Share

BAB 8

Penulis: Rora Aurora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Malam itu aku gelisah sekali. Aku pura-pura keluar kamar, untuk minum. Sekilas kupandangi bingkai foto habib. Tiba-tiba saja hatiku berdebar-debar. Bagaimana kalau gagal? Bukan aku peduli dengan uangnya, tapi kalau para warga datang, dan gebukin Si Kipli, sohibku. Aduuuh!

"Sayang, main 'jungkat jungkit', dong," ucap Mas Fadli mendekatiku yang baru merebahkan tubuh. Barusan, aku sudah membuka kunci pintu agar Kipli dengan mudah masuk.

"Maaf Mas, perutku sedang kram. Besok aja, ya!"

"Dosa loh, ajakan suami ditolak," ujarnya.

"Nanti kalau anak kita kenapa-kenapa gimana, dong," ujarku manja. Jangan sampai, nanti saat ngeong-ngeong, Si Kipli muncul. Batinku tiba-tiba merinding.

"Malas akh sama kamu," ancam Mas Fadli langsung membelakangiku.

Aku menggigit bibirku. Baru pertama kali ini aku menolak. Lagi pula, jika kuingat dia memiliki wanita simpanan, rasa bersalahku seketika hilang. Sebab, bisa jadi mereka telah main jungkat-jungkit juga. Suara ngorok Mas Fadli terdengar bersamaan dengan mataku yang melihat jam. Sudah jam 1 malam dan detik terasa begitu lama. Zulkifli janji akan datang jam 2 dini hari.

Kleeeek!

Seperti akan meloncat jantungku mendengar suara pintu sedang dibuka. Itu pasti Si Kipli. Dia datang lebih cepat rupanya. Aku pura-pura tidur. Rencana kami, dia akan mengancam Mas Fadli untuk memberitahu dimana letak uangnya. Jika mentok Mas Fadli bungkam, Kipli akan mengacak rumah sampai ketemu tanpa sengaja uang yang di belakang foto habib.

Kraaak! Krrrassh!

Suara laci lemari di luar sedang dibuka. Apaan sih Kipli itu, kenapa dia membuang-buang waktu?! Harusnya dia langsung nodong Mas Fadli. Aku jadi bingung, mau bangunin Mas Fadli atau temui Zulkifli dulu. Setelah kupikir-pikir, aku memutuskan keluar dan menemui tamu yang sudah kuundang itu.

Aku langsung keluar dan menemukan seorang laki-laki yang membungkus seluruh wajahnya dengan topeng kain hitam. Persis seperti ninja. Dia sedang membawa pisau. Aduh gayamu Pli, macam perampok sungguhan. Mana pakai pisau betulan pula.

"Eiiih! Ngapain sih kamu obok-obok laci sih?!" seruku menahan suara, berbisik. Si Kipli refleks mundur seperti kaget sekali. Dia langsung menodong pisau di depanku. Aku malah berkacak pinggang dan balas melotot. "Apaan sih?! Nanti keburu ketahuan Mas Fadli. Cepat todong dia sekarang! Nanti aku pura-pura keluar dari kamar mandi, ya!" bisikku menunjuk ke arah kamar mandi.

Si Kipli mengikuti arah tanganku dan aku mendekatinya tanpa rasa takut. Kipli makin mundur tanpa bicara tapi pisaunya yang semakin maju dan mendekatiku.

"Hati-hati, Pli. Jangan sampai ada yang terluka! Kusunat kamu dua kali kalau ada setetes darah di antara kita yang jatuh. Sana! Sana bangunin Mas Fadli. Terus lanjutkan sesuai rencana, oke!"

Kutahan suaraku sekecil mungkin sembari menujukkan jempolku. Kutepuk pundaknya lalu mendorongnya. Nampak dari matanya Si Kipli kebingungan. Aku semakin mendorongnya agar segera masuk kamar tidur menemui Mas Fadli.

"Sana! Apaan sih! Biar kelar urusan. Inget apa kata-kataku tadi sore. Awas melenceng!" ucapku lagi sembari menunjuk ke arah foto habib.

Baru saja aku mau melangkah menuju kamar mandi, Mas Fadli sudah keluar kamar dan melihat kami. Si Kipli langsung menarik rambutku hingga aku terjerembab mundur. Aku sampai terkejut luar biasa. Jelas terasa sakit sekali apalagi saat lengan besar Kipli mencekikku. Kipli langsung menodong pisau itu ke arah leherku. Ya Allah, makin tak habis terkejutku. Luar biasa aktingnya. Awas saja, aku akan membalasmu Zulkifli Ibrahim!

"Ssi-ssiapa, kamu!" seru Mas Fadli langsung memucat panik.

"Tak perlu tahu siapa aku, tebus nyawa wanita ini!"

Aku hampir mati di tempat karena sangat terkejut. Yang barusan ku dengar bukan suaranya Zulkifli! Ya Allah!!! Pekik hatiku keras.

"A-apa maksdunya?! Lepaskan dia! Kami tidak punya harta, Mas! Ini juga rumah kontrakan. Rumah reot begini, kami mana ada uang!"

"Jangan bohong kamu! Cepat serahkan atau wanita ini akan mati."

"Maaaas," lirihku sangat ketakutan.

Mas Fadli panik luar biasa. Ia mencoba mendekat tapi leherku semakin dicekiknya sampai merah padam wajahku. Ya Allah, ternyata yang memasuki rumahku adalah perampok sungguhan! Bagaimana ini?!

"Serahkan seluruh uang yang kalian punya!"

"Tidak ada! Kami tidak punya apa-apa, Mas!"

"Bohong!" seru perampok itu menekan lengannya di leherku.

Aku dibuat mendongak ke atas hingga kerongkonganku terasa seperti tercekat hebat. Sampai keluar air mataku tiba-tiba karena sakitnya dan kesalnya, Mas Fadli bersikukuh tidak mau menyerahkan uangnya meskipun melihatku tersiksa begini.

"Lepaskan atau aku akan teriak dan orang-orang akan mendengarnya!" tawar Mas Fadli.

"Ya, kalau kamu mau istrimu mati langsung sekali tebasan!"

Perampok itu makin serius dan nampak tak ada rasa takut. Merinding seluruh bulu kudukku. Aku makin kesakitan dan kecewaku makin dalam karena Mas Fadli masih belum mau menyerahkan hartanya.

Tiba-tiba Mas Fadli masuk ke dalam kamar dan kembali dengan menunjukkan dompetnya yang usang. Ia membuka dompet itu dan memperlihatkan isinya yang hanya sekitar seratus ribu lebih. Si perampok itu menggeleng keras sembari menyeretku.

"Lepaskan!" teriakku kasar.

"Bergerak lagi, kusayat lehermu! Perempuan sinting!" umpatnya.

"Maaas!" teriakku tertahan. Kesal sekali, kenapa Mas Fadli tidak mengeluarkan uangnya sedangkan perampok ini membuatku semakin kesakitan?!

"Bawa ini!" seru suamiku.

"Siapa yang butuh uang 100 ribu, ha?! Berikan uang tabungan kalian! Tak mungkin tidak ada! Perhiasan juga!"

"Demi Allah, kami tidak punya simpanan perhiasan, Pak!" timpal Mas Fadli. Dan poin itu dia berkata jujur. Tidak ada satu pun perhiasan yang kumiliki.

"Kalau begitu uang! Kamu kan PNS, aku tahu! Tidak mungkin tidak ada uang. Jangan coba bohongi aku. Mati istrimu kubuat."

Mas Fadi hanya menggeleng keras. Sedangkan aku hampir mau pingsan karena kekurangan oksigen. Perampok itu kembali mengeratkan dekapan tangannya di leherku. Ledua tanganku di pilintir dan dikuasi salah satu tangannya. Karena aku lemah, begitu leluasa perampok itu mengganti lengannya dengan pisau di depan leherku.

Mas Fadli gelagapan. Aku berusaha menarik bernapasku kuat-kuat.

"Mmaaas ...," panggilku. Sempurna air mataku jatuh. Aku menangis bukan semata-mata karena sakit dicekik tapi lambatnya Mas Fadli mengambil keputusan. Dia lebih sayang pada uangnya!

"Jadi kamu gak mau serahkan uangmu?!" seru perampok.

"Aku gak punya uang, Pak! Jadi kalau sampeyan mau bawa apa saja, silahkan dibawa. Ada tabung gas, baju-baku, tivi, barang-barang di sini bisa sampeyan bawa."

"Ciiih itu sampah!" hentak perampok itu.

Aku sekarang pasrah. Rupanya Mas Fadli masih teguh. Karena sekarang pisau yang di depan leherku, aku berusaha mengeluarkan suara meski terisak.

"Mas, kasihlah uangnya, Mas. Aku takut."

"Kan ini! Mana ada lagi!" jawabnya dengan nada penuh amarah padaku.

Demi apa pun, dia sedang dusta. Sekarang aku benar-benar tahu, tidak ada hal yang bisa membuatnya jujur dan mengorbankan uangnya meskipun istri dan janin dalam kandunganku dalam bahaya.

"Ya sudah pak rampok, bunuh saja aku!" seruku menghentakkan kaki sedangkan dua tanganku masih dikuasainya. Aku kecewa sekali.

Perampok itu panik. Ia menarikku dan melototkan matanya.

"Perempuan cerewet! Bikin ribet!"

Perampok itu menoleh ke arah dompet Mas Fadli yang sudah berhamburan isinya.

"Ya sudah, 100 ribu itu boleh! Apes banget datangin rumah orang miskin!"

Mas Fadli langsung menyerahkan selembar uang merah itu lalu menangkap tubuhku yang lemas. Meski sudah bebas, tapi kecewa di hatiku tak terbendung. Perampok itu langsung menuju pintu keluar. Namun terdengar suara dentuman yang cukup keras.

Buuuugh!

Tubuh perampok itu terhuyung kembali masuk rumah dan jatuh di lantai. Kedua bola mataku membeliak melihat sekejap kemudian muncul sosok berpakaian hitam namun kali ini bertopeng sarung lusuh. Hatiku memekik keras. Aku langsung tahu siapa dia dari sorot matanya yang tajam. Batinku memekik.

'Zulkifli!'

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Agus Susanto
Bagus tapi mahal
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 9

    Mas Fadli langsung berbinar karena merasa ada bantuan datang. Ia bersemangat melihat perampok tadi diinjak-injak oleh Zulkifli. Aku sangat yakin, itu Zulkifli karena postur tinggi besarnya itu. Bisa-bisanya tadi aku ceroboh tidak mengenalinya. Padahal pria perampok itu setinggiku dan gempal. "Ampun, Bang! Ampun, Bang!" mohon Si Perampok bersimpuh. Bahkan pisau yang dibawanya sekarang sudah di tangan Zulkifli. Aku terkesima melihat ketangkasan sohibku itu. Pandai sekali dia melumpuhkan perampok dengan kaki dan tangannya. Wajar juga sih, hidupnya kan memang keras dan panas. Penjaga pasar juga debt collector. "Yes! Hajar, Bang! Hajar!" seru Mas Fadli berbinar. Aku hanya menelan salivaku membayangkan yang akan terjadi di menit berikutnya. Suamiku yang kikir ini begitu yakin, laki-laki bertopeng sarung itu adalah kawan. "Enak saja datang merampok!" seru Mas Fadli mendekati kedua pria asing itu. "Pergi," ucap Zulkifli terdengar jelas. Meski terdengar melirih, tapi aku mengenal suaranya.

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 10

    Kleek! Aku langsung mematikan lampu. Kukira Mas Fadli akan keluar, rupanya tidak. Aku merasa lega. Kupandangi langit-langit rumah kontrakan ini. Orang bilang, waktu terasa sangat cepat. Tapi bagiku, dua tahun terasa lama sekali menjalani hidup. Mungkin karena diperlakukan seperti tidak terlalu berharga oleh suami jadi hidup terasa membosankan. [Gimana? Aman? Besok jam 10 pagi aku cari ke pasar ya] Aku mengirim pesan ke Zulkifli. [Ok!] jawabnya cepat. Aku tersenyum membayangkannya. Esok hari, Mas Fadli tidak ke kantor karena masih shock. Aku jadi sangsi untuk izin tapi dipikir-pikir, aku lebih baik keluar rumah saja. Ikut suntuk aku melihat wajah kusut suamiku. Nanti kucari cara agar bisa keluar dengan izinnya. "Perampok setan. Kita lapor polisi aja, yuk, Dek!""Gak usah! Jangan, Mas!" tegasku berulang. Aku langsung tegang. Mas Fadli mengernyitkan alisnya padaku. "Apa kamu gak ingat ancamannya? Dia bisa suruh anak buahnya buat balas dendam! Berani kamu?!"Mas Fadli tampak memiki

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 11

    Aku menunggu Zulkifli mandi di masjid dekat pasar. Pria itu keluar dengan kondisi nampak jauh lebih segar dan sedikit basah di pakaiannya. Bentuk rahanya semakin keras, tatapannya tajam dan bulu-bulu di lengannya membuatnya sebenarnya gagah. Tapi karena panas matahari dan hidup lebih banyak di pasar, yang membuat rambutnya merah dan kulitnya menghitam tak terawat. "Kita ke danau, yuk!" ucapnya. Aku mengangguk. Selama perjalanan, pikiranku menimbang-nimbang. Untuk pertama kalinya aku keluar bersama pria lain, meskipun Zulkifli sahabat kentalku tetap saja jauh di lubuknhatiku ini, ada rasa bersalah pada Mas Fadli. Aku menghela napasku kuat-kuat karena sepertinya setiap sisi aku berat. Sekitar perjalanan 30 menit, kami sampai. Nampak agak sepi pariwisata danau ini. Sepertinya karena siang hari dan juga bukan hari libur. Aku duduk di warung lesehan yang menghadap pemandangan danau. Warung itu memiliki tempat yang berkotak-kotak memanjang, dipisah oleh pagar bambu. Jadi setiap tamu tida

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 12

    "Anu ... telapak kaki istri saya lagi sakit, keseleo, Buk. Mau ganti tempat duduk, suasana baru. Kami makan di sana aja ya, nanti saya ambil makanannya," ujar Zulkifli yang membuat aku seperti kena serangan jantung mendengar ucapannya. Zulkifli sudah berdiri sedangkan aku masih gemetaran tak berani mengangkat tubuhku, bisa langsung kelihatan oleh penghuni kotak di sebelah. Kuharap Mas Fadli tidak keluar menyaksikan perbincangan ini. "Ooh gitu. Suami istri rupanya. Oke. Itu digendong aja istrinya daripada merayap macam tokek gitu.""Ii-iiya," jawab Zulkifli berjongkok dan langsung menyambar tubuhku. Diangkatnya tubuhku dengan cepat, seperti tubuhku ini hanya kapas di tubuh besarnya. Zulkifli terus berjalan memapahku. Sudah ... sudah habis napasku sekarang! "Tu-turunin," bisikku menekan suaraku sedemikian rupanya. Ya Allah, aku malu sekali. Zulkifli justru meremas pinggangku dan aku langsung membeliak marah. Tepat saat tanganku akan memukul apapun dari anggota tubuhnya, terdengar sua

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 13

    "Kamu jangan menuduh suamimu begitu. Sudah rugi puluhan juta gitu, masih saja kamu berulah!""Kok aku terus sih yang disalahin, Ma?!Intinya aku katakan kebenaran bahwa uang yang hilang itu gak sebanyak itu," cerocosku. Mama mertua hanya mendelik. Ia memilih duduk di kursi yang tersandar di tembok."Aku gak percaya kamu. Bisa-bisanya uang puluhan juta kerampokan. Memang agak lain kalian ini," omel mama mertua dengan bibirnya yang melenceng kiri kanan. Aku hanya angguk-angguk saja. Habis-habiskan tenaga jika terus menimpali nenek ini. Biar saja dia ngomel sampai peot, yang penting uang itu sudah masuk kantongku. Hatiku menyeringai jahat. "Kamu gak suguhin mertuamu apa gitu?""Gak ada apa pun, Ma. Mas Fadli tidak ada stok teh atau kopi. Kalau mama mau minum air putih atau air gula, aku bisa buatkan sekarang." Yang kukatakan ini adalah kebenaran. Sebelumnya aku ikhlas hidup melarat selama dua tahun jarang minum enak sekedar teh, yang penting segera punya uang untuk beli rumah. Tapi se

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 14

    "Misi belum bisa segera dijalankan, sebab partner belum balik dari Jakarta. Dia sedang jadi ajudan bos tambang. Seminggu lagi lah," ucap Zulkifli menyeruput kuah baksonya. "Ya sudah, tidak apa-apa. Yang penting motor itu bisa direbut," ucapku menggenggam erat-erat sendok garpu. Sedari tadi, tak ada satu pentolan bakso yang masuk dalam mulutku. "Tenang saja. Temanku itu perampok handal. Motong kepala orang juga sudah biasa."Astagfirullah. Aku langsung pegang dada. Ngeri kali. Biar aku marah sampai ke tulang sum-sum pada Mas Fadli, aku tak ingin sampai dia sampai celaka. Secepat kilat kutusuk tangan Si Kipli ini pakai garpu."Aaaakhhhh! Qiraaaani!" teriaknya kesakitan. Aku langsung pura-pura kembali mengaduk baksoku dengan garpu itu. Aku yakin banyak orang yang menoleh kami, biar saja. "Sinting, ya! Kalau sudah beneran tak waras oleh kelakuan suamimu, kubawa kamu ke RSJ sekarang! Haaaish dalam tusukannya ini. Wanita gila," omel Zulkifli dengan wajah merah padam. "Awas kalau sampai s

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 15

    Aku lemas. Tak bisa mengeluarkan suara sedikit pun. Hanya air mataku saja yang jatuh tak tertahan. Bagaimana bisa ada penyakit itu dalam rahimku, Ya Allah? Zulkifli pun tak bereaksi ketika dokter mengucapkan vonis. "Pada kasus Anda, adanya kista pada ovarium dapat menjadi salah satu penyebab terbentuknya hormon hCG yang berarti bukan disebabkan oleh kehamilan. Hormon Hcg itu yang membuat alat tes kehamilan menjadi positif. Tentunya, karena benjolan ini memberikan gangguan pada organ reproduksi hingga menyebabkan tidak terjadi haid seperti orang hamil sungguhan," papar dokter itu tanpa ditanya. Dia pasti mengerti raut keherananku yang tak bisa diungkapkan. "Pe-penyakit apa ini, Dokter? Ap-apa ini mengancam nyawa?"Aku menoleh pada Zulkifli yang sedang bertanya. Dia mewakili ungkapan ketakutanku. "Kista adalah pembengkakan jaringan tubuh, yang di bagian dalamnya terdapat kantong berisi cairan. Namun, ada kalanya kista pecah dan menimbulkan gejala komplikasi serius. Itu sebabnya dibu

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 16

    KEJADIAN SEBELUMYA DI KEDIAMAN ZULKIFLI"Sudah jam 10 malam ini, Nilam. Mau kemana kamu?""Ke warung," jawab Nilam ketus. "Kamu baru saja sampai, masa ke warung lagi.""Suka-suka akulah, Mas. Kamu kok ngatur?!""Loh! Aku harus ngatur kamu, dong! Aku kan suami kamu, Nilam.""Kalau mau ngatur aku, kasih aku duitlah. Ini kok ngasih uang ke istri macam ngasih jajan anak SD. 50 ribu sehari, itu harga makan siang aja, Mas!"Zulkifli meraih pundak istrinya. Ia mencengkram kencang dan menatapnya nyalang. Namun Nilam tentu saja jauh lebih berani. Ia tidak suka hidup sederhana, penuh cinta, apa itu?! Tidak membuatnya merasa beruntung memiliki suami seperti Zulkifli. Apalagi pria itu sekarang jauh dari kata tampan dan gagah seperti saat dulu kenal. "Kemarin saat aku ikut proyek, aku kasih kamu semua uang yang aku punya, Nilam. Sampai ratusan juta! Apa lagi?! Seharusnya kamu bisa nyimpan sebagai istri. Mengapa kamu tidak bisa mengerti, bahwa tidak selamanya kita akan ada! Bagaimana kamu bisa me

Bab terbaru

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   ENDING

    "Mas?! Kamu kenapa?!""Ni ... Nilam, Qiran. Dia pergi membawa bayi kami." "Maksudmu?!!" tanya Qiran langsung tegang. "Nilam kabur, Qiran!""Ooh ya, Allah...."Qiran menggigit bibirnya. Ia tahu, tidak mudah di posisi Nilam. Dia sudah merasakan di posisi wanita itu dan Nilam merasakan imbas yang terparah. Ternyata yang diucapkan Nilam waktu itu serius. ***"Aku ingin bercerai," ujar Nilam saat baru seminggu dia disecar. "Cerai?" tanya Qiran. "Iya. Kamu hebat bisa tahan 2 tahun, aku tak sampai setahun sudah habis jiwaku, Qiran.""Kamu yakin? Bayimu butuh ayahnya.""Bayiku lebih butuh ibu yang bahagia. Bukankah begitu?"Qiran diam. Sejak itu Nilam tak pernah bicara soal itu lagi. Dia mengira, Nilam tidak melanjutkan niat itu karena ia melihat Fadli sepertinya mulai lebih luwes pada istrinya. Setiap kali dia ke sana menjenguk Nilam, dia sudah menemukan aneka roti dan buah di dekat meja. Qiran mengira itu semua bisa meluluhkan perasaan Nilam. Tapi rupanya, dua bulan terlewati, wanita i

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 83

    Fadli terkejut tak mengerti. Alisnya yang mengkerut dengan kening berlipat-lipat itu menandakan dia heran. Nilam pun yang sedang menggendong bayinya juga ikut bingung. "Uangmu yang hilang di rekening sejumlah 63 juta itu, aku yang ambil. Jadi yang 2 jutanya anggap aku sedekah saja," ucap Qiran tanpa keraguan sedikit pun. "Bicara yang jelas, Qirani," ujar Fadli tegang. "Perlu aku ulang, Mas?" tanya Qirani dengan wajah biasa saja. Dddrrrrtt... Ponsel Qirani bergetar. Qiran mengangkat tangannya seolah mengisyaratkan agar Fadli diam dulu. Pembawaan Qiran santai saja seolah-olah tidak ada beban. Sedangkan Fadli masih terbengong-bengong. "Ya, Yank. Ooh, oke deh. Tunggu dah sebentar lagi ... Gak, Yank. Nanti lah di Star Five aja, belum kucoba menu yang itu. Oke. Siap."Panggilan selesai. Nilam hanya tersenyum kecil. Itu pasti dari mantan suaminya. Luar biasa beruntung Qirani, hidup mewah, makan siang di hotel. Tapi sekarang Nilam tak mau iri lagi pada Qiran meski sakit itu jelas masih

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 82

    SCENE FLASH BACKNita dan Pak Hasan secara tidak sengaja mendengar percakapan dokter yang sedang merayu Fadli dan Bu Sita agar setuju Nilam dioperasi. Mendapati keduanya masih kekeh, Nita langsung menyeret tangan ayahnya menjauh. "Pak, yakin gak kalau kita rayu Mama dan Mas Fadli, mereka akan luluh?""Bapak sudah ngomong, kok tadi subuh sama Mamamu. Jika memang harus kakak iparmu dioperasi, ya bismillah aja. Tapi Mama mu malah menggerutu tak jelas.""Mas Fadli juga kok gitu banget sih, Pak. Aku merasa kasihan sama Mbak Nilam meskipun aku gak akur sama dia.""Fadli sama Mamamu sama-sama punya bibit kikir. Sudah berulang kali Bapak kasih tahu kalian bahwa kikir itu sulur rambatnya sudah ada di neraka. Siapa yang kikir atas hartanya, tinggal ditarik ke neraka oleh rambatannya. Macam sulur labu. Menjalar."Nita menggigit bibirnya. Ia punya ide tapi ia sendiri masih ragu. Namun daripada tidak dicoba sama sekali, lebih baik gagal. "Aku akan menghubungi Mbak Qiran, Pak. Mungkin Mbak Qiran

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 81

    "Ini bayinya kalau lahir, akan prematur. Usianya baru 24 minggu. Beratnya kurang sekali ini, Bu. Seperti berat janin usia 4 bulan. Janinnya kurang nutrisi ini. Ibunya malas makan, ya?!" cecar Bu Dokter yang langsung membuat jantung Nilam seperti dihantam batu besar. "Makan kok, Dok. Cuman sering muntah," sambung Fadli tak mau dikira istrinya tak makan. "Makan, Dok tapi nasi dan kepala ayam atau ceker ayam, bukan dagingnya," tambah Nilam penuh dendam. Dalam hatinya, kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya, ia akan membuat perhitungan yang besar dengan suaminya itu. "Ibu hamil itu harus makan yang bernutrisi tinggi. Malah perlu juga disokong dengan susu dan vitamin. Karena apa yang dimakan ibunya, itu yang dimakan janin."Bu Dokter langsung memberi intruksi. "Sus, siapkan suntik pematangan paru. Jaga-jaga kalau bayinya lahir," ujar Bu Dokter pada asistennya. "Baik, Dok."Suasana menjadi tegang. Bu Dokter kembali melihat layar. "Denyut jantung janin masih bagus. Saya akan bantu su

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 80

    "Apa?!" Suara Fadli agak ketus. Sebab, dia sedang merasa diganggu saat menatap mantan istrinya yang begitu sangat cantik jelita. "Perutku sakit sekali, Mas. Sakit sekali.""Sakit gimana maksudmu?""Ya sakit. Cekat cekit. Ta-taapi sekarang sudah hilang," lirih Nilam. "Kamu pasti shock melihat mantan suami kamu yang sekarang jadi anak konglomerat, kan? Perempuan matre kayak kamu pasti nyesel banget."Mendengar ucapan suaminya, Nilam hanya memandang sinis. Ia ingin menimpali tapi kembali lagi rasa sakit di perutnya menyerang. Sejenak dia bergeming. Ada apa ini? Apakah sudah waktunya dia melahirkan? Usia kandungannya baru lima bulan jalan enam. Dia tidak mau memiliki bayi yang tidak normal. Usaha dan perjuangannya sudah sangat jauh untuk janinnya. Nilam berusaha bernapas dengan teratur. "Ayo! Kita ucapkan selamat atas kemenangan mereka dan kekalahan pada kita, Nilam," lirih Fadli dari hatinya paling dalam. Nilam bergeming. "Ayo kita naik! Biar cepat makan!" seru Bu Sita. "Ayo, Nila

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 79

    "Jadi gimana, Fadli, kamu mau datang tidak ke acara resepsi mantan istrimu?"Fadli hanya diam. Benar-benar diam. "Biar kita berangkat bareng pake mobil. Mama akan sewa mobil khusus biar kelihatan mewah, sesuai dengan pesta yang akan kita datangi. Nanti kamu yang bayar tapi ya."Wuuushhh! Undangan tebal dan berbingkai ukiran timbul berwarna emas itu melayang dan jatuh. "Cukup ya, Ma! Cukup! Aku muak mendengar Mama yang mau terlihat hidup hedon padahal modal pun tak ada. Mama itu seperti sedang memerasku! Mama belum sadar-sadar juga? Seberapa besar dan banyak akibat yang ditimbulkan oleh Mama! Mama yang jadi ibuku yang menyebabkan aku sampai cerai dari Qirani!""Loh, kok kamu jadi ngegas, Fadli? Mama cuman kasih tawaran aja. Masa sekedar sewa mobil kamu gak mampu?! Kan uang dari Pak Wahyu sampai 75 juta. Janganlah kikir banget!""Kikir?! Ya! Aku kikir dan pelit memang! Ini semua karena ajaran dari Mama! Mama yang suruh aku pelit kikir pada Qirani sehingga dia sampai gak betah jadi is

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 78

    "Ini gaes, kakak sepupu aku ternyata langsung akad nikah gaes. Sekarang nih! Pantengin ya!"Nilam langsung menelan salivanya berdebar. Mantan suaminya akan akad nikah, sungguh luar biasa gejolak batin Nilamsari. "Assalamu'alaikum!"Deegh! Sampai gugup tangan Nilam memegang hp karena terkejut. "Waalaikumsalam, Bang.""Kenapa mukamu tegang begitu?" tanya Fadli yang baru pulang dari kantor. "Ooh iya, Bang. Gak kok. Aku buatin kopi?""Gak usah. Aku mau langsung mandi aja."Nilam diam dan itu membuat Fadli jadi penasaran. "Ada apa di hp itu?""Nonton ... nonton vidio pernikahan Qirani dan mantan suamiku, Bang.""Qiran?! Nikah hari ini?!!!"Fadli terkejut luar biasa. Dia langsung meraih ponsel Nilam. 'Aku tak mau shock sendirian, Bang. Sama-sama mampuslah kita. Kamu kira aku gak tahu, kamu masih sering merindukan mantan istrimu itu' batin Nilam bersamaan dengan detak jantungnya mulai stabil. Terkadang Nilam heran dengan dirinya sendiri, begitu takut Fadli menceraikannya. Demi janinny

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 77

    Sudah banyak orang berkumpul karena penasaran dengan acara lamaran Qiran. Antara percaya dan tidak percaya jika benar Zulkifli yang akan datang bersama keluarganya. Memangnya siapa keluarga Zulkifli? Siapa keluarga Ningsih? Semua orang tahu, mereka adalah petani. Bahkan puluhan tahun yang lalu, mereka disuruh-suruh menjadi buruh di sawah. "Menurutmu, ucapan Mbak Nurul kemarin benar gak sih?""Ya gak percaya sih, Mbak Nurul bisa saja berkelit untuk menutupi calon yang sebenarnya. Aku tak percaya juga kalau sekarang Kipli sama ibunya jadi orang kaya," jawab Bu Nanik. "Lah iya, ada dua apa tiga minggu yang lalu, Ningsih masih jemur padi," sambut yang lain. "Itu dah. Mungkin Nurul lagi sinting," tambah bu Tatik. "Terus Ningsih di mana sekarang? Sepi aja rumahnya tadi aku lewat. Apalagi ini kan acara gengnya, kok tak nampak dia?""Pergi ke desa sebelah, kerja panen padi kali."Yang lain pun ikut mengangguk seperti mengiyakan. Terlihat Bu Nurul sudah rapi dandanannya dengan gamis coklat

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT   BAB 76

    "Mana uangnya?" tanya Joger. "Mana temanmu yang lain?" tanya Zulkifli berbalik, membuang asap rokoknya yang baru dia nyalakan. Joger ditemani seorang laki-laki bertato. "Buat apa? Serahkan saja uangnya. Kami terburu-buru.""Jadi kalian hanya berdua?!"Zulkifli melepaskan rokoknya di dekat telapak kaki lalu dilumatkannya dengan sekali giling. Ia menatap kaki kirinya yang sedang berputar. "Ya. Hanya kami berdua. Apa masalahnya? Dari tadi kamu mengulur waktuku."Buuuuughhhh! Zulkifli langsung melayangkan tinjunya di wajah Joger. Tersungkur jatuh pria itu ke tanah kering berbukit. Teman Joger langsung sigap menendang Zulkifli namun kaki Zulkifli begitu kokoh. Hanya mundur saja tidak sampai jatuh. Justru ia berbalik menyerang dengan memutar tubuhnya lalu menendang bahu pria itu. Pria itu langsung jatuh. Ia kembali bangun dan melayangkan tinjunya. Zulkifli menunduk lalu secepat kilat memukul punggung lawannya hingga tersungkur membungkuk. Zulkifli langsung mengangkat kakinya lalu mengha

DMCA.com Protection Status