Benalu part 50POV DEWIAku penasaran dengan Mita. Aku Putuskan untuk mendekat. Mumpung Mas Romi lagi mandi. Lagian dia kalau mandi lama juga. Aku awasi sekeliling rumah. Sudah sepi. Mungkin Om Heru dan Tante Tika sudah tidur. Dengan hati berdebar aku mendekati kamar Mita. Nggak tahu kenapa, mendekati kamar Mita seakan mau mendekati kamar mayat. Merinding juga.Dengan langkah kaki yang pelan aku medekati kamar Mita. Takut ketahuan nanti pasti nggak di bolehin masuk ke kamar Mita. Karena tadi saja aku nggak di ijinin masuk. Padahal aku sangat ingin memeluk Mita.Tapi rasa penasaranku semakin kuat. Aku tetap penasaran dengan kondisi Mita. Ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Seakan nggak sabar menunggu hari esok. Ya, memang tak sabar rasanya.Kalian tahu apa yang ada dalam pikiranku? Pelecehan seksual. Iya, kayaknya mita mengalami itu. Hingga dia depresi seperti itu. Seketika saja aku langsung mengingat kejadian yang menimpa Rizka dulu. Ya, walau aku tak tahu persis, karena hanya ti
Benalu part 51POV MartinaSyukurlah kalau Mas Angga menolak kerjaan yang di tawarkan Berlin. Aku yakin Berlin ada maksud lain. Tapi apa maksudnya? Dari mana dia tahu kalau Mas Angga itu suamiku? Apa memang dia sudah ngawasin aku selama ini? Banyak pertanyaan yang mengiang-ngiang di kepala.Semoga saja Mas Angga nggak tertarik dengan kecantikkan Berlin. Ya, karena Berlin juga mempunyai daya tari tersendiri, untuk menarik lawan jenisnya. Selain cantik juga kaya. Belum menikah juga. Cowok mana yang nggak klepek-klepek dengan dia.Tapi setahuku Berlin mempunyai selera tinggi untuk menilai cowok. Makanya dia belum menikah-menikah juga karena masih terlalu menyeleksi cowok. Bukan karena nggak ada yang mau sama dia. Tapi sebaliknya, banyak yang ngantri. Tapi semuanya zonk, belum ada yang dia pilih.“Kamu kenal dengan Berlin?” tanya Mas Angga tiba-tiba, setelah aku keluar dari kamar mandi. Aku lihat dia lagi menggenggam gawaiku. Degub jantung langsung terasa. ‘Tenang Martina, kan sudah kamu
Benalu part 52POV ANGGAAku memang sengaja menyindir Martina. Aku yakin dia ada hubungannya dengan Berlin. Awalnya aku sempat besar kepala, saat Berlin kenal dan mencari tahu tentang aku. Setelah aku tahu, nomor dia ada di hape Martina, aku semakin yakin Bellin ada tujuan khusus mendekatiku.Martina masih terdiam. Matanya masih mendelik melihat kartu nama dan gawainya. Ya, pasti dia faham maksudku.“Berlin, ngasih kartu nama?” tanyanya. Aku menarik nafasku kuat-kuat dan menghempaskannya pelan-pelan. Kenapa dia harus bohong? Kenapa tadi dia bilang tak mengenal Berlin?“Iya,” jawabku singkat. Bibirnya terlihat bergetar. Gelagapan.“Kok, nomornya bisa sama dengan nomor nyasar ini, ya?” sahut Martina dengan nada serak. Dia melirikku seraya menelan ludahnya sendiri.“Dia hubungin kamu?” tanyaku balik.“Iya, Mas,” jawabnya dengan menggigit bibir bawahnya. Kuusap wajahku pelan.“Dia ngomong apa?” tanyaku lagi. jujur saja aku curiga. Nggak mungkin kalau hanya sekedar nomor nyasar. Wajah Mar
Benalu part 53POV DEWITubuh bergetar mendekati Mita. Perutku juga merasakan sakit. Karena aku shok. sangat shok melihat tubuh Mita menggantung di atas. Ya, Mita mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri.Badanku terasa kaku, saat tersadar aku langsung berteriak sekuat-kuatnya. Untung Om Heru dan yang lainnya segera datang. Akhirnya Om Heru dan Mas Romi menurunkan Mita. Mita masih tertolong. Tapi jerat di lehernya sudah membekas.Badanku melemas ke lantai. Mataku masih mendelik seakan tak percaya dengan apa yang aku lihat tadi. Bagaimana tidak? seandainya aku menuruti keinginan Om Heru untuk tak masuk ke kamar Mita, mungkin besok pagi, kami sudah menjumpai tubuh Mita yang kaku dalam gantungan.Tante Tika histeris melihat kondisi anaknya. Jangankan Tante Tika, aku sendiri juga tak kalah histeris. Hingga tubuh ini merasa sangat kaku. Mulut seakan tak bisa berteriak. Kaku. Itu tadi, kini badan terasa melemas. Sangat lemas setelah kembali normal seperti biasanya.“Ya Allah Mita, kenapa
Benalu part 54POV Martina“Aku dan Berlin itu sebenarnya ada masalah, di masalalu,” ucapku seraya menarik nafasku kuat-kuat dan melepasnya pelan. Jujur saja aku deg-degan mau cerita. Nggak cerita juga suatu saat akan terbongkar. Dari pada Berlin yang mengatakan, kayaknya mending aku yang menyampaikan. Secara Berlin sudah tahu semuanya tentang Mas Angga. Kapan saja dia bisa memberitahukannya. Mas Angga terdiam, mungkin masih menunggu lanjutan ceritaku. “Apakah kamu mau janji tak akan marah jika aku menceritakan semua masalaluku?” tanyaku. Dia sedang menhembuskan nafasnya.“Tina, semua punya masa lalu, akupun juga. Dan kamu juga tahu, seburuk apa masalaluku, hingga aku di ceraikan Dewi,” ucap Mas Angga. Dewi? apa kabarnya dia.Untuk kesekian kalinya aku mengatur nafas. Merasa nyeri ulu hati kalau ingin menceritakan masalalu yang kelam. Seakan mengingatkan kembali rasa sakitnya. Mengingatkan kembali susah payahnya dalam mengatasi masalah itu.“Berlin itu adik ipar Haris, ayah biologisn
Benalu part 55POV ANGGA“Besok lagi Martina ceritakan, ya, Mas masalah bisnis itu, perutku sakit ini, ngilu. Aku pengen istirahat.” Ucap Martina. Ya, kalau dia udah bilang perutnya sakit aku mau ngomong apa? memang nyatanya perut dia habis di sesar.“Ok lah, tapi janji, ya, besok mau cerita semuanya, jangan ada yang di tutup-tutupi lagi,” sahutku. Karena kalau dia udah bilang perutnya ngilu, seakan perutku juga ikutan ngilu. Entahlah kenapa bisa begini.“Besok masih acaranya Yusuf,” jawabnya. Aku jadi semakin penasaran. Bisnis apa yang dia jalankan. Hingga seakan dia ragu untuk menceritakan.“Yaudah sekarang aja kalau gitu, tinggal nyebutin bisnis apa gitu,” sahutku. Aku lihat dia merebahkan badannya. Kemudian mendesah.“Mas, besok aja ya ..., setelah acara Yusuf aku ceritakan. Ini juga udah malam, istirahat dulu,” jawabnya seraya membenahi selimut.kemudian aku membantunya untuk membenahi selimut.Aku mau ngomong apa lagi, sedangkan yang punya cerita nggak mau melanjutkan. Nggak mau
Benalu part 56POV DEWI“Om, gimana keadaan Mita?” tanyaku kepada Om Heru pagi ini. Aku juga nggak nyenyak tidur semalaman mikirn kondisi Mita.“Nggak tahulah, Wi. Om juga bingung dengan apa yang semuanya terjadi, nggak tahu juga menyalahkan siapa? Karena Mita belum bisa di ajak komunikasi.” jawab Om Heru terdengar pasrah. Aku menatap Tante Tika yang duduk bersebelahan dengan Om Heru. Matanya sembab. Pasti karena sering nangis. Aku bisa membayangkan bagaimana perasaannya. Pasti sakitt luar biasa dengan kondisi ini.Iya, kuncinya memang ada di Mita sendiri. Tapi bagaimana mau mencari tahu. Sedangkan Mita sendiri kondisinya lagi kayak gitu. Aku ingin sekali membantu Om Heru, tapi bagaimana caranya?“Om hari ini jadi bawa Mita ke rumah sakit?” tanyaku. “Ngundang dokter ke sini saja, Wi. Jadi Mita lebih terjaga,” jawab Om Heru. Aku mendesah. Iya juga, kalau di rumah sakit bisa-bisa kalau yang bermasalah dengan Mita, akan datang di saat kami lengah. Kalau di rumah kayaknya lebih enak meng
Benalu part 57POV ANGGA“Ga, ini aja bagus!” ucap Ibu saat memilih baju. Akhirnya aku menuruti keinginan Ibu untuk ikut ke toko baju. “Udah, Ga! ajak Mami itu jalan-jalan, di rumah juga nggak mau bantuin juga. bikin sepet mata aja,” ucap Mami tadi sebelum berangkat. Jujur saja aku nggak enak banget sama Mami. Ibu juga kelewatan. Sudah tahu di rumah Mami lagi ribet, dia malah mau enaknya sendiri. Hanya mau jadi tim penyicip.Aku hanya bisa mendesah. Mau ribut sampai sobek ini mulut, Ibu juga nggak akan bisa mengerti. Nggak tahu lagi gimana ngomong sama Ibu. Semakin tua semakin bertambahnya umur, semakin ke kanak-kanakkan saja dia.“Iya, Mas, Ibu ajak keluar aja untuk hari ini,” sahut Martina juga tadi. Membuatku semakin bingung. Bingungnya karena duitku jelas nggak cukup untuk memenuhi keinganan ibu yang absurd itu.“Kamu kenapa?” tanya Martina tadi. Karena aku enggan beranjak ngajak ibu pergi.“Uang, Mas nggak cukup nuruti keinginan Ibu,” sahutku. Malu sebenarnya, tapi dari pada bin