Home / Romansa / BENIH PRESDIR LUMPUH / Bab 74 Dia Memaksaku Saat Itu

Share

Bab 74 Dia Memaksaku Saat Itu

Author: Simbaradiffa
last update Last Updated: 2025-02-09 14:54:37

Fiona merebahkan tubuhnya di ranjang, membiarkan tubuhnya tenggelam dalam kasur yang terasa begitu nyaman. Rasa lelah masih menyelimuti dirinya, dan pikirannya kacau. Ia belum siap menghadapi kenyataan bahwa dirinya tengah mengandung anak William.

Pintu kamar terbuka, suara roda kursi William bergeser mendekatinya. Pria itu baru saja pulang kerja, jasnya masih terpasang rapi di tubuhnya, tetapi ekspresi wajahnya menunjukkan sedikit kelelahan. Begitu melihat Fiona yang terbaring diam dengan mata setengah tertutup, William segera memajukan kursi rodanya, mendekati ranjang.

“Fiona?” panggilnya, suaranya terdengar datar, tapi ada sedikit kekhawatiran di dalamnya.

Fiona tidak langsung menjawab. Ia hanya menarik napas pelan dan menutup matanya sejenak. Ia tak ingin berbicara. Tak ingin menjelaskan apa pun.

“Kau sakit?” tanyanya lagi, kini dengan nada yang lebih serius.

Fiona menggeleng tanpa membuka matanya. “Aku baik-baik saja, hanya ingin tidur,” jawabnya dengan suara lirih.

William diam
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Puji Chelsky
jangan salah paham lagi dah. huhh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 75 Semua Orang Terkejut

    Fiona duduk di dalam taksi, meninggalkan mobilnya di kantor William, pikirannya begitu berkecamuk. Hatinya terasa sesak, seolah dihimpit oleh sesuatu yang tidak terlihat. Azalea telah kembali bersamanya. Jadi, apakah ini akhirnya aku telah bebas? Tetapi kenapa begitu menyakitkan.Tangan Fiona perlahan menyentuh perutnya yang masih rata. Akan ada kehidupan yang segera tumbuh di dalam rahimnya, tetapi sang ayah bahkan belum tahu. Fiona tiba-tiba teringat kembali kata-kata William. "Sampai kakakmu kembali, kita tidak akan bercerai.” Sekarang kakaknya telah kembali, William mungkin akan menceraikannya. Pernikahan mereka memang hanya sebuah kesepakatan. Tidak ada cinta. Tidak ada janji sehidup semati. William tidak pernah mengucapkan kata ‘cinta’ padanya, bahkan setelah semua yang mereka lalui bersama.Air mata Fiona menggenang. Hidupnya terasa begitu menyedihkan. Masalah datang bertubi-tubi tanpa memberinya kesempatan untuk bernapas.Fiona menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri

    Last Updated : 2025-02-13
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 76 Merasa Tidak Diinginkan

    Ketika masih dalam perjalanan ponselnya bergetar. Nama Max tertera di layar. Dengan cepat, William mengangkatnya."Tuan, kami menemukan sesuatu. Fiona membeli tiket di bandara."Jantung William berdegup kencang. "Ke mana?""Tujuan ke Italia, Tuan. Sepertinya dia ingin pergi ke rumah ibunya. Tapi…” Max belum selesai memberitahu William, tetapi teleponnya sudah di matikan lebih dulu.Tanpa membuang waktu lagi William menambah kecepatan tinggi menuju bandara. Di perjalanan, pikirannya dipenuhi perasaan bercampur aduk. Mengapa Fiona tiba-tiba pergi? Apa karena dia? William mengingat kembali kata-katanya sendiri. Apakah itu yang membuat Fiona memilih pergi tanpa memberitahunya? Atau ada alasan lain yang belum diketahui?Sesampainya di bandara, William langsung masuk ke dalam gedung terminal dengan langkah tergesa-gesa. Ia menatap sekeliling, berharap menemukan sosok Fiona di antara kerumunan penumpang yang berlalu-lalang.Matanya mencari dengan panik. Sesekali ia mendekati beberapa wanita

    Last Updated : 2025-02-16
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 77 Melupakan Masa Lalu

    William memijat pelipisnya yang berdenyut setelah Azalea pergi dari ruangannya. Ia segera memerintahkan seseorang untuk mengawasi pergerakan Azalea, berharap wanita itu mengetahui keberadaan Fiona.Baru saja ia hendak kembali fokus pada pekerjaannya, ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya."Masuk," ucapnya tanpa mengangkat kepala.Pintu terbuka perlahan, menampilkan seorang wanita yang penampilannya tak jauh berbeda dari Azalea."William, aku dengar istrimu pergi?" Aileen langsung bertanya tanpa basa-basi.William menoleh sekilas dan menatapnya dingin. "Lalu? Apa urusannya denganmu?" ucapnya tajam, membuat Aileen merasa tersinggung."Hm... Aku hanya mengkhawatirkanmu," jawabnya santai. "Aku baru pulang dari luar negeri dan mendengar kabar ini."William tertawa kecil, terdengar meremehkan. "Apa kalian berdua sedang bermain sandiwara? Kau datang ke sini setelah Azalea pergi, seolah ingin membujukku."Aileen mengerutkan kening, tidak mengerti maksud perkataan William. "Apa maksudmu?"

    Last Updated : 2025-02-17
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 78 Hatinya Terasa Sesak

    Alvaro berjalan memasuki kantor William dengan ekspresi serius. Begitu dia sampai di lobi, seorang resepsionis mencoba menahannya, tetapi dia hanya melirik tajam sebelum melanjutkan langkahnya. Hari ini, Alvaro datang bukan untuk urusan bisnis, melainkan untuk sesuatu yang jauh lebih penting. Sesampainya di ruang kantor William yang luas dan mewah, Alvaro duduk di sofa sambil menunggu. Dia menatap sekeliling, memperhatikan desain interior yang elegan dan mahal. Ruangan itu begitu tenang, hanya suara jam dinding yang terdengar samar. Alvaro menghela napas, pikirannya dipenuhi dengan banyak pertanyaan tentang Fiona yang sudah lama tidak dilihatnya di sekolah. Ia baru mengetahuinya jika gadis itu pergi setelah pulang dari rumah sakit. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka. William melangkah masuk dengan setelan jasnya yang rapi, menunjukkan bahwa dia baru saja selesai rapat. Begitu melihat Alvaro, dia mengerutkan kening. "Apa yang membawamu ke sini?" tanyanya, langsung ke intinya sam

    Last Updated : 2025-02-18
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 79 Menggigit Bibirnya

    Limat tahun kemudian di bandara Italia, Fiona turun dari pesawat dengan seorang anak laki-laki berusia sekitar empat tahun di sampingnya. Wajahnya berseri-seri saat dia menggandeng tangan anaknya, Ezra. Meski sudah menjadi seorang ibu, Fiona masih tampak muda dan cantik, seolah waktu tidak mengubahnya sedikit pun. Bahkan, jika dilihat sekilas, orang mungkin akan mengira Ezra adalah adiknya, bukan anaknya.Fiona dan Ezra berjalan dengan langkah ringan menuju area kedatangan. Perjalanan Fiona ke Italia adalah untuk menemui ibunya, Lauren, yang sudah lama tidak ditemuinya. Fiona merasa sedikit gugup, tapi juga bahagia. Dia ingin memperkenalkan Ezra kepada neneknya dan berharap ibunya bisa menerima mereka dengan hangat, setelah bertahun-tahun tanpa kabar.Saat mereka berjalan di trotoar dekat rumah ibunya, Fiona tiba-tiba melihat sosok Lauren yang baru saja pulang dari suatu tempat, ibunya terlihat sudah mulai menua. Dengan cepat, dia berlutut di samping Ezra dan tersenyum lembut. “Sayan

    Last Updated : 2025-02-20
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 80 Ciuman Yang Kasar

    Setelah lama saling melepas rindu dengan ibunya, Fiona kini berdiri di depan jendela kamar, menatap ke luar dengan pandangan kosong. Kata-kata ibunya masih terngiang di telinganya."Ada banyak orang yang terus mencarimu."Fiona menggigit kuku ibu jarinya, kebiasaan lamanya saat merasa cemas. Dalam hatinya, muncul pertanyaan yang selama ini ia hindari."Apakah William mencariku?"Pikiran itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Bagaimana jika William benar-benar mencarinya? Bagaimana jika dia tahu tentang Ezra? Apakah William akan mencoba mengambil Ezra darinya?Fiona menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran itu. Namun, jauh di dalam hatinya, Fiona tidak bisa menutupi rasa rindunya pada pria itu.Keesok harinya Fiona dan ibunya, Lauren, memutuskan untuk menghabiskan hari dengan berjalan-jalan ke mal. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, Lauren ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan putrinya dan cucunya, Ezra. Sementara itu, di tempat lain, William akhirnya tiba di

    Last Updated : 2025-02-21
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 81 Melepas Rindu

    Ciuman itu begitu menuntut, seolah William ingin menyalurkan semua emosi yang telah lama ia pendam. Rindu yang bertahun-tahun tertahan, kemarahan karena kepergian Fiona, dan cinta yang tak pernah benar-benar hilang—semuanya meledak dalam satu ciuman yang membius.Fiona mulai kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri. Jemarinya yang awalnya ingin mendorong William kini justru mencengkeram kemeja pria itu, gemetar di antara genggamannya. Namun, saat pikirannya mulai hanyut dalam perasaan yang bercampur aduk, kesadarannya kembali.Dengan sekuat tenaga, Fiona memukul dada William, memaksa pria itu untuk melepaskan ciumannya."Jangan!" serunya dengan napas memburu.William akhirnya melepaskan Fiona, tetapi tangannya tetap menahan pinggang wanita itu, seakan tidak rela berpisah. Mata mereka bertemu dalam keheningan yang mendebarkan."Dasar mesum," bisik Fiona, matanya berkaca-kaca.William tersenyum miring, jari-jarinya menyentuh bibirnya sendiri, merasakan jejak ciuman mereka. "Benarkah?" t

    Last Updated : 2025-02-23
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 82 Membalas Ciuman Itu

    Fiona menutup matanya dan menyentuhkan bibirnya pada bibir William. Seketika William membalas ciuman itu semakin dalam. William merengkuh pinggang Fiona, mendekapnya erat seakan tak ingin melepaskannya lagi. Tangan pria itu meraba punggung Fiona, merasakan kehangatan tubuh istrinya yang begitu ia rindukan."Aku juga mencintaimu, William,” gumam Fiona di sela ciuman mereka. Pengakuan itu membuat William semakin kehilangan kendali. Ia menindihnya dengan penuh hasrat.Fiona yang semula masih menolak, kini tidak bisa menahan diri lagi. Dia membiarkan William menyentuhnya, membiarkan pria itu mengklaimnya kembali. Mereka larut dalam gairah, seakan ingin melupakan segala masalah yang ada di antara mereka. ****Di tempat lain, di sebuah kios es krim, Lauren duduk dengan gelisah. Ia sesekali melirik ke arah jam tangan, lalu melihat Ezra yang duduk di sampingnya dengan ekspresi bosan. Anak itu menggoyangkan kakinya dengan tidak sabar."Nenek, kenapa Ibu belum datang juga? Aku ingin pulang,"

    Last Updated : 2025-03-05

Latest chapter

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 89 Menariknya keatas Ranjang

    Dawson semakin mendekat, Nessa menjerit kecil lalu berlari tergesa ke dalam kamar mandi dan mengunci pintu. Jantungnya masih berpacu cepat. Ia menyandarkan tubuhnya di balik pintu kayu, mencoba menenangkan diri dari rasa takut dan marah yang bercampur aduk.Di luar, Dawson hanya tersenyum tipis. Dia membiarkan gadis itu bersembunyi dan kembali merebahkan tubuhnya ke ranjang. Pundaknya terasa berat setelah semalaman membereskan beberapa masalah. Tak butuh waktu lama akhirnya ia kembali tertidur, napasnya perlahan menjadi teratur.Waktu berlalu. Nessa baru keluar dari kamar mandi setelah merasa aman. Ia berjalan pelan, lalu berhenti di sisi ranjang saat melihat Dawson tertidur dengan pulas, memperhatikan pria itu yang tidur tanpa beban seolah dunia ini hanya miliknya seorang.‘Tampan, tetapi menjengkelkan,’ pikir Nessa dalam hati.Dengan pelan, ia melangkah ke arah pintu dan mencoba membukanya—namun pintu itu terkunci. Nessa mengerutkan kening. Ia memutar kenopnya beberapa kali, tapi t

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 88 Tertarik Menidurimu

    Nessa duduk di tepi ranjang, gaun pengantinnya belum ia lepas. Ia menatap kosong ke luar jendela, berharap ada keajaiban yang datang. Namun yang ia dapatkan hanyalah kesunyian.Pintu kamar terbuka. Dawson masuk, menatap Nessa sekilas. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, ia membuka lemari, mengambil jaket, lalu berjalan keluar kamar."Kau mau ke mana?" tanya Nessa dengan suara pelan lalu menggigit bibirnya menyesali perkataannya.Dawson tersenyum tipis, menoleh sebentar. "Ada urusan,” lanjut berkata. “Kenapa? Apa kau sudah tidak sabar ingin aku menidurimu.” Nessa tertawa begitu keras sambil berkata, “Buang jauh-jauh pikiran kotormu itu. Sampai kapanpun, aku tidak akan sudi tidur denganmu.”“Kita lihat saja nanti,” ucap Dawson sebelum pergi. Dawson memacu mobil sport hitamnya menembus jalanan malam. Tak butuh waktu lama hingga ia tiba di depan sebuah rumah mewah yang berdiri megah di tengah pekarangan luas yang dijaga ketat. Begitu mobilnya berhenti, dua orang penjaga segera menghampir

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 87 Begitu Keras Menolak

    Dawson menarik tubuhnya menjauh dan segera berdiri sambil beranjak pergi dari ruangan itu tanpa berkata apapun, napasnya masih berat. Ia berjalan menuju sebuah ruangan. Tak lama kemudian, salah satu anak buahnya masuk.“Tuan, apa Anda yakin?” pria itu bertanya, suaranya terdengar ragu. Ia tak percaya bahwa tuannya ingin menikahi gadis yang baru saja di temuinya.“Apa kau tidak mendengar apa kataku Nick! Cepat, lakukan saja. Kau atur pernikahanku dengannya. Jangan sampai ada orang lain yang tahu tentang ini selain kau,” ucapnya dengan nada tegas. “Baik, Tuan.” ****Nessa duduk terdiam di atas ranjang, menggenggam erat handuk yang kembali melilit tubuhnya. Napasnya masih tak beraturan, dan jantungnya berdebar kencang.Air matanya menggenang. Ia benar-benar tak menyukai pria yang baru saja keluar dari ruangnya. “Aku harus membawa paman pergi dari sini,” gumam Nessa sambil memikirkan cara untuk melarikan diri. “Tapi, kemana mereka membawanya?” Nessa kembali bergumam. Beberapa menit b

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 86 Berusaha Menciumnya

    Langkahnya semakin dekat.Tubuh Nessa menegang saat pria itu berhenti tepat di belakangnya. Ia bisa merasakan kehadirannya yang begitu mendominasi. Napasnya tercekat ketika jemari pria itu terulur, hendak menyentuh pundaknya.Tanpa berpikir panjang, Nessa meraih pot bunga kecil yang ada di dekatnya dan melemparkannya ke arah pria itu.Pria itu bereaksi dengan cepat. Ia memiringkan tubuhnya ke samping, menghindari pot bunga yang nyaris mengenainya. Pot itu jatuh ke lantai dengan suara pecahan yang tajam, menyisakan tanah yang berserakan.Nessa tidak menunggu lebih lama. Ia segera menjauh, mengambil jarak sejauh mungkin. Tubuhnya masih gemetar, tetapi tatapan matanya menunjukkan ketakutan yang begitu nyata.Pria itu tetap berdiri tegap, tidak terlihat marah atau terkejut. Bahkan, ada sedikit lengkungan di sudut bibirnya, seolah menikmati ketakutan Nessa."Apa yang ingin kau lakukan?" suara Nessa terdengar tegas namun ada ketakutan di dalamnya.Pria itu tidak segera menjawab. Matanya mem

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 85 CANDU TUBUHMU [Ezra]

    Nessa Griselda mengerjap-ngerjapkan matanya yang baru saja terbebas dari kain hitam yang menutup wajahnya. Cahaya remang dari lampu di ruangan itu membuatnya menyipit, mencoba menyesuaikan penglihatannya dengan kondisi sekitar. Punggungnya terasa nyeri akibat lemparan kasar yang baru saja dialaminya. Di sebelahnya, seorang pria paruh baya terkulai dengan wajah sedikit berdarah di sudut bibirnya. "Tuan, maafkan saya. Saya tidak bermaksud mencuri uang Anda!" Suara pria itu gemetar, tangannya terikat, tubuhnya bergetar dengan tatapan penuh ketakutan.Nessa menoleh, menatap pria paruh baya itu—pamannya, satu-satunya keluarga yang ia miliki. Tubuh pria itu terguncang saat salah satu anak buah pria yang duduk di sofa menendangnya hingga ia tersungkur.“Ahh… Paman!” teriak Nessa.“Apa yang kalian lakukan—Emmm…” Nessa tidak dapat melanjutkan perkataannya. Salah satu anak buah pria itu segera membungkam mulutnya karena dianggap terlalu berisik.Nessa hanya bisa menangisi pamannya dengan mulu

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 84 Kenangan yang Tertinggal

    Setelah insiden tragis yang merenggut nyawa Azalea, suasana di rumah Lauren menjadi begitu hening dan penuh duka. Aroma samar bunga melati yang dipasang di sudut ruangan memenuhi udara, membuat kesedihan semakin terasa mendalam. Lauren duduk di sofa dengan tatapan kosong, menggenggam foto Azalea di tangannya. Fiona yang duduk di sampingnya berusaha menenangkan sang ibu, tetapi hatinya sendiri dipenuhi kesedihan.William berdiri di dekat jendela, memperhatikan Fiona dan Lauren dalam keheningan. Ezra, yang masih terlalu kecil untuk memahami arti kehilangan, duduk di pangkuan Fiona dengan wajah polosnya. Sesekali ia menatap ibunya dan neneknya, seakan bertanya mengapa mereka begitu sedih.“Mama… kenapa nenek menangis?” tanya Ezra dengan suara lembut, membuat Fiona menggigit bibirnya, menahan tangis.Fiona mengusap kepala Ezra dan tersenyum lemah. “Karena nenek kehilangan seseorang yang sangat ia sayangi, sayang.”Ezra menatap Fiona dengan bingung. “Seperti saat aku kehilangan mainanku?”

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 83 Menyelimuti Mereka

    Lauren yang masih terkejut dengan pengakuan Fiona menunjuk ke dalam rumah. "Dia ada di kamarnya."Tanpa membuang waktu, Fiona segera menarik tangan William dan membawanya masuk. Mereka berjalan dengan cepat melewati ruang tamu menuju kamar Ezra. Fiona merasa jantungnya berdebar kencang, dia ingin segera mempertemukan William dengan anaknya.Namun, ketika Fiona membuka pintu kamar Ezra, matanya langsung membesar. Ruangan itu kosong.Tidak ada Ezra di tempat tidur, tidak ada tanda-tanda kehadirannya. Selimut yang biasanya tersusun rapi kini berantakan, dan jendela kamar terbuka sedikit."Ezra?" Fiona memanggil panik.William yang berdiri di belakangnya merasa ada sesuatu yang janggal. Namun, sebelum dia bisa ikut mencari, tangannya terangkat dan menggenggam pergelangan tangan Fiona, menghentikan gerakannya."Fiona, apa maksudmu tadi?" William bertanya dengan nada tajam. "Bukankah pria yang bernama Ezra adalah kekasihmu? Lalu sekarang kau bilang dia anakku?"Fiona menutup matanya, berusa

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 82 Membalas Ciuman Itu

    Fiona menutup matanya dan menyentuhkan bibirnya pada bibir William. Seketika William membalas ciuman itu semakin dalam. William merengkuh pinggang Fiona, mendekapnya erat seakan tak ingin melepaskannya lagi. Tangan pria itu meraba punggung Fiona, merasakan kehangatan tubuh istrinya yang begitu ia rindukan."Aku juga mencintaimu, William,” gumam Fiona di sela ciuman mereka. Pengakuan itu membuat William semakin kehilangan kendali. Ia menindihnya dengan penuh hasrat.Fiona yang semula masih menolak, kini tidak bisa menahan diri lagi. Dia membiarkan William menyentuhnya, membiarkan pria itu mengklaimnya kembali. Mereka larut dalam gairah, seakan ingin melupakan segala masalah yang ada di antara mereka. ****Di tempat lain, di sebuah kios es krim, Lauren duduk dengan gelisah. Ia sesekali melirik ke arah jam tangan, lalu melihat Ezra yang duduk di sampingnya dengan ekspresi bosan. Anak itu menggoyangkan kakinya dengan tidak sabar."Nenek, kenapa Ibu belum datang juga? Aku ingin pulang,"

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 81 Melepas Rindu

    Ciuman itu begitu menuntut, seolah William ingin menyalurkan semua emosi yang telah lama ia pendam. Rindu yang bertahun-tahun tertahan, kemarahan karena kepergian Fiona, dan cinta yang tak pernah benar-benar hilang—semuanya meledak dalam satu ciuman yang membius.Fiona mulai kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri. Jemarinya yang awalnya ingin mendorong William kini justru mencengkeram kemeja pria itu, gemetar di antara genggamannya. Namun, saat pikirannya mulai hanyut dalam perasaan yang bercampur aduk, kesadarannya kembali.Dengan sekuat tenaga, Fiona memukul dada William, memaksa pria itu untuk melepaskan ciumannya."Jangan!" serunya dengan napas memburu.William akhirnya melepaskan Fiona, tetapi tangannya tetap menahan pinggang wanita itu, seakan tidak rela berpisah. Mata mereka bertemu dalam keheningan yang mendebarkan."Dasar mesum," bisik Fiona, matanya berkaca-kaca.William tersenyum miring, jari-jarinya menyentuh bibirnya sendiri, merasakan jejak ciuman mereka. "Benarkah?" t

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status