Share

BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG
BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG
Penulis: Bintu Hasan

Bab 1. Aku Hamil

Penulis: Bintu Hasan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Sayang, aku hamil," lirih Alana sambil menunjukkan hasil Test Pack strip pada Albian—kekasihnya.

"Kamu nggak perlu ngasih tahu ke aku, Na. Gugurkan saja kandunganmu itu." Albian menjawab santai tanpa melirik benda itu, lalu bersandar di kepala ranjang.

Mereka sudah tiga tahun menjalin hubungan asmara. Selama itu pula Alana sering melakukan aktivitas yang melewati batas sampai akhirnya curiga ketika dua bulan tidak pernah mendapat tamu bulanan. Dengan sedikit ragu, dia melakukan tes kehamilan dan dua garis merah itu seperti duri yang menusuk jantungnya.

Terutama ketika mendengar jawaban dari Albian. Lelaki itu tidak memiliki tanggungjawab sama sekali. Apa yang harus Alana lakukan sekarang? Mencoba melawan takdir dengan menggugurkan kandungan, mengingat Albian sendiri adalah lelaki pengangguran?

"Aku hanya menidurimu sekali, mustahil kamu bisa langsung hamil," lanjut Albian masih tidak percaya.

Lagi dan lagi Alana melihatnya berbicara tanpa beban. Padahal selama ini dia selalu menolak ketika diajak untuk berhubungan intim karena takut berbadan dua. Akan tetapi, Albian selalu memaksa Alana untuk menyerahkan mahkotanya dengan janji akan menikahi.

Tentu saja semua gadis yang sedang dimabuk cinta akan percaya apalagi jika sudah sering melakukan sentuhan fisik yang sangat jarang dilakukan oleh pasangan lain di luar sana. Semua karena pengaruh Albian, seorang kekasih yang menjadi cinta kedua Alana. Selama ini dia mengira Albian adalah lelaki terbaik, ternyata setelah mendengar jawaban itu, hatinya kini merasakan keraguan yang besar.

"Tapi, Al, kamu sendiri tahu kalau menggugurkan kandungan itu dosa." Alana memegang tangan Albian erat, tetapi lelaki egois itu menepis dengan kasar.

"Lupakan tentang dosa. Perempuan di luar sana bahkan ada yang menanti selama 15 tahun dulu untuk hamil, lalu kamu? Jangan-jangan kamu sudah sering melakukannya sama laki-laki lain?"

Tanpa sungkan, Alana menampar wajah Albian. Bagaimana tidak, saat mereka melakukannya pertama kali, ada darah keperawanan di tempat tidur dan Albian sendiri yang membersihkannya. Melihat tingkah lelaki itu yang sama sekali tidak merasa risih membuat Alana semakin yakin kalau mereka memang ditakdirkan.

"Jaga mulutmu, Al. Kamu mungkin aku anggap cinta pertamaku, tetapi kamu sama sekali nggak punya perasaan. Selama ini aku menurut kalau kamu minta dipeluk, dicium bahkan kita melakukan hal-hal menjijikkan yang mungkin tidak dilakukan pasangan halal di luar sana!" teriak Alana sangat berani.

Di rumah itu, hanya ada mereka berdua karena ibu Alana harus mengajar di sekolah, sebuah pekerjaan yang sudah bertahun-tahun dia tekuni. Namun, dalam kondisi seperti itu, apakah Alana patut disalahkan? Ah, mungkin tidak. Remaja lain di luar sana juga pernah melalukan hal sama meskipun ceritanya berbeda.

"Seorang tamu nggak akan masuk ke dalam rumah jika pemiliknya tidak membuka pintu. Alana, kamu ingat kalau yang kita lakukan kemarin terjadi karena kamu memberi izin, bukan? Jadi, jangan marah dan gugurkan kandungan itu supaya masalah cepat selesai."

"Albian, kemarin aku kasih izin karena selama ini kalau aku menolak, kamu pasti marah dan enggan menemuiku. Lagi pula, sebagai seorang lelaki, harusnya kamu tanggungjawab, dong. Kamu pikir mudah menggugurkan kandungan?"

Naas, Albian memutar badan membelakangi kekasihnya. Dia pasti marah dan meminta untuk dibujuk. Haruskah kembali mengalah dan menuruti keinginannya bahkan ketika Alana harus merasakan sakit yang luar biasa? Entahlah, mungkin dugaan semua orang memang benar kalau Albian tidak pernah mencintainya.

Albian yang keras kepala, entah kenapa Alana sangat sulit untuk meninggalkannya meskipun lelaki itu telah merusak dirinya. Ketika sendiri, gadis berambut sebahu itu selalu memejamkan mata, merenungi segala kesalahan dan dosa yang sudah dia lakukan. Akan tetapi, begitu kembali berdua dengan Albian, maka rasa takut itu seketika memudar.

"Baiklah, aku akan memikirkan itu, kamu jangan marah," kata Alana dengan suara bergetar menahan air mata.

"Sungguh?"

Alana mengangguk mengiyakan begitu kekasihnya kembali memutar badan dan langsung memeluknya. Sebenarnya gadis berbadan dua itu belum merasa tenang, pikirannya sangat terusik antara dua pilihan, yakni meninggalkan Albian dan melupakan segalanya demi anak itu atau menuruti keinginan Albian atas nama cinta.

"Kalau kamu nggak mau gugurin kandungan itu, biar aku yang melakukannya," tambah Albian lagi berhasil membuat jantung Alana berdegup tidak normal.

Benarkah Albian bisa melakukan hal sekejam itu? Padahal tadi Alana berpikir untuk mencari cara lain agar hati kekasihnya luluh dan bersedia menikahinya. Mungkinkah sudah tidak ada harapan untuk bersama? Resah dan gelisah, itu yang Alana rasakan saat ini.

Bukan hanya itu, bagaimana jika ibunya tahu kalau Alana hamil di luar nikah mengikuti jejak sang kakak yang sudah meninggal dibunuh kekasihnya setelah kehamilannya terkuak? Alana bergidik ngeri, dia khawatir sejarah akan terulang padanya dan Alana harus kehilangan ibu tercinta.

"Kenapa diam? Kamu mau ngegugurin kandungan itu, kan? Lagian dia pasti masih sangat kecil, seperti gumpalan darah, jadi nggak usah kasihan. Kita melakukannya tanpa paksaan, nggak usah menyesali apa yang sudah terjadi karena gimana pun kamu sudah bukan perawan lagi."

Alana menelan saliva. "Kalau mama tahu, gimana?"

"Na, papamu sudah nggak ada. Kalian hanya berdua dan semua keluarga melupakan kalian gara-gara tahu perbuatan busuk kakakmu, bukan? Jadi, kalau kehamilan itu diketahui oleh seorang saja, kamu pasti tahu akibatnya, 'kan? Lagian aku juga belum yakin kalau janin itu anak aku, bisa aja anak orang lain, 'kan?"

Perih merebak cepat dalam dada. Alana selalu berhasil dibuat bungkam oleh Albian, dia sendiri tidak tahu kenapa bisa seperti itu. Alana selalu menurut dan mendengarkan kekasihnya ketika mereka sedang bersama sementara saat berpisah, gadis itu selalu menyumpahi Albian.

Saat masih sekolah, mendiang ayahnya selalu mengingatkan Alana untuk menjaga diri agar tidak terpengaruh dengan dunia luar apalagi memiliki niat untuk hidup bebas. Dia berjanji sepenuh hati karena saat itu belum pernah bertemu Albian. Sekarang dia sudah ingkar dan menyesalinya berulang kali. Alana yakin mendiang ayahnya pasti marah dan kecewa.

"Aku nggak tahu cara ngegugurin kandungan, Al. Nggak mungkin kita ke dokter."

"Ribet amat, sih, jadi orang!" bentak Albian menjauh. Dia berkacak pinggang menatap jijik pada Alana padahal mereka baru saja bercumbu. Lelaki sialan itu menghela napas berat, lalu melanjutkan, "tinggal makan nanas muda sama minum sprite. Jangan lupa olahraga sama sering angkat beban berat. Aku nggak peduli kalau itu bahaya asal janin itu gugur. Kalau dalam tiga hari kamu belum berhasil, lebih baik kita putus dan aku nggak bakal ngaku kalau anak itu darah dagingku!" Albian meludah ke lantai sebelum akhirnya meninggalkan Alana yang dirudung penyesalan. Air mata gadis itu kini tidak berarti karena nasi pun telah menjadi bubur.

Bab terkait

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 2. Ketahuan Ibu

    Alana yang hendak menyusul Albian tersentak di depan kamar sendiri begitu melihat Ranti—sang ibu—pulang dengan wajah ditekuk. Wanita itu bahkan tidak menyapa anak gadisnya melainkan bergegas masuk kamar Alana. Menggeram, Ranti merasa dugaannya semakin kuat setelah melihat ruangan yang menjelma seperti kapal pecah."Seharian ini kamu ngapain aja, Na?" Sebuah pertanyaan yang terdengar biasa saja padahal memiliki maksud tersendiri yang tidak Alana mengerti."Nonton, Ma.""Tadi mama ketemu Al di depan, kamu yakin nggak ngelakuin apa-apa sama dia? Kalian itu pacaran, mustahil kalau di rumah cuman ngobrol. Mama pernah muda dan sudah sering melihat atau mendengar cerita teman yang peluk cium sama pacarnya. Mama bisa percaya sama kamu, 'kan?""Pasti, Ma. Albian itu anak baik, nggak mungkin lah mau ngerusak aku."Wajah Ranti merah padam mendengar jawaban Alana padahal tadi hanya pertanyaan pancingan. Dia membuang tas tangan—yang selalu dibawanya ke sekolah—ke sembarang arah. Wanita itu tahu ka

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 3. Mantan Pacar?

    "Kamu jangan bercanda, Al. Aku datang ke sini untuk menuntut pertanggungjawaban. Kamu yang hamilin aku, merusak masa depan aku!" Hidung Alana kembang kempis mendengar penuturan Albian."Masa depan? Sekarang lebih baik kamu pulang karena aku nggak punya uang buat nikahin kamu!" usir Albian berkacak pinggang berdiri menghadap Alana."Al, ini jawaban kamu? Ternyata sebelum kita melakukan perbuatan hina itu, kamu cuma mengiming-imingiku dengan pernikahan dan cinta. Sekarang aku sadar kalau semua yang kamu katakan itu bohong." Alana bangkit, kemudian memberi tamparan di wajah kekasihnya.Wajah yang dulu selalu dia rindukan setiap hari, bahkan hadir dalam mimpinya. Wajah teduh itu berubah sangar karena sekarang Alana pun mendapat tamparan yang sangat keras dari sebelumnya. Alana memegangi pipi kiri, merasakan panas yang luar biasa. Cinta, apakah dia masih bisa percaya akan keberadaannya?"Sejak dulu aku emang pengen pisah sama kamu karena sadar kalau perbuatan kita sudah melampaui batas, te

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 4. Ma, Maafin Aku!

    "Dia mantan kamu, 'kan?" tanya Nia lagi memastikan."Iya, mantan, tapi baru tadi diputusin."Nia menghela napas berat. Kini, gadis yang satu tahun lebih tua dari adiknya itu tahu kalau Albian memang tidak mencintai Alana lagi, sejak beberapa bulan terakhir. Jika memang cinta, seharusnya dia tidak mengatakan kalau mereka sudah berpisah."Oh, gitu." Nia memindai sekitar, kemudian mendekati Alana seraya berbisik. "Na, lebih baik kamu pulang dan nggak usah nyari Al lagi. Kamu udah nggak punya tempat di hatinya. Aku kasihan loh kalau ngeliat perempuan nangis gara-gara pacarnya, apalagi kalau itu kamu. Perempuan itu harus punya harga diri!"Alana mundur begitu mendengar apa yang diucapkan Nia. Gadis itu tahu kalau dia sedang mendapat sindiran. Sekalipun Nia selalu membantunya bertemu Albian, tetap saja bisa berubah dalam sekejap. Bukankah siang akan berganti malam apabila sudah waktunya?"Aku nggak perlu disuruh pergi. Tenang aja, aku nggak bakal ngusik Albian lagi, kok.""Bagus, aku juga n

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 5. Disoraki Tetangga

    Sepanjang malam, Alana tidak bisa tidur bahkan sulit untuk memejamkan mata barang sebentar. Dia sibuk memikirkan bagaimana cara lepas dari masalah itu tanpa harus menciptakan masalah yang lain.Sinar mentari menembus kamar melalui celah ventilasi dan Alana masih duduk memeluk lutut di tempat tidurnya. Ada garis hitam di bawah mata gadis itu, dia terlihat kuyu tidak terawat. Perutnya merasakan lapar yang luar biasa karena sang ibu melarangnya makan tadi malam.Ponsel gadis itu berdering. Ketika menoleh ke nakas, dia melihat nama Albian tertera di sana. Sebuah senyum tersungging di bibir Alana, lalu lekas mengangkat telepon. "Halo?""Na, hubungan kita benar-benar berakhir kemarin, nggak ada kesempatan kedua dan aku sudah menemukan penggantimu. Lupakan tentang cinta dan harapan yang kita bangun bersama. Janin itu ... gugurkan saja karena sampai kapan pun aku nggak akan pernah mengakuinya. Tidak ada bukti kuat kalau aku ayah biologisnya."Sebelum Alana kembali membuka suara, panggilan sud

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 6. Beragam Tuduhan

    "Kenapa nggak masuk?" tegur Ranti membuat. Alana tersentak. Gadis itu segera mengalihkan pandangannya agar tidak ketahuan."Ma, ada hal penting yang mau aku omongin."Ranti mengangguk pelan. Jika boleh dikata, wanita tua itu masih sangat kecewa pada anaknya. Akan tetapi, jika terus mendiamkan Alana, maka besar kemungkinan anak gadisnya akan semakin tertekan dalam dosa masa lalunya."Kemarin, semoga Mama mau maafin aku karena sempat marah waktu ditanya tentang Albian. Maaf, Ma, aku nggak berhasil memintanya bertanggungjawab. Aku sudah berusaha sebisa mungkin, tetapi dia tetap menolak bahkan mengusirku dari sana. Mungkin benar, kami bukan jodoh dan aku akan berjuang sendiri untuk menjaga kandungan ini, lalu membesarkannya tanpa ayah," kata Alana yakin begitu mereka duduk berhadapan di kursi ruang tamu.Tidak ada jawaban, Ranti hanya menatap Alana lekat. Gadis itu ingin menunduk, hanya saja dia penasaran apa yang ada dalam benak sang ibu. Dia tidak tahu kalau sebenarnya Ranti dengan menc

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 7. Berujung Adu Mulut

    Napas Albian memburu, lelaki itu terlihat sangat gugup. Alana sendiri menunggu jawaban sambil mengepalkan kedua tangannya erat. Seorang lelaki yang sudah menodai kesuciannya, juga datang untuk menghina dan menjatuhkan harga dirinya. Apakah ada kata maaf dari Alana? Mungkin itu sesuatu yang mustahil terjadi. "Aku nggak mungkin tahu kalau Alana di rumah sendirian kalau saja dia nggak ngasih tahu. Jadi, Alana ngundang aku ke sini bahkan berani bawa aku ke kamarnya. Tentu sebagai lelaki normal, aku tergiur untuk melakukan sesuatu yang lebih terutama Alana tidak melakukan penolakan. Siapa yang mau menyia-nyiakan kesempatan emas? Pemuda di luar sana juga akan melakukannya kalau berduaan dengan gadis seksi dalam kamar. Apa aku benar?" "Hentikan bualanmu itu, Al. Aku mungkin sudah tidak suci lagi, tetapi kamu harus tahu kalau aku bukan pelacur!" gertak Alana semakin merasa terhina. Dia menyesal pernah menaruh hati dan kepercayaan pada sosok seperti Albian. Jika saja tahu mereka akan berakhi

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 8. Kenapa Harus Dia?

    Alana murka karena melihat Albian datang bersama Bella. Kenapa harus gadis itu yang berdiri di sisinya? Akan tetapi, Alana harus menyembunyikan rasa cemburu sebelum terbaca oleh mereka berdua. Kedatangannya ke rumah itu bukan untuk bertengkar apalagi menambah beban pikiran. Entah kenapa dia sendiri merasa yakin kalau Albian masih ingin kembali."Kamu ternyata emang tempramental, ya, Na? Tante Hesti itu saudara kandung mendiang mamaku, tetapi kamu malah menjambak rambutnya. Selain itu, umur kalian terpaut jauh, di mana sopan santunmu? Apa mungkin kamu masih sakit hati? Ayolah, lupakan saja masalah itu biar kamu bisa hidup tenang."Alana tertawa kecil mendengar penuturan Albian. Melupakan? Apa dia sudah gila? Oh, tidak, Alana harus bisa mengalahkan mereka bertiga bahkan ketika dia harus kehilangan nyawanya. Bukankah bagus jika mereka menjadi tersangka pembunuhan?Sekarang pandangan matanya fokus pada Bella yang menatap penuh tanda tanya. Namun, Alana tidak ingin mengambil pusing selama

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 9. Balas Melukai?

    "Antar?" Alana berdecih. "Aku bisa pulang sendiri, tetapi sebelum itu kamu harus jawab, sejak kapan kamu pacaran sama Al?"Jantung Alana berdegup terlalu cepat karena tersulut emosi. Ah, bahkan rasa amarahnya sudah sampai di ubun-ubun. Berulang kali dia menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan agar bisa menenangkan diri. Dengan perasaan malu kepada Tuhan, dia membaca dzikir karena pernah mendengar penceramah meminta para jamaah untuk berzikir ketika pikiran sedang kacau."Besok sudah tiga bulan. Puas?"Tiga bulan? Itu bukan waktu yang singkat. Berarti selama ini Albian berbohong bahwa dirinya sibuk di luar untuk mencari pekerjaan, ternyata demi menemui Bella. Meskipun masih samar, Alana yakin itu lah yang terjadi. Dalam tiga bulan itu pula, dia sering dicium secara tiba-tiba sehingga melahirkan bunga-bunga cinta.Alana tidak menduga jika Albian melakukannya karena tidak ingin ketahuan telah selingkuh. Setiap sentuhan darinya ternyata berubah menjadi kutukan dan penghinaan. Alan

Bab terbaru

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 150. Akhir yang Indah

    Selesai mandi sore, Alana memilih mengurung diri dalam kamar bersama putra kesayangannya karena Ali sedang terlelap. Merasa jenuh, akhirnya dia membuka aplikasi sosial media. Mulai dari Instag-ram, Face-book hingga aplikasi hijau yang dikenal dengan sebutan Whats-App.Alana membuka story teman-temannya. Mereka memang masih saling menyimpan kontak, tetapi tidak pernah bertukar pesan selain menonton story masing-masing. Terutama Alana yang memang tidak mau mempublish masalahnya ke media sosial.Menyebar masalah ke sosial media bagi Alana itu buruk. Selain mengundang gibah, beberapa dari mereka juga bertanya bukan karena peduli atau ingin memberi solusi melainkan kepo saja. Lagi pula, masalah rumah tangga itu hal privasi.Alana menekan layar ponselnya ketika tiba di story Whats-App milik Rasya. Ada foto mereka berdua di sana dengan caption 'Bidadari Surgaku' yang disertai emotikon love dan bunga mawar merah."Lah, ini bener?" tanya Alana menatap tidak percaya.Entah kenapa, tiba-tiba hat

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 149. Tumbuh Sangat Dalam

    "Sepertinya, aku harus pergi lagi sebelum perasaan ini tumbuh sangat dalam dan untuk itu aku butuh kamu," jawab Shaka dengan perasaan sedih.Hasna terdiam beberapa saat, kemudian melirik ke kanan dan kiri. Sayang sekali karena tidak ada pembeli agar dia bisa menghindari Shaka.Jujur saja, dia belum bisa membuka hati untuk orang baru. Memang benar kalau saat ini Hasna butuh seseorang untuk menemaninya menjalani hidup. Dia bosan menumpang pada Siti karena selalu dijadikan kambing hitam, dituduh dalang dari setiap masalah yang ada.Hidupnya kacau balau, terkadang Hasna ingin menyerah jika saja iman tidak ada dalam dada. Hasna mendesah kesal, entah mengapa. Saat kembali menatap Shaka, ada rasa iba dalam dirinya. Lelaki itu setengah mati berjuang melupakan Zanna, haruskah dia mengorbankan perasaan sendiri demi membantunya kembali ke hakikat diri?Berat. Hasna rasa tidak mudah mengubah pendirian seseorang. Apalagi sosok seperti Shaka yang setahu Hasna sudah lama alpa dari perintah Tuhan yak

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 148. Tawaran Gila

    I lay my love on youIt's all I wanna doEvery time I breathe I feel brand newYou opened up my heartShow me all your love and walk right throughAs I lay my love on you....Shaka sengaja mendengarkan lagu romansa dari Westlife sebagai gambaran perasaannya saat ini. Memang benar bahwa Alana lah yang membuka hatinya untuk tidak larut mencintai Zanna yang telah tiada. Sayang sekali, dia tidak bisa memiliki wanita itu.Mencintai seseorang yang sudah menikah dan suaminya adalah adik sendiri itu menyakitkan. Shaka diam-diam menghela napas berat tanpa memudarkan senyum di bibirnya. Dia ingin menikmati kesempatan itu dengan bahagia."Andai saja aku pulang lebih cepat dan ketemu sama kamu, aku yakin kita akan menjadi pasangan romantis. Aku nggak bakal ngebiarin Rasya buat nikahin kamu karena kesempatan itu nggak datang dua kali.""Andai saja kita bisa kembali ke masa lalu," gumam Alana membuang pandangan ke arah samping."Bahkan kamu lebih menginginkan aku daripada Rasya. Jelas sekali karen

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 147. Menikahlah Denganku, Alana

    Sesampainya di rumah, Ranti langsung menemui menantunya yang sedang duduk di samping ayunan Ali sambil menonton YouTube. Melihat kesedihan di wajahnya membuat wanita tua itu mengurungkan niat, kemudian menyerahkan ponselnya pada sang anak."Tadi mama sempat rekam pembicaraan kita di rumah Siti. Kamu kasih sama Rasya sebagai bukti, mama mau balik ke rumah dulu," bisik Ranti, lantas melangkah cepat meninggalkan Alana.Wanita itu melipat bibir. Jujur saja, dia sedikit kesal pada tingkah suaminya yang sangat mudah termakan omongan tetangga. Padahal, dia sudah tahu bagaimana perangai Siti selama ini. Lulusan sarjana, tetapi begitu mudah dikelabui.Alana tidak habis pikir, hatinya pun masih menyimpan perih setelah mendapat tamparan tadi. Kalau saja bukan mau bersikap dewasa, dia pasti sudah balas menampar Rasya. Ah, pikirannya kalut. Kini, pandangan mereka bertemu ... masih terlihat binar cinta di kedua matanya."Dengerin sendiri!" Alana meletakkan ponsel ibunya, kemudian ikut duduk di deka

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 146. Fitnah dari Siti Lagi?

    Rasya tentu tidak mau kalah, dengan cepat dia menyusul Alana ke kamar, kemudian membawanya ke tempat semula dengan sedikit paksaan. Dia bisa saja melanjutkan perdebatan itu dalam kamar, tetapi Ali tidak boleh ditinggal sendirian.Kembali, Rasya membuang napas berat. Ada perasaan sedih dalam hatinya karena dia percaya pada apa yang Siti katakan. Mengingat Shaka pernah menganggap Alana adalah Zanna, maka tidak menutup kemungkinan apa yang diadukan Siti benar adanya dan Alana sedang mencoba untuk lari dari masalah.Apa gunanya bertanya pada Ranti jika dia akan membela anaknya sendiri karena takut kalau Alana menjadi janda di usia muda apalagi pernikahan mereka belum terlalu lama ditambah Ali masih kecil. Memikirkan itu semua semakin menambah pikiran Rasya saja."Kalau kamu nggak percaya, ya sudah.""Hari itu saja aku lihat kamu dipeluk sama Shaka padahal ada banyak pelayan di rumah. Sementara tadi, hanya ada kalian. Setan selalu hadir sebagai orang ketiga saat ada yang berduaan. Okelah a

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 145. Sengaja Mengompori

    "Bu Siti tahu dari mana kalau Alana romantis-romantisan?"Siti mengibaskan kipasnya, padahal cuaca biasa saja. "Ya aku lihat sendiri lah. Tahu sendiri kan kalau Hasna kerja di warung mertua kamu, sebagai tante yang baik untuk Hasna dan tetangga baik buat kalian, jadinya beli nasi uduk ke sana. Eh, sebelum kesampean malah liat laki-laki lagi gendong Ali, terus Alana malah senyum-senyum tidak jelas. Agak lama sih posisi mereka kayak gitu, sesekali Alana bercandain Ali. Pokoknya aku nggak bisa gambarin secara gamblang, intinya mereka romantisan. Mungkin karena Hasna sama mertua kamu lagi keluar jadi mereka mikirnya dunia cuma milik berdua. Iya, toh?"Mendengar itu semakin menambah amarah di hati Rasya. Kedua matanya berubah merah, rahang pun mengetat sempurna. Bagaimana mungkin Alana bersikap romantis pada lelaki lain?Satu hal yang membuat Rasya bingung. Dia belum bisa menebak siapa lelaki yang berhasil merebut posisinya. Sejak dulu Rasya sudah berpesan agar Alana tidak pernah tersenyum

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 144. Tenang Bersamanya

    Hari kedua Shaka bekerja, dia ternyata sosok yang rajin. Datang lima menit lebih cepat dan pulang lebih lambat karena membantu Ranti membereskan warung terlebih dahulu.Sebenarnya Ranti masih sungkan mempekerjakan saudara menantunya, tetapi dia terus mendesak. Sudah berulang kali Ranti memintanya pulang ke rumah atau bekerja di kantor, Shaka tidak pernah mengindahkannya.Sekarang, jam sudah mendekati pukul tiga sore dan Shaka belum juga kembali sejak empat jam yang lalu. Ada rasa khawatir yang menyelimuti jiwa Ranti dan juga Hasna karena makanan-makanan itu diantar tidak terlalu jauh dari rumah dan jumlahnya pun tidak banyak.Dalam waktu normal, Ranti memperkirakan Shaka sudah tiba di rumah sejak setengah jam yang lalu. Entahlah, dia mendesah ingin putus asa terutama ketika Hasna mengatakan kalau nomor telepon Shaka tidak aktif. Ke mana dia? Apa dia baik-baik saja?"Kalau Shaka kenapa-napa?""Hust!" Ranti menempelkan jari telunjuknya di bibir Hasna beberapa detik, kemudian melanjutkan

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bab 143. Melamar

    Hari sabtu, hari yang biasanya Alana nantikan karena Rasya tidak harus berangkat ke kantor. Bagaimana dengan sekarang? Mungkin sedikit sulit karena sudah beberapa hari ini tidak ada canda dan tawa di antara keduanya.Rasya hanya akan berbicara pada Alana ketika ada sesuatu yang penting, begitu juga sebaliknya. Alana bukan tidak mau meraih rida suami, tetapi Rasya yang terlihat menghindari.Tepatnya karena merasa bersalah. Entah kenapa lelaki itu sangat sulit mengurai kata maaf di hadapan Alana. Rasa bersalah yang terlalu dalam, mungkin. Sekarang pun dia sengaja berlama-lama di kamar mandi karena khawatir berpapasan dengan Alana.Sementara Alana sendiri melipat pakaian yang dia cuci kemarin karena Ali terlelap di dalam ayunan. Untung saja pangeran mereka tidak lagi rewel, mungkin saja berusaha mengerti keadaan orangtuanya.Jam sudah menunjuk angka delapan, Ranti yang berada di penjualan terlihat penat. Dia pun memilih duduk sebentar karena tadi malam harus begadang setelah menerima pes

  • BALAS YANG DIPERJUANGKAN USAI DIBUANG   Bah 142. Overprotektif

    "Tidak mungkin, Na. Aku nggak yakin ada yang suka sama aku. Kamu tahu sendiri aku nggak ada kelebihan selain jago jualan." Hasna tertawa renyah, kemudian melanjutkan, "sulit. Aku harap tidak ada."Alana tersenyum hangat. Kalau dia jadi Hasna, mungkin akan merasakan hal yang sama pula. Hidup di perantauan bersama seorang tante yang sangat cerewet dan senang memfitnah orang itu tidak menyenangkan, hari-hari berlalu pasti dipenuhi dengan tekanan yang membebani pikiran apalagi jika dijadikan babu karena hidup menumpang.Sebenarnya bukan menumpang semata, Hasna juga menyisihkan gajinya untuk membeli beras atau lauk, tetapi tetap saja Siti menganggapnya beban dan kalau suatu hari nanti ada yang berniat baik, tentu merupakan berita baik.Ada satu masalah, Hasna tidak akan semudah itu mendapat restu. Dia yang kini hidup jauh dari kota kelahirannya memaksa diri untuk tetap tenang, sabar dan selalu semangat dalam keadaan apa pun. Hasna sebenarnya sangat butuh dukungan dari keluarga, hanya takdi

DMCA.com Protection Status