Share

BAB 4_SEBUAH RENCANA

Author: Rora Aurora
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Kamu kenal laki-laki ini, Qi?!"

Puuuk!

Kupukul keras bahunya hingga dia tersungkur ke depan. Untung tidak di samping, bisa jatuh sohibku itu. Aku juga salah, kebiasaan barbar dengannya jadi kebawa-bawa.

"Masa kamu tidak kenal suamiku, Pli?"

"Su-su-suami? Suami siapa, Qi?! Bicara yang jelas kamu!"

Nampak Zulkifli tak kalah terkejut dan paniknya.

"Dia suamiku!"

"Astaghfirullah! Ya Allah! Mudahan aku jadi orang kaya! Gini amat ujianku, Qiraaaan!"

Zulkifli meremas rambutnya yang sudah seperti sapu ijuk. Sebenarnya wajar dia tidak tahu wajah Mas Fadli sebab saat aku menikah, dia sedang ikut pamannya kerja sebagai pekerja proyek pembuatan tol di ibu kota. Lalu setelah itu, aku kehilangan kontaknya.

"Kalau kamu yang punya suami, terus enaknya kuapain, Qi? Ya Allah."

"Sabar dan tenang. Aku juga baru tahu ini kalau suamiku tidak setia. Mestinya aku tidak heran sih, tapi, ya sudahlah."

"Kok kamu nampak lebih tenang? Aku kira kamu akan lompat karena sakit hati."

Aku mendecih. Sakit jelas sakit karena rasa kecewa yang tak terukur. Rasa kecewa atas pembalasan pengabdianku selama jadi istrinya ternyata sebusuk ini. Kurampas ponsel retak dari tangan Zulkifli yang masih shock. Kembali kulihat foto wanita simpanannya Mas Fadli. Cantik? Lumayan. Tapi jelas dia murahan, lebih murah dari wanita malam sekali pun. Karena dia wanita bersuami tapi menjalin hubungan dengan pria beristri. Terlihat mereka sedang berselfie ria di restauran mewah. Jelas, pasti suamiku yang bayar. Makin membara hatiku jika kuingat orderan rotiku yang ditolaknya hanya karena harganya tiga puluh ribu.

"Qiran! Gimana ini?! Daritadi diam terus kamu! Aku apain suami kamu yang sudah rebut istriku?! Pebinor!"

"Idih. Jangan lupakan. Perselingkuhan itu terjadi atas dasar suka sama suka dan adanya kesepakatan bersama. Jadi tidak bisa kamu salahin salah satunya, ya! Istrimu juga pelakor!"

Zulkifli makin nampak gusar. Kali ini dia kembali duduk. Ia menatap kosong ke arah langit. Nampak matanya berkaca-kaca. Sepertinya dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Aku yakin dia sangat mencintai istrinya itu.

"Aku gak nyangka bakal jadi begini, Qi. Cinta mati aku sama Nilam. Aku kalau sudah komitmen susah sekali move on. Dulu aku masih sering kasih uang banyak, pas proyek sama Paman Ong masih jalan. Setiap hari dia selalu manis. Tak ada seribu pun kupakai tanpa dia tahu. Dia beli segala yang dia mau, aku gak pernah marah. Sekarang lagi sepi. Nilam jadi berubah menjadi sangat dingin. Jangankan untuk kuajak tidur, kuajak bicara saja dia ketus. Kalau aku gak angkat barang, gak ada kerjaan lain yang bisa aku lakukan sementara ini."

Sedih juga mendengar cerita Si Kipli ini. Andai suamiku jujur, dan tidak pelit seperti dia, tiap hari kucuci kakinya karena baktiku. Haduh, nasib kami kok hampir sama?! Ini pasti akibat dari kelamaan bergaul dengannya.

"Ya sudah. Gini saja. Kita coba ajak bicara pasangan kita masing-masing. Pernikahanku juga baru seumur jagung, apalagi kamu. Buat mikirin cerai aku gak. Mungkin ini ujian awal pernikahan kita, Pli. Asal kamu tahu, suamiku juga banyak cacatnya. Biar kata aku ini istri PNS, tapi aku ngos-ngosan."

Zulkifli hanya mengangguk dan setuju. Kami pun bertukar nomor. Dengan motor legendanya, aku diboncengnya pulang. Tiba-tiba sesuatu terpikir di otakku saat dalam perjalanan.

"Pli, kamu masih berani nyolong mangga goleknya Pak Dodit, gak?!" tanyaku di tengah jalan.

"Hahaha. Masih. Kalau dulu sembunyi-sembunyi, sekarang terang-terangan! Bapak itu kan makin tua, mana berani dia. Paling ngomel saja dia kalau aku bawa kresek besar. Aku makan ramai-ramai sama anak-anak. "

"Kalau ngerampok, berani gak?" cecarku.

"Biar gini-gini, aku ini preman soleh! Kasihan Emak kalau aku masuk penjara atau mati digebukin orang. Selain jaga keamanan pasar, paling banter kan aku jadi penagih utang, suruhannya Si Mambo. Kalau sama orang yang punya hutang ngeyel, siap-siap rontok giginya!" jawab Zulkifli masih fokus mengendarai motornya yang menimbulkan banyak asap. Sebentar lagi kami sampai, aku langsung menepuk-nepuk pundaknya menyuruhnya berhenti.

"Apaan? Sudah sampai kita?" tanya Zulkifli penasaran.

"Belum. Aku nanti jalan aja. Takut dikira yang nggak-nggak. Kamu mau duit gak?" tanyaku dengan wajah serius.

"Orang yang tak waras yang gak mau duit. Tapi usahakan yang halal, ya, buat emak beli beras. Kalau buat aku, campuran juga tak apa," kekehnya. Aku tertawa renyah. Si Kipli sohibku masih seperti yang kukenal.

"Halal kok, tenang saja." Zulkifli mengangkat alisnya penasaran. Aku celingak-celinguk seolah memastikan tidak ada yang mendengar ucapanku. Meski sohib kentalku ini bau ikan, terpaksa aku mendekatinya berbisik. "Bantu aku merampok uang suamiku di kontrakan," bisikku.

Zulkifli langsung terkesiap kaget. Aku langsung memberikannya keyakinan.

"Apa kamu sakit demam, Qi? Habis makan jamur e'o sapi kamu?"

"Iiish! Aku masih waras! Aku yang akan bantuin kamu. Dijamin kita pasti berhasil. Aku akan mencari letak penyimpanan harta suamiku. Nanti kukabari kamu. Aku akan bantu kamu biar mudah masuk ke kontrakan."

"Qi, aku tahu kamu dulu ketuanya tim nyolong telur ayamnya Pak Udin, janganlah kamu bawa tindakan kriminalmu ini sampai mau rampok suamimu segala. Apa susahnya kamu minta baik-baik sama dia? Kan dia suamimu."

"Ooh susah, sangat susah! Dia pelit medit sekali sama istrinya sedangkan sama keluarganya hambur-hambur. Tidak mungkin istrimu itu mau kencan sama suamiku kalau dia dipelitin. Ngerti ora?"

Zulkifli angguk-angguk. Aku menepuk-nepuk bahunya agar dia semakin yakin dan mau mengikuti rencanaku. Bodoh jika aku langsung meningalkan Mas Fadli sebelum kubuat habis hartanya yang selama ini dia tahan-tahan untukku. Dia salah lawan, belum tahu siapa aku ini sebenarnya. Langganan masuk BP ini masa sekolah.

"Pokoknya kalau ada apa-apa, janji jangan lepas aku, ya. Resiko ditanggung berdua," ujar Zulkifli panik berani.

"Ya, tenang saja. Nanti kalau uang suamiku terkuras, istrimu pasti menjauh." Lagi-lagi, Zulkifli mengangguk seperti lebih bersinar. "Eh tapi, memang kamu mau benar-benar maafin istrimu dan balikan sama dia setelah dia mengkhianati kamu?" cecarku. Lagi-lagi Zulkifli mengangguk pasti.

"Haiiih, bucin," cerocosku yang disambut wajah malu-malu oleh pria berbadan kekar itu.

Sebenarnya kalau ditelusuri lebih cermat, kawanku ini tidak jelek-jelek amat. Hanya nasibnya saja yang kurang beruntung. Sejak kecil aku dan ibuku sering membantunya. Aku sama sekali tidak pernah melihat ayahnya. Kata orang, Zulkifli lahir tanpa bapak.

"Aku balik ke rumah mertuaku, ya. Aku akan menghubungimu segera jika sudah tepat waktunya. Ini pake beli makan siang," ucapku menyerahkan uang lima puluh ribu.

"Tidak, Qi. Bawa aja. Kita sudah bukan anak-anak lagi. Dari dulu kamu sering kasih aku uang jajan, sekarang meski pun aku masih miskin, aku tidak akan menerima uang dari orang lain lagi tanpa aku bekerja. Sekedar untuk makan, aku ada," ucapnya nampak serius.

Aku mengerucutkan mulutku tersenyum kecil. "Oke, lah. Aku hargai prinsipmu sekarang. Aku pamit. Assalamu'alaikum!"

"Waalaikumsalam!" jawabnya lalu meninggalkanku.

Aku kembali berjalan sembari tersenyum membayangkan kejadian yang sudah kurencakan.

"Akan kukuras hartamu yang telah kamu tangguhkan untukku, Mas. Sampai kamu merasa, pernikahan kita adalah bencana besar untukmu. Jangan kira aku akan diam saja melihatmu main perempuan, menghamburkan uang untuknya dan keluargamu sedangkan aku kau biarkan tercekik. Kamu salah. Diamnya air laut di tengah itu menenggelamkan. Bersiaplah," desisku sendirian sembari melangkah cepat mendekati rumah mertuaku.

Related chapters

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 5_PEMBASALAN PERTAMA

    "Bagus ya kamu, Qirani! Pulang dari entah kemana, langsung masuk kamar dan tidur!""Aku pusing. Mual. Bawaan bayi," bohongku. Tekadku, pokoknya aku tidak akan mengabdi lagi di keluarga ini. "Alah!" cebik mertuaku.Aku langsung membungkus diriku dengan selimut. Terkadang aku juga heran, kok aku tidak muntah-muntah seperti orang hamil pada umumnya, ya? Apa jangan-jangan aku tidak hamil? Tapi perutku buncit dan hasil test pack juga positif kok. Tapi memang aku tidak pernah ke dokter kandungan. Mana mungkin Mas Fadli mau, buang-buang duit katanya. Nanti kalau sudah waktunya lahir, ya lahir saja. Bodohnya aku, tidak memiliki inisiatif sendiri untuk pergi memeriksa kondisiku sendiri. Otakku sepertinya ditutup karena terlalu mencintai suamiku itu. Sekarang setelah kutahu kebusukannya, sedikit demi sedikit lancar rasa aliran darah dan oksigen ke otakku hingga bisa berpikir jernih. Kepraaank! Keprrraank! Suara piring dan entah apa saja dari dapur yang dihempaskan oleh mertuaku. Aku tidak pe

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 6

    "Qiraniiiiiii!!!" teriak mama mertua. Mas Fadli tak berkutik melihatku. "Aaaah, kepalaku pusing, Mas," lirihku. Aku langsung pura-pura oleng. Kupegang kepalaku selayaknya orang yang lagi pusing dan akan pingsan. Aku berakting berusaha berdiri tegak dan seakan-akan mau jatuh. Kubiarkan tanganku menjalar kemana-mana mencari keseimbangan, menabrak piring dan mangkok yang berjejer di kabinet, dekat sink (wadah tempat mencuci piring). Criiiing! Krink! Mangkok-mangkok itu berjatuhan. "Berhenti Qirani!!!" teriak Mama mertua.Aku langsung mematung dan luruh, berjongkok sembari menopang kepalaku. Aku menunduk, sebenarnya sedang menyembunyikan mulutku yang tersenyum senang. 'Mampus' jerit hatiku senang. Dalam hatiku terkekeh jahat. Entah setan mana yang sedang menggerogoti hatiku sekarang. "Dek! Ya ampun! Diam di situ! Jangan bergerak!" seru Mas Fadli terdengar panik. Suamiku itu berlari keluar. Rupanya dia memakai sandal dan mengambilkan aku aku sandal juga agar kakiku tidak tertusuk b

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 7

    Mas Fadli meraih ponselnya dan jelas dia salah tingkah melihatku. "Kenapa, Mas? Kok panik gitu wajahnya? Selingkuhanmu?" tanyaku to the point. "Saring kalau bicara. Ini teman kantorku. Tau apa kamu?!" ketusnya. Aku mengangkat sedikit ujung bibirku, sinis. Jelas sekali wajah bertopeng suamiku itu. Sekarang dia keluar membawa hpnya. Jelaslah pasti dia akan berhubungan dengan pacarnya. Tak apa, aku tahan-tahan saja. Sekarang kamu bisa leluasa bersikap, Mas. Tapi lihat saja nanti, aku masih beri kamu waktu. "Aku mau pulang, Mas," ucapku ketika Mas Fadli kembali. Dia langsung mengangguk. Sepertinya karena dia tak ingin aku bertanya tentang wanita yang menelponnya itu. Aku sengaja tidak mau membahasnya, buang-buang tenaga. Kalau cinta sudah terkuras begini, perasaan illfill bergelayut. Dia saja tidak mencintaiku, kenapa aku harus terpuruk? Malam itu juga, aku kembali ke kontrakan, meninggalkan wajah cemberut Mama mertua dan adik ipar yang kelelahan. Pastilah mereka semakin membenciku.

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 8

    Malam itu aku gelisah sekali. Aku pura-pura keluar kamar, untuk minum. Sekilas kupandangi bingkai foto habib. Tiba-tiba saja hatiku berdebar-debar. Bagaimana kalau gagal? Bukan aku peduli dengan uangnya, tapi kalau para warga datang, dan gebukin Si Kipli, sohibku. Aduuuh! "Sayang, main 'jungkat jungkit', dong," ucap Mas Fadli mendekatiku yang baru merebahkan tubuh. Barusan, aku sudah membuka kunci pintu agar Kipli dengan mudah masuk. "Maaf Mas, perutku sedang kram. Besok aja, ya!""Dosa loh, ajakan suami ditolak," ujarnya. "Nanti kalau anak kita kenapa-kenapa gimana, dong," ujarku manja. Jangan sampai, nanti saat ngeong-ngeong, Si Kipli muncul. Batinku tiba-tiba merinding. "Malas akh sama kamu," ancam Mas Fadli langsung membelakangiku. Aku menggigit bibirku. Baru pertama kali ini aku menolak. Lagi pula, jika kuingat dia memiliki wanita simpanan, rasa bersalahku seketika hilang. Sebab, bisa jadi mereka telah main jungkat-jungkit juga. Suara ngorok Mas Fadli terdengar bersamaan den

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 9

    Mas Fadli langsung berbinar karena merasa ada bantuan datang. Ia bersemangat melihat perampok tadi diinjak-injak oleh Zulkifli. Aku sangat yakin, itu Zulkifli karena postur tinggi besarnya itu. Bisa-bisanya tadi aku ceroboh tidak mengenalinya. Padahal pria perampok itu setinggiku dan gempal. "Ampun, Bang! Ampun, Bang!" mohon Si Perampok bersimpuh. Bahkan pisau yang dibawanya sekarang sudah di tangan Zulkifli. Aku terkesima melihat ketangkasan sohibku itu. Pandai sekali dia melumpuhkan perampok dengan kaki dan tangannya. Wajar juga sih, hidupnya kan memang keras dan panas. Penjaga pasar juga debt collector. "Yes! Hajar, Bang! Hajar!" seru Mas Fadli berbinar. Aku hanya menelan salivaku membayangkan yang akan terjadi di menit berikutnya. Suamiku yang kikir ini begitu yakin, laki-laki bertopeng sarung itu adalah kawan. "Enak saja datang merampok!" seru Mas Fadli mendekati kedua pria asing itu. "Pergi," ucap Zulkifli terdengar jelas. Meski terdengar melirih, tapi aku mengenal suaranya.

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 10

    Kleek! Aku langsung mematikan lampu. Kukira Mas Fadli akan keluar, rupanya tidak. Aku merasa lega. Kupandangi langit-langit rumah kontrakan ini. Orang bilang, waktu terasa sangat cepat. Tapi bagiku, dua tahun terasa lama sekali menjalani hidup. Mungkin karena diperlakukan seperti tidak terlalu berharga oleh suami jadi hidup terasa membosankan. [Gimana? Aman? Besok jam 10 pagi aku cari ke pasar ya] Aku mengirim pesan ke Zulkifli. [Ok!] jawabnya cepat. Aku tersenyum membayangkannya. Esok hari, Mas Fadli tidak ke kantor karena masih shock. Aku jadi sangsi untuk izin tapi dipikir-pikir, aku lebih baik keluar rumah saja. Ikut suntuk aku melihat wajah kusut suamiku. Nanti kucari cara agar bisa keluar dengan izinnya. "Perampok setan. Kita lapor polisi aja, yuk, Dek!""Gak usah! Jangan, Mas!" tegasku berulang. Aku langsung tegang. Mas Fadli mengernyitkan alisnya padaku. "Apa kamu gak ingat ancamannya? Dia bisa suruh anak buahnya buat balas dendam! Berani kamu?!"Mas Fadli tampak memiki

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 11

    Aku menunggu Zulkifli mandi di masjid dekat pasar. Pria itu keluar dengan kondisi nampak jauh lebih segar dan sedikit basah di pakaiannya. Bentuk rahanya semakin keras, tatapannya tajam dan bulu-bulu di lengannya membuatnya sebenarnya gagah. Tapi karena panas matahari dan hidup lebih banyak di pasar, yang membuat rambutnya merah dan kulitnya menghitam tak terawat. "Kita ke danau, yuk!" ucapnya. Aku mengangguk. Selama perjalanan, pikiranku menimbang-nimbang. Untuk pertama kalinya aku keluar bersama pria lain, meskipun Zulkifli sahabat kentalku tetap saja jauh di lubuknhatiku ini, ada rasa bersalah pada Mas Fadli. Aku menghela napasku kuat-kuat karena sepertinya setiap sisi aku berat. Sekitar perjalanan 30 menit, kami sampai. Nampak agak sepi pariwisata danau ini. Sepertinya karena siang hari dan juga bukan hari libur. Aku duduk di warung lesehan yang menghadap pemandangan danau. Warung itu memiliki tempat yang berkotak-kotak memanjang, dipisah oleh pagar bambu. Jadi setiap tamu tida

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 12

    "Anu ... telapak kaki istri saya lagi sakit, keseleo, Buk. Mau ganti tempat duduk, suasana baru. Kami makan di sana aja ya, nanti saya ambil makanannya," ujar Zulkifli yang membuat aku seperti kena serangan jantung mendengar ucapannya. Zulkifli sudah berdiri sedangkan aku masih gemetaran tak berani mengangkat tubuhku, bisa langsung kelihatan oleh penghuni kotak di sebelah. Kuharap Mas Fadli tidak keluar menyaksikan perbincangan ini. "Ooh gitu. Suami istri rupanya. Oke. Itu digendong aja istrinya daripada merayap macam tokek gitu.""Ii-iiya," jawab Zulkifli berjongkok dan langsung menyambar tubuhku. Diangkatnya tubuhku dengan cepat, seperti tubuhku ini hanya kapas di tubuh besarnya. Zulkifli terus berjalan memapahku. Sudah ... sudah habis napasku sekarang! "Tu-turunin," bisikku menekan suaraku sedemikian rupanya. Ya Allah, aku malu sekali. Zulkifli justru meremas pinggangku dan aku langsung membeliak marah. Tepat saat tanganku akan memukul apapun dari anggota tubuhnya, terdengar sua

Latest chapter

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   ENDING

    "Mas?! Kamu kenapa?!""Ni ... Nilam, Qiran. Dia pergi membawa bayi kami." "Maksudmu?!!" tanya Qiran langsung tegang. "Nilam kabur, Qiran!""Ooh ya, Allah...."Qiran menggigit bibirnya. Ia tahu, tidak mudah di posisi Nilam. Dia sudah merasakan di posisi wanita itu dan Nilam merasakan imbas yang terparah. Ternyata yang diucapkan Nilam waktu itu serius. ***"Aku ingin bercerai," ujar Nilam saat baru seminggu dia disecar. "Cerai?" tanya Qiran. "Iya. Kamu hebat bisa tahan 2 tahun, aku tak sampai setahun sudah habis jiwaku, Qiran.""Kamu yakin? Bayimu butuh ayahnya.""Bayiku lebih butuh ibu yang bahagia. Bukankah begitu?"Qiran diam. Sejak itu Nilam tak pernah bicara soal itu lagi. Dia mengira, Nilam tidak melanjutkan niat itu karena ia melihat Fadli sepertinya mulai lebih luwes pada istrinya. Setiap kali dia ke sana menjenguk Nilam, dia sudah menemukan aneka roti dan buah di dekat meja. Qiran mengira itu semua bisa meluluhkan perasaan Nilam. Tapi rupanya, dua bulan terlewati, wanita i

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 83

    Fadli terkejut tak mengerti. Alisnya yang mengkerut dengan kening berlipat-lipat itu menandakan dia heran. Nilam pun yang sedang menggendong bayinya juga ikut bingung. "Uangmu yang hilang di rekening sejumlah 63 juta itu, aku yang ambil. Jadi yang 2 jutanya anggap aku sedekah saja," ucap Qiran tanpa keraguan sedikit pun. "Bicara yang jelas, Qirani," ujar Fadli tegang. "Perlu aku ulang, Mas?" tanya Qirani dengan wajah biasa saja. Dddrrrrtt... Ponsel Qirani bergetar. Qiran mengangkat tangannya seolah mengisyaratkan agar Fadli diam dulu. Pembawaan Qiran santai saja seolah-olah tidak ada beban. Sedangkan Fadli masih terbengong-bengong. "Ya, Yank. Ooh, oke deh. Tunggu dah sebentar lagi ... Gak, Yank. Nanti lah di Star Five aja, belum kucoba menu yang itu. Oke. Siap."Panggilan selesai. Nilam hanya tersenyum kecil. Itu pasti dari mantan suaminya. Luar biasa beruntung Qirani, hidup mewah, makan siang di hotel. Tapi sekarang Nilam tak mau iri lagi pada Qiran meski sakit itu jelas masih

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 82

    SCENE FLASH BACKNita dan Pak Hasan secara tidak sengaja mendengar percakapan dokter yang sedang merayu Fadli dan Bu Sita agar setuju Nilam dioperasi. Mendapati keduanya masih kekeh, Nita langsung menyeret tangan ayahnya menjauh. "Pak, yakin gak kalau kita rayu Mama dan Mas Fadli, mereka akan luluh?""Bapak sudah ngomong, kok tadi subuh sama Mamamu. Jika memang harus kakak iparmu dioperasi, ya bismillah aja. Tapi Mama mu malah menggerutu tak jelas.""Mas Fadli juga kok gitu banget sih, Pak. Aku merasa kasihan sama Mbak Nilam meskipun aku gak akur sama dia.""Fadli sama Mamamu sama-sama punya bibit kikir. Sudah berulang kali Bapak kasih tahu kalian bahwa kikir itu sulur rambatnya sudah ada di neraka. Siapa yang kikir atas hartanya, tinggal ditarik ke neraka oleh rambatannya. Macam sulur labu. Menjalar."Nita menggigit bibirnya. Ia punya ide tapi ia sendiri masih ragu. Namun daripada tidak dicoba sama sekali, lebih baik gagal. "Aku akan menghubungi Mbak Qiran, Pak. Mungkin Mbak Qiran

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 81

    "Ini bayinya kalau lahir, akan prematur. Usianya baru 24 minggu. Beratnya kurang sekali ini, Bu. Seperti berat janin usia 4 bulan. Janinnya kurang nutrisi ini. Ibunya malas makan, ya?!" cecar Bu Dokter yang langsung membuat jantung Nilam seperti dihantam batu besar. "Makan kok, Dok. Cuman sering muntah," sambung Fadli tak mau dikira istrinya tak makan. "Makan, Dok tapi nasi dan kepala ayam atau ceker ayam, bukan dagingnya," tambah Nilam penuh dendam. Dalam hatinya, kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya, ia akan membuat perhitungan yang besar dengan suaminya itu. "Ibu hamil itu harus makan yang bernutrisi tinggi. Malah perlu juga disokong dengan susu dan vitamin. Karena apa yang dimakan ibunya, itu yang dimakan janin."Bu Dokter langsung memberi intruksi. "Sus, siapkan suntik pematangan paru. Jaga-jaga kalau bayinya lahir," ujar Bu Dokter pada asistennya. "Baik, Dok."Suasana menjadi tegang. Bu Dokter kembali melihat layar. "Denyut jantung janin masih bagus. Saya akan bantu su

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 80

    "Apa?!" Suara Fadli agak ketus. Sebab, dia sedang merasa diganggu saat menatap mantan istrinya yang begitu sangat cantik jelita. "Perutku sakit sekali, Mas. Sakit sekali.""Sakit gimana maksudmu?""Ya sakit. Cekat cekit. Ta-taapi sekarang sudah hilang," lirih Nilam. "Kamu pasti shock melihat mantan suami kamu yang sekarang jadi anak konglomerat, kan? Perempuan matre kayak kamu pasti nyesel banget."Mendengar ucapan suaminya, Nilam hanya memandang sinis. Ia ingin menimpali tapi kembali lagi rasa sakit di perutnya menyerang. Sejenak dia bergeming. Ada apa ini? Apakah sudah waktunya dia melahirkan? Usia kandungannya baru lima bulan jalan enam. Dia tidak mau memiliki bayi yang tidak normal. Usaha dan perjuangannya sudah sangat jauh untuk janinnya. Nilam berusaha bernapas dengan teratur. "Ayo! Kita ucapkan selamat atas kemenangan mereka dan kekalahan pada kita, Nilam," lirih Fadli dari hatinya paling dalam. Nilam bergeming. "Ayo kita naik! Biar cepat makan!" seru Bu Sita. "Ayo, Nila

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 79

    "Jadi gimana, Fadli, kamu mau datang tidak ke acara resepsi mantan istrimu?"Fadli hanya diam. Benar-benar diam. "Biar kita berangkat bareng pake mobil. Mama akan sewa mobil khusus biar kelihatan mewah, sesuai dengan pesta yang akan kita datangi. Nanti kamu yang bayar tapi ya."Wuuushhh! Undangan tebal dan berbingkai ukiran timbul berwarna emas itu melayang dan jatuh. "Cukup ya, Ma! Cukup! Aku muak mendengar Mama yang mau terlihat hidup hedon padahal modal pun tak ada. Mama itu seperti sedang memerasku! Mama belum sadar-sadar juga? Seberapa besar dan banyak akibat yang ditimbulkan oleh Mama! Mama yang jadi ibuku yang menyebabkan aku sampai cerai dari Qirani!""Loh, kok kamu jadi ngegas, Fadli? Mama cuman kasih tawaran aja. Masa sekedar sewa mobil kamu gak mampu?! Kan uang dari Pak Wahyu sampai 75 juta. Janganlah kikir banget!""Kikir?! Ya! Aku kikir dan pelit memang! Ini semua karena ajaran dari Mama! Mama yang suruh aku pelit kikir pada Qirani sehingga dia sampai gak betah jadi is

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 78

    "Ini gaes, kakak sepupu aku ternyata langsung akad nikah gaes. Sekarang nih! Pantengin ya!"Nilam langsung menelan salivanya berdebar. Mantan suaminya akan akad nikah, sungguh luar biasa gejolak batin Nilamsari. "Assalamu'alaikum!"Deegh! Sampai gugup tangan Nilam memegang hp karena terkejut. "Waalaikumsalam, Bang.""Kenapa mukamu tegang begitu?" tanya Fadli yang baru pulang dari kantor. "Ooh iya, Bang. Gak kok. Aku buatin kopi?""Gak usah. Aku mau langsung mandi aja."Nilam diam dan itu membuat Fadli jadi penasaran. "Ada apa di hp itu?""Nonton ... nonton vidio pernikahan Qirani dan mantan suamiku, Bang.""Qiran?! Nikah hari ini?!!!"Fadli terkejut luar biasa. Dia langsung meraih ponsel Nilam. 'Aku tak mau shock sendirian, Bang. Sama-sama mampuslah kita. Kamu kira aku gak tahu, kamu masih sering merindukan mantan istrimu itu' batin Nilam bersamaan dengan detak jantungnya mulai stabil. Terkadang Nilam heran dengan dirinya sendiri, begitu takut Fadli menceraikannya. Demi janinny

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 77

    Sudah banyak orang berkumpul karena penasaran dengan acara lamaran Qiran. Antara percaya dan tidak percaya jika benar Zulkifli yang akan datang bersama keluarganya. Memangnya siapa keluarga Zulkifli? Siapa keluarga Ningsih? Semua orang tahu, mereka adalah petani. Bahkan puluhan tahun yang lalu, mereka disuruh-suruh menjadi buruh di sawah. "Menurutmu, ucapan Mbak Nurul kemarin benar gak sih?""Ya gak percaya sih, Mbak Nurul bisa saja berkelit untuk menutupi calon yang sebenarnya. Aku tak percaya juga kalau sekarang Kipli sama ibunya jadi orang kaya," jawab Bu Nanik. "Lah iya, ada dua apa tiga minggu yang lalu, Ningsih masih jemur padi," sambut yang lain. "Itu dah. Mungkin Nurul lagi sinting," tambah bu Tatik. "Terus Ningsih di mana sekarang? Sepi aja rumahnya tadi aku lewat. Apalagi ini kan acara gengnya, kok tak nampak dia?""Pergi ke desa sebelah, kerja panen padi kali."Yang lain pun ikut mengangguk seperti mengiyakan. Terlihat Bu Nurul sudah rapi dandanannya dengan gamis coklat

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 76

    "Mana uangnya?" tanya Joger. "Mana temanmu yang lain?" tanya Zulkifli berbalik, membuang asap rokoknya yang baru dia nyalakan. Joger ditemani seorang laki-laki bertato. "Buat apa? Serahkan saja uangnya. Kami terburu-buru.""Jadi kalian hanya berdua?!"Zulkifli melepaskan rokoknya di dekat telapak kaki lalu dilumatkannya dengan sekali giling. Ia menatap kaki kirinya yang sedang berputar. "Ya. Hanya kami berdua. Apa masalahnya? Dari tadi kamu mengulur waktuku."Buuuuughhhh! Zulkifli langsung melayangkan tinjunya di wajah Joger. Tersungkur jatuh pria itu ke tanah kering berbukit. Teman Joger langsung sigap menendang Zulkifli namun kaki Zulkifli begitu kokoh. Hanya mundur saja tidak sampai jatuh. Justru ia berbalik menyerang dengan memutar tubuhnya lalu menendang bahu pria itu. Pria itu langsung jatuh. Ia kembali bangun dan melayangkan tinjunya. Zulkifli menunduk lalu secepat kilat memukul punggung lawannya hingga tersungkur membungkuk. Zulkifli langsung mengangkat kakinya lalu mengha

DMCA.com Protection Status