“Ini apa, Mas?” teriak Viona.Wanita itu melempar beberapa kertas ke badan Alvin yang saat itu sedang dia rebahkan di atas sofa.Harinya berlalu dengan sangat melelahkan. Alvin sudah berupaya membujuk beberapa kliennya untuk kembali bisa bekerja sama, tetapi semuanya nihil.Berbagai penolakan dia terima dari mereka, bahkan lebih mengejutkan lagi, Alvin harus membayar penalti karena dianggap prosedur kerjanya melenceng dari surat kontrak mereka.Belum reda rasa sakit di kepalanya, dia sudah dikejutkan dengan kedatangan Viona yang tiba-tiba. Setahu Alvin, wanita itu tengah sibuk di luar kota. Entah ada kepentingan apa yang dia lakukan.“Kamu sudah pulang?” tanya Alvin dengan mata sayu.“Jawab pertanyaanku. Kenapa bisnis jadi terombang-ambing begini? Apa yang sudah kau lakukan?” cecar wanita itu tanpa jeda kalimat.Alvin mengembuskan napas kasar. Dia membenarkan posisi duduk menjadi tegak. Netranya menyapa lurus ke depan sembari menyesap kopi yang masih mengepulkan asapnya.“Semua ini ul
Lira baru saja pulang dari tempatnya bekerja. Wanita itu tampak lelah setelah mengurusi beberapa klien yang kali ini memiliki permintaan di luar nalar.Seharusnya wanita itu sudah pulang dari dua jam yang lalu. Bukan karena terjebak macet yang membuatnya terlambat pulang, tetapi banyaknya customer yang membludak dari hari biasanya. Malam ini dia bisa beristirahat dengan tenang. Besok hari Minggu, dia bisa bangun sedikit siang, lalu dia akan menjenguk Nayla. Sudah hampir sepekan dia tidak melihat kondisinya. Bukan inginnya seperti itu. Jika bukan salahnya, wanita itu tidak akan mengalami hal seperti itu. Lira hanya ingin memastikan kondisi Nayla baik-baik saja meski kata sembuh itu jauh sekali buat wanita hamil itu.Entah apa yang diinginkan Viona. Dia membuat ibunya gila. Jika wanita jahat itu ingin melihat kehancuran Nayla, kenal dia tidak membunuhnya? Atau sekalian melenyapkan bayi dalam kandungannya.Saat dia ingin membuka pintu, suara seseorang membuatnya tertegun. Lira sontak m
Wanita itu adalah Lira . Telinganya berdengung, terasa nyeri sekali ketika mendengar suara beberapa orang di dekatnya tertawa.Bulu kuduknya meremang. Dia merasa ketakutan saat ini. Tubuhnya telah menyalakan sinyal waspada meski kedua matanya tertutup.“Siapa kalian? Jangan coba macam-macam denganku!” teria Lira memberi peringatan.“Wanita ini seperti galak sekali. Sepertinya akan sangat panas jika kita bisa bermain dengannya di atas ranjang.” Salah satu dari mereka tertawa terbahak. Dari suara yang berat serta gaya bicara sensual, sepertinya mereka adalah beberapa orang kaki dewasa.“Jangan ngaco kamu! Apa kamu mau mendapat bogem dari si Bos? Kita tunggu saja dia. Bukankah dia dalam perjalanan menuju ke sini? Setelah itu kita lakukan apa yang dia perintahkan,” protes salah seorang dari mereka.“Kamu ini polos banget kalo kerja. Sekali-kali kita juga harus cari untung,” tepis yang lain sembari memukul udara karena merasa gemas.Di saat keduanya masih berdebat, datang seseorang yang me
“Apa yang kau lakukan di sini?” teriak wanita itu terlihat panik.“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Untuk apa kau menculik seseorang yang tidak bersalah dan akan berniat jahat padanya?” cecar Anjar tidak mau kalah.“Bukan urusan kamu. Sebaiknya kamu pergi dari sini!” sentak Viona dengan suara meninggi.Menyadari Anjar berada di sana, Lira berani bersuara.“Pak … Pak Anjar. Tolong saya. Wanita gila ini akan berbuat jahat sama saya.” Viona mendelik ketika mendapat umpatan dari Lira.“Kurang ajar kau. Kamu juga sama jahatnya denganku!”“Pergilah, Nona, sebelum saya melaporkan pada pihak yang berwajib.” Ancaman Anjar yang terdengar datar itu justru membuat Viona tertawa terbahak.“Kau hanya seorang kacung. Beraninya melaporkan istri dari majikanmu ke polisi,” hardik wanita itu dengan sombongnya.“Kenapa tidak? Anda dan suami Anda sudah mencelakai saya. Bagaimana mungkin saya membiarkan orang jahat seperti Anda masih berkeliaran?”Benar rupanya Anjar telah mengetahui kejahatannya
Anjar lebih dulu meminta anak buahnya untuk segera sampai di sana. Hal itu dia lakukan karena lamanya perjalanan mereka sampai ke tempat itu. Keduanya takut jika Viona bergerak lebih cepat sehingga mereka akan kehilangan jejak Nayla lagi.Terjadi perkelahian di dalam rumah sakit itu. Tempat itu tidak layak dikatakan sebagai rumah sakit. Bangunan yang seperti rumah model Belanda itu memiliki banyak lorong dan beberapa kamar. Memang ada beberapa pasien, tetapi tidak sebanyak pada rumah sakit pada umumnya.Beberapa orang suruhan Anjar yang awalnya tidak diperkenankan masuk memilih tidak mengindahkan peringatan mereka. Para pria berpakaian serba hitam serta kacamata berwarna senada melenggang masuk, bergerak menuju ruangan Nayla. Sebelumnya, mereka telah berhasil mengalahkan penjaga depan, resepsionis, dan perawat lain yang ingin menghalangi langkahnya.Sesampainya tiba di lorong Nayla. Mereka segera berlari ketika melihat para ajudan Viona akan membawa paksa Nayla melalui pintu lain. Jum
Alvaro mendatangi sebuah gedung perkantoran, dia membuka pintu ruangan Alvin dengan kasar. Matanya menyiratkan sorot kebencian. Rahangnya mengeras menahan amarah dibarengi gigi yang gemeletuk. Tangannya mengepal kuat menampilkan otot-otot yang menonjol kebiruan.Alvin yang tidak siap seketika terkejut mendengar suara pintu yang berdebam keras. Dia segera menurunkan seorang wanita dengan penampilannya yang seksi dari atas pangkuannya.Matanya membeliak melihat kedatangan sang kakak tanpa raut wajah ramah. Dia tahu jika Alvaro tengah dikuasai amarah.“Tidak sopan!” seru Alvin atas perbuatan Alvaro.Tidak lama, sekertaris Alvin datang tergopoh menyusul Alvaro. Wanita dengan setelan blazer kerja itu menundukkan kepalanya karena merasa gagal menahan Alvaro. Terlebih, ketika mengingat kondisi Alvin yang sedang bersama wanita sewaan. Sekretaris itu tahu jika Alvin tidak ingin diganggu jika sedang bersama tamu-tamu sewaannya.“Maaf, Pak, saya sudah berusaha mencegah Pak Alvaro. Tetapi beliau
“Bagaimana semuanya?” Ada rasa senang sekaligus panik di wajah Alvaro.Pria itu datang dengan terburu-buru, bahkan saking merasa senangnya Alvaro hampir saja menabrak Anjar.Saat menelpon tadi, Anjar mengatakan jika Nayla mengalami kontraksi. Bayinya akan segera lahir, mengingat usia kandungan yang sudah memasuki bukannya.Wanita itu terus berteriak sembari mengeluhkan rasa sakit. Ada cairan bening mengalir dari bawah tubuhnya. Meski wanita itu sama-sama berada di rumah sakit, tetapi peralatan di sana tidak memadai untuk wanita hamil.Anjar segera meminta sopir keluarga Alvaro untuk menjemput Mbok Asih. Walaupun di rumah sakit akan banyak suster, tetapi peran orang tua lebih tau bagaimana mengurus bayi.“Semuanya baik-baik saja, Den. Alhamdulillah bayinya sehat,” jawab Mbok Asih yang kebetulan saat itu sudah berada di sana. Raut wajahnya pun terlihat bahagia.“Di mana … di mana jagoanku?”“Dia sedang dibersihkan Suster, Den. Si Mbok saja sudah tidak sabar ingin bertemu.”Raut wajah Al
Rumah keluarga Rayes semakin bertambah ramai sejak kehadiran bocah laki-laki yang saat ini berusia satu bulan. Ada saja aksi menggemaskan darinya yang semakin membuat semua orang menyayanginya.Alvaro yang kini tidak ingin lembur sampai pulang larut malam seperti sebelumnya. Pria itu lebih memilih pulang tepat waktu hanya ingin bermain dengan bocah berkulit putih yang dia berinama Keanu.Bukan hanya Alvaro yang merasa dengan atas kehadiran Keanu, orang tuanya yang saat ini masih berada di luar negeri pun sesekali menyempatkan menelpon via video hanya ingin melihat cucu yang mereka nantikan.“Mama sangat merindukan kalian. Mama ingin memeluk cucu mama yang menggemaskan itu,” pinta sang mama yang saat baru saja selesai menjalani terapi.“Mama cepat sembuh, biar bisa menggendong Keanu. Dia juga pasti merindukan Omanya,” balas Alvaro menghibur, “dia bertambah pintar, Ma. Udah bisa ngoceh, ngobrol sama Varo, sepertinya sebentar lagi akan Varo ajak main bola.”Sepasang Ibu dan anak itu kemb