Share

Bab 8

Penulis: Naimatun Niqmah
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-19 08:36:15

“Bu! Mas! Keluar kalian!” teriakku dengan menggedor pintu kontrakannya. Ya, aku bisa melacak keberadaan kontrakan mereka, dari tetangga yang mengetahui. Aku sangat geram, hutang mereka di mana-mana, mengataskan namaku. Tidak hanya di Mak Wesi, hampir semua warung di hutanginya.

 

“Bisa sopan nggak di rumah orang!” bentak ibu setelah membuka pintu, Mas Angga juga ikut keluar.

 

“Kalian memang nggak bisa di sopanin!” teriakku. Rasanya amarahku sudah di ubun-ubun.

 

“Ada apa, sih, Dek? Kami sudah menjauh dari hidupmu! Apalagi mau mu?” Mas Angga tak kalah membentak. What? Punya otak nggak, sih, dia? Masih nggak mikir kesalahannya? Rasanya pengen tak jambak-jambak gelungan ibu dan mencakar badan Mas Angga dengan kuku panjangku. Geram. 

 

“Bener, Ga! Teriak-teriak di rumah orang nggak sopan!” bentak Ibu lagi. Semakin menambah kekuatan untuk marah. Serasa mendidih darahku meraka buat.

 

“Kalian yang harusnya MIKIR!” teriakku, dengan menunjuk dengan telunjuk tepat di wajah mereka, bergantian. Mereka mengerutkan wajah. 

 

“Nggak usah nunjuk-nunjuk!” Ibu menampik tanganku kasar. Membuatku sedikit bergeser.

 

“Ibu juga nggak usah utang sana sini atas namaku!” teriakku ngotot. Mereka membelalak.

 

“Heh, Dewi! Sadar nggak kamu ngusir kita tanpa ngasih duit!” sahut Ibu dengan wajah memerah. Mas Angga nampak bingung serba salah.

 

“Mas! Ada nggak kamu kasih nafkah aku? Ada nggak kamu kasih duit aku? Terus salah aku ngusir kalain tanpa kasih duit?” mataku mengarah ke Mas Angga dengan garang. Mas Angga hanya bisa menggigit bibirnya.

 

“Sudah ngutang atas namaku, masih memfitnah, masih nyuri di rumahku, kalian punya otak nggak? Punya hati nggak? Atau kalian ini terlahir tanpa otak dan hati?” tajam sekali aku melafalkan kata itu. Sengaja mengoyak harga diri mereka. Itupun kalau mereka merasa terkoyak harga dirinya. Ibu melotot murka. Aku tak gentar dengan tatapannya.

 

“Kamu senang lihat kita mati kelaparan? Jadi gembel jalanan? Utang nggak seberapa aja kamu masalahkan!” memang benar mereka tak punya otak dan hati.

 

“Mau kalian jadi gembel itu bukan urusan saya!” sahutku, semakin tersulut emosi.

 

“Kamu keterlaluan, Dewi!” teriak Mas Angga.

 

“Apa?” tanyaku menantang mengacak pinggang, “kamu laki-laki, harusnya malu nggak bisa nafkahin istri, gilirin dilepas istri, ibumu menumpuk hutang dan mantan istri di suruh bayar, punya otak nggak?” sindirku menyeringai menjatuhkan.

 

“Kamu masih istriku!” sungut Mas Angga tajam.

 

“Itukan menurutmu! Menurutku kamu sudah MANTAN! Tunggu saja, sebentar lagi akan sampai akta cerai ke tanganmu,” tandasku. Membuat mereka gelagapan.

 

“Heh, Dewi! Selama Angga belum menjatuhkan talak, kamu nggak bisa berpisah dengannya! Dan nggak segampang itu, kamu harus membagi hartamu dengan adil!” sahut ibu nyolot. Membuatku ingin mencekiknya.

 

“HALLO!!! Masih hidup nggak? Apa sudah mati rasa?” sindirku dengan memetik jari di hadapan muka mantan mertua. Lagi-lagi ibu menampik tanganku. Aku justru menyeringai sadis.

 

“Yang Sopan!” sentak ibu.

 

“Emang ibu sopan sama aku??” aku membalikkan omongannya. Mas Angga duduk di kursi teras kontrakkannya. Berkali-kali mengusap kasar wajahnya.

 

“Dek! Pergi dari sini! Aku pusing!” usir Mas Angga. Aku justru tertawa lebar selebar lebarnya. Membuat mereka semakin geram dengan tawa jahatku.

 

“Aku yang pusing! Ibumu hutang di sana-sini dan semuanya menagih ke aku! Belum fitnah kejinya! Terus kalian ingin aku diam? Persetan!” mataku mendelik. Membuat andrenalin mereka semakin tertantang.

 

“Kalau kamu ingin hidup tenang, kamu harus adil membagi harta!” sahut ibu, membuatku melebarkan tawa jahatku.

 

“Harta mana yang harus di bagi? Ada nggak ibu kasih kami harta selama setahun ini? Nggak ada kan?” sungutku, “Yang ada setiap bulan aku transfer ke rekening ibu dengan hasil keringatku,” tambahku lagi. Membuat Mas Angga mengusap kasar kepalanya. Ibu memainkan mulut tanda tak suka. 

 

“Oya, saya pun sebenarnya ogah kesini, saya kesini cuma mau ngambil magicom dan kompor saya, itu saya yang beli, bukan Mas Angga!” ucapku lagi.

 

“Benar-bener kamu, DEWI! Cuma ngambil itu saja kamu permasalahkan, kamu bisa beli lagi, kamu sanggup bayarin Ijah, masak beli magicom dan kompor saja nggak sanggup?” ibu memang lah paling bisa adu mulut.

 

“What? Saya memang bisa beli lagi, tapi saya nggak ikhlas barang-barang saya kalian pakai!” tegasku “Joko! Ambil magicom dan komporku!” perintahku, joko keluar dari mobil. Iya aku memang membawa Joko. Karena kalau ada apa-apa, aku ada yang menolong.

 

“STOP! Jangan asal masuk ke rumah saya! mau saya teriakin maling!” sungut Ibu menatap Joko tajam. Joko jadi bingung. Mas Angga banyak diamnya. Seakan memikirkan sesuatu. 

 

“Ibu juga asal masuk ke rumah saya! berarti Ibu maling juga!” tandas ku, 

 

“Joko tetap masuk, ambil barang-barang saya yang mereka curi, kalau mereka teriak maling saya akan telpon polisi!” gertakku. Cukup ampuh membuat ibu diam. Joko mengangguk dan langsung masuk ke rumah kontrakan mereka. Tak berselang lama Joko keluar membawa kompor dan balik masuk lagi mengambil magicom. Memasukkan ke dua barang itu dalam mobil.

 

“Ok, karena sudah beres saya pamit pulang,” ucapku dengan menyapu kedua tanganku.

 

“Kurang ajar kamu!” sungut ibu, aku menyeringai.

 

“Oya, untuk hutang-hutang kalian di setiap warung, jangan mimpi saya mau melunasinya,” jawabku dengan gaya jahatku.

 

“Bi Ijah!” teriakku dengan nada nyonya besar.

 

“Iya, Mbak Dewi?” sahut Bi Ijah dari dalam mobil. Bi ijah keluar dan melangkah menghampiriku.

 

“Gimana, Bi? Sudah di rekam kan semua peristiwa ini?” tanyaku santai. Membuat Ibu dan Mas Angga melongo.

 

“Sudah, Mbak! Aman!” jawab Bi Ijah sambil memamerkan hasil rekamannya. Iya aku menyuruh Bi Ijah merekam semuanya, dari dalam mobi.

 

“Dasar licik kamu, DEWI!!!” teriak ibu ingin merebut ponselku. Tapi percuma. Karena aku lebih sigap.

 

“Licik?” tanyaku mengulang kata itu.

 

“Kamu keterlaluan, Dek!” sungut Mas Angga beranjak dari duduknya.

 

“Aku nggak akan seperti ini, kalau tidak di mulai, siap-siap video ini viral!” tandasku menyeringai sadis. Membuat mereka kebingungan . ku balikkan badan meninggalkan mereka. 

 

“Oh, iya, kalau tidak licik benalu tidak akan mati!” teriakku menyindir, sebelum masuk ke dalam mobil.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Anuar Ibrahim Anuar Ibrahim
harap nya dewi sentiasa teguh hati....melawan orang yg tidak bersyukur....byk kisah isteri yg penurut...harap kisah ini berlainan sekali... ajar benalu secukupnya...jgn biarkan benalu merasa benar selalu.... syabas..jadi panduan dlm memerangi benalu... terus kan percaya diri...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • BENALU   Bab 9

    POV IbuDewi memang menantu tak tahu diri. Cuma magicom dan kompor saja dia ambil. Dasar nggak punya malu. Dia kan duitnya banyak, bisa beli lagi. Sudah ngusir nggak bawain duit, mungkin dia senang melihat kami jadi gembel jalanan.Dia juga berani-berani gugat cerai anakku, Angga. Padahal dia juga nggak cantik. Anakku gantengnya kayak Anjas Mara, nggak mungkin dia bisa mencari suami lagi yang gantengnya kayak anakku. Sudah mandul, nggak cantik juga, tapi gayanya kayak princes.Satu lagi yang bikin aku muntab, dia nggak mau bayarin hutang-hutangku di warung sembako. Aku berhutang karena nggak punya duit. Apa dia nggak mikir? Mungkin dia senang lihat aku dan Angga mati kelaparan. Jahat memang Dewi.Belum lagi dia membuat video pertengkaran kemarin. Benar-benar licik. Dia sudah menyusun rencana yang bagus untuk membuatku malu. Tapi aku tak akan tinggal diam. Mau tak mau

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06
  • BENALU   Bab 10

    POV Angga“Dewi bener-bener keterlaluan! Dia enak-enakan ke luar kota tanpa memikirkan kita!” umpat Ibu sesampai di rumah. Aku terkejut. Dewi keluar kota?“Ibu, kok tau kalau Dewi ke luar kota?” tanyaku penasaran. Ibu duduk di kursi dengan wajah memerah.“Ibu habis dari rumahnya, benar-benar nggak tau diri dia, belum juga cerai sudah berkeliaran, kan belum selesai masa iddahnya,” sahut ibu berapi-api. Dewi ke luar kota mungkin karena geram dengan kelakuan ibu, yang hutang warung sana-sini mengatas namakan dia.“Ibu, kata Bi Ijah?”“Nggak, kata tetangga, Mak Nosi. Ijah ikut di ajak ke luar kota,” jleeb, Bi Ijah di ajak? Pertanda Dewi akan lama ke luar kotanya. Terus bagaimana nasibku dan Ibu?“Bi Ijah di ajak? Pertanda lama!” li

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-08
  • BENALU   Bab 11

    "Kamu yakin mau cerai dari Angga?" tanya Om Heru, adik kandung almarhum Ayah."Iya, Om." Jawabku mantap. Om Heru menyandarkan tubuhnya di sofa. Terdiam beberapa saat.Bukan urusan pekerjaan aku ke luar kota. Aku sengaja cuti, menghilangkan penat. Masalah datang seakan bertubi-tubi."Kamu yakin dengan pilihanmu? Karena, Om lihat, Angga laki-laki baik dan setia," ucap Om Heru meyakinkan. Aku tau yang di maksud Om Heru. Karena selama ini aku menutupi rapat-rapat keburukan Mas Angga."Selama ini, Dewi memang menutupi keburukan Mas Angga, Om," jawabku, memang sudah waktunya terbongkar. Om Heru, bangun dari sandarannya. Duduk menatapku lekat."Apa keburukan Angga yang kamu tutupi?" tanya Om Heru. Raut wajahnya terlihat penasaran. Kuatur nafasku perlahan."Mas Angga itu sebenarnya nggak kerja," lirihku. Dengan menggeser posisi dudukku. Mencari yang lebih nyama

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10
  • BENALU   Bab 12

    Aku terbangun, saat mencium aroma minyak kayu putih di hidungku. Perlahan mataku terbuka. Dengan samar-samar ku lihat Tante Tika, Om Heru, Mita dan Bi Ijah. Ku rasakan kepalaku berdenyut luar biasa. Akuu berusaha beranjak, tapi badan terasa sangat lemas. Ku pegangi kepala yang luar biasa pusing. Ada apa ini?“Syukurlah kamu sudah bangun, Wi,” ucap Tante Tika, seraya menutup tutup minyak kayu putih. Ku pejamkan mataku, terasa tak sanggup, melihat benda-benda sekitar terasa berputar. Ku pegang keningku dan memijit pelan. Tante Tika membuka kembali tutup minyak kayu putih. Mengoleskan ke keningku. Ada rasa hangat. Aromanya menguar.“Dewi kenapa, Tante?” tanyaku lirih. Merasakan denyutan kepala yang belum membaik.“Kamu pingsan, Wi.” Jawab Tante Tika.“Pingsan?” tanyaku mengulang kata itu.&ldqu

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-12
  • BENALU   Bab 13

    Bab 13“Mbak Dewi! ini Desa mu masuk TV karena kebakaran,” teriak Mita. Aku masih berkemas, setelah sarapan. Di bantu Bi Ijah. Dengan cepat aku lari menuju ruang TV.“Apa iya? Mana?” tanyaku. Ketika sampai di ruang TV, sudah iklan. Ternyata Om Heru dan Tante Tika, juga ikut berlari menuju ruang TV.“Yah, iklan.” Ucap Mita seakan menyayangkan kami datang terlambat.“Kamu yakin, Mit?” tanyaku, memandangnya intens.“Iya, Mit, kamu yakin?” Tante Tika juga ikutan menanyakan.“Iya, Kak, Ma. Mita yakin! Kan sudah sering, Mita main ke Desa kakak,” jawab Mita yakin. Hatiku semakin tak karu-karuan.“Ya Allah, Dewi. Tante masih berharap berita ini tidak benar,” sahut Tante Tika, memandangku iba.

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-11
  • BENALU   Bab 14

    Bab 14Rumah sudah sepi, orang-orang yang berkerumpul tadi, sudah tidak ada lagi. Aku berada di sofa rumahku. Entah berapa lama aku pingsan. Tante Tika dan Om Heru duduk di sofa depanku. Aku melihat ibu masih dengan gaya arogannya. Sedangkan Mas Angga ada di sampingku.“Kamu keterlaluan, Mas!” teriakku memukul-mukul dada Mas Angga.“Aku bisa menjelaskan semuanya, Dek!” sahut Mas Angga, yang pasrah ketika tanganku memukul dadanya berulang-ulang.“Kenapa kamu berbohong!!! Kamu tahu, bagaimana cemasnya aku mendengar kabar itu? Aku sampai pingsan. Aku sampai nggak bisa tidur. Mataku sampai sembab. Kamu memang keterlaluan! Kamu punya hati nggak, sih???” teriakku kasar dengan tatapan kebencian. Mas Angga hanya menunduk. Seakan pasrah mendengar makianku.“Sudah, Dewi! Tahan emosi, sabar!” Tante Tik

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-11
  • BENALU   Bab 15

    Benalu part 15POV Angga“Mas Angga, sudah ada duit belum?”“Saya harap secepatnya di bayar hutang ibumu!”“Kalau nggak bisa bayar jangan ngutang dong!”“Baru saja pisah sama Dewi, sudah kere aja, Ga? Berarti kamu memang pengangguran dong?”“Padahal hidupmu waktu masih sama Dewi, mewah loo, beli ini itu nggak pernah mikir harganya, sekarang? Miris amat hidup loo, Ga?”Banyak sekali umpatan yang aku terima semenjak pisah dari Dewi. Belum lagi hutang ibu yang semakin hari semakin menumpuk. Orang-orang yang dulu dekat denganku, sekarang menjauh satu persatu. Aku baru menyadari betapa nol nya aku tanpa Dewi. Tanpa Dewi aku tak bisa apa-apa. Tanpa Dewi juga, aku sudah tak di hargai orang lagi.Orang-orang yang dulu sering datang untuk minjam uang atau sekedar minta

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • BENALU   Bab 16

    POV AnggaAku merasa sangat merasa bersalah dengan Dewi. Memaksanya pulang dengan pemberitaan yang tak wajar. Membuat dia pingsan cukup lama. Aku sangat cemas. Saat dia tersadar, sorot matanya memancarkan kebencian. Semakin menambah rasa bersalahku. Untuk membayar hutang ibu ke Kosim, akhirnya di pinjami uang Om Heru. Rasa malu yang luar biasa menjalar di suluruh tubuh.Belum lagi tingkah dan ucapan Ibu, semakin membuatku malu. Selalu membahas pembagian harta. Aku tahu dan faham, aku tak ada hak atas harta Dewi. Terlebih saat Tante Tika berdebat dengan Ibu. Ingin membentak Ibu, tapi aku tak kuasa. Entahlah. Bingung.“Ibu nggak mau tahu, Ga. Pokoknya kamu harus minta bagian dari harta Dewi!” cerocos Ibu sampai rumah. Membuatku engap.“Bu! Sadar! Angga ini nikah sama Dewi nggak bawa apa-apa,” kesalku.“Yang namanya udah nikah itu, ya, harta bersama!&rd

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12

Bab terbaru

  • BENALU   Bab 102 (Season Dua)

    Benalu part 102POV 3“Pi, motor Angga di bawa kabur mereka,” ucap Angga, dia masih sangat menyayangkan motornya yang belum lunas. Masih kredit.“Biar, Ga! motor bisa di beli lagi. Yang penting nyawa kamu selamat,” jawab Pak Faris bijak.Angga mendesah. ‘Untung nggak mau membawa mobil Papi, kalau sampai memenuhi keinginan Ibu untuk meminjam motor Papi, yang hilang mungkin mobil Papi. Harus dengan cara apa untuk menggantinya?’ lirih Angga dalam hati. Walau kondisinya sudah babak belur begitu, tapi dia masih bersyukur, karena bukan mobil mertuanya yang dia bawa.“Bagaimana keadaan sebenarnya, Ga? kok, kamu bisa sampai seperti ini?” tanya Pak Faris kepada menantunya.“Permisi,” Pak Faris dan Angga mengarah ke asal suara. Ternyata ada dokter dan Martina berjalan mendekat.“Saya periksa dulu, ya?” ucap dokter laki-laki paruh baya itu ramah. “Silahkan dok,” jawab Pak Faris mempersilahkan. Dokter itu menjalankan tugasnya. Memeriksa detak jantung dan yang lainnya. “Kepala saya pusing banget

  • BENALU   Bab 101 (Season Dua)

    Benalu part 101POV 3“Yaudah Om, Tante, Mita, kami pulang dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Romi,” pamit Romi kepada semuanya.“Iya, Rom, pasti, kamu juga hati-hati di jalan,” balas Om Heru. Kemudian mereka beranjak dan keluar dari kamar Mita.Romi dan Dewi melewati lorong Rumah Sakit seraya bergandengan tangan. Dewi mengedarkan pandang. Matanya melihat sosok laki-laki yang menggunakan masker, kacamata hitam dan jaket, berjalan seraya tolah toleh. Mata Dewi menyipit. Langkah kakinya penuh curiga.“Mas, laki-laki itu, kok, jalannya ngendap-ngendap, ya?” tanya Dewi lirih dengan mata masih memperhatikan laki-laki itu. Romi akhirnya juga ikut menoleh ke arah yang di pandang Dewi.“Iya, mau ngapain, ya? tapi dia ke lorong sana?” sahut Romi lirih. Mata mereka masih fokus dengan laki-laki berjaket itu.“Iya, apa kita ikuti?” tanya Dewi kepada suaminya.Dreettt dreeerrrttt dreetttt gawai Dewi bergetar di dalam tasnya. Tak berselang lama berbunyi. Nada panggilan masuk. Dengan cepat De

  • BENALU   Bab 100 (Season Dua)

    Benalu part 100POV 3Ya, di sini, Rizka berpelukkan manja dengan Ibu mertuanya. Dan Rama berpelukkan haru dengan Ibu mertuanya. “Doakan, ya, Bu. semoga Rumah Tangga kami sakinnah ma waaddah wa rohmah,” pinta Rama kepada mertuanya.“Pasti, Nak. Pasti. Tanpa kalian minta, ibu pasti mendoakan kalian,” ucap Bu Sumi. Rama kemudian melepaskan pelukannya.“Pa, kapan Mama Dewi pulang?” tanya Mila tiba-tiba. Membuat Rama tidak bisa menjawabnya. Rama dan mertuanya saling beradu pandang. Rama menarik nafasnya kuat-kuat dan melepaskannya perlahan.“Papa juga nggak tahu, Sayang,” jawab Rama. Membuat bibir Mila cemberut.“Katanya Mama Dewi nggak lama-lama. Tapi, kok nggak pulang-pulang?” sahut Mila seraya bertanya.Mila memang sangat merindukan Dewi. Menunggu Dewi pulang terasa sangat lama baginya. Selalu menunggu hari esok, dengan harapan hari esok mama Dewinya pulang. “Urusan Mama Dewi belum selesai Sayang, makanya Mama Dewi belum bisa pulang,” jawab Rama santai, dengan selalu menyunggingkan s

  • BENALU   Bab 99 (Season Dua)

    Benalu part 99POV 3Anga sudah di periksa oleh dokter. Dia juga belum sadar. Martina dan orang tuanya menunggu di luar. Karena belum di ijinkan masuk. Karena Angga masih dalam penanganan.Martina masih terus menangis. Dia mondar mandir dengan hati yang cemas. Berkali-kali melirik ke pintu kamar di mana Angga di rawat. Berharap pintu itu segera di buka dan dokter segera menyampaikan kabar tentang kondisi suaminya.Yusuf sudah tenang. Dia tidur di pelukkan neneknya. Bu Intan juga nggak kalah paniknya. Hatinya juga berdegub nggak jelas. Selalu berdoa untuk kebaikan anaknya.“Dokternya kok, nggak keluar-keluar, ya?” celetuk Bu Intan. Dia juga nggak sabar menunggu dokter keluar.Bu Intan menyesal sekali, menyuruh anaknya membelikan dia makanan. Lebih tepatnya dia memaksa Angga untuk membelikan makan. Padahal waktu itu, kerjaan rumah di besannya masih banyak dan rumah juga masih berantakan. Makanan juga banyak. Hanya demi ingin pamer baju baru dan naik mobil besannya dia memaksa. Ternyata

  • BENALU   Bab 98 (Season Dua)

    Benlau part 98POV 3“Ma, tapi Mama dan Papa setujukan Mita nikah sama Gio?” tanya Mita kepada mamanya. membuat mamanya bingung menjawabnya. Langkah kaki Dewi langsung terhenti. Dari kemarin-kemarin dia cuma membayangkan saja, kalau Mita akan menikah dengan Pak Galih. Dan itu sudah membuatnya mual. Tapi, hari ini telinganya mendengar sendiri kalau adiknya ingin menikah dengan laki-laki yang selalu mual jika namanya di sebut. Kemudian Dewi berbalik badan, tak jadi keluar tapi malah menuju ke toilet yang ada di kamar rawat inap Mita. Membuat Tante Tika cemas juga dengan kondisi Dewi. Kemudian menyusul Dewi ke toilet. Memijit tengkuknya. Agar terasa enakkan.“Kamu masih sering muntah, Wi?” tanya Tante Tika dengan nada cemas. Walau dia sering melihat Dewi seperti itu, tapi tetap saja dia cemas dengan kondisi keponakannya.“Iya, Tante,” jawab Dewi dengan nada lemas. Dia sudah duduk di sofa ruang kamar Mita di rawat.“Ibu hami itu memang macam-macam, ada yang cuma trimester pertama, ada y

  • BENALU   Bab 97 (Season Dua)

    Benalu part 97POV 3Hati Martina semakin berdegub kencang saat kakinya melangkah menuju rumah Pak Agung. Dia sangat penasaran dengan keadaan suaminya, dan apa yang terjadi sebenarnya. Terus foto yang di berikan Haris itu, apa maksudnya? Dari mana dia mendapatkan foto itu? Semuanya masih menjadi tanya besar di benak Martina. dan sebentar lagi akan terjawab. ‘Mas Angga aku sudah dekat denganmu,’ lirih Tina lagi dalam hati.“Silahkan langsung ke kamar saja semuanya. Karena yang punya hape ini masih di dalam kamar dan belum sadar,” ucap Pak Agung. Semakin membuat hati Tina bergemuruh. Pintu kamar di buka oleh pemiliknya. Bu Intan juga berdebar hatinya, ingin segera melihat kondisi anaknya. Begitu juga dengan Jeng Sella dan Pak Faris. Tak kalah berdebar walau hanya anak mantu. Tapi, mereka benar-benar cemas. Martina masuk lebih di dalam kamar itu. Tak sabar rasanya, ingin melihat suaminya. “Itu, Mbak pemilik hape ini,” jawab Pak Agung seraya menunjuk ke ranjang. Di sana terbaring seso

  • BENALU   Bab 96 (Season Dua)

    Benalu 96POV 3“Sayang, aku sudah melacak alamat-alamat nomor baru yang menghubungi kamu. Cuma banyak nomor baru, jadi kamu ingat-ingat ya, nomor mana yang menghubungimu, saat kamu di kabari kalau papamu kecelakaan,” jelas Pak Galih seraya memberikan gawai Mita yang dia bawa dari tadi.Mita menerima gawainya. Kemudian melihat nomor-nomor baru itu. Matanya kembali nanar lagi. Nggak ingin membahas masalah ini. Tapi, kalau nggak di bahas, nggak akan selesai-selesai ini kasus.“Yang ujungnya 29, sahut Mita,” sahut Mita kemudian, meletakkan gawainya di sebelahnya.Pak Galih langsung memeriksa alamat nomor yang di bilang Mita. Dari sekian banyak nomor baru, hanya satu yang ujungnya 29. Pak Galih tersenyum.“Kita bisa lapor polisi dan segera menggerebeknya,” ucap Pak Galih yakin dan mantab.“Alamatnya mana, Pak?” tanya Om Heru penasaran.“Ini, Pak!” Pak galih menyerah kertas yang sudah tercantum semua alamat-alamat nomor baru yang menghubungi Mita. Om Heru langsung menerimanya. Kemudian men

  • BENALU   Bab 95 (Season Dua)

    Benalu part 95POV 3Dreett dreet dreettt gawai Tina bergetar. Tak berselang lama berbunyi.“Ma, tolong lihatkan siapa yang menelpon?” pinta Tina kepada mamanya. “Iya, Sayang,” ucap Jeng Sella, kemudian langsung mengambil gawai yang masih di saku baju Tina. “Astaga!” ucap jeng Sella saat melihat siapa yang menelpon.“Siapa yang nelpon, Mi? Peneror itu lagi kah?” tanya Tina masih dengan Mata sedikit membuka. Karena kalau membuka sempurna dia nggak tahan. Karena melihat semuanya berputar-putar.“Angga, yang nelpon,” sahut Jeng Sella. Seketika Martina terperanjat dari baringnya. Membuka paksa matanya saat mendengar nama suaminya menelon ke nomornya.“Cepat angkat, Mi!” perintah Martina semangat. Jeng sella mengangguk dan kemudia mengangkat telpon itu.[Hallo, Angga] ucap Jeng Sella memulai percakapannya. Kemudian dia meloundspeaker gawainya.[Hallo] terdengar suara dari seberang. Suara laki-laki. Martina mengerutkan keningnya. Karena dia faham kalau itu bukan suara suaminya.[Ini siapa

  • BENALU   Bab 94 (Season Dua)

    Benalu part 94POV 3Pak Galih memutuskan pulang, seraya membawa hape Mita. Karena dia ingin mengeceknya di rumah. Om Heru nggak percaya gitu saja tentunya dia membawa pulang gawai Mita. Karena baru saja ketemu. Walau dia tahu anaknya sangat dekat dengannya. Akhirnya Pak Galih meninggalkan KTPnya, agar Om Heru dan yang lainnya percaya, kalau dia memang serius ingin membantu Mita.“Gio mana, Mbak?” tanya Mita kepada Dewi. Langsung mual perut Dewi jika nama itu di sebut. Seakarang di kamar itu tinggal mereka berdua. Om Heru dan Tante Tika pulang. Romi sedang mencari ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan.“Pak Galih, udah pulang,” jawab Dewi dengan susah payah menahan rasa mualnya.“Mbak, salah nggak aku jatuh cinta dengan Gio?” tanya Mita. Semakin membuat Dewi mual. Liur sudah naik ke mulut. Susah payah dia menelan ludahnya sendiri.“Eh, namanya kan Pak Galih. Kenapa kamu panggilnya Gio?” tanya Dewi balik, sengaja mengalihkan pembicaraan, karena memang nggak mau menjawab pertanyaa

DMCA.com Protection Status