenyataannya, masalah yang rumit dan melibatkan banyak orang ini ternyata justru bersumber dari dirinya sendiri. Kalau dia tidak "dibuang" di negara ini, maka tidak akan ada kecelakaan yang merenggut nyawa ayah angkatnya, tidak ada pernikahan, dan tidak ada masalah besar karena ayah kandungnya yang tidak terima dengan keluarga Wisnuwardhana."Lagi ngelamun apa?"Luna menatap pria yang sampai detik ini masih berstatus sebagai suaminya."Aku nggak tahu kenapa tiba-tiba kamu berubah. Padahal pagi itu, kamu benar-benar kelihatan muak ba
"Ck! Bisa nggak sih nggak usah pake acara nyeret-nyeret segala? Kamu kira aku tawanan? Sakit tahu!" bentak Sofia ketika Kalingga terus menyeretnya menuju ke taman rumah sakit.Sofia langsung menghempaskan cekalan Kalingga sambil memelototinya dengan wajah geram."Kamu bilang tadi Luna kenalan sama cowok bule. Namanya siapa?" tanya Kalingga tanpa basa-basi, tak menghiraukan wajah sinis Sofia."Buat apa kamu mau tahu nama cowok itu? Mau kamu hajar? Nggak usah sok cemburu ya. Kemarin-kemarin kamu nempel-nempel sama Renata, memangnya mikir perasaan Luna gitu?"Kalingga berdecak sambil mengibaskan tangan. Dia tidak ada waktu untuk meladeni drama yang diciptakan oleh Sofia. Kondisinya sedang genting."Apa cowok bule itu...pake aksen Rusia? Dia ngomong pake bahasa apa? Wajah-wajahnya kayak orang Rusia bukan?" cecar Kalingga.Sofia tertegun mendengar pertanyaan Kalingga. Kening gadis itu berkerut. "Gimana kamu bisa tahu?"Kalingga buru-buru mengambil ponselnya di saku celana dan membuka galer
Luna membuka mulutnya, lalu menutupnya kembali. Tidak tahu harus menjawab apa. Dia sendiri tidak pernah bertemu dengan ayah kandungnya, bagaimana bisa dia diminta untuk membujuk pria itu?Dari cerita Nathan saja dia sudah bisa menyimpulkan bahwa ayah kandungnya bukanlah seorang pria baik hati yang penyayang. Noah Wilson tega membuangnya sejak dia berusia 4 tahun, demi Tuhan!Apalagi yang bisa disematkan pada nama pria itu selain brengsek dan bajingan? Mana ada seorang ayah kandung yang tega membuang putrinya sendiri dengan alasan yang entah apapun itu?"Kak, perlu kamu tahu. Aku sendiri baru tahu kalau aku bukan anak kandung ayah sama ibuku yang udah meninggal. Bahkan aku sendiri masih antara percaya dan tidak waktu Nathan bilang kalau aku adalah adiknya yang selama ini hilang. Aku benar-benar nggak ngerti apa-apa, apalagi soal perusahaan kalian atau apapun itu," jelas Luna.Wajah Anjani terlihat kecewa sekaligus putus asa. Luna sebenarnya tidak tega melihatnya, tapi dia sendiri juga
Luna terbangun karena suara ribut di sekitarnya. Dia mendengar Sofia membentak-bentak seseorang. Matanya terbuka dan hidungnya mencium bau khas rumah sakit. "Biarin dia ngomong sama Luna. Kamu ikut aku. Ada hal penting yang harus kita bicarakan." Suara Kalingga terdengar tegas.Pria itu menyeret Sofia keluar dari ruangan dan meninggalkannya sendirian bersama wanita yang tadi dilihatnya di hotel. Ada rasa tercubit di hatinya. Dia kecewa kenapa Kalingga seolah-olah lebih membela perempuan itu daripada dirinya.Apakah selama ini dia terlalu percaya diri hanya karena Kalingga tidak mau bercerai darinya setelah dia sembuh dari lumpuh? Dia terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan. Perempuan muda seperti dirinya masih belum mengerti dengan pikiran kompleks orang dewasa. Di depan bilang maaf dan ingin memperbaiki kesalahan, tapi di belakang masih memiliki hubungan dengan wanita lain."Hai, kamu Luna kan? Akhirnya kita bertemu juga," ucap wanita itu sambil tersenyum.Tanpa sadar Luna menata
Luna sangat menyesal kenapa dia menolak tawaran kakaknya untuk didampingi. Pikirnya, dia akan menghabiskan waktu lagi bersama Kalingga seperti ketika di rumah Rita tadi. Oh, berapa naifnya kamu, Luna.Laki-laki seumuran Kalingga tentulah memiliki banyak pengalaman soal wanita. Apalagi dengan kekayaan dan status keluarga Wisnuwardhana, tentu saja pria seperti Kalingga tidak akan hanya duduk diam menjaga diri agar tetap suci.Mereka hidup di kota metropolitan! Sudah menjadi hal yang biasa seorang eksekutif muda menghabiskan waktu dengan bersenang-senang di luar sana, bukan? Luna hanya sedang menghibur dirinya sendiri."Seharusnya aku tahu diri. Aku masih kecil. Tentu nggak cukup buat dia," gumamnya dengan suara bergetar sambil melangkah dengan cepat.Setelah ini, dia akan kembali menggugat cerai Kalingga. Alasannya bisa dipikirkan. Lalu dia akan meminta Nathan untuk kembali menyembunyikannya...."Sayang, aku bisa jelasin! Apa yang kamu lihat nggak seperti yang kamu pikirkan." Tiba-tiba
"Kak, kamu pake parfum apa sih? Kok nggak enak banget?" tanya Luna sambil menutup hidungnya.Nathan mencium ketiaknya. "Parfum seperti biasanya. Harum begini kok.""Nggak, baunya nggak enak banget!" Luna menghirup aroma itu dan mendekati Fajar yang duduk di sebelah Nathan yang sedang mengemudi. Perutnya langsung mual. "Ih, Mas Fajar bau banget! Kak, berhenti! Aku mau muntah!"Fajar melotot sambil mencium ketiaknya bergantian. "Nggak bau kok."Nathan menghentikan mobilnya di pinggir jalan, dan Luna langsung membuka pintu mobil sebelum muntah dengan hebat di tanah dekat trotoar."Perasaan Mas Fajar tetep wangi kayak biasanya deh. Luna aneh-aneh aja," kata Sofia sambil mendekati Fajar."Serius, Mbak? Tapi kok kata Luna saya bau?" Fajar langsung merasa insecure. Bayangkan saja, dikatai bau oleh seseorang yang disukainya tentu saja membuat Fajar langsung minder."Ck, nggak usah dengerin dia. Kamu tetep wangi kok."Sofia menyusul Luna yang masih muntah-muntah hingga lemas. Nathan memijit le
"Ini hasil tes DNA kamu sama ayah kita. Aku mengetesnya waktu kita di rumah sakit Jogja," ucap Nathan sambil menyerahkan hasil tes itu pada Luna."Jangan banyak gerak dulu napa? Bandel banget sih dibilangin?" sentak Sofia sambil menutulkan kapas yang sudah diberi alkohol pada luka-luka di wajah Nathan."Tidak usah mengobatiku! Sana pergi!" sentak Nathan balik sambil menatap Sofia tajam.Luna menatap interaksi mereka dengan heran. Kenapa dua orang itu terlihat seperti bermusuhan? Perasaan Sofia baru mengenal Nathan waktu di rumah sakit dulu.Mengedikkan bahu, dia membuka amplop berlogo rumah sakit di Jogjakarta dengan jantung berdebar. Dia sudah tahu wajah dari Noah Wilson dan Lena Andreeva, orangtua Nathan. Bahkan dia juga sudah melihat foto mereka berempat, di mana Luna waktu itu masih berusia 4 tahun dengan kalung berbandul tulisan namanya.Wajah Luna kecil memang mirip dengan Luna yang sekarang. Sama-sama bermata coklat seperti Lena. Berbeda dengan Nathan yang memiliki warna mata a