Alana mendengus kesal. "Jangan pernah ulangi kalimat itu lagi, aku nggak suka dengarnya."Mereka saling beradu pandang untuk waktu yang lama. Alana tidak ingin mengalah atau terlihat lemah. Perasaan Shaka adalah salah dan Alana tidak boleh membiarkannya. Cinta dan perhatian dari Rasya sudah sangat cukup membuatnya bahagia.Jika Shaka hadir sebagai ujian atas pernikahannya, maka Alana akan bermunajat kepada Tuhan untuk memohon kekuatan lahir dan batin. Rasya adalah suami yang baik, terlalu banyak perbedaan di antara keduanya. Sekalipun di kacamata semua orang, Shaka jauh lebih unggul, berbeda dengan Alana.Dia memandang penuh cinta, maka kekurangan pun tidak akan pernah nampak di matanya. Setelah cukup lama mengumpulkan kekuatan, Alana akhirnya bisa menarik paksa tangannya."Alana, bantu aku. Cuma kamu yang bisa mengobati rinduku pada Zanna. Di dunia ini, aku belum pernah menemukan wanita yang mirip sama dia selain kamu. Ada satu permintaan yang aku harap bisa kamu kabulkan.""Apa?""A
Seharian ini, Alana mengurung diri dalam kamar karena takut bertemu lagi dengan Shaka. Lelaki itu berulang kali mengetuk pintu, memintanya untuk keluar. Sekadar makan atau jalan-jalan, katanya.Alana sengaja tidak menyahut berharap Shaka berpikir dia sedang tidur atau istirahat. Wanita malang itu melirik ke jam dinding, masih pukul empat sore, artinya dia harus menunggu paling tidak, satu setengah jam lagi agar dirinya kembali merasa aman.Apalagi tidak ada orang di sana, Devita pun belum juga memunculkan batang hidungnya. Tanpa terasa, perut Alana kembali berbunyi untuk ke sekian kalinya. Dia kelaparan, tetapi rasa takutnya untuk bertemu Shaka jauh lebih besar."Non, buka pintunya. Ini bibi, nganter makanan disuruh sama Den Rasya." Suara itu diiringi ketukan pintu hingga tiga kali.Alana mengangkat kepalanya, lantas menyahut, "memang Rasya sudah pulang, Bi?""Belum, Den Rasya belum pulang, tapi tadi beliau telepon, nanyain Non Alana karena nggak bisa dihubungi. Bibi kasih tahu kalau
"Rasya, kenapa kamu pulang? Sebenarnya ada apa antara Alana dan Shaka?" teriak Devita lagi berusaha mengejar.Napas wanita tua itu tersengal, tetap akhirnya dia berhasil meraih tangan Alana membuat langkah mereka terhenti. Shaka yang melihat dari kejauhan ikut mendekati mereka karena merasa ada sesuatu yang tidak beres.Padahal sebentar lagi waktu magrib tiba, seharusnya mereka beristirahat dan jika ingin pulang, bukankah bisa menunggu besok? Begitu pikir Devita saat ini. Dia menarik napas panjang, kemudian membuangnya pelan berulang kali."Kenapa, Rasya? Kenapa kamu mendadak ngajak Alana pulang? Apa nggak kasihan sama dia yang keliatan pucat begitu? Kalau pun mau pulang, besok pagi aja sekalian kamu ke kantor. Lagi pula, mama mau bilang apa sama papa kamu? Kita belum menemukan jalan keluar dan rencananya malam ini mau kita diskusikan lagi.""Aku selalu setuju sama keputusan papa tentang Shaka, bahkan kalau jabatan aku diambil sama dia juga nggak masalah, asal bukan Alana yang dia amb
Alana mengangkat piring bekas sarapan bersama Rasya ke wastafel, kemudian segera di cuci. Setelah itu, dia menghampiri Rasya ke kamar yang ternyata baru selesai menyisir rambut. Dia terlihat jauh lebih tampan apalagi tadi malam ... pipi Alana bersemu merah mengingat Rasya yang tiba-tiba sangat romantis di hadapan Ali.Ali sendiri sedang ditimang oleh neneknya. Jujur saja Alana merasa cemburu, tetapi mau bagaimana lagi karena anak tampan itu lebih tenang jika berada di pelukan Ranti."Kamu pulangnya cepet, kan?""Kenapa? Belum berangkat udah nanyain pulang. Kangen, ya?" goda Rasya mencolek dagu istrinya membuat wanita itu menyembunyikan wajah dengan kedua telapak tangan.Rasya lalu memeluknya beberapa detik. "Aku berangkat dulu ya, Sayang. Kamu jaga diri, kalau misal nanti ada apa-apa langsung kabari aku.""Siap, Pak Boss!" seru Alana memberi hormat sambil tertawa lepas.Saat melirik jam tangan, Rasya langsung mengambil tas hitamnya, kemudian melangkah cepat keluar rumah. Sudah telat l
Bab 129. Kehidupan Tanpa ZannaShaka menghela napas, terlihat berat untuk menceritakan semuanya. Namun, Anna terlalu penasaran, jadi dia memilih menunggu.Pandangan Shaka lurus ke depan, bayangan Zanna tiba-tiba saja menari di depan matanya. Gadis lugu dengan senyum hangat dan kasih sayangnya yang tulus membuat Shaka tergoda untuk memilikinya secara utuh.Ah, luka itu kembali terkuak."Malam di mana aku melihat Zanna dibawa oleh pria hidung belang adalah malam di mana aku mati meskipun jantung masih berdetak. Ragam penyesalan terus menghantui terutama ketika Zanna dikabarkan meninggal. Sebelum kejadian memilukan itu, ada satu pesan yang sempat dia kirim sama aku. Zanna bilang, aku akan pergi, Shaka. Aku semakin nggak pantes buat kamu." Shaka menghela napas berusaha menahan tangisnya agar tidak pecah. "Saat itu duniaku hancur. Aku mau menyusul Zanna ke rumahmu, rumah ini, berharap bisa membawanya pergi jauh. Namun, hatiku masih sakit mengingat dia sudah terjamah. Maafkan aku, Alana, bu
"Kamu jangan salah paham, Na. Bukan aku tidak mencintai Zanna, tetapi hati ini terluka. Hanya butuh waktu, saat itu aku shock banget mendengar semuanya. Aku mengaku salah dan menyesal. Lihat sekarang, aku bahkan tidak bisa melupakan Zanna satu detik pun. Jika waktu bisa diputar, aku mau kembali ke masa lalu. Biar saja saat itu aku mati bersamanya," lanjut Shaka dengan wajah penuh penyesalan.Alana bisa memahami. Akan tetapi, jika berada pada posisi Zanna, dia pasti melakukan hal yang sama. Kabar kehamilannya sudah beredar di mana-mana dan tidak ada yang mau bertanggungjawab. Saat seluruh keluarga mengutuknya, saat seluruh manusia mengucilkannya, maka tidak ada pilihan selain mengakhiri hidup.Saat itu Zanna butuh dukungan dan masukan. Sayangnya, ketika menginginkan hal itu, mereka semua acuh tak acuh termasuk Alana. Ah, Alana yang belum terlalu mengerti dunia percintaan, bagaimana akan memberikan solusi?Kesalahan terbesar di masa lalu terulang. Seharusnya Alana berkaca pada nasib Zan
Alana baru saja berhasil menenangkan diri ketika selesai menidurkan Ali. Sekarang jam sudah menunjuk pukul lima sore, warung sang ibu tutup dua jam lebih cepat dari biasanya dan akan diberlakukan mulai besok jika Hasna kesulitan meng-handle sendirian.Bukan tanpa tujuan, Ranti kasihan melihat Alana mengurus putranya sendirian. Setiap malam ibu muda itu harus begadang karena Ali terkadang rewel atau memang sulit untuk tidur sampai fajar tiba."Alana, kamu di dalam?" teriak seseorang sambil mengetuk pintu tepat saat Alana keluar kamar hendak menuju dapur.Begitu membuka pintu, Alana sedikit terkejut melihat kehadiran Leha. Apa yang dia lakukan, sambil membawa rantang pula. Wanita bertubuh gemuk itu tersenyum tipis, menyerahkan rantangnya pada Alana. "Tadi aku masak rendang, siapa tahu kamu sama Rasya suka?"Alana menerima dengan baik meskipun hatinya bertanya-tanya, tidak biasanya Leha sebaik itu."Boleh aku masuk, Na? Sekalian mau nengokin Ali.""Ali baru saja tidur, Bu.""Nggak apa-ap
Alana tiba di kamar, Ali pun sudah berhasil ditenangkan oleh Ranti. Wanita tua itu menanyakan kejadian awalnya sehingga Alana harus marah dan menghina Leha.Sebenarnya, Ranti tidak menuduh anaknya lah yang bersalah, dia hanya ingin tahu duduk masalahnya agar ketika ada tuntutan atau masalah semakin besar, dia tahu mengimbangi."Dia ke sini bawa rendang, abis itu ngatain Ali kurus, Ma. Ternyata dia datang bukan murni karena mau berbagi masakannya, tetapi pengen tahu bener nggak yang dikatakan Bu Siti kalau Ali itu kurus? Sebagai ibunya, ya aku kesinggung dong ya. Mama gimana kalau misal ada di posisi aku? Kesinggung, kan?"Ranti mengangguk pasti. Sebagai seorang ibu, tentu dia bisa memahami perasaan Alana karena dulu pun dia pernah marah pada saudara sendiri ketika mengatai Alana kurus dan tidak terawat padahal Ranti sudah sangat berusaha mengurusnya.Mengingat tentang saudara, hati Ranti bersedih. Mereka benar-benar telah dilupakan. Tidak ada yang mencoba mencari keberadaan atau sekad
Selesai mandi sore, Alana memilih mengurung diri dalam kamar bersama putra kesayangannya karena Ali sedang terlelap. Merasa jenuh, akhirnya dia membuka aplikasi sosial media. Mulai dari Instag-ram, Face-book hingga aplikasi hijau yang dikenal dengan sebutan Whats-App.Alana membuka story teman-temannya. Mereka memang masih saling menyimpan kontak, tetapi tidak pernah bertukar pesan selain menonton story masing-masing. Terutama Alana yang memang tidak mau mempublish masalahnya ke media sosial.Menyebar masalah ke sosial media bagi Alana itu buruk. Selain mengundang gibah, beberapa dari mereka juga bertanya bukan karena peduli atau ingin memberi solusi melainkan kepo saja. Lagi pula, masalah rumah tangga itu hal privasi.Alana menekan layar ponselnya ketika tiba di story Whats-App milik Rasya. Ada foto mereka berdua di sana dengan caption 'Bidadari Surgaku' yang disertai emotikon love dan bunga mawar merah."Lah, ini bener?" tanya Alana menatap tidak percaya.Entah kenapa, tiba-tiba hat
"Sepertinya, aku harus pergi lagi sebelum perasaan ini tumbuh sangat dalam dan untuk itu aku butuh kamu," jawab Shaka dengan perasaan sedih.Hasna terdiam beberapa saat, kemudian melirik ke kanan dan kiri. Sayang sekali karena tidak ada pembeli agar dia bisa menghindari Shaka.Jujur saja, dia belum bisa membuka hati untuk orang baru. Memang benar kalau saat ini Hasna butuh seseorang untuk menemaninya menjalani hidup. Dia bosan menumpang pada Siti karena selalu dijadikan kambing hitam, dituduh dalang dari setiap masalah yang ada.Hidupnya kacau balau, terkadang Hasna ingin menyerah jika saja iman tidak ada dalam dada. Hasna mendesah kesal, entah mengapa. Saat kembali menatap Shaka, ada rasa iba dalam dirinya. Lelaki itu setengah mati berjuang melupakan Zanna, haruskah dia mengorbankan perasaan sendiri demi membantunya kembali ke hakikat diri?Berat. Hasna rasa tidak mudah mengubah pendirian seseorang. Apalagi sosok seperti Shaka yang setahu Hasna sudah lama alpa dari perintah Tuhan yak
I lay my love on youIt's all I wanna doEvery time I breathe I feel brand newYou opened up my heartShow me all your love and walk right throughAs I lay my love on you....Shaka sengaja mendengarkan lagu romansa dari Westlife sebagai gambaran perasaannya saat ini. Memang benar bahwa Alana lah yang membuka hatinya untuk tidak larut mencintai Zanna yang telah tiada. Sayang sekali, dia tidak bisa memiliki wanita itu.Mencintai seseorang yang sudah menikah dan suaminya adalah adik sendiri itu menyakitkan. Shaka diam-diam menghela napas berat tanpa memudarkan senyum di bibirnya. Dia ingin menikmati kesempatan itu dengan bahagia."Andai saja aku pulang lebih cepat dan ketemu sama kamu, aku yakin kita akan menjadi pasangan romantis. Aku nggak bakal ngebiarin Rasya buat nikahin kamu karena kesempatan itu nggak datang dua kali.""Andai saja kita bisa kembali ke masa lalu," gumam Alana membuang pandangan ke arah samping."Bahkan kamu lebih menginginkan aku daripada Rasya. Jelas sekali karen
Sesampainya di rumah, Ranti langsung menemui menantunya yang sedang duduk di samping ayunan Ali sambil menonton YouTube. Melihat kesedihan di wajahnya membuat wanita tua itu mengurungkan niat, kemudian menyerahkan ponselnya pada sang anak."Tadi mama sempat rekam pembicaraan kita di rumah Siti. Kamu kasih sama Rasya sebagai bukti, mama mau balik ke rumah dulu," bisik Ranti, lantas melangkah cepat meninggalkan Alana.Wanita itu melipat bibir. Jujur saja, dia sedikit kesal pada tingkah suaminya yang sangat mudah termakan omongan tetangga. Padahal, dia sudah tahu bagaimana perangai Siti selama ini. Lulusan sarjana, tetapi begitu mudah dikelabui.Alana tidak habis pikir, hatinya pun masih menyimpan perih setelah mendapat tamparan tadi. Kalau saja bukan mau bersikap dewasa, dia pasti sudah balas menampar Rasya. Ah, pikirannya kalut. Kini, pandangan mereka bertemu ... masih terlihat binar cinta di kedua matanya."Dengerin sendiri!" Alana meletakkan ponsel ibunya, kemudian ikut duduk di deka
Rasya tentu tidak mau kalah, dengan cepat dia menyusul Alana ke kamar, kemudian membawanya ke tempat semula dengan sedikit paksaan. Dia bisa saja melanjutkan perdebatan itu dalam kamar, tetapi Ali tidak boleh ditinggal sendirian.Kembali, Rasya membuang napas berat. Ada perasaan sedih dalam hatinya karena dia percaya pada apa yang Siti katakan. Mengingat Shaka pernah menganggap Alana adalah Zanna, maka tidak menutup kemungkinan apa yang diadukan Siti benar adanya dan Alana sedang mencoba untuk lari dari masalah.Apa gunanya bertanya pada Ranti jika dia akan membela anaknya sendiri karena takut kalau Alana menjadi janda di usia muda apalagi pernikahan mereka belum terlalu lama ditambah Ali masih kecil. Memikirkan itu semua semakin menambah pikiran Rasya saja."Kalau kamu nggak percaya, ya sudah.""Hari itu saja aku lihat kamu dipeluk sama Shaka padahal ada banyak pelayan di rumah. Sementara tadi, hanya ada kalian. Setan selalu hadir sebagai orang ketiga saat ada yang berduaan. Okelah a
"Bu Siti tahu dari mana kalau Alana romantis-romantisan?"Siti mengibaskan kipasnya, padahal cuaca biasa saja. "Ya aku lihat sendiri lah. Tahu sendiri kan kalau Hasna kerja di warung mertua kamu, sebagai tante yang baik untuk Hasna dan tetangga baik buat kalian, jadinya beli nasi uduk ke sana. Eh, sebelum kesampean malah liat laki-laki lagi gendong Ali, terus Alana malah senyum-senyum tidak jelas. Agak lama sih posisi mereka kayak gitu, sesekali Alana bercandain Ali. Pokoknya aku nggak bisa gambarin secara gamblang, intinya mereka romantisan. Mungkin karena Hasna sama mertua kamu lagi keluar jadi mereka mikirnya dunia cuma milik berdua. Iya, toh?"Mendengar itu semakin menambah amarah di hati Rasya. Kedua matanya berubah merah, rahang pun mengetat sempurna. Bagaimana mungkin Alana bersikap romantis pada lelaki lain?Satu hal yang membuat Rasya bingung. Dia belum bisa menebak siapa lelaki yang berhasil merebut posisinya. Sejak dulu Rasya sudah berpesan agar Alana tidak pernah tersenyum
Hari kedua Shaka bekerja, dia ternyata sosok yang rajin. Datang lima menit lebih cepat dan pulang lebih lambat karena membantu Ranti membereskan warung terlebih dahulu.Sebenarnya Ranti masih sungkan mempekerjakan saudara menantunya, tetapi dia terus mendesak. Sudah berulang kali Ranti memintanya pulang ke rumah atau bekerja di kantor, Shaka tidak pernah mengindahkannya.Sekarang, jam sudah mendekati pukul tiga sore dan Shaka belum juga kembali sejak empat jam yang lalu. Ada rasa khawatir yang menyelimuti jiwa Ranti dan juga Hasna karena makanan-makanan itu diantar tidak terlalu jauh dari rumah dan jumlahnya pun tidak banyak.Dalam waktu normal, Ranti memperkirakan Shaka sudah tiba di rumah sejak setengah jam yang lalu. Entahlah, dia mendesah ingin putus asa terutama ketika Hasna mengatakan kalau nomor telepon Shaka tidak aktif. Ke mana dia? Apa dia baik-baik saja?"Kalau Shaka kenapa-napa?""Hust!" Ranti menempelkan jari telunjuknya di bibir Hasna beberapa detik, kemudian melanjutkan
Hari sabtu, hari yang biasanya Alana nantikan karena Rasya tidak harus berangkat ke kantor. Bagaimana dengan sekarang? Mungkin sedikit sulit karena sudah beberapa hari ini tidak ada canda dan tawa di antara keduanya.Rasya hanya akan berbicara pada Alana ketika ada sesuatu yang penting, begitu juga sebaliknya. Alana bukan tidak mau meraih rida suami, tetapi Rasya yang terlihat menghindari.Tepatnya karena merasa bersalah. Entah kenapa lelaki itu sangat sulit mengurai kata maaf di hadapan Alana. Rasa bersalah yang terlalu dalam, mungkin. Sekarang pun dia sengaja berlama-lama di kamar mandi karena khawatir berpapasan dengan Alana.Sementara Alana sendiri melipat pakaian yang dia cuci kemarin karena Ali terlelap di dalam ayunan. Untung saja pangeran mereka tidak lagi rewel, mungkin saja berusaha mengerti keadaan orangtuanya.Jam sudah menunjuk angka delapan, Ranti yang berada di penjualan terlihat penat. Dia pun memilih duduk sebentar karena tadi malam harus begadang setelah menerima pes
"Tidak mungkin, Na. Aku nggak yakin ada yang suka sama aku. Kamu tahu sendiri aku nggak ada kelebihan selain jago jualan." Hasna tertawa renyah, kemudian melanjutkan, "sulit. Aku harap tidak ada."Alana tersenyum hangat. Kalau dia jadi Hasna, mungkin akan merasakan hal yang sama pula. Hidup di perantauan bersama seorang tante yang sangat cerewet dan senang memfitnah orang itu tidak menyenangkan, hari-hari berlalu pasti dipenuhi dengan tekanan yang membebani pikiran apalagi jika dijadikan babu karena hidup menumpang.Sebenarnya bukan menumpang semata, Hasna juga menyisihkan gajinya untuk membeli beras atau lauk, tetapi tetap saja Siti menganggapnya beban dan kalau suatu hari nanti ada yang berniat baik, tentu merupakan berita baik.Ada satu masalah, Hasna tidak akan semudah itu mendapat restu. Dia yang kini hidup jauh dari kota kelahirannya memaksa diri untuk tetap tenang, sabar dan selalu semangat dalam keadaan apa pun. Hasna sebenarnya sangat butuh dukungan dari keluarga, hanya takdi