"Saya terima nikah dan kawinnya Fatimatul Izzah Binti Abdul Hasan, dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai!"
"Bagaimana para saksi? Sah?"S A H!!Para tamu undangan yang ada di acara akad nikah Izzah dan Alif itu terlihat bahagia, apalagi keluarga dari si mempelai pria yang terdiri dari Ibu, adik, dan keluarga kakaknya itu. "Akhirnya karena wasiat Bapak, kita semua akan segera pindah ke rumah gedongan itu, Bu. Ah Bapak memang pintar sekali dulu saat SMA berteman baik dengan Pak Hasan itu. Hingga kini saat Bapak pergi kita bisa menyicipi rasanya hidup jadi orang kaya!" ucap Desi, kakak dari Alif yang teihat amat bahagia."Iya, bener-bener pinter Bapak kamu itu. Semoga saja Pak Hasan yang sakit-sakitan itu, cepet menyusul Bapakmu di surgga, sehingga kita bisa menyetir adik iparmu itu, hehehe," ucap Bu Citra, Ibunya Alif."Asyik, sebentar lagi aku bisa kuliah di kampus yang mahal nih, Bu. Ternyata Bapak memang pintar, meski tak meninggalkan warisan apapun saat meninggal, tapi Bapak mengantarkan kita ke gerbang kekayaan ini. Aku sudah bisa mencium aroma harta yang melimpah dari sekarang, Bu. Hemmm nasib Mas Alif juga lagi mujur nih, dari tukang ojek online, sebentar lagi dia akan menjadi CEO, eh bos aja deh sekalian, hehehe. Duh bahagianya aku, mulai sekarang tak akan ada lagi teman di sekolah yang bilang kalau aku ini, Vena si gadis miskin!" ucap adik Alif sambil tersenyum licik."Pokoknya kita harus buat si Izzah itu takluk pada kita, dan kalau bisa sih, si Alif itu jangan sampai jatuh cinta pada istrinya. Agar kita bisa melancarkan aksi pemindahan kekayaan itu secepatnya," ucap Widodo, suami Desi yang hobinya tiap hari hanya mancing."Gampanglah itu, Mas. Tuh lihat si Izzah, dia kan gadis yang sangat kalem, baik, lembut dan sabar. Pasti dia akan takut dengan kita, dan menurut deh apa kemauan kita. Perlahan tetapi pasti semua harus menjadi milik kita, sambil kita nikmati bagaimana rasanya hidup bergelimangan harta itu," kata Desi sambil memangku putrinya yang berumur enam tahun itu.Sementara itu di sisi lain, Pak Hasan, sang besan, menatap haru pada pernikahan anak dan putra dari sahabatnya itu, diatas kursi rodanya. Betapa hal ini memang sudah direncanakan sejak dia dan almarhum Pak Herman, sejak mereka bersahabat karib saat SMA. Saat itu, Pak Hasan adalah seorang yatim piatu, yang hidup bersama neneknya yang miskin.Pak Herman yang merupakan anak bos tahu itu, selalu membantu Pak Hasan dalam berbagai hal. Mereka berdua bersahabat baik hingga lulus SMA dan berjanji akan menikahkan anak mereka nantinya.Lama sekali tak bertemu, akhirnya enam bulan yang lalu kedua sahabat karib itu di pertemukan kembali, dengan keadaan yang berubah tiga ratus enam puluh derajat. Pak Hasan adalah pengusaha property dan peternakan sapi yang kaya raya, sedangkan Pak Herman hanyalah seorang tukang becak, memang nasib seseorang tak ada yang bisa ditebak.Mereka berdua di pertemukan di ruang ICU yang sama di rumah sakit. Pak Hasan menderita stroke ringan, sedangkan Pak Heman mengalami kecelakaan ringan.Di situlah mereka kemudian berusaha mewujudkan impian mereka dahulu, menjodohkan kedua anak mereka. Meski kemudian, Pak Herman meninggal dunia sebulan sebelum acara akad nikah ini digelar.Sesungguhnya Pak Hasan merasa sedikit bersalah pada putri tunggalnya itu. Karena sebenarnya Izzah tak setuju dengan perjodohan ini, dia ingin melanjutkan kuliah S2 di luar negeri dahulu. Tetapi karena kepatuhannya, akhirnya Izzah pun menyetujui perjodohan itu. Harapan Pak Hasan adalah, agar dia tak salah pilih dengan keputusannya itu, mengingat hutang budinya pada Pak Herman muda dulu. Dan dia pun yakin Izzah bisa melewati segala rintangan dalam keluarganya nanti.Izzah, si pengantin wanita, tak merasakan kebahagiaan sama sekali saat itu. Baginya pernikahan ini hanyalah wujud baktinya pada Papanya, yang saat ini tengah sakit itu. Namun sekuat hati, Izzah akan belajar ikhlas menjalani semua ini. Satu hal juga yang membuatnya harus menjalani pernikahan ini, adalah karena almarhum Pak Herman sebelum meninggal telah menitipkan keluarganya pada Izzah. Dia menceritakan sikap kurang baik mereka dan meminta agar Izzah bisa membuat mereka menjadi pribadi yang lebih baik.Hal itu membuat Izzah bertekat dengan bagaimanapun caranya akan membawa keluarga itu kerumahnya dan pelan-pelan merubah sikap mereka. Meski Izzah tau, akan banyak resiko untuknya. Meski nantinya Izzah akan hidup dikelilingi para benalu yang setiap saat akan bisa menyakitinya dan berusaha mengambil alih hartanya, namun dia tak gentar sama sekali.Sesungguhnya keluarga Pak Herman salah sangka, jika mereka mengira Izzah adalah seorang wanita lemah yang bisa di kendalikan. Justru merekalah yang akan takluk pada kendali Izzah. Lalu seperti apa sebenarnya perasaan Alif pada Izzah, si cantik jelita itu? Kira-kira dia ada di pihak Izza atau keluarganya sih?Next?Senyum Palsu Di Acara ResepsiSesungguhnya keluarga Pak Herman salah sangka, jika mereka mengira Izzah adalah seorang wanita lemah yang bisa di kendalikan. Justru merekalah yang akan takluk pada kendali Izzah. Sementara itu, tak ada yang tahu betapa hancurnya hati Alif saat ini, dia sesungguhnya tak dapat menerima perjodohan ini, namun demi berbakti dengan orang tuanya, dia rela melakukannya. Alif sebenarnya telah memiliki seorang kekasih hati, Bella namanya, mereka sudah berpacaran lebih dari setahun. Meski Bella adalah gadis yang matre, namun Alif sangat mencintainya, bahkan dia rela banting tulang demi menuruti semua keinginan kekasihnya itu.Namun, Alif juga sedikit kecewa dengan ucapan Bella, saat terakhir kali mereka bertemu empat hari kemarin, sebelum acara ijab qobul ini berlangsung. Kala itu, Alif mengajak ketemuan Bella di sebuah cafe langganan mereka."Yank, maaf ya aku tak bisa meneruskan hubungan ini, karena Ibu terus memaksaku menikah dengan anak temannya almarhum Bapak
Malam Pertama Izzah dan AlifPukul sepuluh malam, Izzah masuk terlebih dahulu ke kamarnya, yang kini telah diubah menjadi kamar pengantin. Aneka hiasan dengan lampu temaram dan bunga mawar yang berserak rapi, sesungguhnya menimbulkan suasana yang romantis bagi pasangan pengantin baru yang tengah di mabuk cinta. Namun berbeda dengan apa yang kini di rasakan Izzah, justru dia sedikit risih dengan semua itu.Gegas dia membersihkan diri kemudian melaksanakan salat isya, tanpa menunggu imam barunya yang masih menemani keluarganya di luar itu. Setelah itu, dia segera membaringkan tubuhnya di ranjang. Pikirannya kini tengah berkecamuk, bertolak belakang antara hati dan pikirannya.Hatinya mengingingkan dia untuk menolak malam pertama ini, namun pikirannya berkata meski bagaimanapun keadaanya, Alif kini telah secara sah menjadi imamnya, yang tentunya sangat berhak mendapatkan jatah malam pertama ini darinya.Baru saja dia ingin memejamkan mata, pria yang baru saja menghalalkannya itu, telah
Hanya SandiwaraKumandang adzan subuh, membuat Izzah langsung terjaga. Dia pun kemudian mengecek semua pakaiannya, dan begitu lega, karena ternyata masih utuh, matanya pun mencari keberadaan suaminya itu, dan tentu saja saat itu, Alif masih bergelung dengan selimutnya di sofa yang empuk itu.Hati Izzah kembali lega, karena Alif ternyata tak membohonginya. Dia pun akan segera ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, setelahnya dia pun melaksanakan salat subuh dengan khusyuk.Setelah selesai shalat dan berzikir, Izzah kemudian berusaha membangunkan Alif, untuk shalat subuh. Dia pun menoel kaki suaminya itu berkali-kali."Lif, ayo bangun! Nggak shalat subuh kamu?!" ucap Izzah yang mulai kesal karena tak direspon sama sekali.Akhirnya Alif pun membuka selimut yang menutupi wajahnya dan menguap."Apaan sih? Masih malam gini kok sudah ganggu orang tidur!" ucap Alif sambil mengerjap."Malam katamu?! Ini sudah waktunya shalat subuh, kamu nggak shalat?" kata Izzah sembari berkacak pinggang."Nant
Kedatangan Keluarga Benalu Di RumahBaru saja Izzah akan membuka pintu, ternyata pintu itu sudah diketuk duluan.Tok tok tokkk"Assalamualaikum!" teriak suara seorang wanita dari balik pintu."Waalaikumsalam." Meski pintu belum terbuka, Izzah dan Pak Hasan menjawab salam itu."Cepat buka, Za. Siapa sepagi ini sudah bertamu," ucap Pak Hasan.Izzah pun langsung membuka pintu, dan betapa kagetnya mereka, saat di depan pintu telah ada empat orang dewasa dan satu anak kecil, sambil membawa benerapa tas dan koper, dan mereka adalah keluarga Alif."Maaf, Tuan. Tadi kami sudah melarang mereka masuk, karena ini masih pagi. Tapi mereka terus memaksa dan marah, dan mengancam memecat kami," ucap Supri, satpam rumah ini dan Jaenal yang menghampiri di depan pintu."Ya iyalah, dasar kalian satpam nggak tahu diri! Belum tahu ya, siapa kami? Kami ini keluarga dari Pak Alif, salah satu bos kalian!" sungut Bu Citra dengan pongahnya."Sudah- sudah, mereka ini keluarganya Pak Alif, mulai sekarang kalian
Karena Janji Adalah Hutang (Pov PakHasan)"Ayo...katanya mau ngajak papa jalan-jalan di kompleks lagi? Yuks, mumpung papa semangat banget nih," ucapku pada Izzah yang masih duduk di sofa.Aku sebenarnya saat ini juga mempunyai pikiran yang sama dengan Izzah, yaitu berpikiran buruk tentang kedatangan keluarga Bu Citra ini. Namun, sebisa mungkin kututupi segalanya dari Izzah.Semua ini memang sesungguhnya, hana kulakukan karena balas budi, dan juga karena janji. Bagiku, janji adalah hutang, jadi harus tetap dilaksanankan bagaimana pun keadaannya nanti. Herman, memang satu-satunya sahabatku saat SMA, aku yang saat itu hanya seorang yatim.piatu, selalu dibantunya, dalam segala hal, karena saat itu, orang tuanya adalah seorang bos pabrik tahu.Dia tak pernah pamrih padaku, dia juga selalu memberikan materi padaku, saat aku tak bisa membayar uang sekolah, maka orang tuanya lah yang akan menyeleaikan semuanya. Dan aku pun sudah dianngap sebagai anaknya sendiri.Meski termasuk anak orang ka
Mulai Berulah"Ayo...katanya mau ngajak papa jalan-jalan di kompleks lagi? Yuks, mumpung papa semangat banget nih," ucap Pak Hasan pada Izzah yang masih duduk di sofa.Akhirnya, Izzah pun menuruti permintaan Papanya itu. Dan seperti biasa, Izzah akan terus mendorong kursi roda Papanya itu berkeliling kompleks.Sekitar satu jam kemudian, mereka pun sudah kembali sampai di rumah. Izzah dan Pak Hasan pun sedikit heran, karena saat ini masih pukul enam pagi, tapi makanan sudah siap di meja makan, dan itu pun ada beraneka ragam masakan. Padahal biasanya mereka hanya sarapan roti dan susu atau nasi goreng saja."Kok tumben pagi-pagi gini sudah matang, Bik? Sarapannya kan masih lama, keburu dingin loh nanti... lagian kok menunya banyak banget, kayak mau ada acara syukuran aja, Bik, hehehe," ujar Izzah pada Bik Karmi yang sedang menata makanan."Itu, Non, yang minta Bu Citra," bisik Bik Karmi."Oh...nyonya baru itu ya?! Kok banyak amat ya, Bik?" tanya Izzah lagi.Izzah patut kaget, soalnya d
Main Cantik Aja Deh"Ibu mau apa?! Jangan gampang ringan tangan, apalagi mengancam akan memecat. Semua yang bekerja di rumah ini saya yang bayar, dan hanya saya yang bisa memecatnya! Ingat di sini, Ibu itu hanya tamu! Jangan sok berkuasa!" ucap Izzah yang tak lagi bisa menahan amarahnya.Izzah yang sudah sangat emosi itu mencengkeram tangan ibu mertuanya dengan keras, dia memang tak suka dengan orang yang sombong dari dulu.Bu Citra, dan anak-anaknya, tentu amat kaget dengan apa yang dilakukan Izzah. Mereka tak menyangka, jika Izzah yang terlihat amat lugu dan pendiam itu, bisa berbuat seperti ini."Maaf...maafkan ya menantu, Nak Izzah. Habisnya aku itu kesel dengan pembantu ini, kerjaan kok nggak ada yang beres sih," ucap Bu Citra sambil meringis kesakitan.Selain mencengkeram dengan erat, Izzah juga sedikit memelintir tangan kiri ibu mertuanya itu. Sejak pertama bertemu dengan keluarga Alif, dia sudah tahu jika mereka ini akan menjadi benalu nantinya.Dari sorot mata saja, Izzah su
Ingin Cepat Kaya"Kamu nggak ke kantor?" tanya Pak Hasan."Ya ke kantor, Pa. Ada banyak berkas yang harus kutanda tangani," jawab Izzah sambil tersenyum."Alif nanti kamu ajak ke kantor 'kan? Beri dia jabatan sesuai keahliannya." Pak Hasan memerintahkan kepada putrinya itu."Emmm...memangnya dia pernah punya pengalaman apa selain jadi driver ojek, Pa?""Dulu, dia pernah bekerja sebagai staf administrasi kata Pak Herman," jawab Pak Hasan."Ya sudah, kalau begitu nanti kupekerjakan dibagian itu aja, Pa.""Tapi, apa nanti suamimu mau di beri jabatan biasa seperti itu? Saran Papa sih, berikan dia jabatan sebagai wakil direktur, kebetulan kan jabatan itu lagi kosong.""Tapì apa skill-nya mumpuni untuk jabatan itu, Pa? Aku nggak suka sama orang yang main-main," jawab Izzah lirih."Saat ini mungkin belum, tapi dia kan bisa belajar, nanti biar dia ambil kuliah kelas ekstension juga. Karena biar bagaimanapun, saat ini dia adalah suamimu, menantuku, masak iya dia hanya diberi jabatan staff bias