Hanya SandiwaraKumandang adzan subuh, membuat Izzah langsung terjaga. Dia pun kemudian mengecek semua pakaiannya, dan begitu lega, karena ternyata masih utuh, matanya pun mencari keberadaan suaminya itu, dan tentu saja saat itu, Alif masih bergelung dengan selimutnya di sofa yang empuk itu.Hati Izzah kembali lega, karena Alif ternyata tak membohonginya. Dia pun akan segera ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, setelahnya dia pun melaksanakan salat subuh dengan khusyuk.Setelah selesai shalat dan berzikir, Izzah kemudian berusaha membangunkan Alif, untuk shalat subuh. Dia pun menoel kaki suaminya itu berkali-kali."Lif, ayo bangun! Nggak shalat subuh kamu?!" ucap Izzah yang mulai kesal karena tak direspon sama sekali.Akhirnya Alif pun membuka selimut yang menutupi wajahnya dan menguap."Apaan sih? Masih malam gini kok sudah ganggu orang tidur!" ucap Alif sambil mengerjap."Malam katamu?! Ini sudah waktunya shalat subuh, kamu nggak shalat?" kata Izzah sembari berkacak pinggang."Nant
Kedatangan Keluarga Benalu Di RumahBaru saja Izzah akan membuka pintu, ternyata pintu itu sudah diketuk duluan.Tok tok tokkk"Assalamualaikum!" teriak suara seorang wanita dari balik pintu."Waalaikumsalam." Meski pintu belum terbuka, Izzah dan Pak Hasan menjawab salam itu."Cepat buka, Za. Siapa sepagi ini sudah bertamu," ucap Pak Hasan.Izzah pun langsung membuka pintu, dan betapa kagetnya mereka, saat di depan pintu telah ada empat orang dewasa dan satu anak kecil, sambil membawa benerapa tas dan koper, dan mereka adalah keluarga Alif."Maaf, Tuan. Tadi kami sudah melarang mereka masuk, karena ini masih pagi. Tapi mereka terus memaksa dan marah, dan mengancam memecat kami," ucap Supri, satpam rumah ini dan Jaenal yang menghampiri di depan pintu."Ya iyalah, dasar kalian satpam nggak tahu diri! Belum tahu ya, siapa kami? Kami ini keluarga dari Pak Alif, salah satu bos kalian!" sungut Bu Citra dengan pongahnya."Sudah- sudah, mereka ini keluarganya Pak Alif, mulai sekarang kalian
Karena Janji Adalah Hutang (Pov PakHasan)"Ayo...katanya mau ngajak papa jalan-jalan di kompleks lagi? Yuks, mumpung papa semangat banget nih," ucapku pada Izzah yang masih duduk di sofa.Aku sebenarnya saat ini juga mempunyai pikiran yang sama dengan Izzah, yaitu berpikiran buruk tentang kedatangan keluarga Bu Citra ini. Namun, sebisa mungkin kututupi segalanya dari Izzah.Semua ini memang sesungguhnya, hana kulakukan karena balas budi, dan juga karena janji. Bagiku, janji adalah hutang, jadi harus tetap dilaksanankan bagaimana pun keadaannya nanti. Herman, memang satu-satunya sahabatku saat SMA, aku yang saat itu hanya seorang yatim.piatu, selalu dibantunya, dalam segala hal, karena saat itu, orang tuanya adalah seorang bos pabrik tahu.Dia tak pernah pamrih padaku, dia juga selalu memberikan materi padaku, saat aku tak bisa membayar uang sekolah, maka orang tuanya lah yang akan menyeleaikan semuanya. Dan aku pun sudah dianngap sebagai anaknya sendiri.Meski termasuk anak orang ka
Mulai Berulah"Ayo...katanya mau ngajak papa jalan-jalan di kompleks lagi? Yuks, mumpung papa semangat banget nih," ucap Pak Hasan pada Izzah yang masih duduk di sofa.Akhirnya, Izzah pun menuruti permintaan Papanya itu. Dan seperti biasa, Izzah akan terus mendorong kursi roda Papanya itu berkeliling kompleks.Sekitar satu jam kemudian, mereka pun sudah kembali sampai di rumah. Izzah dan Pak Hasan pun sedikit heran, karena saat ini masih pukul enam pagi, tapi makanan sudah siap di meja makan, dan itu pun ada beraneka ragam masakan. Padahal biasanya mereka hanya sarapan roti dan susu atau nasi goreng saja."Kok tumben pagi-pagi gini sudah matang, Bik? Sarapannya kan masih lama, keburu dingin loh nanti... lagian kok menunya banyak banget, kayak mau ada acara syukuran aja, Bik, hehehe," ujar Izzah pada Bik Karmi yang sedang menata makanan."Itu, Non, yang minta Bu Citra," bisik Bik Karmi."Oh...nyonya baru itu ya?! Kok banyak amat ya, Bik?" tanya Izzah lagi.Izzah patut kaget, soalnya d
Main Cantik Aja Deh"Ibu mau apa?! Jangan gampang ringan tangan, apalagi mengancam akan memecat. Semua yang bekerja di rumah ini saya yang bayar, dan hanya saya yang bisa memecatnya! Ingat di sini, Ibu itu hanya tamu! Jangan sok berkuasa!" ucap Izzah yang tak lagi bisa menahan amarahnya.Izzah yang sudah sangat emosi itu mencengkeram tangan ibu mertuanya dengan keras, dia memang tak suka dengan orang yang sombong dari dulu.Bu Citra, dan anak-anaknya, tentu amat kaget dengan apa yang dilakukan Izzah. Mereka tak menyangka, jika Izzah yang terlihat amat lugu dan pendiam itu, bisa berbuat seperti ini."Maaf...maafkan ya menantu, Nak Izzah. Habisnya aku itu kesel dengan pembantu ini, kerjaan kok nggak ada yang beres sih," ucap Bu Citra sambil meringis kesakitan.Selain mencengkeram dengan erat, Izzah juga sedikit memelintir tangan kiri ibu mertuanya itu. Sejak pertama bertemu dengan keluarga Alif, dia sudah tahu jika mereka ini akan menjadi benalu nantinya.Dari sorot mata saja, Izzah su
Ingin Cepat Kaya"Kamu nggak ke kantor?" tanya Pak Hasan."Ya ke kantor, Pa. Ada banyak berkas yang harus kutanda tangani," jawab Izzah sambil tersenyum."Alif nanti kamu ajak ke kantor 'kan? Beri dia jabatan sesuai keahliannya." Pak Hasan memerintahkan kepada putrinya itu."Emmm...memangnya dia pernah punya pengalaman apa selain jadi driver ojek, Pa?""Dulu, dia pernah bekerja sebagai staf administrasi kata Pak Herman," jawab Pak Hasan."Ya sudah, kalau begitu nanti kupekerjakan dibagian itu aja, Pa.""Tapi, apa nanti suamimu mau di beri jabatan biasa seperti itu? Saran Papa sih, berikan dia jabatan sebagai wakil direktur, kebetulan kan jabatan itu lagi kosong.""Tapì apa skill-nya mumpuni untuk jabatan itu, Pa? Aku nggak suka sama orang yang main-main," jawab Izzah lirih."Saat ini mungkin belum, tapi dia kan bisa belajar, nanti biar dia ambil kuliah kelas ekstension juga. Karena biar bagaimanapun, saat ini dia adalah suamimu, menantuku, masak iya dia hanya diberi jabatan staff bias
Adik Ipar Menyebalkan"Iya tuh, lengkap semua keluargamu, Mas! Tadi sih, sedang sarapan pagi," jawab Izzah tenang."Kenapa kamu nggak bilang dari tadi, sih?!" Alif seketika bangun, dan membuang selimutnya asal, kemudian segera berlari keluar kamar.Sementara itu, Izzah akan segera mandi, karena badannya sudah terasa amat gerah.Tokk tokk tokk"Mbak Izzah!"Sebuah teriakan dan ketukan pintu, mengagetkan Izzah dan membuatnya langsung membuka pintu."Eh, kamu Ven, ada apa? Kok pakai teriak-teriak." Ternyata yang mengetuk pintu itu adalah, Vena, adik iparnya.Vena, yang masih kelas tiga sekolah menengah atas itu, telah siap memakai seragam lengkap dan juga menenteng tasnya."Aku mau minta uang saku, Mbak..." jawab gadis belia itu sambil tersenyum."Uang saku? Kamu nggak dikasih sama Mas Alif?" tanya Izzah.Tentu Izzah kaget, saat tiba-tiba adik iparnya itu minta uang saku padanya. Padahal, sebelumnya mereka tak pernah bicara, dan cuma pernah bertemu satu kali."Dikasih sih, tapi cuma dua
Pak Hasan MeninggalSetelah bersiap, Izzah pun menuju meja makan, ternyata di sana telah menunggu Pak Hasan dan juga Alif. Izzah sedikit kaget, kapan dan di mana kira-kira Alif bersiap? Padahal dari tadi kamarnya di kunci dari dalam."Ayo Za, kita sarapan bareng-bareng, mumpung papa lagi mood sarapan ini," ucap Pak Hasan sumringah.Izzah pun segera duduk di samping Alif, dan mulai menyendokkan nasi goreng ke mulutnya."Kamu tadi ganti baju di mana, Mas? Kan tadi pintunya kukunci dari dalam?" tanya Izzah tanpa menoleh."Tadi di kamar tamu yang ditempati Ibu. Ibu kan juga bawa baju-bajuku," jawab Alif cuek."Izzah...Alif...papa minta kalian jadi pasangan suami istri yang saling menyayangi. Meski awalnya, kalian memang di jodohkan, tapi papa yakin jika kalian bisa melewati semua rintangan di awal pernikahan ini.Papa dan Pak Herman tak bisa menemani kalian, tapi kami harap kalian tetap bisa menjaga janji suci pernikahan. Apapun cobaan yang dihadapi, jika disikapi dengan lapang dada, in