BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN
05.Sorot lampu motor, sekilas menyinari, seseorang yang berada di pintu rumah itu. Aku memperjelas penglihatan ini, ketika motor yang kami kendarai melintas tepat di depannya.Sosok laki-laki kurus berperawakan tinggi dan mengenakan baju serba hitam, tengah berdiri dan. "Aaaaa ....!" Aku berteriak sekencang mungkin dan menutup wajah dengan kedua telapak tangan.Mas Zaki terkekeh geli mendengar teriakanku. "mangkanya, nurut kalo di kasih tau. jangan ngeyel." Ucapnya meledek."Gak lucu tau." Aku mencerbikkan bibi, merasa kesal dengan suamiku itu. "Mas, yang tadi aku lihat itu orang atau bukan?" Tanyaku lagi."Demit.""Demit?" Tanyaku kembali."Iya, apa lagi kalo bukan demit. Rumah itu sudah puluhan tahun tidak ada yang menghuni." Aku terkejut dengan penjelasan mas Zaki.Aku bergidik ketika mengingat kembali sosok yang menyerupai manusi tadi. Seorang laki-laki dengan tubuh tergantung di tengah pintu, bola mata yang terbelalak dengan lidah menjulur.Sesekali aku melihat kebelakang, benar-benar merasa tidak tenang, takut jika mahluk tadi tiba-tiba mengikuti dari belakang atau bisa juga dia numpang duduk bersandar di punggungku.Sepanjang jalan aku terus berIstighfar dan membaca ayat kursi. Aku memeluk erat pinggang ramping milik mas Zaki."Mas, bawa motornya pelan banget? Apa gak bisa lebih kencang sedikit.""Perasan kamu aja itu dek."Aku menghela nafas berat, mungkin rasa takut ini membuat semua berjalan begitu lama dan hanya berputar-putar di tempat yang sama.Tidak lama setelah itu, sepeda motor kami berbelok memasuki jalan di tengah perkebunan sawit. Angin malam berhembus menggoyangkan pelepah daun yang menjuntai.Tidak sengaja mataku menangkap setitik cahaya dari kejauhan. Aku mempertajam penglihatan ini. Terllihat jelas sepasang mata berwarna merah tengah mengawasi perjalanan kami."Mas, itu apa?" Aku menunjuk ketengah perkebunan ini.Mas Zaki menghentikan laju motornya. Menatap ke tempat yang aku tunjukkan. Cukup lama dia memandang. "Itu cuma pantulan cahaya dek." lalu melanjutkan kembali perjalanan kami."Pantulan cahaya?"Ujung perkebunan ini sudah terlihat dari kejauhan, pertanda sebentar lagi kami akan segera sampai di rumah. Rasanya sudah tidak sabar ingin segera beristirahat.Saat kami keluar dari perkebunan tadi, terdengar gema tawa yang menggelegar dari arah sana. Aku tertegun, memutar pandangan kebelakang tidak terlihat apapun kecuali gelapnya malam."Si brewok sepertinya ngetawain kita dek." Aku terperangah mendengar ucapan mas Zaki."Siapa si brewok?""Yang punya mata merah tadi." Dengan senyum yang terkembang dari bibirnya."Ih, kamu ni mas! Bikin aku takut aja." Aku memukul-mukul punggung mas Zaki dengan kesal tapi laki-laki itu malah tertawa melihat aku ketakutan."Alhamdulillah, akhirnya sampe di rumah." ucap mas Zaki senang.Aku berdiri menunggu mas Zaki, yang sedang memarkirkan kuda besinya. "mas, ayo! Ngapain masih di situ, ngelihatin apa si serius banget." Tanyaku kepada mas Zaki."Kayak ada orang tadi di situ, dek.""Di mana?" Tanya ku."Tadi berdiri di situ, tapi udah gak ada." Aku berjalan menghampirinya."Mana mas?""Gak usah di pikirkan, mungkin hanya perasaan aku aja. Ayo masuk, banyak nyamuk di sini."Kami pun masuk kedalam rumah, suasana di dalam pondok sangatlah gelap mas Zaki meraih senter kepala dan diberikan kepadaku.Biasanya kami mengunakan tenaga surya untuk lampu dan lain sebagainya. sudah beberapa hari panelnya rusak akibat di porak porandakan oleh sekelompok kera yang datang waktu itu.Setelah membersihkan diri aku berjalan menaiki tangga menuju kamar. Rasanya begitu nyaman saat kurebahkan tubuh ini di atas kasur."Semoga gak ada hal-hal aneh lagi." Gumaku dalam Hati._____Tenggorokan terasa kering aku terbangun untuk mengambil minum yang terletak di atas meja tidak jauh dari tempat tidur. Aku meneguk air hinga tandas dan meletakkan gelas di atas meja. Saat aku hendak kembali ke Kasur.Krett ....!Suara itu datang kembali, aku mendengarkan dengan seksama. Deritanya begitu lama dan berputar, membuat keberanianku kembali menciut.Tidak berselang lama deru langkah kaki berjalan menaiki anak tangga yang terhubung ke atas terasa depan kamar ini.Karena material lantai rumah ini berbahan kayu, jika kita berjalan di atasnya akan mengeluarkan bunyi dan getaran yang memantul.Krek ... Krek ... Krek ....Bunyi itu terdengar seperti suara binatang berkuku tengah menggali di atas papan teras kami. Aku mencoba memberanikan diri untuk melihat siapa yang berada di luar sana.Aku berjalan pelan menuju pintu yang terhubung ke arah teras, mencoba mencari cela untuk mengintip. Akan tetapi lubang di sela-sela kayu terlalu kecil dan membuatku tidak dapat melihat dengan jelas.Rasanya benar-benar membuat penasaran, aku memutuskan untuk melihat secara langsung siapa yang sudah dua malam ini menganggu.Aku mencari kunci pintu, lalu menancapkannya. Saat tangan ini hendak memutar gagang pintu. Tangan mas Zaki tiba-tiba menahan lenganku."Jangan dek! Jangan di buka.""Aku mau lihat siapa yang mengganggu setiap malam-malam begini!""Kamu mau lihat? Sini, aku kasih lihat." Mas Zaki, menarik lenganku untuk melihat dari lubang kecil di sela-sela pintu.Mataku membulat kaget. Hampir saja aku berteriak jika tidak cepat tangan ini menutup mulut. "Mahluk apa itu? Mengapa seram sekali?"*******BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN06.Mas Zaki menarik tubuh ini menjauh dari depan pintu. Jantungku berdebar, tangan dan kaki masih sedikit gemetar."Mahluk apa itu mas?" Aku bertanya dengan terbata-bata.Belum sempat mas Zaki menjawab, terdengar suara mahluk itu melompat ke atap ini, berjalan kesana kemari di atas sana. Aku menatap mas Zaki dengan wajah takut.Suamiku itu berjalan menuju jendela, menyibakkan tirai dan mengintip keluar. "Sini dek." Menyuruhku untuk mendekat.Dengan langkah gemetar aku berjalan menuruti perintahnya. Dari balik jendela aku melihat makhluk yang begitu menyeramkan dan sangat menakutkan.Matanya begitu tajam menatap ke arah kami, tubuh hitam penuh bulu itu kembali melompat dan bergelantungan dari satu pohon ke pohon yang lain.Kikikik ... Kikikik ...."Astaghfirullah. Mahluk apa itu mas.""Itu namanya ...." Mas Zaki menghentikan ucapannya. "Ah, besok saja aku beritahu." Sambungnya lagi.Hening, kami sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing. "Apa yang memb
Angin kencang di luar sana begitu riuh, suara gemuruh angin beradu dengan bunyi ranting dan daun yang berhamburan. Gelapnya malam dan dinginnya angin menggambarkan kesunyian di tempat ini.Ranting-ranting yang terhempas mengenai atap memantulkan bunyi dentuman. Malam ini terasa sangat dingin, aku menarik selimut untuk menutupi separuh tubuh.Sejak pagi tadi mas Zaki belum juga kembali, sudah di hubungi berkali-kali akan tetapi tidak aktif dan selalu diluar jangkauan.Teringat akan nomor misterius yang tadi bicara mengancam membuatku tidak nyaman, padahal seingatku di sini tidak pernah sekalipun bermasalah dengan siapapun.Ini pengalaman pertama untukku di dalam bangunan yang berada di tengah hutan dan baru kali ini aku di tinggal lama oleh mas Zaki. Bukan tidak takut, tapi ini semua karena salahku sendiri yang tidak mau ikut ketika tadi pagi di ajak pergi.Mata rasanya sudah sangat mengantuk tidak sanggup lagi menunggu kepulangan mas Zaki, lagipula suamiku selalu membawa kunci cadangan
.Semenjak kejadian mimpi itu, aku semakin takut dan rasanya ingin segera pergi dari tempat ini. Akan tetapi mas Zaki menolak saat aku menyampaikan usulanku untuk membangun rumah di kota.Alasannya belum mendapat pekerjaan yang cocok untuk mengurus perkebunan miliknya. Tidak ada alasan untukku membangkang kepada keputusan mas Zaki.Meskipun sudah menceritakan kejadian yang aku alami, dari bau masakan hingga teror mahluk yang mengerikan, bahkan telpon misterius dan mimpi aneh yang terjadi beberapa waktu lalu.Menurutnya itu hanyalah tahayul, halusinasi semata. Meskipun sudah menunjukkan batu berukuran kecil berwarna hitam yang di berikan oleh gadis yang bernama Bainong di dalam mimpi.Seperti biasa aku berada di rumah seorang diri, karena hari ini mas Zaki pergi memanen buah kelapa sawit. Dia berangkat sejak pagi bersama kedua rekannya.Melihat halaman rumah berserakan dengan daun-daun kering aku bergegas membersihkannya. Aku menoleh saat mendengar suara motor yang mendekati pondok.Ter
Suara tawa mahluk berbulu itu datang kembali. Aku menoleh ke arah mas Zaki yang mudah sekali tertidur baru saja dia bangun sekarang sudah mendengkur.Dengan perasaan takut aku berjalan menuju jendela kamar ini, tanpa berpikir panjang lagi aku menyibakkan gorden melihat siapa gerangan tertawa malam-malam seperti ini.Cahaya bulan menerangi gelapnya malam di luar rumah. Remang-remang masih bisa aku melihat meskipun samar. Dengan penuh kewaspadaan aku terus mencari dari kanan dan kekiri seterusnya sampai akhirnya mata ini menangkap sesuatu.Bayangan hitam tengah berdiri membelakangi ku dibawah sinar rembulan, dia berjalan terseok-seok Lalau membalikan badannya ke arahku. Mataku membulat ketika melihat sosok mahluk yang menyeramkan itu.Dia menyeringai menujukan gigi dan taringnya yang tajam, mata merahnya melihat bringas ke arahku.Aku bergidik ngeri, melihat mahluk yang kini berada di hadapanku itu. Kuku tajamnya membuat bulu kuduk meremang. Telapak tangan mendadak dingin dan berkeringat
Pagi ini aku mulai berkemas, rencananya beberapa hari kedepan kami akan tinggal di rumah orang tua mas Zaki untuk sementara sampai waktu yang tidak ditentukan."Udah siap dek?""Udah Mas." Aku menunjukkan beberapa tas yang sudah terisi penuh oleh baju.Saat kami sibuk memasukan beberapa bawaan ke atas mobil, dari ujung jalan terlihat dua sepeda motor mendekati pondok."Onde, pengantin baru. Mau alan-alan ya?" Salah satu pemilik motor itu mebercanadai kami."Iya dong sekali-kali alan-alan, emang situ kerja terus." Jawab mas Zaki terkekeh."Terus giman sama kita Zak?" Tanya laki-laki yang biasa di panggil dengan sebutan Uda Anas itu bertanya."Ya gak tau, lah kok tanya saya.""CK, awak serius Zaki!" Ucap Uda Anas kesal."Tau ni, ngelawak terus. Kita kekurangan tenaga manen ini." Laki-laki bertubuh tambun yang bernam Malin ikut menimpali."Pak Abdul kemana?" Tanya mas Zaki penasaran."Gak tau, tadi kita udah kesana, rumahnya kosong gak ada orang." Uda Anas memberi tahu."Duh, gagal dong j
Aku berniat memangil mas Zaki untuk makan malam, bisa saja suamiku itu ketiduran karena sejak tadi tidak kunjung turun ke lantai satu. Saat melewati ruang tamu tiba-tiba saja hawa dingin menyapa tengkuk leher.Tok ... Tok ... Tok ....Langkahku terhenti tatkala pintu rumah di ketuk dari luar, aku terdiam cukup lama karena kaget."Sebentar!" Teriak ku dari dalam.Aku memutar gagang pintu dan menariknya perlahan, di sana terlihat seorang laki-laki paruh baya tengah berdiri di depan pintu."Eh ... pak Abdul, kirain siapa?" Tanyaku sedikit kaget. "mari silahkan masuk pak." Aku mengajaknya untuk masuk kedalam rumah.Akan tetapi pak Abdul diam tidak bergerak dari tempat dia berdiri. Wajahnya terlihat Pucat, matanya tampak buram menatapku dengan pandangan kosong.Tanpa banyak bicara laki-laki itu memutar badan lalu duduk di tepi kursi panjang yang terletak di samping pintu. Pak Abdul terlihat berbeda dan sedikit lebih kurus dari sebelumnya."Di dalam saja pak, di luar dingin." Kataku memeberi
12"Tolong! Tolong ....! Ada mayat!"Laki-laki bertubuh gempal terlihat berlari kencang ke arah mas Zaki yang sedang duduk di halaman. Orang itu berlari dengan nafas terengah-engah."Zak, tolong ... tolong! Ado ma-mayat di Kabun awak."Laki-laki itu, berbicara terbata-bata dengan posisi setengah merundukan badan, dan kedua tangan di letakkan ke atas lutut guna menopang tubuh lelahnya.Degup jantungnya terdengar lumayan keras, keringatnya mengalir bercucuran membasahi seluruh wajah. Laki-laki yang bernama Johan, atau yang sering di panggil dengan sebutan Uda Jo itu menunjuk-nunjuk ke arah perkebunan sawit milik dirinya."Di ma, ado mayat Da?" Mas Zaki, menanyai uda Jo, yang masih terkulai lemas karena kelelahan berlari. Mas Zaki membantu uda Jo untuk duduk."Di kabun awak, Zak!""Mayat siapa, Da?" Mas Zaki bertanya dengan nada serius."Indak baitu jaleh do, Zak. Ambo takut bana, langsung berlari kasiko.""Minumlah dulu Da." Aku menyodorkan segelas air kepadanya."Terima Kasih Diak." Den
"Tangkap mereka berdua Pak, suami istri itulah yang sudah membunuh pak Abdul suami saya!" Wanita itu berteriak histeris, dengan terus menunjuk-nunjuk ke arahku dan mas Zaki."Sabar bu. sabar!" Ucap salah seorang warga, Mencoba menenangkan."Jangan asal menuduh bu!" Malin berbicara dengan nada ketus kepada bu Sri, wajahnya menapakkan ketidak sukanya kepada istri pak Abdul itu."Benar yang di katakan Mas ini, kita harus memiliki bukti-bukti yang kuat terlebih dulu, tidak bisa asal menuduh seperti itu." Jawab pak Polisi tegas. Warga yang mendengarnya pun ikut mengangguk-anggukkan kepala."Saya punya bukti, tidak asal tuduh!""Mana buktinya, jangan cuma fitnah teman saya!" Suara Malin terdengar berang."Tadi malam, saya melihat mereka sedang mengendap-endap disekitar sini dan seperti sedang mencari sesuatu Pak." Perkataan bu Sri memancing perhatian warga yang hampir bubar kembali berkerumun mendengarkan kesaksiannya."Mohon maaf Bu, begitu saja tidak bisa di jadikan bukti. Harus ada saksi
Teriakan Putri membangunkan Orang Pandak yang sedang bersemedi. Mata merahnya membuka tajam. "Putri, anakku." Dia bangkit dari duduknya. Berayun dari satu pohon ke pohon yang lain. Penciumannya dia pertajam untuk mencari keberadaan anaknya itu.Hidungnya terus mengendus, mempertajam indra penciuman. Mata tajam menyala, hatinya merasakan kesedihan yang sulit untuk di gambarkan. Perasaan tidak enak membuat dirinya bertingkah kebingungan.Sesosok mahluk berbulu meringkuk di tengah hamparan kebun sawit. Tubuhnya tidak berdaya lagi untuk berdiri, hanya sanggup untuk menahan dinginnya malam. Rasa sakit di pungungnya menjalar kesemua persendian tulang-tulang.Erangannya semakin kuat, dia merasa sudah tidak sanggup lagi untuk hidup. Benda yang tertancap itu seprti menghisap habis tenaga dan kekuatannya. "Ayah, tolong aku." Lirihnya.Tubuhnya meregang, tangannya melebar. Putri berteriak keras, karena menahan rasanya sekarat. Tubuhnya terus terguncang, rasa
Para tetangga yang berada di sekitar kebun berdatangan, Parjo lalu di turunkan dari jerat tali yang menggantungnya. Tertulis sepucuk surat di atas lantai dari Parjo, dia berharap ada orang yang mau mengurus Arman.Parjo memberitahukan tabungannya yang di amanahkan kepada Datuak Panjang. Dan rencananya uang itu akan di gunakan untuk biyaya pendidikan serta kehidupan sehari-hari Arman.Para tetangga menangis pilu melihat Parjo yang sudah terbujur kaku. Di perkirakan dia meninggal pagi hari setelah pulang dari mengantar Arman sekolah.Parjo di kenal baik oleh tetangga serta teman-temannya yang lain. Orangnya yang sopan dan mudah bergaul, membuatnya banyak teman. Jika ada yang datang meminta bantuan Parjo dengan senang hati menolongnya.Para warga terheran-heran karena tidak adanya Marsria. Warga segera mengurus jenazah Parjo dan segera memandikannya. Tidak lama Datuak Panjangpun datang, setelah mendapat kabar berita kematian Parjo.Datuak me
Parjo, lelaki bertubuh kurus, Dia baru saja datang di tanah Minang. Rencanaya dia akan bekerja di sana, untuk merubah nasib menjadi lebih baik.Parjo di ajak temannya yang lebih dulu merantau untuk bekerja di pabrik sawit. Namun Parjo yang hanya tamatatan sekolah dasar itu, tidak di terima di perusahan temannya bekerja.Namun Parjo di terima di bagian lain, iya itu menjadi tukang panen buah sawit. Akan tetapi Parjo yang saat itu belum tau menau tentang sawit. Dia menolak, walapun pihak perusahan menawarkan untuk mengajarinya terlebih dulu.Parjo yang bingung belum mendapatkan pekerjaan, sementara istri dan anaknya sudah menaruh harap kepadanya di kampung halaman. Temanya mencarikan pekerjaan yang lain untuk Parjo.Kebetulan pada saat yang sama Datuak Panjang, juga sedang mencari orang untuk menjaga kebun miliknya. Tanpa pikir panjang Parjopun menerima pekerjan dari Datuak.Melihat Parjo yang rajin, Datuak sangat menyayanginya. Parjo di be
POV AUTHOR.*******Baru beberapa langkah Zaki dan Tania berjalan, Putri sudah menunggu dan menghadang mereka berdua. Kini wujudnya benar-benar terlihat menyeramkan. Rambut awut-awutan dengan kuku panjang dan tubuhnya yang berbulu kasar, ekor panjangnya bergerak liar kesana kemari."Jika aku tidak bisa memiliki dirimu. Maka orang lainpun tidak boleh memiliki mu Zaki." Mata Tania terbelalak mendengar ucapan Wanita itu.Putri berlari sangat cepat, tangan dengan kuku panjang itu langsung mencengkeram leher Zaki. Untung saja Zaki bisa melepaskan tangan Putri dari lehernya.Tangan Zaki mengepal, dengan cepat dan tepat dia melemparkan bodem mentah ke pipi kiri istri gaibnya itu. Terlihat wajah Putri yang meradang, taringnya beradu satu sama lain. Matanya melotot melihat ke arah Zaki."Tania, pergih lah. Cari tempat aman dan sembunyi." Zaki berteriak menyuruh Tania untuk pergih."Aku gak bisa tingalin kamu sendiri melawan wanit
POV TANIA.*****Angin sepoi-sepoi membangunkan aku dari tidur malam ini. Aku membolak balikan tubuh karena mata tidak mau kembali terpejam."Tiik..! "Tikk..! "Tiik...! Suara jam dinding, semakin mengganggu.Aku berdiri, lalu duduk di tepi jendela. Sesekali melihat layar dari benda pipih yang berada di atas meja. Aku mulai bosan karena merenung tidak jelas dengan pikiran yang tidak karuan."Brak..!" "Brakk...!" Suara pintu yang terdorong oleh angin.Terdengar suara gaduh dari kamar belakang. Aku hanya berpikir jika itu hanyalah kucing liar, yang masuk ke dalam rumah untuk mencari sisa-sisa makanan.Suara erangan terdengar lirih, pikiranku mulai tertuju kepada Nek Imah yang tidur di kamar belakang. "Mas, bangun." Aku mencoba membangunkan Zaki yang masih terbalut selimut."Emm..!" Sambil membetulkan slimut dan kembali tidur. Aku memberanikan diri untuk melihat keadan di luar tanpa Zaki."Klek."
POV TANIA.******Telapak tanganku masih terasa dingin, sama seperti tadi ketika aku berbaris melingkar dan mengelilingi sesuatu yang kasap mata, aku tidak tau apa yang menggenggam tanganku. Aku hanya merasakan sesuatu yang lembut dan sejuk seperti angin malam yang datang setelah hujan.Tidak lama setelah itu bunyi gemuruh terdengar, sesuatu menyembul dari bawah akar pohon yang besar. Tubuhku terombang ambing karena tanah yang kupijak bergetar. Angin kencang berputar-putar di atas gundukan yang muncul itu.Aku memejamkan mata karena takut, telingaku mendengarkan Nek Imah yang sedang berbicara. Aku tidak tau pasti dengan siapa dia berbicara, namun terdengar samar-samar Nek Imah memanggil nama seseorang.Angin mulai reda, getaran di tanahpun sudah berhenti. Aku membuka mata melihat Gua yang kala itu pernah aku lihat. Aku mengikuti Nek Imah dari belakang, mencari jasad Bu Sri yang tidak mampu aku tolong pada malam kejad
POV ZAKI.********"Parjo...!" Apak berlari menuju tubuh Parjo yang terkapar. "Ini benar Parjo, tapi bukankah dia sudah meninggal sejak 25 tahun yang lalu?" Semua mata melihat ke arah Apak."Kau mengenalnya?" Datuak menayai Apak."Iya Bang, dia dulu kerja sama Aku. Tapi dia sudah mati bunuh diri, karena di tinggal pergih Istrinya. Tapi kini kebun itu sudah aku jual sama orang yang mengaku suruhan anak Parjo.""Ta-tapi Datuk, Dukun Parjo sudah lama tinggal dan membuka praktek sihir di kampung ini." Salah seorang warga bicara."Apa mungkin kau salah orang.?""Tidak Bang, aku masih ingat betul wajahnya. Ini benar Parjo yang mati gantung diri itu.""Benar yang di katan oleh Penghulu. Dia adalah Parjo yang kalian urus jasadnya waktu itu." Malin melangkah dengan tangan terborgol. Semua orang terlihat pucat."Bagai mana mungkin, orang m
POV ZAKI.*******Ke esokan paginya aku mendatangi rumah Nek Imah. Lalu aku menceritakan semua kejadia kemarin malam kepada Nek Imah, tidak lupa ku berikan air yang ku bawa kepadanya.Nek Imah, merapalkan doa-doa setelah itu meniupkannya ke dalam botol yang berisi air. Asap tebal mengebul dari dalam botol, air yang tadinya jernih kini berubah menjadi merah pekat seperti darah.Botol itu terguncang sangat keras, lalu muncul gelembung seperti air yang mendidih. "Menyingkir Zak." Nek Imah, menyuruhku untuk menjauh."Drakk...!" Botol itu terbelah menjadi dua bagian."Apa yang terjadi Nek.""Itu buhul sihir yang di masukan kedalam air.""Hah. Buhul sihir?""Air itulah penyebab Tania keguguran. Jin itu masuk kerahim Tania melalui air, lalu mengoyak jabang bayi yang ada di dalamnya.""Apa! Jadi selama ini, aku di tipu
POV ZAKI.*****Aku yakin sekali jika semua kejadian yang menimpa Tania, ada kaitannya dengan Putri. Sebab, sebelum kejadian itu. Aku melihat Putri sibuk dengan tempat sampah yang berada di dapur. Saat ku tanyai dia hanya bilang akan membuang sampah.Aku melarangnya karena pada saat itu sudah tengah malam, dan juga ada bekas Tania yang sedang datang bulan. "Besok saja, biar Tania yang membuang. Biyasanya sampah-sapah itu di bakarnya.""Tidak apa-apa Bang. Biar aku saja." Aku yang percaya, membiarkan dia begitu saja."Zaki kau benar-benar bodoh. Bodoh..!" Aku memarahi diri sendiri. Berkali-kali aku memukuli kepala. Siapa tau dengan begitu, aku bisa sedikit pintar.******Aku berjalan menghampiri Putri yang sudah lama menunggu di ruang tamu. "Abang...!" Wanita itu memeluk erat pingangku dari belakang."Abang pasti sudah lapar kan?" Dengan manja dia membelai dadaku.