Bab. 02
.Suara kuku tajam mengaruk dinding pondok ini, lebih tepatnya di luar kamar ini. Aku bergidik ketika kembali mendengar benda tajam menggores papan kayu.Kkreet ... kreettt ....!Ini kali pertama aku mendengar suara mirip benda tajam yang sengaja digoreskan lalu di tarik. Jantungku berdetak naik turun, rasanya begitu takut.Baru sebentar saja bisa sedikit lega, sebab bau yang mengganggu tadi telah hilang, kini muncul kembali gangguan lain yang lebih menegangkan.Aku urungkan niat untuk membangunkan mas Zaki, kemungkinan besar dia akan marah kembali seperti tadi.Kenapa malam ini begitu terasa lama, mungkin aku terlalu gelisah karena takut atau memang waktu yang tidak bergerak sejak tadi.Kkreet ... Kkreet ... Kkreet!Aku terperanjat ketika dinding kayu di sebelahku berderit dan sedikit memantulkan getar-getar samar.Kini degup jantungku berdetak lebih kuat, panas dingin hawa di kamar ini menjalar ke beberapa bagian tengkuk leher dan persendian.Alih-alih menghilang, suara itu justru semakin mendekat ke arah jendela kamar ini. Ku remas selimut kuat-kuat, guna mengurangi rasa takut yang hampir sepenuhnya menguasai.Brakkk ....!Aku menendang dinding dengan begitu kuat, berharap bunyi yang mengusikku itu segera pergi dan menghilang. Mataku mengerling, memastikan lelakiku tidak terganggu dengan bunyi yang cukup keras tadi.Sepertinya mas Zaki memang benar-benar lelah sampai-sampai tidak mendengar suara yang lumayan keras barusan.Aku bangkit dari tempat tidur, duduk sejenak di tepian kasur untuk sekedar meregangkan otot-otot tubuh yang terasa kaku. Suara tadi sepertinya sudah menghilang, sebab sudah beberapa menit tidak terdengar lagi.Setelah di rasa cukup, aku kembali merebahkan tubuh. Kali ini rasa kantukku sudah benar-benar hilang. Aku menatap atap seng kamar yang terbuat dari baja itu, sesekali gesekan dahan yang jatuh menimbulkan dentuman._______Krett ... Krett ....!Aku membuka mata yang terasa berat, meskipun masih sangat mengantuk aku terpaksa harus bangun, sebab sura goresan pada dinding kembali terdengar.Pendengaran ini seakan berjalan memutar mengikuti suara benda tajam yang di seret di atas papan kayu dan mengelilingi pondok ini.Wusss ....Hembusan angin yang cukup kuat menerpa wajahku, hawa dingin menjalar ke seluruh tubuh, kaki dan tangan tiba-tiba menjadi kaku dan bisa di gerakan.Ada apa ini? Aku yang panik terus meronta, mencoba merenggangkan otot tubuh yang terasa kaku.Aku mencoba memanggil mas Zaki untuk meminta pertolongan, entah mengapa mulut ini tidak bersuara.Padahal aku sudah merasa lelah, sejak tadi berusaha melawan sesuatu yang seperti menahan tangan dan kaki ini. Ingin berteriaakpun tidak bisa."Tania!" Suara seseorang memanggil namaku.Aku tertegun, memperhatikan setiap sudut ruangan ini. Mencari-cari suara siapa tadi itu? Yang terlihat hanyalah cahaya terpantul dari celah dinding. Meskipun suasana di dalam ruangan temaram di luar rumah terlihat begitu terang karena cahaya bulan.Kreet ... Kreet ....Bunyi itu terdengar kembali, suaranya sangat nyaring dan begitu jelas terdengar di telinga ini. Aku hanya bisa diam seperti patung, sebab tubuh ini seperti terkunci tidak bisa bergerak sedikitpun.Sepasang telinga ini menangkap jelas suara seperti benda tajam tengah mencengkeram dinding dengan sekuat, bersamaan dengan itu sepasang kaki terdengar seperti sedang merayap ke atas atap.Rasa takut mulai menyelimuti, aku memasang kewaspadaan meskipun hanya kedua mata saja yang mampu di gerakan.Degup jantung mulai tidak beraturan ketika mata merah mengintip dari celah dinding yang lebar.Aku bertriak sekuat dan sekencang mungkin akan tetapi hanya tercekat di tenggorokan saja, tubuh ini seperti di timpa beban berat yang mendorong hingga membuatku terpental."Mas Zaki, tolong aku!" Aku menangis merasakan sakit akibat terbentur tiang kayu pondok ini."Lahaula walakuata illabillah. Allahu Akbar!" Ku ucapkan asma Allah dengan lantang. Atas izin dan kebesarannya akhirnya tubuh ini bisa di gerakan kembali.Dengan nafas tersengal dan sedikit lelah aku berusaha bererdiri meski tertatih dan sedikit merasakan sakit di punggung. Kusandarkan tubuh di tepian kasur memulihkan kembali rasa lelah yang luar biasa menguras tenaga.Brakkk ... Brakkk ....Suara benda jatuh seperti orang tengah melompat, aku mendongak menatap sesuatu yang terlihat di atas atap yang sedikit bergoyang.Deru langkah kaki berjalan kesan kemari di atas pondok ini. Teramat ngilu ketika mendengar pantulan suara dari benda yang menggores atap di atas sana.Suara erangan begitu seram terdengar menakutkan. Tidak ingin berlama-lama mendapatkan teror seperti ini, aku memutuskan untuk melihat siapa gerangan yang mengusik ketenanganku di malam hari seperti ini.Ku buka jendela kamar secara perlahan, menyebabkan kepala untuk melihat keluar pondok. Mataku menatap awas ke seluruh penjuru kebun yang luas ini.Tidak ada apapun kecuali batang pohon karet yang berbaris mengelilingi pondok ini.Brakkk ....!Seseorang berlari kesana kemari sebelum akhirnya melompat ke atas pohon karet yang berbeda di hadapanku.Aku memekik ketakutan karena terkejut lalu segera menutup jendela dengan cepat. Belum sempat melihat siapa yang mengganggu, nyaliku sudah menciut terlebih dulu.Mungkin lain kali saja atau lebih baik aku membangunkan suamiku. "Mas, Zaki." Teriakku pelan. Tanganku sedikit mengoyangkan tubuh kurus ini, berharap agar ia terbangun."Emm ..." Dia menggeliat membuka mata perlahan. "loh, kamu gak tidur dari tadi, Dek?" Tanyanya kaget melihat kearahku."Gak mas.""Kenapa?" Tanyanya lagi.Aku duduk di sebelahnya lalu menceritakan satu persatu kejadian yang menimpaku beberapa beberapa menit lalu."Itu cuma perasan kamu aja, Dek.""Tapi itu nyata Mas. Coba lihat di punggung aku ini, pasti ada luka memar bekas terbentur tadi.""Sudah jangan di pikirkan. Besok saja kita bahas." Dia mengusap punggung pelan. "ini masih malam ayo tidur lagi." Mas Zaki memeluk aku sebelum akhirnya aku dapat tertidur kembali.-----------Bersambung.BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN03.Menjelang fajar aku bergegas turun untuk membuatkan sarapan, terlihat mas Zaki tengah sibuk dengan berbagai macam benda yang entah apa namanya, karena aku tidak begitu tau.Sudah menjadi pekerjaannya setiap menjelang pagi seperti ini mempersiapkan berbagai macam pekakas seperti pisau sadap dan lain sebagainya yang berhubungan dengan perkejaanya sebagai penderes getah karet."Mas mau sarapan apa pagi ini?""Terserah kamu saja." Jawabnya tanpa menoleh.Aku bergegas ke dapur untuk membuat menu sederhana yang biasa aku buat. Di luar rumah langit masih terlihat gelap bercampur cahaya oranye aku bisa melihat jelas sebab ada beberapa dinding yang berlubang.Mengingat pagi sudah semakin dekat aku memilih sarapan sederhana yang mudah dan cepat. Tidak butuh waktu lama, cukup lima belas menit saja nasi goreng buatanku sudah matang."Mas, masakannya sudah siap." Aku memanggil mas Zaki."Iya, tunggu sebentar." Teriaknya dari lantai dua pondok kayu ini.Sambil menung
BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN04.Sejak kejadian siang tadi, aku hanya diam mengurung diri di dalam kamar. Menahan lapar dan haus hanya karena takut jika sewaktu-waktu pemilik kuku dan telapak kaki misterius itu muncul tiba-tiba.Hari sudah mulai sore, tapi mas Zaki belum juga pulang. Di dalam ruangan yang tidak begitu luas seperti ini, lama-lama membuat bosan.Ragu-ragu aku membuka jendela kamar. Menghirup udara segar yang tertiup dari luar memberikan suasana hati sedikit tenang. Selama disini tidak banyak aktivitas yang bisa dilakukan hanya sekedar memasak dan bereskan pondok kecil dua lantai ini.Deru langkah kaki terdengar menginjak daun-daun kering dari arah jalan. Aku mengintip, memastikan siapa yang datang. Senyumku mengembang, ketika melihat mas Zaki sudah pulang.Aku berjalan sedikit berlari menuruni tangga, menyambutnya kedatangannya dengan.senang."Assalamualaikum." Suara mas Zaki mengucapkan salam."Wa'alaikumsalam.""Maaf ya pulangnya kesorean." Ucapnya tulus."Gak apa-apa
BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN05.Sorot lampu motor, sekilas menyinari, seseorang yang berada di pintu rumah itu. Aku memperjelas penglihatan ini, ketika motor yang kami kendarai melintas tepat di depannya.Sosok laki-laki kurus berperawakan tinggi dan mengenakan baju serba hitam, tengah berdiri dan. "Aaaaa ....!" Aku berteriak sekencang mungkin dan menutup wajah dengan kedua telapak tangan.Mas Zaki terkekeh geli mendengar teriakanku. "mangkanya, nurut kalo di kasih tau. jangan ngeyel." Ucapnya meledek."Gak lucu tau." Aku mencerbikkan bibi, merasa kesal dengan suamiku itu. "Mas, yang tadi aku lihat itu orang atau bukan?" Tanyaku lagi."Demit.""Demit?" Tanyaku kembali."Iya, apa lagi kalo bukan demit. Rumah itu sudah puluhan tahun tidak ada yang menghuni." Aku terkejut dengan penjelasan mas Zaki. Aku bergidik ketika mengingat kembali sosok yang menyerupai manusi tadi. Seorang laki-laki dengan tubuh tergantung di tengah pintu, bola mata yang terbelalak dengan lidah menjulur.Sesekali
BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN06.Mas Zaki menarik tubuh ini menjauh dari depan pintu. Jantungku berdebar, tangan dan kaki masih sedikit gemetar."Mahluk apa itu mas?" Aku bertanya dengan terbata-bata.Belum sempat mas Zaki menjawab, terdengar suara mahluk itu melompat ke atap ini, berjalan kesana kemari di atas sana. Aku menatap mas Zaki dengan wajah takut.Suamiku itu berjalan menuju jendela, menyibakkan tirai dan mengintip keluar. "Sini dek." Menyuruhku untuk mendekat.Dengan langkah gemetar aku berjalan menuruti perintahnya. Dari balik jendela aku melihat makhluk yang begitu menyeramkan dan sangat menakutkan.Matanya begitu tajam menatap ke arah kami, tubuh hitam penuh bulu itu kembali melompat dan bergelantungan dari satu pohon ke pohon yang lain.Kikikik ... Kikikik ...."Astaghfirullah. Mahluk apa itu mas.""Itu namanya ...." Mas Zaki menghentikan ucapannya. "Ah, besok saja aku beritahu." Sambungnya lagi.Hening, kami sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing. "Apa yang memb
Angin kencang di luar sana begitu riuh, suara gemuruh angin beradu dengan bunyi ranting dan daun yang berhamburan. Gelapnya malam dan dinginnya angin menggambarkan kesunyian di tempat ini.Ranting-ranting yang terhempas mengenai atap memantulkan bunyi dentuman. Malam ini terasa sangat dingin, aku menarik selimut untuk menutupi separuh tubuh.Sejak pagi tadi mas Zaki belum juga kembali, sudah di hubungi berkali-kali akan tetapi tidak aktif dan selalu diluar jangkauan.Teringat akan nomor misterius yang tadi bicara mengancam membuatku tidak nyaman, padahal seingatku di sini tidak pernah sekalipun bermasalah dengan siapapun.Ini pengalaman pertama untukku di dalam bangunan yang berada di tengah hutan dan baru kali ini aku di tinggal lama oleh mas Zaki. Bukan tidak takut, tapi ini semua karena salahku sendiri yang tidak mau ikut ketika tadi pagi di ajak pergi.Mata rasanya sudah sangat mengantuk tidak sanggup lagi menunggu kepulangan mas Zaki, lagipula suamiku selalu membawa kunci cadangan
.Semenjak kejadian mimpi itu, aku semakin takut dan rasanya ingin segera pergi dari tempat ini. Akan tetapi mas Zaki menolak saat aku menyampaikan usulanku untuk membangun rumah di kota.Alasannya belum mendapat pekerjaan yang cocok untuk mengurus perkebunan miliknya. Tidak ada alasan untukku membangkang kepada keputusan mas Zaki.Meskipun sudah menceritakan kejadian yang aku alami, dari bau masakan hingga teror mahluk yang mengerikan, bahkan telpon misterius dan mimpi aneh yang terjadi beberapa waktu lalu.Menurutnya itu hanyalah tahayul, halusinasi semata. Meskipun sudah menunjukkan batu berukuran kecil berwarna hitam yang di berikan oleh gadis yang bernama Bainong di dalam mimpi.Seperti biasa aku berada di rumah seorang diri, karena hari ini mas Zaki pergi memanen buah kelapa sawit. Dia berangkat sejak pagi bersama kedua rekannya.Melihat halaman rumah berserakan dengan daun-daun kering aku bergegas membersihkannya. Aku menoleh saat mendengar suara motor yang mendekati pondok.Ter
Suara tawa mahluk berbulu itu datang kembali. Aku menoleh ke arah mas Zaki yang mudah sekali tertidur baru saja dia bangun sekarang sudah mendengkur.Dengan perasaan takut aku berjalan menuju jendela kamar ini, tanpa berpikir panjang lagi aku menyibakkan gorden melihat siapa gerangan tertawa malam-malam seperti ini.Cahaya bulan menerangi gelapnya malam di luar rumah. Remang-remang masih bisa aku melihat meskipun samar. Dengan penuh kewaspadaan aku terus mencari dari kanan dan kekiri seterusnya sampai akhirnya mata ini menangkap sesuatu.Bayangan hitam tengah berdiri membelakangi ku dibawah sinar rembulan, dia berjalan terseok-seok Lalau membalikan badannya ke arahku. Mataku membulat ketika melihat sosok mahluk yang menyeramkan itu.Dia menyeringai menujukan gigi dan taringnya yang tajam, mata merahnya melihat bringas ke arahku.Aku bergidik ngeri, melihat mahluk yang kini berada di hadapanku itu. Kuku tajamnya membuat bulu kuduk meremang. Telapak tangan mendadak dingin dan berkeringat
Pagi ini aku mulai berkemas, rencananya beberapa hari kedepan kami akan tinggal di rumah orang tua mas Zaki untuk sementara sampai waktu yang tidak ditentukan."Udah siap dek?""Udah Mas." Aku menunjukkan beberapa tas yang sudah terisi penuh oleh baju.Saat kami sibuk memasukan beberapa bawaan ke atas mobil, dari ujung jalan terlihat dua sepeda motor mendekati pondok."Onde, pengantin baru. Mau alan-alan ya?" Salah satu pemilik motor itu mebercanadai kami."Iya dong sekali-kali alan-alan, emang situ kerja terus." Jawab mas Zaki terkekeh."Terus giman sama kita Zak?" Tanya laki-laki yang biasa di panggil dengan sebutan Uda Anas itu bertanya."Ya gak tau, lah kok tanya saya.""CK, awak serius Zaki!" Ucap Uda Anas kesal."Tau ni, ngelawak terus. Kita kekurangan tenaga manen ini." Laki-laki bertubuh tambun yang bernam Malin ikut menimpali."Pak Abdul kemana?" Tanya mas Zaki penasaran."Gak tau, tadi kita udah kesana, rumahnya kosong gak ada orang." Uda Anas memberi tahu."Duh, gagal dong j
Teriakan Putri membangunkan Orang Pandak yang sedang bersemedi. Mata merahnya membuka tajam. "Putri, anakku." Dia bangkit dari duduknya. Berayun dari satu pohon ke pohon yang lain. Penciumannya dia pertajam untuk mencari keberadaan anaknya itu.Hidungnya terus mengendus, mempertajam indra penciuman. Mata tajam menyala, hatinya merasakan kesedihan yang sulit untuk di gambarkan. Perasaan tidak enak membuat dirinya bertingkah kebingungan.Sesosok mahluk berbulu meringkuk di tengah hamparan kebun sawit. Tubuhnya tidak berdaya lagi untuk berdiri, hanya sanggup untuk menahan dinginnya malam. Rasa sakit di pungungnya menjalar kesemua persendian tulang-tulang.Erangannya semakin kuat, dia merasa sudah tidak sanggup lagi untuk hidup. Benda yang tertancap itu seprti menghisap habis tenaga dan kekuatannya. "Ayah, tolong aku." Lirihnya.Tubuhnya meregang, tangannya melebar. Putri berteriak keras, karena menahan rasanya sekarat. Tubuhnya terus terguncang, rasa
Para tetangga yang berada di sekitar kebun berdatangan, Parjo lalu di turunkan dari jerat tali yang menggantungnya. Tertulis sepucuk surat di atas lantai dari Parjo, dia berharap ada orang yang mau mengurus Arman.Parjo memberitahukan tabungannya yang di amanahkan kepada Datuak Panjang. Dan rencananya uang itu akan di gunakan untuk biyaya pendidikan serta kehidupan sehari-hari Arman.Para tetangga menangis pilu melihat Parjo yang sudah terbujur kaku. Di perkirakan dia meninggal pagi hari setelah pulang dari mengantar Arman sekolah.Parjo di kenal baik oleh tetangga serta teman-temannya yang lain. Orangnya yang sopan dan mudah bergaul, membuatnya banyak teman. Jika ada yang datang meminta bantuan Parjo dengan senang hati menolongnya.Para warga terheran-heran karena tidak adanya Marsria. Warga segera mengurus jenazah Parjo dan segera memandikannya. Tidak lama Datuak Panjangpun datang, setelah mendapat kabar berita kematian Parjo.Datuak me
Parjo, lelaki bertubuh kurus, Dia baru saja datang di tanah Minang. Rencanaya dia akan bekerja di sana, untuk merubah nasib menjadi lebih baik.Parjo di ajak temannya yang lebih dulu merantau untuk bekerja di pabrik sawit. Namun Parjo yang hanya tamatatan sekolah dasar itu, tidak di terima di perusahan temannya bekerja.Namun Parjo di terima di bagian lain, iya itu menjadi tukang panen buah sawit. Akan tetapi Parjo yang saat itu belum tau menau tentang sawit. Dia menolak, walapun pihak perusahan menawarkan untuk mengajarinya terlebih dulu.Parjo yang bingung belum mendapatkan pekerjaan, sementara istri dan anaknya sudah menaruh harap kepadanya di kampung halaman. Temanya mencarikan pekerjaan yang lain untuk Parjo.Kebetulan pada saat yang sama Datuak Panjang, juga sedang mencari orang untuk menjaga kebun miliknya. Tanpa pikir panjang Parjopun menerima pekerjan dari Datuak.Melihat Parjo yang rajin, Datuak sangat menyayanginya. Parjo di be
POV AUTHOR.*******Baru beberapa langkah Zaki dan Tania berjalan, Putri sudah menunggu dan menghadang mereka berdua. Kini wujudnya benar-benar terlihat menyeramkan. Rambut awut-awutan dengan kuku panjang dan tubuhnya yang berbulu kasar, ekor panjangnya bergerak liar kesana kemari."Jika aku tidak bisa memiliki dirimu. Maka orang lainpun tidak boleh memiliki mu Zaki." Mata Tania terbelalak mendengar ucapan Wanita itu.Putri berlari sangat cepat, tangan dengan kuku panjang itu langsung mencengkeram leher Zaki. Untung saja Zaki bisa melepaskan tangan Putri dari lehernya.Tangan Zaki mengepal, dengan cepat dan tepat dia melemparkan bodem mentah ke pipi kiri istri gaibnya itu. Terlihat wajah Putri yang meradang, taringnya beradu satu sama lain. Matanya melotot melihat ke arah Zaki."Tania, pergih lah. Cari tempat aman dan sembunyi." Zaki berteriak menyuruh Tania untuk pergih."Aku gak bisa tingalin kamu sendiri melawan wanit
POV TANIA.*****Angin sepoi-sepoi membangunkan aku dari tidur malam ini. Aku membolak balikan tubuh karena mata tidak mau kembali terpejam."Tiik..! "Tikk..! "Tiik...! Suara jam dinding, semakin mengganggu.Aku berdiri, lalu duduk di tepi jendela. Sesekali melihat layar dari benda pipih yang berada di atas meja. Aku mulai bosan karena merenung tidak jelas dengan pikiran yang tidak karuan."Brak..!" "Brakk...!" Suara pintu yang terdorong oleh angin.Terdengar suara gaduh dari kamar belakang. Aku hanya berpikir jika itu hanyalah kucing liar, yang masuk ke dalam rumah untuk mencari sisa-sisa makanan.Suara erangan terdengar lirih, pikiranku mulai tertuju kepada Nek Imah yang tidur di kamar belakang. "Mas, bangun." Aku mencoba membangunkan Zaki yang masih terbalut selimut."Emm..!" Sambil membetulkan slimut dan kembali tidur. Aku memberanikan diri untuk melihat keadan di luar tanpa Zaki."Klek."
POV TANIA.******Telapak tanganku masih terasa dingin, sama seperti tadi ketika aku berbaris melingkar dan mengelilingi sesuatu yang kasap mata, aku tidak tau apa yang menggenggam tanganku. Aku hanya merasakan sesuatu yang lembut dan sejuk seperti angin malam yang datang setelah hujan.Tidak lama setelah itu bunyi gemuruh terdengar, sesuatu menyembul dari bawah akar pohon yang besar. Tubuhku terombang ambing karena tanah yang kupijak bergetar. Angin kencang berputar-putar di atas gundukan yang muncul itu.Aku memejamkan mata karena takut, telingaku mendengarkan Nek Imah yang sedang berbicara. Aku tidak tau pasti dengan siapa dia berbicara, namun terdengar samar-samar Nek Imah memanggil nama seseorang.Angin mulai reda, getaran di tanahpun sudah berhenti. Aku membuka mata melihat Gua yang kala itu pernah aku lihat. Aku mengikuti Nek Imah dari belakang, mencari jasad Bu Sri yang tidak mampu aku tolong pada malam kejad
POV ZAKI.********"Parjo...!" Apak berlari menuju tubuh Parjo yang terkapar. "Ini benar Parjo, tapi bukankah dia sudah meninggal sejak 25 tahun yang lalu?" Semua mata melihat ke arah Apak."Kau mengenalnya?" Datuak menayai Apak."Iya Bang, dia dulu kerja sama Aku. Tapi dia sudah mati bunuh diri, karena di tinggal pergih Istrinya. Tapi kini kebun itu sudah aku jual sama orang yang mengaku suruhan anak Parjo.""Ta-tapi Datuk, Dukun Parjo sudah lama tinggal dan membuka praktek sihir di kampung ini." Salah seorang warga bicara."Apa mungkin kau salah orang.?""Tidak Bang, aku masih ingat betul wajahnya. Ini benar Parjo yang mati gantung diri itu.""Benar yang di katan oleh Penghulu. Dia adalah Parjo yang kalian urus jasadnya waktu itu." Malin melangkah dengan tangan terborgol. Semua orang terlihat pucat."Bagai mana mungkin, orang m
POV ZAKI.*******Ke esokan paginya aku mendatangi rumah Nek Imah. Lalu aku menceritakan semua kejadia kemarin malam kepada Nek Imah, tidak lupa ku berikan air yang ku bawa kepadanya.Nek Imah, merapalkan doa-doa setelah itu meniupkannya ke dalam botol yang berisi air. Asap tebal mengebul dari dalam botol, air yang tadinya jernih kini berubah menjadi merah pekat seperti darah.Botol itu terguncang sangat keras, lalu muncul gelembung seperti air yang mendidih. "Menyingkir Zak." Nek Imah, menyuruhku untuk menjauh."Drakk...!" Botol itu terbelah menjadi dua bagian."Apa yang terjadi Nek.""Itu buhul sihir yang di masukan kedalam air.""Hah. Buhul sihir?""Air itulah penyebab Tania keguguran. Jin itu masuk kerahim Tania melalui air, lalu mengoyak jabang bayi yang ada di dalamnya.""Apa! Jadi selama ini, aku di tipu
POV ZAKI.*****Aku yakin sekali jika semua kejadian yang menimpa Tania, ada kaitannya dengan Putri. Sebab, sebelum kejadian itu. Aku melihat Putri sibuk dengan tempat sampah yang berada di dapur. Saat ku tanyai dia hanya bilang akan membuang sampah.Aku melarangnya karena pada saat itu sudah tengah malam, dan juga ada bekas Tania yang sedang datang bulan. "Besok saja, biar Tania yang membuang. Biyasanya sampah-sapah itu di bakarnya.""Tidak apa-apa Bang. Biar aku saja." Aku yang percaya, membiarkan dia begitu saja."Zaki kau benar-benar bodoh. Bodoh..!" Aku memarahi diri sendiri. Berkali-kali aku memukuli kepala. Siapa tau dengan begitu, aku bisa sedikit pintar.******Aku berjalan menghampiri Putri yang sudah lama menunggu di ruang tamu. "Abang...!" Wanita itu memeluk erat pingangku dari belakang."Abang pasti sudah lapar kan?" Dengan manja dia membelai dadaku.