Share

Undangan Tanpa Nama

Penulis: eyes0cream
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-16 08:09:27

Jumat, 22 Maret 2024/09:56 Pagi

Pintu ruang kendali diketuk sekali. Kali ini, seorang polisi lain masuk tanpa ragu. “Detektif?” katanya, sedikit canggung. “Ada seseorang—wanita. Dia bilang tamu VIP. Memberikan ini untuk Anda.”

Petugas itu menyodorkan sebuah amplop kecil, polos. Tidak ada nama pengirim, hanya satu kalimat yang tergores rapi dengan tinta hitam:

Untuk sang pencari kebenaran.

Alphonse menatap tulisan itu cukup lama. Dia menatap kertas itu tanpa menjulurkan tangan—belum. “Siapa yang memberikannya?”

“Seorang wanita berambut pirang gelap dan bermata biru. Tidak mau sebut nama, hanya bilang…’yang Anda cari bukan selalu tersimpan di data. Kadang, ada yang disembunyikan dalam diam.’”

Alphonse mengambil kertas itu perlahan. Kertasnya tipis, wangi samar sesuatu yang familiar. Di dalamnya hanya ada selembar kertas tipis, dilipat dua, dan tercium samar aroma sesuatu yang dia kenal.

Tulisan di dalamnya pendek. Ditulis dengan tangan: kecil dan miring. Sebuah pesan—kode waktu dan temp
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Pertemuan Rahasia

    Jumat, 22 Maret 2024/10:07 PagiHening menyelimuti ruangan seperti tirai tebal yang enggan tersingkap. Udara di Kamar 812 terasa berbeda—lebih berat, seolah waktu ikut melambat di antara ketiga orang yang berdiri di dalamnya. Suara detak jam dinding terdengar terlalu jelas, mengiris kesunyian seperti bisikan tidak kasat mata.Valerie tetap diam. Alphonse tidak bergerak. Sedangkan Miyazaki hanya menatapnya seperti pria yang menunggu pengakuan, bukan perlawanan. Tidak ada lagi suara ketukan, tidak ada langkah lain di luar. Dunia menyusut menjadi kamar ini dan segala rahasia yang terperangkap di dalamnya.“Silakan duduk,” ucap Miyazaki, menunjuk kursi di hadapannya.Dia sendiri menurunkan tubuh perlahan, lalu meletakkan tongkatnya ke sisi kursi dengan gerakan tenang. Jemarinya bertaut di atas pangkuan. Tidak ada meja, tidak ada batas—hanya dua pasang mata yang kini saling menilai. Tatapannya lembut, tapi penuh kalkulasi, seperti bidak yang sudah tahu langkah lawan sebelum permainan dimul

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Naïveté

    Jumat, 22 Maret 2024/11:31 SiangAlphonse berdiri di depan pintu Kamar 708. Tangannya yang terangkat untuk mengetuk membeku di udara saat ponselnya berdering pelan. Jarinya bergerak ringan membuka pesan singkat dari Detektif Otero: "Semuanya sudah siap. Kami sedang dalam perjalanan."Tidak ada perubahan di wajahnya. Dia hanya melirik sejenak, lalu mematikan layar dan menyelipkan kembali ponselnya ke saku mantelnya. Pandangannya kembali jatuh pada pintu kamar Elina Hochberg, seolah menimbang kemungkinan yang sudah terlalu dikenalnya—akhir yang tidak butuh saksi.Alphonse mengetuk dengan tegas.Butuh waktu beberapa detik sebelum engsel pintu bergeser dan suara klik terdengar dari dalam. Ketika pintu terbuka setengah, Elina Hochberg berdiri di sana. Dia mengenakan gaun wol biru tua yang menyentuh lutut, rambutnya tersisir rapi, dan senyum tipis terpampang di wajahnya."Saya sudah menunggu Anda, Detektif" katanya, suara tenangnya hampir terdengar seperti nyanyian murung yang tertahan di u

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Ledakan Emosi

    Jumat, 22 Maret 2024/11:43 SiangDetektif Otero tiba di depan Kamar 708 bersama Officer Martinez—dan seorang pria lain yang kedua tangannya diborgol. Dia mengetuk dua kali, tegas namun tidak tergesa. Beberapa detik hening berlalu sebelum pintu terbuka. Sosok yang berdiri di ambang pintu itu cukup mengejutkan dirinya. Itu bukan Alphonse yang dikenalnya.Wajah itu, biasanya dingin dan penuh sindiran, terlihat kosong. Pemuda yang ada di hadapannya itu bukan pria penuh ironi dan kontrol diri, melainkan sosok yang hancur. Matanya merah, kulit pucat, rahangnya tegang, dan ada sesuatu di dalam dirinya yang sudah patah. Detektif Otero menegang. Naluri menyala, pikirannya siaga.Da memiringkan kepala, mencoba melihat ke dalam ruangan—dan seketika itu juga matanya membelalak. Tubuh Elina tergeletak di lantai, tidak bergerak. Rambutnya berantakan—menjuntai ke depan seperti tirai yang menutupi wajahnya. Udara seolah mengental dan mengaduk perutnya hingga mual.“Sial,” gumam Detektif Otero. Dia me

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Keputusan Alphonse

    Di luar Royal Mirage Palace, di tengah jalanan yang mulai padat, Officer Martinez sedang dalam perjalanan ke kantor polisi. Dia mengemudi dalam diam dengan Leo di kursi belakang mobilnya. Pria itu duduk tenang dengan tangan terborgol. Matanya menatap kosong ke luar jendela seolah semuanya telah menjauh darinya.Sedangkan di dalam hotel itu sendiri, terutama Kamar 708, para petugas forensik menyisir tiap inci kamar untuk menemukan petunjuk yang tertinggal. Lampu kilat kamera, sarung tangan lateks, dan bunyi pena di atas clipboard menyatu dalam simfoni penyelidikan yang sunyi. Aroma alkohol dan bubuk pembersih memenuhi udara, melapisi jejak tragedi dengan bau steril yang dingin.Sementara itu, di kamar eksklusif yang tenang, Alphonse dan Detektif Otero duduk berjauhan dalam hening. Masing-masing dari mereka menatap ke arah yang berbeda. Keduanya tenggelam dalam pikiran mereka sendiri, berusaha menenangkan diri setelah apa yang baru saja terjadi.“Kau tahu,” ucap Detektif Otero, memecah

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Pertemuan Dua Bangsawan

    Dua mobil hitam diparkir sejajar di gang sempit, membelakangi jalan raya yang langsung terhubung dengan Royal Mirage Palace. Jam menunjukkan pukul 12:17 siang, tapi mendung membuat cahaya enggan menyapa. Lampu mobil dimatikan, tapi ketegangan di dalamnya justru menyala. Senyap, namun berbahaya—seperti kabel listrik yang dibiarkan terkelupas.Di dalam mobil pertama, Valerie duduk di kursi belakang, menatap kosong ke jendela. Wajahnya tenang, nyaris datar. Dia tidak mengatakan apa-apa. Tapi, dari caranya menggenggam ujung jaket dan menarik napas pelan, terlihat jelas itu amarah dan lelah yang sudah lama menumpuk.“Harusnya sebentar lagi,” ujar Jesse Fox yang duduk di balik kemudi.Matanya yang tajam melirik jam tangan, lalu berpindah ke Valerie lewat kaca spion tengah. Saat melihat Valerie hanya mengangguk pelan, dia mengalihkan pandangan ke jalan di belakang mereka. Dia tahu mereka tidak bisa berlama-lama di sini. Tapi dia juga sadar bahwa mereka tidak bisa pergi begitu saja.Hanya sua

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   The Silent Pursuit

    Tiga bulan yang laluLilin-lilin beraroma mur perlahan mencair. Cahayanya memantul lembut di atas meja marmer, menciptakan bayang-bayang yang menggoda. Tirai sutra merah tua berayun pelan di tiupan angin malam. Di tengah ruangan yang temaram, Ratu Merelda dari Kerajaan Eilvareth bersandar santai di ranjang berkanopi.Tubuhnya dibalut gaun tidur tipis berwarna anggur tua yang memeluk setiap lekuk tubuhnya dengan elegan, membentuk siluet yang memikat. Gaun tidurnya yang terlepas sedikit dari bahu memamerkan kulit halusnya yang berkilau di bawah cahaya lilin. Kontur tubuhnya terlihat begitu memikat, seakan mengundang untuk lebih dekat. Dia tahu dirinya cantik—dan lebih dari itu, dia tahu betul bagaimana menggunakan kecantikannya.Di sampingnya, seorang pria bertubuh tinggi dan kekar dengan rambut keperakan berdiri menghadap jendela terbuka. Punggungnya penuh bekas luka perang bertahun-tahun, namun goresan yang baru itu lebih mendalam, lebih intim—sebuah jejak gairah yang tidak terucapkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-22
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Terperangkap

    Mobil Jesse Fox berguncang lebih keras saat ban depan yang ditembak terus kehilangan tekanan. Setir digerakkan dengan cepat, hampir tidak memberi waktu bagi Jesse untuk bernapas. Mata tajamnya menatap jalanan yang semakin sempit, dan dalam sekejap, dia tahu bahwa hanya sedikit ruang yang tersisa untuk melarikan diri.Di kursi belakang, Alphonse menahan napas. Valerie di pelukannya, matanya terpejam, tubuhnya terhimpit oleh pelukan Alphonse. Meski keadaan semakin gawat, Alphonse tetap menjaga kewaspadaan, matanya mengawasi setiap gerakan yang ada di luar sana. Mereka dikejar oleh dua motor yang semakin dekat, dan suara knalpot yang menggelegar membuat suasana semakin mencekam."Jesse, kita harus segera keluar dari sini!" teriak Alphonse.Jesse tidak menjawab. Dia hanya memusatkan perhatian penuh pada setir. Tapi, dengan setiap detik yang berlalu, jalanan terasa semakin sempit. Dua motor itu semakin dekat. Tembakan terus dilontarkan, mengarah tepat ke mobil mereka. Kaca anti peluru mung

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-23
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   The Bloody Fang, Kael Thorne

    Dengan gigi terkatup dan tatapan membara, Alphonse berbalik menghadap pria bersenjata itu. Tangan kirinya sudah menahan darah yang mengalir dari bahu kanannya. Valerie menatap dengan napas tercekat. Tubuhnya setengah berdiri dari balik perlindungan mobil, mata membelalak melihat Alphonse yang tetap berdiri meski darah terus menetes.Alphonse tahu satu hal—jika dia diam, semuanya akan berakhir di sini.Dengan tangan kiri yang masih bisa digerakkan, dia meraih kembali tongkat setrum dari tanah. Darah dari bahu kanannya mengalir makin deras, tapi sorot matanya tidak goyah. Langkahnya pelan, mantap, seolah rasa sakit itu tidak berarti apa-apa.Ardent Blades yang bersenjata itu memasang kembali bidikannya, tapi Alphonse tidak memberinya waktu. Begitu senapan itu sedikit bergeser, Alphonse menerjang. Bahu kanannya seketika terasa seperti disayat bara api, tapi dia paksa tubuhnya bergerak.Dengan hentakan cepat, dia mengayunkan tongkat setrum ke arah pistol—zzt!Sentakan listrik meledak di u

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-24

Bab terbaru

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Parting Ways

    Jumat, 22 Maret 2024/07:11 MalamLangit malam menggulung pelan seperti menyimpan sesuatu yang belum sempat jatuh. Udara di dermaga berbau asin, bercampur kabut tipis yang menyelimuti laut gelap sejauh mata memandang. Suara ombak menghantam lambung kapal kayu tua yang bergoyang perlahan. Lampu-lampu pelabuhan berkedip lemah, menciptakan bayangan panjang di antara peti-peti kayu dan tali tambat yang berserakan.Mereka berdiri diam dalam lingkaran kecil, masing-masing dibalut perban dan luka yang belum sempat sembuh benar. Uehara bersandar pada tongkat jalannya, sementara Jesse menahan napas setiap kali bergerak. Valerie memeluk dirinya sendiri, sesekali menatap langit seolah berharap bintang-bintang bisa memberi petunjuk. Alphonse menjadi satu-satunya sosok yang berdiri tegak meski bajunya masih ternoda darah kering. “Aku sudah mengatur semuanya,” katanya, suaranya tenang namun tegas. “Akan ada seseorang yang kupercaya menjemput kalian nanti. Bersembunyilah di sana untuk sementara wakt

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   The Bloody Fang, Kael Thorne

    Dengan gigi terkatup dan tatapan membara, Alphonse berbalik menghadap pria bersenjata itu. Tangan kirinya sudah menahan darah yang mengalir dari bahu kanannya. Valerie menatap dengan napas tercekat. Tubuhnya setengah berdiri dari balik perlindungan mobil, mata membelalak melihat Alphonse yang tetap berdiri meski darah terus menetes.Alphonse tahu satu hal—jika dia diam, semuanya akan berakhir di sini.Dengan tangan kiri yang masih bisa digerakkan, dia meraih kembali tongkat setrum dari tanah. Darah dari bahu kanannya mengalir makin deras, tapi sorot matanya tidak goyah. Langkahnya pelan, mantap, seolah rasa sakit itu tidak berarti apa-apa.Ardent Blades yang bersenjata itu memasang kembali bidikannya, tapi Alphonse tidak memberinya waktu. Begitu senapan itu sedikit bergeser, Alphonse menerjang. Bahu kanannya seketika terasa seperti disayat bara api, tapi dia paksa tubuhnya bergerak.Dengan hentakan cepat, dia mengayunkan tongkat setrum ke arah pistol—zzt!Sentakan listrik meledak di u

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Terperangkap

    Mobil Jesse Fox berguncang lebih keras saat ban depan yang ditembak terus kehilangan tekanan. Setir digerakkan dengan cepat, hampir tidak memberi waktu bagi Jesse untuk bernapas. Mata tajamnya menatap jalanan yang semakin sempit, dan dalam sekejap, dia tahu bahwa hanya sedikit ruang yang tersisa untuk melarikan diri.Di kursi belakang, Alphonse menahan napas. Valerie di pelukannya, matanya terpejam, tubuhnya terhimpit oleh pelukan Alphonse. Meski keadaan semakin gawat, Alphonse tetap menjaga kewaspadaan, matanya mengawasi setiap gerakan yang ada di luar sana. Mereka dikejar oleh dua motor yang semakin dekat, dan suara knalpot yang menggelegar membuat suasana semakin mencekam."Jesse, kita harus segera keluar dari sini!" teriak Alphonse.Jesse tidak menjawab. Dia hanya memusatkan perhatian penuh pada setir. Tapi, dengan setiap detik yang berlalu, jalanan terasa semakin sempit. Dua motor itu semakin dekat. Tembakan terus dilontarkan, mengarah tepat ke mobil mereka. Kaca anti peluru mung

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   The Silent Pursuit

    Tiga bulan yang laluLilin-lilin beraroma mur perlahan mencair. Cahayanya memantul lembut di atas meja marmer, menciptakan bayang-bayang yang menggoda. Tirai sutra merah tua berayun pelan di tiupan angin malam. Di tengah ruangan yang temaram, Ratu Merelda dari Kerajaan Eilvareth bersandar santai di ranjang berkanopi.Tubuhnya dibalut gaun tidur tipis berwarna anggur tua yang memeluk setiap lekuk tubuhnya dengan elegan, membentuk siluet yang memikat. Gaun tidurnya yang terlepas sedikit dari bahu memamerkan kulit halusnya yang berkilau di bawah cahaya lilin. Kontur tubuhnya terlihat begitu memikat, seakan mengundang untuk lebih dekat. Dia tahu dirinya cantik—dan lebih dari itu, dia tahu betul bagaimana menggunakan kecantikannya.Di sampingnya, seorang pria bertubuh tinggi dan kekar dengan rambut keperakan berdiri menghadap jendela terbuka. Punggungnya penuh bekas luka perang bertahun-tahun, namun goresan yang baru itu lebih mendalam, lebih intim—sebuah jejak gairah yang tidak terucapkan

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Pertemuan Dua Bangsawan

    Dua mobil hitam diparkir sejajar di gang sempit, membelakangi jalan raya yang langsung terhubung dengan Royal Mirage Palace. Jam menunjukkan pukul 12:17 siang, tapi mendung membuat cahaya enggan menyapa. Lampu mobil dimatikan, tapi ketegangan di dalamnya justru menyala. Senyap, namun berbahaya—seperti kabel listrik yang dibiarkan terkelupas.Di dalam mobil pertama, Valerie duduk di kursi belakang, menatap kosong ke jendela. Wajahnya tenang, nyaris datar. Dia tidak mengatakan apa-apa. Tapi, dari caranya menggenggam ujung jaket dan menarik napas pelan, terlihat jelas itu amarah dan lelah yang sudah lama menumpuk.“Harusnya sebentar lagi,” ujar Jesse Fox yang duduk di balik kemudi.Matanya yang tajam melirik jam tangan, lalu berpindah ke Valerie lewat kaca spion tengah. Saat melihat Valerie hanya mengangguk pelan, dia mengalihkan pandangan ke jalan di belakang mereka. Dia tahu mereka tidak bisa berlama-lama di sini. Tapi dia juga sadar bahwa mereka tidak bisa pergi begitu saja.Hanya sua

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Keputusan Alphonse

    Di luar Royal Mirage Palace, di tengah jalanan yang mulai padat, Officer Martinez sedang dalam perjalanan ke kantor polisi. Dia mengemudi dalam diam dengan Leo di kursi belakang mobilnya. Pria itu duduk tenang dengan tangan terborgol. Matanya menatap kosong ke luar jendela seolah semuanya telah menjauh darinya.Sedangkan di dalam hotel itu sendiri, terutama Kamar 708, para petugas forensik menyisir tiap inci kamar untuk menemukan petunjuk yang tertinggal. Lampu kilat kamera, sarung tangan lateks, dan bunyi pena di atas clipboard menyatu dalam simfoni penyelidikan yang sunyi. Aroma alkohol dan bubuk pembersih memenuhi udara, melapisi jejak tragedi dengan bau steril yang dingin.Sementara itu, di kamar eksklusif yang tenang, Alphonse dan Detektif Otero duduk berjauhan dalam hening. Masing-masing dari mereka menatap ke arah yang berbeda. Keduanya tenggelam dalam pikiran mereka sendiri, berusaha menenangkan diri setelah apa yang baru saja terjadi.“Kau tahu,” ucap Detektif Otero, memecah

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Ledakan Emosi

    Jumat, 22 Maret 2024/11:43 SiangDetektif Otero tiba di depan Kamar 708 bersama Officer Martinez—dan seorang pria lain yang kedua tangannya diborgol. Dia mengetuk dua kali, tegas namun tidak tergesa. Beberapa detik hening berlalu sebelum pintu terbuka. Sosok yang berdiri di ambang pintu itu cukup mengejutkan dirinya. Itu bukan Alphonse yang dikenalnya.Wajah itu, biasanya dingin dan penuh sindiran, terlihat kosong. Pemuda yang ada di hadapannya itu bukan pria penuh ironi dan kontrol diri, melainkan sosok yang hancur. Matanya merah, kulit pucat, rahangnya tegang, dan ada sesuatu di dalam dirinya yang sudah patah. Detektif Otero menegang. Naluri menyala, pikirannya siaga.Da memiringkan kepala, mencoba melihat ke dalam ruangan—dan seketika itu juga matanya membelalak. Tubuh Elina tergeletak di lantai, tidak bergerak. Rambutnya berantakan—menjuntai ke depan seperti tirai yang menutupi wajahnya. Udara seolah mengental dan mengaduk perutnya hingga mual.“Sial,” gumam Detektif Otero. Dia me

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Naïveté

    Jumat, 22 Maret 2024/11:31 SiangAlphonse berdiri di depan pintu Kamar 708. Tangannya yang terangkat untuk mengetuk membeku di udara saat ponselnya berdering pelan. Jarinya bergerak ringan membuka pesan singkat dari Detektif Otero: "Semuanya sudah siap. Kami sedang dalam perjalanan."Tidak ada perubahan di wajahnya. Dia hanya melirik sejenak, lalu mematikan layar dan menyelipkan kembali ponselnya ke saku mantelnya. Pandangannya kembali jatuh pada pintu kamar Elina Hochberg, seolah menimbang kemungkinan yang sudah terlalu dikenalnya—akhir yang tidak butuh saksi.Alphonse mengetuk dengan tegas.Butuh waktu beberapa detik sebelum engsel pintu bergeser dan suara klik terdengar dari dalam. Ketika pintu terbuka setengah, Elina Hochberg berdiri di sana. Dia mengenakan gaun wol biru tua yang menyentuh lutut, rambutnya tersisir rapi, dan senyum tipis terpampang di wajahnya."Saya sudah menunggu Anda, Detektif" katanya, suara tenangnya hampir terdengar seperti nyanyian murung yang tertahan di u

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Pertemuan Rahasia

    Jumat, 22 Maret 2024/10:07 PagiHening menyelimuti ruangan seperti tirai tebal yang enggan tersingkap. Udara di Kamar 812 terasa berbeda—lebih berat, seolah waktu ikut melambat di antara ketiga orang yang berdiri di dalamnya. Suara detak jam dinding terdengar terlalu jelas, mengiris kesunyian seperti bisikan tidak kasat mata.Valerie tetap diam. Alphonse tidak bergerak. Sedangkan Miyazaki hanya menatapnya seperti pria yang menunggu pengakuan, bukan perlawanan. Tidak ada lagi suara ketukan, tidak ada langkah lain di luar. Dunia menyusut menjadi kamar ini dan segala rahasia yang terperangkap di dalamnya.“Silakan duduk,” ucap Miyazaki, menunjuk kursi di hadapannya.Dia sendiri menurunkan tubuh perlahan, lalu meletakkan tongkatnya ke sisi kursi dengan gerakan tenang. Jemarinya bertaut di atas pangkuan. Tidak ada meja, tidak ada batas—hanya dua pasang mata yang kini saling menilai. Tatapannya lembut, tapi penuh kalkulasi, seperti bidak yang sudah tahu langkah lawan sebelum permainan dimul

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status