Benalu part 76POV MARTINAAku dan Pak Hadi muter-muter dengan mobil nggak jelas arah tujuannya. Masih terus menghubungi nomor Mas Angga. Walau masih nggak aktif nomornya, aku terus menghubunginya. Bergantian dengan nomor baru yang menterorku. Nomor baru yang menteror itu aktif tapi nggak di angkat. Dia kayaknya sengaja ingin membuatku cemas. Aku balas pesan singkatnya tapi juga nggak ada respon. Terus aku harus bagaimana mencari Mas Angga?Untuk pertanyaan Mami tadi, tidak aku respon. Nggak mungkin aku jujur kalau Yusuf bukan anak Mas Angga. Untung saja tadi Pak Hadi langsung segera datang. Jadi langsug bisa pergi ninggalin Mami. Biarkan saja pertanyaannya menggantung tanpa ada jawaban.“Mbak kita ini mau kemana?” tanya Pak Hadi. Karena memang udah muter-muter nggak jelas.“Nggak tahu, Pak. Pokoknya jalan saja terus dan pelan-pelan,” jawabku. Mata fokus mengedarkan pandang. Berharap mata ini bisa menemukan Mas Angga.‘Mas, kamu di mana? Ibu juga kenapa pakai acara nggak mau makan di
Benalu part 77POV MARTINA“Pak ikuti mobil itu!” perintahku kepada Pak Hadi seraya menunjuk ke arah mobil itu.“Siap, Mbak!” sahut Pak Hadi. Mobil terus mengikut kemana mobil berwarna merah maroon itu melaju. Aku yakin akan menemukan titik terang dari masalahku ini. Aku juga harus bertemu dengan Berlin. Apa, sih, maunya? Padahal aku udah lama nggak ada hubungan dengan kakak Iparnya.Aku juga nggak minta Haris bertanggung jawab atas kehamilanku. Aku juga tak ada melabrak istri Haris. Terus kenapa Berlin selalu mengusikku? Aku juga sudah lama menghilang dari kehidupannya. Apa, yang dia inginkan?Ah, mobil itu entah kemana akan pergi. Yang jelas aku dan Pak Hadi masih setia membuntutinya. Mau sampai manapun aku kejar. Yang penting aku bisa menyelamatkan Mas Angga. entah, lah, hati ini yakin kalau Mas Angga di culik oleh dia. Walau bukan dia yang menculik. Pasti Berlin bayarin orang untuk menculik Mas Angga. Dia pasti nggak mau tangannya kotor. “Mobil ini mau kemana, ya, Mbak? Dari tad
Benalu part 78POV DEWIKarena penasaran aku segera menyambar gawai Mita yang sedang di baca Mas Romi. Mas Romi masih melongo melihatku menyambar gawai Mita. Dengan cepat dan nggak sabar aku ingin membaca isi gawai itu. Seperti inilah isi gawai pesan singkat gawai Mita.[Hai, Mit! Besok bisa datang nggak di acara ultah Tata?] pesan masuk pertama dari nomor yang Mita kasih nama. Hilda.[Hai juga, Da! Datanglah, nggak enak sama Tata kalau nggak datang, kamu sendiri datang nggak?] balas Mita.[Datang, dong! Sekalian mau ngenalin pacar ke teman-teman,] begitulah jawaban dari Hilda.[Ok. sampai ketemu besok, ya!] balas Mita. [Sipp] balas Hilda lagi.“Nggak ada yang mencurigakan, Mas,” ucapku. Mas Romi mendesah. Karena itu chat terakhir yang ada di gawai Mita. Lainnya biasa-biasa. Hanya menanyakan kabar dan hal remeh temeh lainya.“Iya, memang nggak ada yang aneh, tapi itu chat terakhir yang mengajak Mita keluar,” sahut Mas Romi. Aku masih terus memeriksa gawai Mita. Berharap ada chat lain
Benalu part 79POV RAMA“Dek, kamu ini kenapa?” tanyaku kepada Rizka yang nadanya meninggi saat aku menelpon Dewi. Seketika aku matikan saja telponnya. Karena aku nggak mau Dewi dan Romi mendengar keributan kami.“Mila itu anakku, Mas,” sahut Rizka. Mila sudah di ajak ke belakang sama Bi Yuli. Karena aku lihat Mila ketakutan melihat Rizka. “Semua orang tahu kalau Mila itu anak kamu,” sahutku pelan. Aku harus bisa mengontrol emosi. Jangan sampai aku ikut membentaknya. Dia lagi hamil, mungkin hormonnya lagi naik turun. ‘Sabar Rama, Sabar! Istrimu lagi hamil,’ lirihku dalam hati.“Aku nggak suka Mila dekat-dekat dengan Mbak Dewi,” sungut Rizka. aku hanya bisa mendesah. Untuk pertama kalinya Rizka ngomong kasar kayak gini. Untuk pertama kalinya juga Rizka membahas keberatan Mila dekat sama Dewi. Biasanya dia aman-aman saja. Tenang-tenang saja. Entahlah.“Kenapa, Dek? Kenapa baru sekarang kamu mempermasalahkannya?” tanyaku. Rizka membuang muka. Mungkin dia nggak terima dengan ucapanku. ‘T
Benalu part 80POV MARTINAPak Hadi segera menuntunku masuk ke dalam mobil. Perut ini terasa sangat nyeri. Ngilu, karena Berlin lumayan kuat juga tadi mendorongku. Dengan menahan perutku yang masih ngilu, aku masih berusaha memainkan gawai. Menekan nomor Mas Angga. Tapi, masih saja tidak tersambung.“Kamu di mana sih, Mas?” lirihku. Air mata ini keluar lagi, selain merasakan sakit di perut juga merasakan cemas di hati.“Mbak, tadi harusnya jangan langsung menyerang perempuan tadi. Dari wajahnya saja saya menilai dia bukan orang baik,” celetuk Pak Hadi, yang berkali-kali melihatku ke arah spion depan.“Sayan tadi udah nggak sabar, Pak! Sudah memuncak emosi saya,” sahutku. Pak Hadi terlihat mendesah.“Iya, tapi kalau kayak gini kita nggak dapat info apa-apa tentang Mas Angga, Mbak. Terus ini gimana? Apa kita pulang? saya nggak tega lihat Mbak Tina kesakitan kayak gitu,” ucap Pak Hadi masih sering memperhatikanku di spion depan.“Jangan, Pak. Kita jangan pulang. Aku masih ingin terus men
Benalu part 81POV DEWIHari ini aku kembali menjenguk Mita di Rumah Sakit. Keadaan masih sama saja. Masih di infus. Cuma bedanya dia udah nggak teriak-teriak. Dia udah bisa di ajak bicara.“Om bisa kita bicara sebentar?” tanyaku lirih di telinga Om Heru. Om Heru mengangguk. Tanpa menjawab. Kemudian aku dan Om Heru keluar dari ruangan Mita di rawat. Aku mengkode Mas Romi dengan tatapan mata. Untung saja dia mengerti. Akhirnya ikut membuntutiku dengan Om Heru. Tante Tika masih di dalam. Menunggu Mita. Mata Tante Tika masih sembab. Pasti dia masih menangis terus karena nasib buruk yang menimpa anaknya.“Ada apa, Wi?” tanya Om Heru setelah sudah sampai di luar ruangan Mita di rawat. Aku membahas Mita nggak mungkin di dekat Mita bahasnya.“Om, Dewi nemuin hape Mita! dia terakhir chat sama Gio ngajak ketemuan, Om kenal dengan yang namanya Gio?” tanyaku. Om Heru terlihat mengerutkan kening.“Gio, Gio, Gio,” Om Heru menyebut nama itu berkali-kali. Seakan lagi mengingat-ingat. Aku dan Mas Ro
Benalu part 82POV DEWI[Kenapa kamu nggak datang lagi waktu itu? aku nunggunya sampai lumutan] seperti itulah chat baru dari Gio. Padahal kami belum ada balas.“Astaga! lihat chat Gio, kayaknya dia nggak tahu apa-apa, ya?” ucapku dengan mata masih fokus membaca pesan chat itu.“Iya, berarti Mita nggak datang di lokasi janjian?” sahut Om Heru.“Coba, Dek, balesin lagi!” perintah Mas Romi.“Di balesin gimana?” tanyaku, karena kalau aku menilai chat Gio yang kayak gini, berarti Gio nggak tahu apa-apa. Tapi, entahlah. Bingung rasanya membongkar teka-teki ini.“Bilang aja, aku terkena musibah,” ucap Mas Romi. Aku mendesah dan masih memikirkan balasan yang tepat untuk Gio ini.“Kalau dia tanya musibah apa?” tanyaku balik. Karena aku yakin Gio pasti akan bertanya kayak gitu. Itu udah otomatis. Karena aku sendiri kalau dapat balasan dapat musibah jelas jiwa kepo langsung meronta.“Udahlah, pokoknya ikuti aja dulu saran, Mas,” ucap Mas Romi.“Iya, Wi, nggak ada salahnya. Balas gitu saja dulu,
Benalu part 83POV DEWI“Sus, kamar Mita Faradiba di mana, ya?” tanya laki-laki yang di tunjuk Mas Romi. Berarti betullah dia itu Gio.“Owh, kamar 151 Pak sebelah sana,” jawab suster cantik itu. Laki-laki itu langsung memandang ke arah yang di tuju suster itu.“Iya, Mas, dia Gio,” celetukku, mata kami masih mengarah ke laki-laki itu.“Masak Mita sayang-sayangan sama-sama yang jauh lebih tua? Kebangetan lagi,” ucap Mas Romi seakan bertanya. Aku melirik ke Om Heru. Dia mendesah dengan mata yang masih memandang ke laki-laki itu.“Nyatanya dia nyari kamar Mita? sedangkan yang arah ke sini, kan, memang Gio,” sahutku. Aku juga ikut mendesah. Lihat wajahnya yang sudah bisa di bilang tidak muda. Tapi? Mita kok, manggilnya nggak mas atau kakak atau apalah. Manggilnya nyebut nama saja.“Iya juga, sih,” jawab Mas Romi. Mata kami masih memandang ke laki-laki yang menuju ke sini. Laki-laki yang sudah sangat dewasa. Mungkin nggak selisih jauh dengan Om Heru. Mungkin bisa di bilang adiknya Om Heru.
Benalu part 102POV 3“Pi, motor Angga di bawa kabur mereka,” ucap Angga, dia masih sangat menyayangkan motornya yang belum lunas. Masih kredit.“Biar, Ga! motor bisa di beli lagi. Yang penting nyawa kamu selamat,” jawab Pak Faris bijak.Angga mendesah. ‘Untung nggak mau membawa mobil Papi, kalau sampai memenuhi keinginan Ibu untuk meminjam motor Papi, yang hilang mungkin mobil Papi. Harus dengan cara apa untuk menggantinya?’ lirih Angga dalam hati. Walau kondisinya sudah babak belur begitu, tapi dia masih bersyukur, karena bukan mobil mertuanya yang dia bawa.“Bagaimana keadaan sebenarnya, Ga? kok, kamu bisa sampai seperti ini?” tanya Pak Faris kepada menantunya.“Permisi,” Pak Faris dan Angga mengarah ke asal suara. Ternyata ada dokter dan Martina berjalan mendekat.“Saya periksa dulu, ya?” ucap dokter laki-laki paruh baya itu ramah. “Silahkan dok,” jawab Pak Faris mempersilahkan. Dokter itu menjalankan tugasnya. Memeriksa detak jantung dan yang lainnya. “Kepala saya pusing banget
Benalu part 101POV 3“Yaudah Om, Tante, Mita, kami pulang dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Romi,” pamit Romi kepada semuanya.“Iya, Rom, pasti, kamu juga hati-hati di jalan,” balas Om Heru. Kemudian mereka beranjak dan keluar dari kamar Mita.Romi dan Dewi melewati lorong Rumah Sakit seraya bergandengan tangan. Dewi mengedarkan pandang. Matanya melihat sosok laki-laki yang menggunakan masker, kacamata hitam dan jaket, berjalan seraya tolah toleh. Mata Dewi menyipit. Langkah kakinya penuh curiga.“Mas, laki-laki itu, kok, jalannya ngendap-ngendap, ya?” tanya Dewi lirih dengan mata masih memperhatikan laki-laki itu. Romi akhirnya juga ikut menoleh ke arah yang di pandang Dewi.“Iya, mau ngapain, ya? tapi dia ke lorong sana?” sahut Romi lirih. Mata mereka masih fokus dengan laki-laki berjaket itu.“Iya, apa kita ikuti?” tanya Dewi kepada suaminya.Dreettt dreeerrrttt dreetttt gawai Dewi bergetar di dalam tasnya. Tak berselang lama berbunyi. Nada panggilan masuk. Dengan cepat De
Benalu part 100POV 3Ya, di sini, Rizka berpelukkan manja dengan Ibu mertuanya. Dan Rama berpelukkan haru dengan Ibu mertuanya. “Doakan, ya, Bu. semoga Rumah Tangga kami sakinnah ma waaddah wa rohmah,” pinta Rama kepada mertuanya.“Pasti, Nak. Pasti. Tanpa kalian minta, ibu pasti mendoakan kalian,” ucap Bu Sumi. Rama kemudian melepaskan pelukannya.“Pa, kapan Mama Dewi pulang?” tanya Mila tiba-tiba. Membuat Rama tidak bisa menjawabnya. Rama dan mertuanya saling beradu pandang. Rama menarik nafasnya kuat-kuat dan melepaskannya perlahan.“Papa juga nggak tahu, Sayang,” jawab Rama. Membuat bibir Mila cemberut.“Katanya Mama Dewi nggak lama-lama. Tapi, kok nggak pulang-pulang?” sahut Mila seraya bertanya.Mila memang sangat merindukan Dewi. Menunggu Dewi pulang terasa sangat lama baginya. Selalu menunggu hari esok, dengan harapan hari esok mama Dewinya pulang. “Urusan Mama Dewi belum selesai Sayang, makanya Mama Dewi belum bisa pulang,” jawab Rama santai, dengan selalu menyunggingkan s
Benalu part 99POV 3Anga sudah di periksa oleh dokter. Dia juga belum sadar. Martina dan orang tuanya menunggu di luar. Karena belum di ijinkan masuk. Karena Angga masih dalam penanganan.Martina masih terus menangis. Dia mondar mandir dengan hati yang cemas. Berkali-kali melirik ke pintu kamar di mana Angga di rawat. Berharap pintu itu segera di buka dan dokter segera menyampaikan kabar tentang kondisi suaminya.Yusuf sudah tenang. Dia tidur di pelukkan neneknya. Bu Intan juga nggak kalah paniknya. Hatinya juga berdegub nggak jelas. Selalu berdoa untuk kebaikan anaknya.“Dokternya kok, nggak keluar-keluar, ya?” celetuk Bu Intan. Dia juga nggak sabar menunggu dokter keluar.Bu Intan menyesal sekali, menyuruh anaknya membelikan dia makanan. Lebih tepatnya dia memaksa Angga untuk membelikan makan. Padahal waktu itu, kerjaan rumah di besannya masih banyak dan rumah juga masih berantakan. Makanan juga banyak. Hanya demi ingin pamer baju baru dan naik mobil besannya dia memaksa. Ternyata
Benlau part 98POV 3“Ma, tapi Mama dan Papa setujukan Mita nikah sama Gio?” tanya Mita kepada mamanya. membuat mamanya bingung menjawabnya. Langkah kaki Dewi langsung terhenti. Dari kemarin-kemarin dia cuma membayangkan saja, kalau Mita akan menikah dengan Pak Galih. Dan itu sudah membuatnya mual. Tapi, hari ini telinganya mendengar sendiri kalau adiknya ingin menikah dengan laki-laki yang selalu mual jika namanya di sebut. Kemudian Dewi berbalik badan, tak jadi keluar tapi malah menuju ke toilet yang ada di kamar rawat inap Mita. Membuat Tante Tika cemas juga dengan kondisi Dewi. Kemudian menyusul Dewi ke toilet. Memijit tengkuknya. Agar terasa enakkan.“Kamu masih sering muntah, Wi?” tanya Tante Tika dengan nada cemas. Walau dia sering melihat Dewi seperti itu, tapi tetap saja dia cemas dengan kondisi keponakannya.“Iya, Tante,” jawab Dewi dengan nada lemas. Dia sudah duduk di sofa ruang kamar Mita di rawat.“Ibu hami itu memang macam-macam, ada yang cuma trimester pertama, ada y
Benalu part 97POV 3Hati Martina semakin berdegub kencang saat kakinya melangkah menuju rumah Pak Agung. Dia sangat penasaran dengan keadaan suaminya, dan apa yang terjadi sebenarnya. Terus foto yang di berikan Haris itu, apa maksudnya? Dari mana dia mendapatkan foto itu? Semuanya masih menjadi tanya besar di benak Martina. dan sebentar lagi akan terjawab. ‘Mas Angga aku sudah dekat denganmu,’ lirih Tina lagi dalam hati.“Silahkan langsung ke kamar saja semuanya. Karena yang punya hape ini masih di dalam kamar dan belum sadar,” ucap Pak Agung. Semakin membuat hati Tina bergemuruh. Pintu kamar di buka oleh pemiliknya. Bu Intan juga berdebar hatinya, ingin segera melihat kondisi anaknya. Begitu juga dengan Jeng Sella dan Pak Faris. Tak kalah berdebar walau hanya anak mantu. Tapi, mereka benar-benar cemas. Martina masuk lebih di dalam kamar itu. Tak sabar rasanya, ingin melihat suaminya. “Itu, Mbak pemilik hape ini,” jawab Pak Agung seraya menunjuk ke ranjang. Di sana terbaring seso
Benalu 96POV 3“Sayang, aku sudah melacak alamat-alamat nomor baru yang menghubungi kamu. Cuma banyak nomor baru, jadi kamu ingat-ingat ya, nomor mana yang menghubungimu, saat kamu di kabari kalau papamu kecelakaan,” jelas Pak Galih seraya memberikan gawai Mita yang dia bawa dari tadi.Mita menerima gawainya. Kemudian melihat nomor-nomor baru itu. Matanya kembali nanar lagi. Nggak ingin membahas masalah ini. Tapi, kalau nggak di bahas, nggak akan selesai-selesai ini kasus.“Yang ujungnya 29, sahut Mita,” sahut Mita kemudian, meletakkan gawainya di sebelahnya.Pak Galih langsung memeriksa alamat nomor yang di bilang Mita. Dari sekian banyak nomor baru, hanya satu yang ujungnya 29. Pak Galih tersenyum.“Kita bisa lapor polisi dan segera menggerebeknya,” ucap Pak Galih yakin dan mantab.“Alamatnya mana, Pak?” tanya Om Heru penasaran.“Ini, Pak!” Pak galih menyerah kertas yang sudah tercantum semua alamat-alamat nomor baru yang menghubungi Mita. Om Heru langsung menerimanya. Kemudian men
Benalu part 95POV 3Dreett dreet dreettt gawai Tina bergetar. Tak berselang lama berbunyi.“Ma, tolong lihatkan siapa yang menelpon?” pinta Tina kepada mamanya. “Iya, Sayang,” ucap Jeng Sella, kemudian langsung mengambil gawai yang masih di saku baju Tina. “Astaga!” ucap jeng Sella saat melihat siapa yang menelpon.“Siapa yang nelpon, Mi? Peneror itu lagi kah?” tanya Tina masih dengan Mata sedikit membuka. Karena kalau membuka sempurna dia nggak tahan. Karena melihat semuanya berputar-putar.“Angga, yang nelpon,” sahut Jeng Sella. Seketika Martina terperanjat dari baringnya. Membuka paksa matanya saat mendengar nama suaminya menelon ke nomornya.“Cepat angkat, Mi!” perintah Martina semangat. Jeng sella mengangguk dan kemudia mengangkat telpon itu.[Hallo, Angga] ucap Jeng Sella memulai percakapannya. Kemudian dia meloundspeaker gawainya.[Hallo] terdengar suara dari seberang. Suara laki-laki. Martina mengerutkan keningnya. Karena dia faham kalau itu bukan suara suaminya.[Ini siapa
Benalu part 94POV 3Pak Galih memutuskan pulang, seraya membawa hape Mita. Karena dia ingin mengeceknya di rumah. Om Heru nggak percaya gitu saja tentunya dia membawa pulang gawai Mita. Karena baru saja ketemu. Walau dia tahu anaknya sangat dekat dengannya. Akhirnya Pak Galih meninggalkan KTPnya, agar Om Heru dan yang lainnya percaya, kalau dia memang serius ingin membantu Mita.“Gio mana, Mbak?” tanya Mita kepada Dewi. Langsung mual perut Dewi jika nama itu di sebut. Seakarang di kamar itu tinggal mereka berdua. Om Heru dan Tante Tika pulang. Romi sedang mencari ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan.“Pak Galih, udah pulang,” jawab Dewi dengan susah payah menahan rasa mualnya.“Mbak, salah nggak aku jatuh cinta dengan Gio?” tanya Mita. Semakin membuat Dewi mual. Liur sudah naik ke mulut. Susah payah dia menelan ludahnya sendiri.“Eh, namanya kan Pak Galih. Kenapa kamu panggilnya Gio?” tanya Dewi balik, sengaja mengalihkan pembicaraan, karena memang nggak mau menjawab pertanyaa