"Ke-kenapa Mama tega menghancurkan kepercayaan Mas Fadli? Dia sangat percaya sekali sama Mama. Aku saja yang jadi istrinya tidak ada artinya jika disandingkan sama Mama," lirih Qirani sungguh shock. Biar bagaimana pun, Fadli menempati posisi yang luas di hatinya, meski sekarang tidak spesial lagi. "Namanya kebutuhan, Qi. Ada aja keperluan. Lagi pula, Fadli jadi PNS karena doa Mama. Dia putraku satu-satunya. Kalau bukan dia yang penuhi hidupku, siapa lagi?""Tapi gak gini juga, Ma. Aku tahu Mama tiap bulan dapat juga uang belanja. Belum lagi Nita. Sejuta buat Mama, lima ratus buat Nita. Aku saja yang jadi istrinya, gak sampai seperti kalian.""Udah, ah! Kamu temani Fadli dulu. Mama mau pergi beli nasi bungkus. Gak ada gairah Mama buat masak."Bu Sita menepis kosong dan bangkit dari kasur. Penat rasanya mendengar ucapan Qirani. Sejak kemarin dia juga sudah mendapatkan amukan putranya sendiri. Belum lagi suaminya yang memarahinya. Makin nyut-nyutan kepala Bu Sita. Sekarang Qirani melih
"Bawalah mobil, tak masalah, Zul," ucap Pak Wahyu ketika melihat Zulkifli akan memakai motornya. "Tak enak, Pak. Saya dikira orang kaya nanti, dikira punya mobil.""Bawa. Apalagi kamu bawa Syakira, takutnya dia masuk angin. Nanti Nurul bisa ngamuk, putrinya dibuat sakit," tambah Pak Wahyu. "Qiran, Pak. Qirani, bukan Syakira," timpal Zulkifli menelan kasar air liurnya, menahan tawa. Agak sungkan dia tertawa. Lucu sekali baginya, Qirani jadi Syakira. Dia berpikir, Pak Bosnya sedang dekat dengan seseorang bernama Syakira. Tadi di lapangan golf banyak wanita-wanita muda yang mengelilingi bosnya itu. Pak Wahyu terkekeh. Dia melemparkan kunci mobil ke arah Zulkifli. "Pergilah. Bawa mobil.""Terimakasih, Boss!"Pak Wahyu mengangguk-angguk sembari melihat Zulkifli menaiki mobil dan pergi. Dia sekarang ada di rumah utama. Bu Anggun tiba-tiba duduk dengan wajah cemberut. "Apa karena kita tidak punya anak laki-laki, ya, Mas? Makanya kamu memperlakukan seorang laki-laki asing, seperti anak k
"Mampus kamu sekarang, wewe gombel," desis Qirani langsung melangkah cepat.Nilam berusaha menangkap tangan Qirani yang berusaha meraih rambutnya. Namun dengan cepat, Qirani memukul kepala Nilam hingga sekarang dia leluasa mencekik wanita itu. Qirani bahkan duduk di atas dada Nilam dan terus mencekik leher lawannya. Suara riuh orang-orang melihat pertengkaran itu membuat suasana jusru semakin panas. Zulkiflin menarik tubuh Qirani. Meski susah, pria itu berhasil memisahkan mereka. "Dasar kuntilanak!" seru Nilam tak mau kalah. Zulkifli langsung melindungi tubuh Qirani dengan tubuhnya. Nilam berusaha meraih Qiran yang di dalam dada Zulkifli. "Perempuan perebut!" seru Nilam."Lepaskan aku Zulkifli! Wanita setan! Dia yang mengeong dengan suamiku bahkan sebelum aku resmi bercerai, dia yang menfitnahku. Akan kurujak mulutnya itu!" teriak Qirani mencoba lepas dari Zulkifli. "Stop! Stop! Berhenti kalian!"Zulkifli frustasi! Habis kepalanya, punggungnya dipukul Nilam dari belakang. Sedangka
"Bagaimana perasaanmu?" tanya Zulkifli pasca tiga hari Qirani selesai dioperasi."Alhamdulillah, aku merasa lebih baik dari yang kemarin. Cuman agak pusing.""Ya, gak apa-apa. Nanti lama-lama juga hilang pusingnya. Kemarin dokter juga bilang kalau kamu melewati operasinya dengan baik. Aku lega.""Terimakasih, Pli. Mana ibuku?""Di depan. Ada Pak Boss datang menjengukmu. Tapi sepertinya mereka malah asik bicara. Tak masuk-masuk dari tadi."Qirani tersenyum. Ia merasa seperti mendapatkan keluarga baru. Pak Wahyu memperhatikannya seperti sudah kenal lama dan menjadi keluarga saja. Bahkan Pak Wahyu menaikkan kelas kamar Qirani. Dari yang kelas 2 BPJS jadi kelas VIP. Wanita itu seperti tidak sedang dirawat di rumah sakit, lebih terlihat seperti di hotel. 'Alhamdulillah, banyak gunanya ibuku punya mantan yang kaya dan baik hati' batinnya bersyukur. "Eeeh Mamak nelpon! Aku angkat!" seru Zulkifl memperlihatkan layar. "Hallo, Mak! Ini aku lagi sama Qirani. Masih dirawat dia, sudah tiga hari.
"Ayo, Ma! Kita jenguk Qiran lagi hari ini!" seru Fadli."Memangnya kamu gak ngantor?" tanya Bu Sita malas."Nanti sebentar saja di sana. Balik dari sana baru aku ngantor."Malas sekali rasanya batin Bu Sita ke rumah sakit lagi. Dia harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Membeli buah dengan kualitas premium untuk mengambil lagi hati Qirani dan ibunya. Dia sendiri saja tidak pernah makan buah-buahan sebagus itu. Benar-benar tidak ikhlas. Tapi mau bagaimana lagi, Fadli yang memerintahkannya. Jika dia mengatakan tak ada uang, dengan entengnya, putranya itu menyuruh menjual emasnya untuk membeli bawaan ke rumah sakit. Makin berdenyut kepala Bu Sita tertekan."Kamu aja yang ke sana Fadli, Mama sakit kepala.""Mama mau lihat aku marah?""Iya, iya! Apaan sih kamu?! Maksa orang tua kek gitu.""Karena Mama sudah jahat sama aku.""Itu terus kamu ungkit."Bu Sita terpaksa membuka lemari mencari baju terbaiknya untuk keluar. Dia harus tampil cetar kemana pun pergi. Jangan sampai penampilan se
"Nilam hamil dan aku yakin, itu adalah janinmu."Zulkifli berbalik lalu .... Buuuugh! Buuuugh! Sekali, dua kali, tangan keras Zulkifli menghantam rahang dan hidung Fadli. Faldi pun berusaha melawan dan berhasil meninju perut Zulkifli. Namun bagi Zulkifli yang sudah biasa dengan dunia keras, pukulan itu bukanlah apa-apa baginya. Ia kembali meraih kerah leher Fadli dan membalas tinju ke arah perut pria PNS itu. Nilam berteriak histeris. Satpam langsung gerak cepat melerai mereka. Keduanya dibawa ke pos untuk diamankan. "Tinggalkan kami, kami perlu bicara. Aku jamin tidak akan terjadi lagi. Kecuali jika dia menyerang lebih dulu," ujar Zulkifli menatap Fadli yang sedang mengusap darah di bibirnya. "Baik. Kami tetap pantau," tanggap dua satpam itu meninggalkan mereka. "Pisah saja kalian!" seru Nilam. "Diam kamu!" seru Zulkifli menunjuk wajah Nilam. Seketika Nilam langsung menciut. Ia memegang perutnya karena takut janinnya kenapa-kenapa. "Kamu tidak memiliki secuil pun harapan padaku
"Aku sudah bertemu Wahyu kemarin," ucap Bu Ningsih memotong suara Ningsih yang sedang mengoceh. "Astaghfirullahalazim. Laahaula Wa Laa Quataillah billah," lirih Bu Ningsih amat terkejut. Sudah sangat lama sekali nama itu tidak terdengar di telinganya. Sekarang dia menjadi gemetar. Wahyu Aditama, suaminya. "Dia tidak mengkhianatimu, Ning! Demi Allah, dia sudah bercerita kejadian sebenarnya.""Ba-bagaimana kalian bisa bertemu dan membicarakan itu? Astaghfirullah, Mbak. Aku benar-benar ketakutan."Bu Nurul langsung meremas tangan Bu Ningsih yan terasa sangat dingin menusuk. "Kenapa harus takut? Jangan takut, Ning. Mereka tidak akan menyakitimu. Sekarang waktunya untuk menemukan kebenarannya. Kamu belum dicerainya. Dalam hukum agama, kalian masih suami istri."Bu Ningsih menggeleng keras. Kedua sorot matanya berkaca-kaca. "Jangan menapiknya, Ning. Kamu harus menghadapinya. Aku tak sengaja ketemu Wahyu di ... di ...." Bu Nurul memaksa otaknya berpikir cepat untuk merangkai kalimat. T
"Siapa yang mengizinkan mereka tinggal di rumahku?!!!" "Ten-tentu saja, Bapak, Bu!"Bu Anggun mendengkus kasar. Sorot tajam matanya mengintimidasi. Satu jam yang lalu, dia dibuat mengernyitkan dahinya melihat transaksi bulan ini. *Jadi anggota DPR itu tidak lanjutkan sewa rumah yang di Puri Indah?**Tidak, Bu.**Kalau gitu, ajukan promosi. Kenapa ini malah dibiarkan terbengkalai**Sejujurnya, Bapak yang menghentikan penyewaan, Bu. Jadi kami tidak bisa bertindak**Apa?!*Bu Anggun sampai melotot melihat data propertinya. Sudah dua bulan tidak ada transaksi dari penyewaan salah satu properti yang dikelolanya bersama suami. Sebuah rumah mewah yang berada di ujung kota namun memiliki nilai ekonomis yang tak main-main. Untuk nilai sewanya satu bulan adalah 10 juta. Sekarang tiba-tiba ada yang tinggal di rumahnya, lengkap dengan pelayannya, membuat Bu Anggun sangat murka. Apalagi melihat keberadaan Zulkifli di antara tiga wanita asing di matanya, serasa mau meledak amarahnya. "Apa mereka
"Mas?! Kamu kenapa?!""Ni ... Nilam, Qiran. Dia pergi membawa bayi kami." "Maksudmu?!!" tanya Qiran langsung tegang. "Nilam kabur, Qiran!""Ooh ya, Allah...."Qiran menggigit bibirnya. Ia tahu, tidak mudah di posisi Nilam. Dia sudah merasakan di posisi wanita itu dan Nilam merasakan imbas yang terparah. Ternyata yang diucapkan Nilam waktu itu serius. ***"Aku ingin bercerai," ujar Nilam saat baru seminggu dia disecar. "Cerai?" tanya Qiran. "Iya. Kamu hebat bisa tahan 2 tahun, aku tak sampai setahun sudah habis jiwaku, Qiran.""Kamu yakin? Bayimu butuh ayahnya.""Bayiku lebih butuh ibu yang bahagia. Bukankah begitu?"Qiran diam. Sejak itu Nilam tak pernah bicara soal itu lagi. Dia mengira, Nilam tidak melanjutkan niat itu karena ia melihat Fadli sepertinya mulai lebih luwes pada istrinya. Setiap kali dia ke sana menjenguk Nilam, dia sudah menemukan aneka roti dan buah di dekat meja. Qiran mengira itu semua bisa meluluhkan perasaan Nilam. Tapi rupanya, dua bulan terlewati, wanita i
Fadli terkejut tak mengerti. Alisnya yang mengkerut dengan kening berlipat-lipat itu menandakan dia heran. Nilam pun yang sedang menggendong bayinya juga ikut bingung. "Uangmu yang hilang di rekening sejumlah 63 juta itu, aku yang ambil. Jadi yang 2 jutanya anggap aku sedekah saja," ucap Qiran tanpa keraguan sedikit pun. "Bicara yang jelas, Qirani," ujar Fadli tegang. "Perlu aku ulang, Mas?" tanya Qirani dengan wajah biasa saja. Dddrrrrtt... Ponsel Qirani bergetar. Qiran mengangkat tangannya seolah mengisyaratkan agar Fadli diam dulu. Pembawaan Qiran santai saja seolah-olah tidak ada beban. Sedangkan Fadli masih terbengong-bengong. "Ya, Yank. Ooh, oke deh. Tunggu dah sebentar lagi ... Gak, Yank. Nanti lah di Star Five aja, belum kucoba menu yang itu. Oke. Siap."Panggilan selesai. Nilam hanya tersenyum kecil. Itu pasti dari mantan suaminya. Luar biasa beruntung Qirani, hidup mewah, makan siang di hotel. Tapi sekarang Nilam tak mau iri lagi pada Qiran meski sakit itu jelas masih
SCENE FLASH BACKNita dan Pak Hasan secara tidak sengaja mendengar percakapan dokter yang sedang merayu Fadli dan Bu Sita agar setuju Nilam dioperasi. Mendapati keduanya masih kekeh, Nita langsung menyeret tangan ayahnya menjauh. "Pak, yakin gak kalau kita rayu Mama dan Mas Fadli, mereka akan luluh?""Bapak sudah ngomong, kok tadi subuh sama Mamamu. Jika memang harus kakak iparmu dioperasi, ya bismillah aja. Tapi Mama mu malah menggerutu tak jelas.""Mas Fadli juga kok gitu banget sih, Pak. Aku merasa kasihan sama Mbak Nilam meskipun aku gak akur sama dia.""Fadli sama Mamamu sama-sama punya bibit kikir. Sudah berulang kali Bapak kasih tahu kalian bahwa kikir itu sulur rambatnya sudah ada di neraka. Siapa yang kikir atas hartanya, tinggal ditarik ke neraka oleh rambatannya. Macam sulur labu. Menjalar."Nita menggigit bibirnya. Ia punya ide tapi ia sendiri masih ragu. Namun daripada tidak dicoba sama sekali, lebih baik gagal. "Aku akan menghubungi Mbak Qiran, Pak. Mungkin Mbak Qiran
"Ini bayinya kalau lahir, akan prematur. Usianya baru 24 minggu. Beratnya kurang sekali ini, Bu. Seperti berat janin usia 4 bulan. Janinnya kurang nutrisi ini. Ibunya malas makan, ya?!" cecar Bu Dokter yang langsung membuat jantung Nilam seperti dihantam batu besar. "Makan kok, Dok. Cuman sering muntah," sambung Fadli tak mau dikira istrinya tak makan. "Makan, Dok tapi nasi dan kepala ayam atau ceker ayam, bukan dagingnya," tambah Nilam penuh dendam. Dalam hatinya, kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya, ia akan membuat perhitungan yang besar dengan suaminya itu. "Ibu hamil itu harus makan yang bernutrisi tinggi. Malah perlu juga disokong dengan susu dan vitamin. Karena apa yang dimakan ibunya, itu yang dimakan janin."Bu Dokter langsung memberi intruksi. "Sus, siapkan suntik pematangan paru. Jaga-jaga kalau bayinya lahir," ujar Bu Dokter pada asistennya. "Baik, Dok."Suasana menjadi tegang. Bu Dokter kembali melihat layar. "Denyut jantung janin masih bagus. Saya akan bantu su
"Apa?!" Suara Fadli agak ketus. Sebab, dia sedang merasa diganggu saat menatap mantan istrinya yang begitu sangat cantik jelita. "Perutku sakit sekali, Mas. Sakit sekali.""Sakit gimana maksudmu?""Ya sakit. Cekat cekit. Ta-taapi sekarang sudah hilang," lirih Nilam. "Kamu pasti shock melihat mantan suami kamu yang sekarang jadi anak konglomerat, kan? Perempuan matre kayak kamu pasti nyesel banget."Mendengar ucapan suaminya, Nilam hanya memandang sinis. Ia ingin menimpali tapi kembali lagi rasa sakit di perutnya menyerang. Sejenak dia bergeming. Ada apa ini? Apakah sudah waktunya dia melahirkan? Usia kandungannya baru lima bulan jalan enam. Dia tidak mau memiliki bayi yang tidak normal. Usaha dan perjuangannya sudah sangat jauh untuk janinnya. Nilam berusaha bernapas dengan teratur. "Ayo! Kita ucapkan selamat atas kemenangan mereka dan kekalahan pada kita, Nilam," lirih Fadli dari hatinya paling dalam. Nilam bergeming. "Ayo kita naik! Biar cepat makan!" seru Bu Sita. "Ayo, Nila
"Jadi gimana, Fadli, kamu mau datang tidak ke acara resepsi mantan istrimu?"Fadli hanya diam. Benar-benar diam. "Biar kita berangkat bareng pake mobil. Mama akan sewa mobil khusus biar kelihatan mewah, sesuai dengan pesta yang akan kita datangi. Nanti kamu yang bayar tapi ya."Wuuushhh! Undangan tebal dan berbingkai ukiran timbul berwarna emas itu melayang dan jatuh. "Cukup ya, Ma! Cukup! Aku muak mendengar Mama yang mau terlihat hidup hedon padahal modal pun tak ada. Mama itu seperti sedang memerasku! Mama belum sadar-sadar juga? Seberapa besar dan banyak akibat yang ditimbulkan oleh Mama! Mama yang jadi ibuku yang menyebabkan aku sampai cerai dari Qirani!""Loh, kok kamu jadi ngegas, Fadli? Mama cuman kasih tawaran aja. Masa sekedar sewa mobil kamu gak mampu?! Kan uang dari Pak Wahyu sampai 75 juta. Janganlah kikir banget!""Kikir?! Ya! Aku kikir dan pelit memang! Ini semua karena ajaran dari Mama! Mama yang suruh aku pelit kikir pada Qirani sehingga dia sampai gak betah jadi is
"Ini gaes, kakak sepupu aku ternyata langsung akad nikah gaes. Sekarang nih! Pantengin ya!"Nilam langsung menelan salivanya berdebar. Mantan suaminya akan akad nikah, sungguh luar biasa gejolak batin Nilamsari. "Assalamu'alaikum!"Deegh! Sampai gugup tangan Nilam memegang hp karena terkejut. "Waalaikumsalam, Bang.""Kenapa mukamu tegang begitu?" tanya Fadli yang baru pulang dari kantor. "Ooh iya, Bang. Gak kok. Aku buatin kopi?""Gak usah. Aku mau langsung mandi aja."Nilam diam dan itu membuat Fadli jadi penasaran. "Ada apa di hp itu?""Nonton ... nonton vidio pernikahan Qirani dan mantan suamiku, Bang.""Qiran?! Nikah hari ini?!!!"Fadli terkejut luar biasa. Dia langsung meraih ponsel Nilam. 'Aku tak mau shock sendirian, Bang. Sama-sama mampuslah kita. Kamu kira aku gak tahu, kamu masih sering merindukan mantan istrimu itu' batin Nilam bersamaan dengan detak jantungnya mulai stabil. Terkadang Nilam heran dengan dirinya sendiri, begitu takut Fadli menceraikannya. Demi janinny
Sudah banyak orang berkumpul karena penasaran dengan acara lamaran Qiran. Antara percaya dan tidak percaya jika benar Zulkifli yang akan datang bersama keluarganya. Memangnya siapa keluarga Zulkifli? Siapa keluarga Ningsih? Semua orang tahu, mereka adalah petani. Bahkan puluhan tahun yang lalu, mereka disuruh-suruh menjadi buruh di sawah. "Menurutmu, ucapan Mbak Nurul kemarin benar gak sih?""Ya gak percaya sih, Mbak Nurul bisa saja berkelit untuk menutupi calon yang sebenarnya. Aku tak percaya juga kalau sekarang Kipli sama ibunya jadi orang kaya," jawab Bu Nanik. "Lah iya, ada dua apa tiga minggu yang lalu, Ningsih masih jemur padi," sambut yang lain. "Itu dah. Mungkin Nurul lagi sinting," tambah bu Tatik. "Terus Ningsih di mana sekarang? Sepi aja rumahnya tadi aku lewat. Apalagi ini kan acara gengnya, kok tak nampak dia?""Pergi ke desa sebelah, kerja panen padi kali."Yang lain pun ikut mengangguk seperti mengiyakan. Terlihat Bu Nurul sudah rapi dandanannya dengan gamis coklat
"Mana uangnya?" tanya Joger. "Mana temanmu yang lain?" tanya Zulkifli berbalik, membuang asap rokoknya yang baru dia nyalakan. Joger ditemani seorang laki-laki bertato. "Buat apa? Serahkan saja uangnya. Kami terburu-buru.""Jadi kalian hanya berdua?!"Zulkifli melepaskan rokoknya di dekat telapak kaki lalu dilumatkannya dengan sekali giling. Ia menatap kaki kirinya yang sedang berputar. "Ya. Hanya kami berdua. Apa masalahnya? Dari tadi kamu mengulur waktuku."Buuuuughhhh! Zulkifli langsung melayangkan tinjunya di wajah Joger. Tersungkur jatuh pria itu ke tanah kering berbukit. Teman Joger langsung sigap menendang Zulkifli namun kaki Zulkifli begitu kokoh. Hanya mundur saja tidak sampai jatuh. Justru ia berbalik menyerang dengan memutar tubuhnya lalu menendang bahu pria itu. Pria itu langsung jatuh. Ia kembali bangun dan melayangkan tinjunya. Zulkifli menunduk lalu secepat kilat memukul punggung lawannya hingga tersungkur membungkuk. Zulkifli langsung mengangkat kakinya lalu mengha