Tidak masalah bagaimana perasaan Azzar pada tunangannya. Dominic lebih peduli dengan apa yang dirasakan oleh Esme kepada Azzar dan di mana posisi Dominic saat ini. Dan ia sudah mendengar apa yang ingin didengar. Jadi, ia tak bisa membuat Esme menangis.
Lupakan sarapan sehat dan enak yang telah dipesannya pada koki yang bekerja di restoran hotel miliknya. Kini ia melaju dengan cepat di jalan tol menuju bandara. Esme menatap cemas ke depan. Begitu juga dengan Dominic yang menghitung waktu dan jarak yang ditempuh dengan kecepatan yang ditampilkan dashboard. Mereka sudah melewati tanda masuk bandara, maka Dominic menurunkan kecepatan dan mencari parkiran sementara dirinya memutarkan mobil masuk ke dalam blok-blok batas parkir.
“Cepatlah!” serunya pada Esme yang masih berdiri menunggu. Lalu mereka berdua langsung berlari kecil ke dalam bandara.
Seorang satpam membantu menarikan pintu kaca. Tetapi bandara tampak cukup ramai hari ini dan mereka tidak tahu d
Wah, dia melarikan diribahkan sebelum berperang. Benar-benar sikap pengecut yang amat sangat berani. Ketika ia sampi di kantor pagi ini Wyatt mendengar kabar itu dari semua orang.“Wajahmu sama sekali tidak bersemangat, Wyatt? Ada masalah?” tanya teman yang duduk di kubikel di sampingnya.“Hanya ada masalah sedikit di rumah, bukan sesuatu yang besar!” Wyatt berbohong. Yah, bagaimana pun ia memang harus menyingkirkan Azzar yang memiliki pemikiran paling logis di antara banyak orang. Ia seolah tahu apa yang akan dilakukan oleh Wyatt belakangan ini. Tetapi, pekara Esme yang tiba-tiba telah membuat semuanya menjadi baik. Azzar mendadak kehilangan ketenangannya.“Oh, kamu sudah menikah, ya? Apa istrimu hamil?” tanya teman Wyatt.Bahkan ia tidak menyentuh Yulia sedikit pun. “Kami memutuskan belum akan memiliki anak untuk saat ini. Kami masih mau menikmati masa bulan madu!”Teman di sebelahnya tertawa dengan senang. Tangan pria itu terulur dan menepuk-nepuk bahu Wyatt dengan bangga. “Ah, aku
“Wajahmu tampak bahagia, ada sesuatu yang terjadi?” Albert, kakeknya berpapasan dengan Wyatt di depan. Ia tampaknya akan pergi mengunjungi teman sebab setelannya jelas bukan seperti bos pemilik retail yang berkunjung untuk memeriksa keuangan.“Yah, ada hal baik! Dan aku mau mandi sekarang!” Wyatt menjawab dengan riang. Hingga kakeknya terkejut. Sudah lama sekali mungkin Wyatt tidak berekspresi seriang itu. Tapi, ia tak akan menjelaskan.“Wyatt, kamu tidak melakukan hal aneh, kan?” tuduh pria tua yang sudah membesarkan Wyatt dengan sangat baik.Wyatt mendadak menjadi cemberut mendengarnya. Memang apa yang salah dengan balas dendam?“Tidak! Ini hanya hal baik yang dimengerti olehku saja. Seperti halnya hujan di sore hari yang cerah!” Wyatt mencoba mengambarnya secara absrak dan kemudian mendapatkan tatapan penuh kebingungan dari kakeknya.“Yah, terserah kamu saja. Yang jelas kamu tidak boleh melak
“Aku akan menjemputmu sekarang!” Dominic meletakan telepon kantornya setelah menerima panggilan dari Esme yang marah.Hari ini, lebih tepatnya kemarin malam Dominic telah membuat janji dengan tunangannya itu. Mereka akan memesan undangan karena waktu pernikahannya yang semakin dekat. Untungnya Esme tidak meminta waktu pernikahan yang lama. Jadi, mereka harus bergegas.Namun, Dominic benar-benar lupa dengan hal itu sehingga Esme marah besar pagi ini.Ia mendorong pintu kantornya dan menemukan Wyatt yang telah selesai memilah dokumen. Sebagian besar utusan para kepala bagian sedikit gemetar saat dokumen yang sudah disusun dengan susah payah malah kembali lagi pada mereka.“Tapi, kami sudah menyusunnya dengan sangat baik. Kata salah seorang utusan itu sama sekali tidak terima karena dokumen yang diserahkan untuk kedua atau ketiga kalinya dikembalikan.Tetapi, Wyatt sama sekali tidak gentar. Ia menaikan dagunya, memandang dengan angkuh wanita yang memiliki status sebagai senior di kantorn
Esme mengambil napas dalam dan membuangnya perlahan. Menghadapi Dominic yang memiliki kebiasaan melupakan apapun kecuali bisnisnya sangat melelahkan. Ia telah mengingatkan belasan kali saat mereka berada di toko pakaian pengantin untuk penyesuaian kemarin.Pria itu berkata dan bahkan bersumpah kalau akan mengingat semuanya. Bahwa hari ini mereka akan melihat undangan yang telah dicetak untuk contoh supaya bisa menentukan yang mana undangan ekslusif yang akan dikirimkan untuk para kolega dan yang mana untuk teman-teman serta keluarga. Tetapi, Dominic tidak datang bahkan setelah dua jam berlari dari waktu yang dijanjikan.Ia menelepon dan mendapatkan jawaban “Lupa”.“Jadi, apa kata Dominic?” Mama Esme duduk di ruang tengah dengan teh dan remote TV. Ada sebuah telenovela yang ditayangkan pada pukul 11 pagi. Sebelum waktu itu mamanya akan menguasai ruang tengah dan tetap di sana sampai acara siang hari itu selesai.“Katanya dia a
“Bukankah kamu memilih gaun yang terlalu sederhana?” tanya Dominic saat mereka berada di atas mobil yang ada dikemudikan oleh Wyatt.Esme tidak menjawab. Ia bahkan tidak menaruh perhatian kepada Dominic yang ada di sampingnya. Ia masih marah untuk beberapa komentar yang menyalahkan dari calon suaminya itu. Padahal pria itu sudah berjanji untuk membiarkan Esme memilih apapun yang diinginkan.“Gaun itu sangat cantik Pak. Kalau lebih ramai dari itu, mereka tidak akan melihat pengantin Anda, tetapi perhiasan yang dipasang di sana!” Dari depan Wyatt dengan berani memberi komentar.Esme menahan senyumnya karena bangga ada seseorang yang membelanya. Posisi yang biasanya diisi oleh Azzar kini terasa sangat cocok digantikan pria itu. Terlebih Wyatt tidak berbicara dengan hati-hati. Mereka layaknya tiga sahabat yang bertengkar.“Kamu punya maksud lain, kan!” Dominic menuduh Wyatt lekas.Pria yang tengah memegang kemudi itu tertawa keras sekali mendengarnya. “Anda itu punya kebiasaan aneh, diban
Karena saya sangat membenci Anda, Dominic. Wyatt benar-benar tidak bisa mengatakan hal yang seperti itu dengan lantang pada Dominic saat di dalam mobil. Ia juga tidak bisa mengatakannya bahkan saat mereka sampai ke kantor. Sebab jika Dominic tahu bagaimana Wyatt memandangnya, pasti akan terjadi kegemparan.“Tuan!”Wyatt kaget karena tiba-tiba saja pembantu rumah tangga muncul saat membuka pintu. Ada bekas air mata di wajah wanita itu. Ia kemudian mundur selangkah, membiarkan pintu terbuka dan memandang keheranan.“Ada apa? Kamu membuatku kaget, Bibi!” katanya. Itu seperti ia mengatakan dengan jelas kalau wanita itu itu tidak boleh melakukan hal seperti ini lagi.“Tuan Besar--!”Kening Wyatt berkerut. Karena pembantu rumah tangganya itu menyebut nama kakeknya, ia jadi sadar kalau suara Albert memang tidak terdengar di dalam rumah. Jam seperti ini pria tua itu pasti sedang mengobrol dengan Yu
“Apa yang sedang Kakek lakukan di sini. Mana ada orang yang merajuk berada di rumah sakit dalam keadaan telanjang! Ayo bangun dan kembali ke rumah! Aku akan melakukan semua perkataan kakek, sungguh!” Wyatt menyentuh ujung ibu jari kaki kakeknya.Di telapak tangannya bahkan seluruh tubuh sang kakek terasa dingin. Mereka saat ini berada di kamar mayat. Yulia berkali-kali mengusap air matanya dengan sapu tangan dan sesekali terisak karena tidak tahan dengan semua kesedihan yang menerpa.“Wyatt, tolong berhentilah!” Suara Yulia parau saat ia meminta pada Wyatt. Wyatt berhenti, tetapi ia mengelayuti bahu Yulia dengan tiba-tiba. “Kamu--Kakek sangat sayang padamu, katakan padanya untuk berhenti bercanda. Ini sama sekali tidak lucu. Kumohon! Katakan kalau ia harus berhenti bercanda!” seru Wyatt.Tubuh Yulia digunang-guncangnya. Air matanya turun setiap kali bicara. Konsidinya tidak lagi tampak dan ia sama sekali tidak peduli. Ia hanya ingin kakeknya bangun, memarahinya berkata kalau akan men
“Kamu bisa pergi dengan Wyatt dulu, kan?” Dominic berkata di telepon.Sekali lagi pria itu melakukan sesuatu yang tidak disukai Esme. Yaitu mengingkari janji yang sudah dibuat sendiri. Ingin sekali ia membanting telepon hingga tertutup, mencabut kabel telepon supaya Dominic tidak bisa menghubunginya kembali.“Sudahlah! Percuma aku bicara sama kamu. Selalu saja begini, janji kemudian diingkari. Astaga, nanti kalau aku akan melahirkan mungkin kamu bakal menyuruh Dominic atau pegawaimu yang lain untuk menemaniku di rumah sakit, kan?” Esme mendadak menjadi cerewet tiba-tiba.Kedua orang tuanya yang ada di ruangan yang sama dengannya menjadi tertarik. Mereka menoleh serempak, menyipitkan mata, memberikan peringatan supaya Esme tidak meninggikan nada bicaranya lagi.“Dia sudah mengingkari janjinya tiga kali. Bagaimana bisa aku percaya padanya bakal jadi suami yang baik saat ini!” seru Esme tidak terima.Papanya mengeleng pelan. Demikian juga dengan mamanya yang tampak membuang napas pelan.