Zulkifli hanya bisa melihat langkah gontai majikannya yang keluar dari mobil. Dia sudah menawarkan bantuan namun pria yang berwibawa itu menolak.Entah mengapa, melihat bosnya terpuruk begitu, Zulkifli begitu sedih. Pak Wahyu terus menyeret kakinya masuk ke rumahnya yang sangat megah bak istana itu. Dua pelayannya sudah siap membuka jaketnya dan menunggu sepatunya dilepas. Postur tubuh Pak Wahyu persis sekali dengan postur tubuh Pak SBY. "Sayang! Syukur lah kamu pulang. Dari pagi kamu menghilang!" seru Bu Anggun mendekati suaminya. Nampak segar dan harum wanita itu meski pun sudah berusia 52 tahun. Pak Wahyu hanya diam saja dengan wajah yang sangat masam. Satu prasangkanya yang sangat kental adalah dia yakin Anggun juga terlibat dalam membuat fitnah itu. Buktinya saat itu, tumben sekali dia mau merayakan ulang tahun. Dia biasanya tidak suka dirayakan ulang tahun dengan acara resmi seperti saat itu. "Sayang! Kenapa? Ada masalah di kantor?!"Bu Anggun menghadang suaminya dengan ma
"Maksudmu?!!!""Gak ada maksud apa-apa, mau memberikan efek jera saja," jawab Qirani memasuk botol itu ke dalam tasnya. "Apa tidak mengancam nyawa?" tanya Zulkifli tiba-tiba jadi takut. Tak menyangka, Qirani punya ide segila itu. "Tidak mengancam nyawa, hanya mengancam burung dan sangkarnya."Zulkifli mengusap wajahnya. Sekarang Dia yang berpikir keras. Biar bagaimana pun, Nilam pernah menjadi bagian hidupnya yang indah. Sangat tak nyaman jika membayangkan dia sampai gencet. "Kenapa pucat gitu wajahmu? Panik ya? Tenang saja. Aku yang tanggung jawab. Kamu hanya perlu mengantarku ke toko ATK di depan.""Aku tak mau kalau sampai Nilam celaka.""Diiih ... yang masih bucin," sindir Qirani mencebik."Bukan begitu. Jangan sampai ini membawa masalah baru.""Baru kena lem. Mereka itu wajib kena hukum rajam lo ya kalau benar-benar ikut hukum Islam."Tak ada jawaban dari mulut Zulkifli. Dia menjalankan mobil dengan perlahan dan akhirnya sampai di sebuah toko alat tulis kantor. Rupanya Qirani
Saldo Anda:Rp. 80.734.38Seketika hening dan berdenging dunia Fadli Irawan. Nilam memajukan kepalanya untuk memastikan pandangannya. Dia berharap, dia sedang salah baca karena rasa berdenyut nyeri di bawah sana. Berkali-kali dia menghitung angka di belakang titik. Harusnya, harusnya ada tiga angka lagi. Setelah benar-benar yakin dengan penglihatannya, ia menoleh pada Fadli yang gemetar, pucat seperti mayat hidup. Pria itu langsung duduk di lantai. Lemas kakinya bagai tak bertungkai."Bang, mung-mungkin kamu salah masukin ATM. Coba cek lagi.""Aku ... aku hanya punya satu ATM, Dek!""Terus bagaimana bisa jadi delapan puluh ribu, Bang?""Bagaimana aku tahu, Dek! Aku tak tahu! Aku tak pernah cek saldo selama lebih dari tiga minggu bahkan rasanya terakhir pas masuk gaji bulan lalu. Itu yang terakhir. Bagaimana ini, bagaimana ini????!!!".Fadli merenggut rambutnya sendiri. Dia memukul-mukul lantai ATM itu sampai ia merasakan sakit di telapak tangannya. Saking shocknya, pria itu bersujud l
"Mama!" teriak Nilam langsung mencoba menangkap tubuh tua Bu Sita. Wanita itu sampai mangap-mangap karena shock. Seperti udara itu begitu sulit dia hirup. Bayangan angka 66 juta membuatnya tak bisa membuka mata. Seolah-olah angka 66 sedang menindihnya, berat sekali. "Ma! Kendalikan diri Mama!" seru Nilam panik. "Uang ... uang 66 juta ... ya Allah, 66 juta. Ya Muhammad, 66 juta. Uhuuuhuuhu ....""Ya, tenang, Ma. Nanti takutnya jantung Mama berhenti berdetak!""Ya Allah, gimana itu 66 juta? Huhuhu ... Ya Allah!"Nilamsari hanya memainkan bibirnya seperti menyembunyikan ejekan hatinya. 'Sekarang saja si ibu tua ini ingat Allah, pake bawa nabi Muhamad pula. Dari kemarin gibahnya pol polan, pamernya ih, mukenah bau lemari' batin Nilam mengejek. Semula dia mau cari muka jadi calon mantu soleha, namun rasanya dia diprank sebab mengetahui keluarga itu juga tak kalah jauh dengannya, jarang ingat Tuhan. Setiap adzan hanya lewat saja, tak ada yang sujud. Dia berduaan di ruang tamu dengan Fad
*Scene saat Fadli masuk kamar ibunya*Melihat Fadli menyusul ibunya ke kamar, Nilam langsung melepaskan cucian piring itu. Gegas dia mengendap di balik tembok, mencuri dengar semua pembicaraan ibu dan anak itu. Ia langsung membatin:'Toxic banget keluarga ini! Bisa jadi tengkorak hidup-hidup aku kalau begini terus. Bodo amat sama PNS! Punya suami dikendalikan ibunya itu adzab. Aduh, bukan mundur alon-alon lagi judulnya ini tapi kabuuuur!' Nilam sari langsung melesat meraih tasnya di ruang tamu lalu berjalan hampir seperti orang berlari. Cepat sekali dia melangkah seperti ada setan yang mengejarnya. "Benar pulu-pulu si Fadli itu. Bertopeng PNS menawarkan kesejahteraan, namun saat jadi istrinya malah zonk. Pantas saja Qirani penyakitan. Pasti karena kelamaan memendam beban batin. Aduh ... amit-amit!"Nilam terus mengoceh sembari langkahya tak berhenti. Napasnya ngos-ngosan namun dia terus saja. Dengan cepat dia mengeluarkan hpnya. Ia langsung mematikan ponselnya. "Ganti nomor, yes. G
Pak Wahyu mengetuk pintu kamar yang ditempati Bu Nurul, tapi tak ada jawaban. "Tuan mencari Bu Nurul?""Ii-iiya," jawab Pak Wahyu agak kikuk disapa begitu oleh pelayannya. Ada rasa segan, dia seorang Tuan Besar yang mencari lebih dulu. "Bu Nurul sedang membersihkan taman, Pak." Pak Wahyu langsung berbeda raut wajahnya. "Ka-kami sudah melarangnya, Tuan tapi Bu Nurul tidak mengindahkan," lanjut pelayan itu mengerti. "Sudah, lanjutkan pekerjaanmu. Biar aku yang bicara dengannya. Kalian harus memastikan dia betah di sini, karena dia adalah tamuku.""Baik, Tuan."Pak Wahyu langsung menuju taman samping dan terlihat Bu Nurul sedang sibuk mencabut rumput dan menanam beberapa tumbuhan di bagian-bagian yang menurutnya perlu diisi. "Apa tidak bisa kamu rehat dulu? Nanti kalau sudah di desa, kamu bisa menanam sepuasmu.""Aku takut masa tuaku nanti stroke kalau terlalu malas bergerak!" timpal Bu Nurul fokus menggali tanah. Tak ada sedikit pun dia menoleh. "Memangnya sekarang kamu masih muda?
"Ke-kenapa Mama tega menghancurkan kepercayaan Mas Fadli? Dia sangat percaya sekali sama Mama. Aku saja yang jadi istrinya tidak ada artinya jika disandingkan sama Mama," lirih Qirani sungguh shock. Biar bagaimana pun, Fadli menempati posisi yang luas di hatinya, meski sekarang tidak spesial lagi. "Namanya kebutuhan, Qi. Ada aja keperluan. Lagi pula, Fadli jadi PNS karena doa Mama. Dia putraku satu-satunya. Kalau bukan dia yang penuhi hidupku, siapa lagi?""Tapi gak gini juga, Ma. Aku tahu Mama tiap bulan dapat juga uang belanja. Belum lagi Nita. Sejuta buat Mama, lima ratus buat Nita. Aku saja yang jadi istrinya, gak sampai seperti kalian.""Udah, ah! Kamu temani Fadli dulu. Mama mau pergi beli nasi bungkus. Gak ada gairah Mama buat masak."Bu Sita menepis kosong dan bangkit dari kasur. Penat rasanya mendengar ucapan Qirani. Sejak kemarin dia juga sudah mendapatkan amukan putranya sendiri. Belum lagi suaminya yang memarahinya. Makin nyut-nyutan kepala Bu Sita. Sekarang Qirani melih
"Bawalah mobil, tak masalah, Zul," ucap Pak Wahyu ketika melihat Zulkifli akan memakai motornya. "Tak enak, Pak. Saya dikira orang kaya nanti, dikira punya mobil.""Bawa. Apalagi kamu bawa Syakira, takutnya dia masuk angin. Nanti Nurul bisa ngamuk, putrinya dibuat sakit," tambah Pak Wahyu. "Qiran, Pak. Qirani, bukan Syakira," timpal Zulkifli menelan kasar air liurnya, menahan tawa. Agak sungkan dia tertawa. Lucu sekali baginya, Qirani jadi Syakira. Dia berpikir, Pak Bosnya sedang dekat dengan seseorang bernama Syakira. Tadi di lapangan golf banyak wanita-wanita muda yang mengelilingi bosnya itu. Pak Wahyu terkekeh. Dia melemparkan kunci mobil ke arah Zulkifli. "Pergilah. Bawa mobil.""Terimakasih, Boss!"Pak Wahyu mengangguk-angguk sembari melihat Zulkifli menaiki mobil dan pergi. Dia sekarang ada di rumah utama. Bu Anggun tiba-tiba duduk dengan wajah cemberut. "Apa karena kita tidak punya anak laki-laki, ya, Mas? Makanya kamu memperlakukan seorang laki-laki asing, seperti anak k
"Mas?! Kamu kenapa?!""Ni ... Nilam, Qiran. Dia pergi membawa bayi kami." "Maksudmu?!!" tanya Qiran langsung tegang. "Nilam kabur, Qiran!""Ooh ya, Allah...."Qiran menggigit bibirnya. Ia tahu, tidak mudah di posisi Nilam. Dia sudah merasakan di posisi wanita itu dan Nilam merasakan imbas yang terparah. Ternyata yang diucapkan Nilam waktu itu serius. ***"Aku ingin bercerai," ujar Nilam saat baru seminggu dia disecar. "Cerai?" tanya Qiran. "Iya. Kamu hebat bisa tahan 2 tahun, aku tak sampai setahun sudah habis jiwaku, Qiran.""Kamu yakin? Bayimu butuh ayahnya.""Bayiku lebih butuh ibu yang bahagia. Bukankah begitu?"Qiran diam. Sejak itu Nilam tak pernah bicara soal itu lagi. Dia mengira, Nilam tidak melanjutkan niat itu karena ia melihat Fadli sepertinya mulai lebih luwes pada istrinya. Setiap kali dia ke sana menjenguk Nilam, dia sudah menemukan aneka roti dan buah di dekat meja. Qiran mengira itu semua bisa meluluhkan perasaan Nilam. Tapi rupanya, dua bulan terlewati, wanita i
Fadli terkejut tak mengerti. Alisnya yang mengkerut dengan kening berlipat-lipat itu menandakan dia heran. Nilam pun yang sedang menggendong bayinya juga ikut bingung. "Uangmu yang hilang di rekening sejumlah 63 juta itu, aku yang ambil. Jadi yang 2 jutanya anggap aku sedekah saja," ucap Qiran tanpa keraguan sedikit pun. "Bicara yang jelas, Qirani," ujar Fadli tegang. "Perlu aku ulang, Mas?" tanya Qirani dengan wajah biasa saja. Dddrrrrtt... Ponsel Qirani bergetar. Qiran mengangkat tangannya seolah mengisyaratkan agar Fadli diam dulu. Pembawaan Qiran santai saja seolah-olah tidak ada beban. Sedangkan Fadli masih terbengong-bengong. "Ya, Yank. Ooh, oke deh. Tunggu dah sebentar lagi ... Gak, Yank. Nanti lah di Star Five aja, belum kucoba menu yang itu. Oke. Siap."Panggilan selesai. Nilam hanya tersenyum kecil. Itu pasti dari mantan suaminya. Luar biasa beruntung Qirani, hidup mewah, makan siang di hotel. Tapi sekarang Nilam tak mau iri lagi pada Qiran meski sakit itu jelas masih
SCENE FLASH BACKNita dan Pak Hasan secara tidak sengaja mendengar percakapan dokter yang sedang merayu Fadli dan Bu Sita agar setuju Nilam dioperasi. Mendapati keduanya masih kekeh, Nita langsung menyeret tangan ayahnya menjauh. "Pak, yakin gak kalau kita rayu Mama dan Mas Fadli, mereka akan luluh?""Bapak sudah ngomong, kok tadi subuh sama Mamamu. Jika memang harus kakak iparmu dioperasi, ya bismillah aja. Tapi Mama mu malah menggerutu tak jelas.""Mas Fadli juga kok gitu banget sih, Pak. Aku merasa kasihan sama Mbak Nilam meskipun aku gak akur sama dia.""Fadli sama Mamamu sama-sama punya bibit kikir. Sudah berulang kali Bapak kasih tahu kalian bahwa kikir itu sulur rambatnya sudah ada di neraka. Siapa yang kikir atas hartanya, tinggal ditarik ke neraka oleh rambatannya. Macam sulur labu. Menjalar."Nita menggigit bibirnya. Ia punya ide tapi ia sendiri masih ragu. Namun daripada tidak dicoba sama sekali, lebih baik gagal. "Aku akan menghubungi Mbak Qiran, Pak. Mungkin Mbak Qiran
"Ini bayinya kalau lahir, akan prematur. Usianya baru 24 minggu. Beratnya kurang sekali ini, Bu. Seperti berat janin usia 4 bulan. Janinnya kurang nutrisi ini. Ibunya malas makan, ya?!" cecar Bu Dokter yang langsung membuat jantung Nilam seperti dihantam batu besar. "Makan kok, Dok. Cuman sering muntah," sambung Fadli tak mau dikira istrinya tak makan. "Makan, Dok tapi nasi dan kepala ayam atau ceker ayam, bukan dagingnya," tambah Nilam penuh dendam. Dalam hatinya, kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya, ia akan membuat perhitungan yang besar dengan suaminya itu. "Ibu hamil itu harus makan yang bernutrisi tinggi. Malah perlu juga disokong dengan susu dan vitamin. Karena apa yang dimakan ibunya, itu yang dimakan janin."Bu Dokter langsung memberi intruksi. "Sus, siapkan suntik pematangan paru. Jaga-jaga kalau bayinya lahir," ujar Bu Dokter pada asistennya. "Baik, Dok."Suasana menjadi tegang. Bu Dokter kembali melihat layar. "Denyut jantung janin masih bagus. Saya akan bantu su
"Apa?!" Suara Fadli agak ketus. Sebab, dia sedang merasa diganggu saat menatap mantan istrinya yang begitu sangat cantik jelita. "Perutku sakit sekali, Mas. Sakit sekali.""Sakit gimana maksudmu?""Ya sakit. Cekat cekit. Ta-taapi sekarang sudah hilang," lirih Nilam. "Kamu pasti shock melihat mantan suami kamu yang sekarang jadi anak konglomerat, kan? Perempuan matre kayak kamu pasti nyesel banget."Mendengar ucapan suaminya, Nilam hanya memandang sinis. Ia ingin menimpali tapi kembali lagi rasa sakit di perutnya menyerang. Sejenak dia bergeming. Ada apa ini? Apakah sudah waktunya dia melahirkan? Usia kandungannya baru lima bulan jalan enam. Dia tidak mau memiliki bayi yang tidak normal. Usaha dan perjuangannya sudah sangat jauh untuk janinnya. Nilam berusaha bernapas dengan teratur. "Ayo! Kita ucapkan selamat atas kemenangan mereka dan kekalahan pada kita, Nilam," lirih Fadli dari hatinya paling dalam. Nilam bergeming. "Ayo kita naik! Biar cepat makan!" seru Bu Sita. "Ayo, Nila
"Jadi gimana, Fadli, kamu mau datang tidak ke acara resepsi mantan istrimu?"Fadli hanya diam. Benar-benar diam. "Biar kita berangkat bareng pake mobil. Mama akan sewa mobil khusus biar kelihatan mewah, sesuai dengan pesta yang akan kita datangi. Nanti kamu yang bayar tapi ya."Wuuushhh! Undangan tebal dan berbingkai ukiran timbul berwarna emas itu melayang dan jatuh. "Cukup ya, Ma! Cukup! Aku muak mendengar Mama yang mau terlihat hidup hedon padahal modal pun tak ada. Mama itu seperti sedang memerasku! Mama belum sadar-sadar juga? Seberapa besar dan banyak akibat yang ditimbulkan oleh Mama! Mama yang jadi ibuku yang menyebabkan aku sampai cerai dari Qirani!""Loh, kok kamu jadi ngegas, Fadli? Mama cuman kasih tawaran aja. Masa sekedar sewa mobil kamu gak mampu?! Kan uang dari Pak Wahyu sampai 75 juta. Janganlah kikir banget!""Kikir?! Ya! Aku kikir dan pelit memang! Ini semua karena ajaran dari Mama! Mama yang suruh aku pelit kikir pada Qirani sehingga dia sampai gak betah jadi is
"Ini gaes, kakak sepupu aku ternyata langsung akad nikah gaes. Sekarang nih! Pantengin ya!"Nilam langsung menelan salivanya berdebar. Mantan suaminya akan akad nikah, sungguh luar biasa gejolak batin Nilamsari. "Assalamu'alaikum!"Deegh! Sampai gugup tangan Nilam memegang hp karena terkejut. "Waalaikumsalam, Bang.""Kenapa mukamu tegang begitu?" tanya Fadli yang baru pulang dari kantor. "Ooh iya, Bang. Gak kok. Aku buatin kopi?""Gak usah. Aku mau langsung mandi aja."Nilam diam dan itu membuat Fadli jadi penasaran. "Ada apa di hp itu?""Nonton ... nonton vidio pernikahan Qirani dan mantan suamiku, Bang.""Qiran?! Nikah hari ini?!!!"Fadli terkejut luar biasa. Dia langsung meraih ponsel Nilam. 'Aku tak mau shock sendirian, Bang. Sama-sama mampuslah kita. Kamu kira aku gak tahu, kamu masih sering merindukan mantan istrimu itu' batin Nilam bersamaan dengan detak jantungnya mulai stabil. Terkadang Nilam heran dengan dirinya sendiri, begitu takut Fadli menceraikannya. Demi janinny
Sudah banyak orang berkumpul karena penasaran dengan acara lamaran Qiran. Antara percaya dan tidak percaya jika benar Zulkifli yang akan datang bersama keluarganya. Memangnya siapa keluarga Zulkifli? Siapa keluarga Ningsih? Semua orang tahu, mereka adalah petani. Bahkan puluhan tahun yang lalu, mereka disuruh-suruh menjadi buruh di sawah. "Menurutmu, ucapan Mbak Nurul kemarin benar gak sih?""Ya gak percaya sih, Mbak Nurul bisa saja berkelit untuk menutupi calon yang sebenarnya. Aku tak percaya juga kalau sekarang Kipli sama ibunya jadi orang kaya," jawab Bu Nanik. "Lah iya, ada dua apa tiga minggu yang lalu, Ningsih masih jemur padi," sambut yang lain. "Itu dah. Mungkin Nurul lagi sinting," tambah bu Tatik. "Terus Ningsih di mana sekarang? Sepi aja rumahnya tadi aku lewat. Apalagi ini kan acara gengnya, kok tak nampak dia?""Pergi ke desa sebelah, kerja panen padi kali."Yang lain pun ikut mengangguk seperti mengiyakan. Terlihat Bu Nurul sudah rapi dandanannya dengan gamis coklat
"Mana uangnya?" tanya Joger. "Mana temanmu yang lain?" tanya Zulkifli berbalik, membuang asap rokoknya yang baru dia nyalakan. Joger ditemani seorang laki-laki bertato. "Buat apa? Serahkan saja uangnya. Kami terburu-buru.""Jadi kalian hanya berdua?!"Zulkifli melepaskan rokoknya di dekat telapak kaki lalu dilumatkannya dengan sekali giling. Ia menatap kaki kirinya yang sedang berputar. "Ya. Hanya kami berdua. Apa masalahnya? Dari tadi kamu mengulur waktuku."Buuuuughhhh! Zulkifli langsung melayangkan tinjunya di wajah Joger. Tersungkur jatuh pria itu ke tanah kering berbukit. Teman Joger langsung sigap menendang Zulkifli namun kaki Zulkifli begitu kokoh. Hanya mundur saja tidak sampai jatuh. Justru ia berbalik menyerang dengan memutar tubuhnya lalu menendang bahu pria itu. Pria itu langsung jatuh. Ia kembali bangun dan melayangkan tinjunya. Zulkifli menunduk lalu secepat kilat memukul punggung lawannya hingga tersungkur membungkuk. Zulkifli langsung mengangkat kakinya lalu mengha