Cincin merupakan simbol ikatan dua orang yang mengikat janji, entah bertunangan atau menikah. Cincin yang tersemat cantik di jari manisku dari emas putih polos terlihat tidak mencolok itu bukan ikatan janji antara diriku denganprofesor, tapi tanda ikatan bahwa aku terikat padanya, aku miliknya dan hanya setia pada profesor Thomas Black, Ph.D. “Mengapa cincin ini hanya untukku?” tanyaku. “Untuk mengikatmu. Kau katakan sudah menikah, harus ada tanda agar si Filipino, Prof. Owen dan pria-pria lain tidak lagi mengganggumu.” “Jadi hanya aku yang terikat dengan profesor? Profesor bisa lepas bebas ?” tanyaku menahan emosi. “Kalau cincin kita sama, mereka pikir kami bertunangan. Aku tidak ingin ada rumor yang beredar di kampus bahwa kita punya hubungan khusus.” “Apakah masalah jika kita punya hubungan khusus?” tanyaku. “Hum, tidak masalah hanya aku tidak mau.” “Baiklah! Kamu takut reputasimu di depan kolegamu dan teras depan universitas bisa mengganggu karirmu. “kataku langsung menutup
Selesai kuliah malam profesor Math Larney,Ph.D aku menuju ke ruang kerja profesor ingin meminta pendapat profesor buku referensi apa yang tepat untuk menyusun tesisku. Aku sudah mengadakan penelitian di perusahaan yang ditunjuk pihak kampus. Profesor Thomas Black, Ph.D adalah dosen pembimbingku. Pemilihan topik, penyusunan proposal penelitian, pengumpulan data sudah ditanganku. Untuk menyusun analisis data aku masih membutuhkan buku penunjang. Aku menyelusuri lorong yang agak gelap, semua ruang kerja sudah gelap yang masih menyala ruang kerja profesor Black. Aku melihat pintu terbuka sedikit, tidak tertutup rapt, tidak biasanya profesor membiarkan pintunya terbuka sedikitpun. Aku mengintip ke dalam siapa sedang bersama profesor, membuatku dengan mudah melihat ke dalam. Profesor sedang duduk di kursi kerajaannya seorang wanita cantik berlutut di depan profesor. “Hum, siapa wanita cantik itu?” batinku, mengapa dia membungkuk, apakah ada kesalahan yang dibuatnya? Batinku. Aku maju
Kilat mata profesor menyiratkan sesuatu yang tidak dapat kuprediksi membuatku waswas. Tanda sadar aku melangkah mundur. “Aku tidak mengancam,” kataku menunjukkan koper dan beberapa tas berisi buku-buku . “Sudah kau pikirkan untuk keluar dari apartemenku?” tanyanya. “Hum, aku tidak berhak masuk kembali.” Kataku lugas. Profesor memandangku dengan tatapan datar dan dingin,” Berarti hubungan kita berakhir?” tanyanya. “Hubungan sebagai dosen dan mahasiswi tetap berlanjut, profesor tetap dosen pembimbingku tapi hubungan saling meledakkan putus.” Kataku. “Bagaimana kalau aku tidak mau menjadi dosen pembimbingmu?” ancamnya. “Nice threat! “ jawabku. Profesor terkejut mendengar ucapanku, dengan senyum miringnya dia menatapku ,”Kutebak kau pasti bingung memikirkan siapa yang kau rayu untuk menjadi dosen pembimbingmu?” “Mengapa aku harus bingung? Profesor Owen bersedia menjadi dosen pembimbingku. Dia pernah menawarkannya tapi aku belum memberi jawabannya. Nanti aku menelponnya dan menga
Tinggal bersama profesor hampir dua tahun, rutinitasku kampus, perpustakaan, café atau resto, tentu bersama profesor kamar mandi, kamar tidur apartemen , pasti bersama profesor berakhir di springbed ukuran large . Entah malam, pagi atau siang aku dan profesor sibuk memenuhi kebutuhan primer kami yang kami salurkan dengan baik, indah dan menyenangkan. Sejak tidak tinggal bersama rutinitisku berubah, kampus, perpustakaan,swalayan di bawah asrama, mencari pengganjal perut kemudian tidur di tempat tidur single, menatap langit-langit kamar ukuran 4x3 meter, berimbas dengan khayalan pada sosok profesor, khayalan jemari profesor, bibir profesor dan miliknya yang extraordinary dan kurang ajarnya tampil setiap episode membuatku masuk dalam halusinasi. Selama hidup bersama profesor, kami mampu merajut keintiman secara phisik dan s*ksual membuat kami ketagihan. Aku rindu pelukan, belaian, pagutan yang membuat kami mendesah, mengerang dan memekik riang ketika puncak kenikmatan menyembul dar
Selama menjalin hubungan dengan profesor Black aku tahu bahwa hubungan kita hanya hubungan kebutuhan. Kami saling memperhatikan kebutuhan satu sama lain,kadang-kadang saling merindukan, bagiku merindukannya hanya tubuhnya bukan hatinya dan aku rasa demikian juga dengan profesor Black . Waktu dia memintaku tidak meninggalkannya dengan alasan bahwa dia mencintaiku, aku masih ragu dengan pernyataannya, bagiku profesor hanya memainkan perasaanku, dia tahu kelemahanku. Mendengar cerita si Filipino dan profesor Owen aku takut menemui profesor Black, takut aku jatuh kasihan dan kembali tinggal bersamanya. Tapi mengingat tesisku aku berusaha mengalahkan rasa takutku dengan tetap menemui profesor Black. Mungkin dia menjadi depressed bukan karenanku tapi karena Davina, mengapa tadi profesor Owen terlihat linglung meninggalkan ruang kelas setelah mendengar dariku tentang Davina? Apakah mereka di samping merebutkan kedudukan Dekan juga memperebutkan Davina? Maybe, jawabku dalam hati. Aku mengetu
Penguasaan dan pertanggungjawabanku atas penelitian tesisku.dihadapan tim penguji yang kebanyakanadalah profesor, termasuk profesor Thomas Black,Ph.D. sebagai pembimbingku. Aku wajib membuat tesis dalam bahasa Inggris,profesor Black sangat membantu aku menempatkan grammar dan bahasa ilmiah yang tepat. Aku akhirnya dinyatakan lulus tanpa perbaikan dan lulus dengan nilai yang membuat profesor Black puas. Ketika upacara pengumuman, profesor Black mendekatiku,” Aku tunggu di apartemen , “ bisikknya menyalamiku sambil tersenyum penuh arti. Aku memanggil taksi menuju ke apartemen profesor Black, aku ingin mengucapkan terima kasih atas kesetiaannya membimbingku sambil memikirkan hadiah apa yang akan kuberikan. Di walk in closetnya semua barang-barang mewah, aku tidak sanggup membelinya.Hum, mungkin aku mengajaknya makan malam di retoran? Batinku . Tak terasa aku sampai di apartemen profesor Blacl, aku menekan jariku dan pintu terbuka. Profesor sedang duduk di sofa rupanya dia menunggu
Profesor melambatkan jalannya mobil, matanya separuh melihat jalan di depannya dan separuh lagi pada pemandangan di sekitarnya. Aku mengikuti arah pandangan profesor dan bersamanya kami mengagumi pemandangan yang menakjubkan di bawah dan di depan. Hutan makin menipis dan berganti dengan rumput hijau tebal serta batu berlapis lumut, jalanan membelok menjauhi sungai, di bukit di atasnya , aku melihat rumah kecil mungil . Rumah itu terbuat dari batu dan semen , ada cerobong asap yang sedang mengeluarkan asap. Dua sayap bangunan membentuk sudut , satu sayap panjang dan rendah, sedang sayap lainnya lebih tinggi berbentuk persegi.Rumah yang nampak kuno terlihat mengagumkan. Ada gerbang untuk memasuki halamannya yang luas, berjejer pohon pinus dengan aneka bunga yang sedang berkembang. Profesor turun dari mobil untuk membuka pintu gerbang, sejenak kabut tipis menutupi tubuhnya. Profesor membuka gerbang, kembali ke mobil dan mobilpun masuk kemudian berhenti dan menutup gerbangnya lagi. “Ki
Makan malam tiba di ruang makan sudah ada kedua orang tua profesor dan profesor menungguku setelah mandi,aku berdandan sedikit memakai gaun kembang-kembang kecil yang dibeli profesor , baru pertama kali aku pakai. Profesor menatapku dengan tatapan mesra. “Jessika , what took you so long, I,m hungry.” Keluh profesor. Aku tersenyum manis lalu menyampaikan maaf. Duduk di samping profesor. “Let’s start dinner, “ kata Mrs.Black. Makan malam dimulai dengan berdoa yang dipimpin oleh Mr. Black. Setelah berdoa satu sama lain menyerukan, “Enjoy your meal.” Makan malam penuh kehangatan di meja makan, mamanya profesor memanjakanku dengan mengambil makanan khas western, daging yang dipanggang setengah matang terasa lembut di lidahku membuatku terus menguyahnya dengan menganggukkan kepalaku karena Mrs. Black terus menatapku, mungkin ingin melihat apakah aku menyukainya. “Delicious,” kataku sambil tersenyum. Mrs. Black tersenyum mendengar pujianku. “Jessika really like grilled meat.” Kata