Benalu part 52POV ANGGAAku memang sengaja menyindir Martina. Aku yakin dia ada hubungannya dengan Berlin. Awalnya aku sempat besar kepala, saat Berlin kenal dan mencari tahu tentang aku. Setelah aku tahu, nomor dia ada di hape Martina, aku semakin yakin Bellin ada tujuan khusus mendekatiku.Martina masih terdiam. Matanya masih mendelik melihat kartu nama dan gawainya. Ya, pasti dia faham maksudku.“Berlin, ngasih kartu nama?” tanyanya. Aku menarik nafasku kuat-kuat dan menghempaskannya pelan-pelan. Kenapa dia harus bohong? Kenapa tadi dia bilang tak mengenal Berlin?“Iya,” jawabku singkat. Bibirnya terlihat bergetar. Gelagapan.“Kok, nomornya bisa sama dengan nomor nyasar ini, ya?” sahut Martina dengan nada serak. Dia melirikku seraya menelan ludahnya sendiri.“Dia hubungin kamu?” tanyaku balik.“Iya, Mas,” jawabnya dengan menggigit bibir bawahnya. Kuusap wajahku pelan.“Dia ngomong apa?” tanyaku lagi. jujur saja aku curiga. Nggak mungkin kalau hanya sekedar nomor nyasar. Wajah Mar
Benalu part 53POV DEWITubuh bergetar mendekati Mita. Perutku juga merasakan sakit. Karena aku shok. sangat shok melihat tubuh Mita menggantung di atas. Ya, Mita mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri.Badanku terasa kaku, saat tersadar aku langsung berteriak sekuat-kuatnya. Untung Om Heru dan yang lainnya segera datang. Akhirnya Om Heru dan Mas Romi menurunkan Mita. Mita masih tertolong. Tapi jerat di lehernya sudah membekas.Badanku melemas ke lantai. Mataku masih mendelik seakan tak percaya dengan apa yang aku lihat tadi. Bagaimana tidak? seandainya aku menuruti keinginan Om Heru untuk tak masuk ke kamar Mita, mungkin besok pagi, kami sudah menjumpai tubuh Mita yang kaku dalam gantungan.Tante Tika histeris melihat kondisi anaknya. Jangankan Tante Tika, aku sendiri juga tak kalah histeris. Hingga tubuh ini merasa sangat kaku. Mulut seakan tak bisa berteriak. Kaku. Itu tadi, kini badan terasa melemas. Sangat lemas setelah kembali normal seperti biasanya.“Ya Allah Mita, kenapa
Benalu part 54POV Martina“Aku dan Berlin itu sebenarnya ada masalah, di masalalu,” ucapku seraya menarik nafasku kuat-kuat dan melepasnya pelan. Jujur saja aku deg-degan mau cerita. Nggak cerita juga suatu saat akan terbongkar. Dari pada Berlin yang mengatakan, kayaknya mending aku yang menyampaikan. Secara Berlin sudah tahu semuanya tentang Mas Angga. Kapan saja dia bisa memberitahukannya. Mas Angga terdiam, mungkin masih menunggu lanjutan ceritaku. “Apakah kamu mau janji tak akan marah jika aku menceritakan semua masalaluku?” tanyaku. Dia sedang menhembuskan nafasnya.“Tina, semua punya masa lalu, akupun juga. Dan kamu juga tahu, seburuk apa masalaluku, hingga aku di ceraikan Dewi,” ucap Mas Angga. Dewi? apa kabarnya dia.Untuk kesekian kalinya aku mengatur nafas. Merasa nyeri ulu hati kalau ingin menceritakan masalalu yang kelam. Seakan mengingatkan kembali rasa sakitnya. Mengingatkan kembali susah payahnya dalam mengatasi masalah itu.“Berlin itu adik ipar Haris, ayah biologisn
Benalu part 55POV ANGGA“Besok lagi Martina ceritakan, ya, Mas masalah bisnis itu, perutku sakit ini, ngilu. Aku pengen istirahat.” Ucap Martina. Ya, kalau dia udah bilang perutnya sakit aku mau ngomong apa? memang nyatanya perut dia habis di sesar.“Ok lah, tapi janji, ya, besok mau cerita semuanya, jangan ada yang di tutup-tutupi lagi,” sahutku. Karena kalau dia udah bilang perutnya ngilu, seakan perutku juga ikutan ngilu. Entahlah kenapa bisa begini.“Besok masih acaranya Yusuf,” jawabnya. Aku jadi semakin penasaran. Bisnis apa yang dia jalankan. Hingga seakan dia ragu untuk menceritakan.“Yaudah sekarang aja kalau gitu, tinggal nyebutin bisnis apa gitu,” sahutku. Aku lihat dia merebahkan badannya. Kemudian mendesah.“Mas, besok aja ya ..., setelah acara Yusuf aku ceritakan. Ini juga udah malam, istirahat dulu,” jawabnya seraya membenahi selimut.kemudian aku membantunya untuk membenahi selimut.Aku mau ngomong apa lagi, sedangkan yang punya cerita nggak mau melanjutkan. Nggak mau
Benalu part 56POV DEWI“Om, gimana keadaan Mita?” tanyaku kepada Om Heru pagi ini. Aku juga nggak nyenyak tidur semalaman mikirn kondisi Mita.“Nggak tahulah, Wi. Om juga bingung dengan apa yang semuanya terjadi, nggak tahu juga menyalahkan siapa? Karena Mita belum bisa di ajak komunikasi.” jawab Om Heru terdengar pasrah. Aku menatap Tante Tika yang duduk bersebelahan dengan Om Heru. Matanya sembab. Pasti karena sering nangis. Aku bisa membayangkan bagaimana perasaannya. Pasti sakitt luar biasa dengan kondisi ini.Iya, kuncinya memang ada di Mita sendiri. Tapi bagaimana mau mencari tahu. Sedangkan Mita sendiri kondisinya lagi kayak gitu. Aku ingin sekali membantu Om Heru, tapi bagaimana caranya?“Om hari ini jadi bawa Mita ke rumah sakit?” tanyaku. “Ngundang dokter ke sini saja, Wi. Jadi Mita lebih terjaga,” jawab Om Heru. Aku mendesah. Iya juga, kalau di rumah sakit bisa-bisa kalau yang bermasalah dengan Mita, akan datang di saat kami lengah. Kalau di rumah kayaknya lebih enak meng
Benalu part 57POV ANGGA“Ga, ini aja bagus!” ucap Ibu saat memilih baju. Akhirnya aku menuruti keinginan Ibu untuk ikut ke toko baju. “Udah, Ga! ajak Mami itu jalan-jalan, di rumah juga nggak mau bantuin juga. bikin sepet mata aja,” ucap Mami tadi sebelum berangkat. Jujur saja aku nggak enak banget sama Mami. Ibu juga kelewatan. Sudah tahu di rumah Mami lagi ribet, dia malah mau enaknya sendiri. Hanya mau jadi tim penyicip.Aku hanya bisa mendesah. Mau ribut sampai sobek ini mulut, Ibu juga nggak akan bisa mengerti. Nggak tahu lagi gimana ngomong sama Ibu. Semakin tua semakin bertambahnya umur, semakin ke kanak-kanakkan saja dia.“Iya, Mas, Ibu ajak keluar aja untuk hari ini,” sahut Martina juga tadi. Membuatku semakin bingung. Bingungnya karena duitku jelas nggak cukup untuk memenuhi keinganan ibu yang absurd itu.“Kamu kenapa?” tanya Martina tadi. Karena aku enggan beranjak ngajak ibu pergi.“Uang, Mas nggak cukup nuruti keinginan Ibu,” sahutku. Malu sebenarnya, tapi dari pada bin
Benalu part 58POV MARTINA“Haduh, gantengnya anakmu, Tin. Muirip bapaknya.”“Iya, masyaallah, wajah bapaknya semua.”“Gemes buanget sama anakmu, Tin. Ganteng.” “Jiplek Bapaknya.”Iya, semua orang yang datang bilang seperti itu. Entahlah, beneran mirip Mas Angga, atau hanya karena mereka tahunya Mas Angga adalah bapaknya. Aku hanya senyum-senyum saja menanggapi itu. Senyum dengan rasa bersalah. Hati ini tetap merasa bersalah dengan Mas Angga, jika ada orang yang bilang, wajah Yusuf mirip Mas Angga.Keadaan di rumah memang lagi ramai. Aku tetap masih di kamar. Orang berdatangan ada yang masuk ke kamar jika ingin melihat Yusuf. Saudara dan tetangga pada berdatangan membantu masak untuk acara tasyakuran Yusuf. Ramai.Mas Angga lagi keluar bersama Ibu. Mami juga yang nyuruh, dari pada bikin ribet. Mau di sindir model gimanapun, Ibu nggak bakalan ngerti. Entahlah, kalau bahas Ibu hati ini langsung memanas. Langsung emosi pokoknya.Aku kasihan dengan Mas Angga. Aku tahu dia pas-pasan duitn
Benalu part 59POV DEWIHati dan pikiran benar-benar terasa terpecah. Separuh di sini, separuh di sana, memikir anakku Mila. Memikirkan adikku Mita. Mereka berdua beanr-benar berarti bagiku. Tak bisa memilih. Tapi, raga sudah terlanjur di sini. Kalau dekat, pasti aku menjemput Mila. Dengar di telpon dia menangis memanggil namaku terasa sangat sesak dada ini.“Sayang,” sapa Mas Romi. Aku menoleh ke arahnya. “Iya, Mas,” balasku.“Ngelamun aja,” sahut Mas Romi. Aku mendesah. Sekarang kami semua ada di rumah sakit. Melakukan bisum untuk Mita. Agar mengetahui semuanya. Semoga saja yang ada dalam pikiranku salah.“Kepikaran Mila,” jawabku lirih. Supaya Om Heru dan tante Tika tak mendengar. Karena jelas tak enak hati dengannya. Di sini masalah lagi kayak gini, malah memikirkan yang lainnya.“Kasihan dedeknya, jangan di bawa stress, ya,” ucap Mas Romi seraya memegang perutku. Aku tersenyum memandangnya.“Mila nggak nyaman tinggal bersama Rizka, Mas. Dan sampai nangis kayak gitu manggil-mangg