“Jadi, tujuan kamu bicara sama saya intinya apa?” tanya Rahman mengakhiri pembicaraan yangmembuat kepalanya pusing.
“Kan sudah saya sampaikan tadi.” Giliran Yuda yang bingung.
“Oh, iya, tapi intinya kamu melamar atau apa?”
“Saya titip Fani pada Bapak. Tolong, jangan sampai dia dibawa pergi ataupun ada pemuda yang datang untuk mengambil dia,”
Rahman masih menatap pemuda tampan di hadapannya.
‘Untung kamu tampan dan terlihat kaya. Kalau tidak, aku sudah meninggalkan kamu di sini,” batin Rahman berujar.
“Baiklah, kalau kalian saling cocok, datanglah lain waktu dengan orang tua kamu.” Jawaban yang disampaikan Rahman membuat Yuda tersenyum lebar.
Tak lama kemudian, pembicaraan mengalir pada tema lain. Di sanalah, Rahman mulai menemukan kenyamanan berbincang dengan teman de
Tak lama kemudian, Rahman datang.“Uangnya sudah saya kasih ke bapaknya Mas Umar,” ujar Rahman sopan.“Iya, Pak. Alhamdulillah, berkat doa saya, Dek Fani lulus dengan mudah. Saya selalu menyebut namanya saat acara pengajian dengan Kyai saya. Saya juga minta air keberkahan untuk Dek Fani. Dan Alhamdulillah, Dek Fani lulus tepat waktu,” ucap Umar bangga.“Oh ya? Terus airnya dikasih Fani berarti?” Rahman bertanya kaget.“Enggak, Pak. Airnya saya minum sendiri.” Rahman memijit pelipisnya mendengar jawaban unik dari calon mantu gagalnya.“Oh iya, terima kasih. Maaf, Mas Umar, saya mau ada acara,” ujar Rahman berbohong dengan niat mengusir tamunya.“Oh, iya, silakan, Pak, hati-hati di jalan,” jawab Umar ramah. Rahman kebingungan. Niat hati ingin mengusir, yang diusir tidak tahu diri.&n
Tamu kehormatan Fani akhirnya pamit. Termasuk juga Yuda. Mereka berdua sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk melepas rindu berdua. Namun, sesekali ada kesempatan berdekatan, Yuda selalu mencubit pinggang Fani tanpa sepengetahuan orang yang ada di sana.Hari pernikahan telah ditetapkan. Pada saat itu juga, Bambang Atmaja, ayah Yuda memberikan sejumlah uang untuk mengurus pesta pernikahan anaknya."Jangan lupa, Fani, kamu nanti bilang sama Yuda y, mau mahar mobil merk apa," ujar calon mertua Fani sebelum pergi."Boleh milih sendiri, Pak?" tanya Fani senang."O iya, dong. Kan kamu yang mau pakai. Harus kamu yang pilih.""Boleh yang mahal berarti ya, Pak?" tanya Fani kehilangan kendali. Sejenak jiwa mata uangnya meronta-ronta. Lupa kalau saat itu, ia sedang berbicara dengan calon mertua. Sosok y
Hari bahagia yang ditunggu Fani telah tiba. Sejak pagi, gadis yang sebentar lagi melepas masa lajangnya itu telah dirias oleh perias paling ternama di kotanya. Dinda yang mendampingi sejak dua hari yang lalu, tetap menjadi asisten seperti sebelum-sebelumnya. "Kamu nanti malam masih nginap di sini 'kan, Din?" tanya Fani setelah selesai dirias. Kepalanya ia tolehkan ke kanan dan ke kiri di depan cermin. "Kamu gak salah, Fan?" tanya Dinda bingung. "Eh, iya, aku lupa. Nanti malam aku tidur sama Yuda, ya?" jawab Fani enteng. "Hah, aku tidur sama dia, Din nanti malam?" Sadar bahwa statusnya sebentar lagi berubah, Fani histeris. "Tante cantik sekali," puji Cinta yang tiba-tiba datang. "Oh iya dong," jawab Fani dengan bangganya.
Sejak kejadian memalukan yang menimpa dirinya, Ilma memutuskan untuk berhenti kuliah. Bagi gadis yang selalu menjaga image dan harga diri di hadapan semua orang, hal itu tentu saja menjadi sebuah aib yang sangat memalukan. Apalagi, perihal skripsi yang ia buat untuk mahasiswa yang malas, menjadi tambahan catatan buruk perilaku Ilma.Juan menyuruh seseorang untuk menemui Ilma dan menyampaikan sebuah surat yang berisi permintaan maaf serta janji akan bertanggung jawab bila tumbuh benih atas perbuatannya. Namun, oleh Ilma ditolak mentah-mentah."Pak Juan memohon agar diberi kesempatan untuk berbicara dengan Mbak Ilma sekali saja. Beliau meminta Mbak Ilma datang membesuk ke sel tahanan," ujar seorang pemuda yang usianya kira-kira di atas Ilma."Jangan harap! Aku hanya akan datang bila polisi memanggilku ataupun saat sidang," tegas Ilma.Akhirnya, pe
Pada kesempatan itu, apa yang Doni takutkan terjadi. Kakak Ilma meminta padanya untuk menutupi aib sang adik dengan cara Doni menikahi Ilma."Hanya untuk menutupi aib keluarga kami, bisakah, Don? Kami mohon," ujar kakak Ilma memelas.Sementara abahnya terlihat terkejut, tapi pada akhirnya ikut memohon."Bolehkah Abah meminta padamu juga, Don? Bolehkah Abah bersimpuh di kaki kamu?" ucap pria tua dengan berlinang air mata.Sejenak Doni terdiam. Berpikir apa yang akan ia ucapkan agar keluarga dari seseorang yang pernah membantunya dulu tidak merasa sakit hati."Mohon maaf, Pak Haji, Mas, dan Ibu. Saya baru saja bekerja di sebuah yayasan. Dan aturannya tidak boleh menikah selama satu tahun. Saya juga belum berpikir ke sana, karena menikah itu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Sementara Bapak sekeluarga tahu, kea
Ekstra part 2POV ARYAFani, sebuah nama yang akan selalu teringat dalam memori ini. Aku sangat mengaguminya. Selama ini berhubungan dengan banyak sekali wanita yang bakal artis dan sosialita, membuatku jenuh.Sempat ada sebuah keinginan untuk lebih dekat dengannya. Namun, keadaan dia sangat berbahaya apabila aku nekat terus mendekatinya. Oleh karena itu, aku memilih menjauh.Seringkali mata ini harus merasakan candu saat melihat gerak-geriknya dari jauh. Akan tetapi, setelahnya hati merasa sakit."Aku bisa membuat dia sengsara, kalau kamu masih nekat dekat dengannya." Ancaman Sheren selalu membuat bibir yang tertarik sempurna kala melihat Fani tertawa--terpaksa menarik kembali senyum.Saat wisuda menjadi situasi yang sangat menyedihkan karena aku harus benar-benar berpisah dengan dia. Aku hadir dalam acara wisuda itu. Namun, banya
Persiapan pernikahan telah dimulai. Sheren tentu lebih banyak mendominasi semua pendapat. Apapun yang ia inginkan, harus diiyakan semua orang. Keluarganya ikut mendominasi segala aturan juga. Sementara keluargaku seakan tidak pernah ada artinya di hadapan mereka. "Kita ini orang Jawa, alangkah baiknya, acara resepsi juga harus ada unsur adat jawanya,” ucap Ibu kala Sheren datang ke rumah untuk mengantarkan seragam keluarga. “Aduh, Bu, aku ini ‘kan teman-temannya anak-anak sosialita. Aku gak bisa lah, Bu, kalau ikut-ikutan cara-cara orang dulu. Aku nanti mau bikin party ala-ala pernikahan modern,” tolak Seheren dengan seolah apa yang Ibu pikirkan salah besar buatnya. Pun dengan oran tuanya, apabila Bapak menyumbangkan sebuah ide, akan ditolak secara mentah-mentah. “Mereka tidak mengjormati kita kesannya ya, Pak,” ucap Ibu saat kami sedang berkumpul bersama di ruang keluarga.
Arya terbangun dalam keadaan masih pusing. Meskipun sedikit sadar dan banyak tidaknya, ia paham, bila saat ini berada di sebuah ruangan dalam keadaan berbaring. Mencoba bangun meski tertatih, sembari memegang bagian paling atas dari tubuhnya. Dan, betapa kaget saat melihat bagian dada terlihat tanpa sehelai benang. "Hah?" teriak Arya kaget, saat membuka selimut yang ternyata langsung menunjukkan bagian tubuh yang bawah dalam keadaan sama. "Kenapa kaget?" tanya seorang perempuan yang memakai sebuah handuk dililitkan sampai dada. Sontak Arya menarik kembali selimut yang turun dari badan agar menutupi dada. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan suara tinggi. "Kenapa aku yang ditanya seperti itu?" ujar wanita berwajah putih enteng sembari mengibaskan rambutnya yang basah. "Pergi kamu dari sini!" teriak Arya lantang. "Ini kamar hotel yang aku pesan. Kenapa harus pergi dari sini?" sahut wanita yang terlihat santai meski hanya memakai handuk—dengan enteng. "Lalu, kenapa ak
Sampai pembicaraan itu, Arya paham mengapa Mahira sering berada di bar. Rasa bersalahnya kian besar pada gadis itu. Dan bertekad akan menikahi Mahira setelah urusan perceraian dengan Sheren selesai. “Papanya sudah menikah, Bik?” “Belum. Entahlah, bapak memilih sering di Malaysia untuk urusan bisnisnya sejak cerai dengan ibu. Kasihan Mbak Mahira hidup hanya dengan saya. Itu sebabnya, dia memilih keluar kuliah.” Arya sangat paham, luka hati apa seperti apa yang dirasakan gadis itu. Pantas saja, mencoba mencari pelarian. Beruntung, Mahira bertemu dengan wanita baik yang selalu mencegahnya melakukan semua itu. Pikir Arya. ‘Ah, lagi-lagi, aku harus belajar banyak hal dari orang-orang yang aku anggap buruk.’ Batin Arya bergumam. Sebuah mobil berwarna putih memasuki halam rumah. Sorot lampunya mengenai wajah Arya. Mahira tertegun melihat seseorang yang sangat ia kenal berada di rumahnya. “Pasti Tante Lisa yang kasih tahu,” dengkusnya kesal. Dengan cepat ia turun. Arya pun tidak kalah k
Wanita itu belum mau menjawab. Terkadang, sorot mata bimbang diberikan saat menatap Arya.“Tolong katakan! Dimana Mahira saat ini,” desak Arya.“Kamu orang yang terhormat! Tapi, jangan selalu memandang kaum sepertiku dengan sebelah mata dan berpandangan buruk atas kami semua. Tidak semua yang berada di sini itu bahagia melakukan pekerjaan ataupun kebiasaan mereka. Bahkan, banyak diantaranya yang harus menyembunyikan tangisan setelah tertawa. Mahira sudah lama ingin menjadi anak yang rusak. Sepertinya, ia pada akhirnya memilihmu untuk hal ini. Karena merasa memberikan sesuatu yang paling berharga dari seorang wanita, kepada orang yang terhormat seperti kamu. Jika kamu memang se-terhormat itu maka, tanggung jawablah pada apa yang sudah kamu perbuat.” Selesai berkata demikian, wanita yang tidak Arya ketahui namanya itu mengambil secarik kertas dan menuliskan sesuatu. “Datanglah ke rumah ini. Semoga kamu tidak terlambat sampai sana,” ucapnya lagi seraya mengulurkan sebuah kertas.“Terima
“Sheren, hari ini aku ingin menjatuhkan talak pada kamu. Dan mulai hari ini, aku tidak akan menganggapmu sebagai istriku lagi,” ucap Arya lantang dan asal. Ia sudah lelah dengan semua yang terjadi.Setelahnya, pria itu berbalik pergi dan enggan untuk tahu tentang yang terjadi di rumah itu lagi.Di perjalanan pulang, emosinya masih meledak-ledak. Namun, satu hal yang ia syukuri, karena kini, dirinya bebas untuk meninggalkan Sheren. Perasaan lega sedikit terbit di hatinya.***“Jadi yang terjadi seperti itu?” tanya Hamdan ketika Arya telah selesai menceritakan apa yang baru saja diketahuinya. Ia langsung pulang dan urung mencari Mahira.“Iya, Pak. Makanya, kita sekarang tidak usah lagi berhubungan dengan Pak Sandi. Bapak keluar saja dari kantornya. Nanti, aku bantu buat CV kecil-kecilan bila Bapak masih ingin tetap menggeluti dunia itu.”“Tidak, Ya. Bapak ingin buat toko bangunan saja. Sudah pusing dengan rebutan tender. Bapak kenal banyak mandor. Dan juga relasi yang bisa ditawari untu
“Seharusnya, sebuah pernikahan itu terjadi karena sepasang lelaki dan wanita saling mencintai. Karena menjalin rumah tangga harus didasari oleh rasa cinta. Jika salah satu pihak terpaksa dengan itu, maka yang akan terjadi adalah keduanya saling tersakiti. Seperti saat ini. Pernikahan itu selamanya akan kita jalani, menikahlah dengan orang yang mencintaimu, Sheren. Itu yang selalu aku ucapkan sejak dulu. Aku mencoba menuruti apa yang kamu paksakan. Dan nyatanya, inilah hasilnya. Kami saling tersakiti,” jawab Arya tanpa rasa takut dan ragu. Ia lalu mengeluarkan sebuah buku tabungan beserta ATM. “Ambillah, pak Sandi. Titip buat Ibu. Sebagai balas jasa atas semuanya. Ini kunci mobil saya. Jika saya hitung, jumlahnya lebih dari apa yang Bapak berikan untuk kakak saya saat itu. Itu sudah saya hitung dengan nilai uang sekarang. Mengenai biaya kuliah saya, bapak saya bekerja pada Anda. Bukan meminta secara Cuma-Cuma. Jadi, tidak etis rasanya bila hal tersebut ikut diungkit. Namun, apabila Ibu
Arya lalu meninggalkan beberapa lembar uang di mejanya. Ia masih memiliki nomor Mahira. Mudah untuknya menemukan gadis itu lain waktu.Aku akan bertanggung jawab.Bunyi pesan yang dikirimkan Arya untuk Mahira.Sampai di rumahnya, ternyata Sandi sudah berada di sana dan terlihat habis membahas sesuatu penting dengan Hamdan. Tidak ketinggalan, Sasmita juga duduk di samping sang suami dengan raut wajah marah.Arya duduk dan langsung berbicara sebagai seorang yang ksatria. “Saya tahu, apa yang Pak Sandi bahas dengan bapak saya. Sejak awal semua keluarga inti kita sudah tahu, jika saya tidak menghendaki pernikahan ini. Maaf, Pak Sandi, dengan semua hal yang terjadi, termasuk kemewahan di pesta pernikahan kami, saya merasa sangat tersiksa. Tidak ada bahagia sama sekali. Jika saat ini saya harus memilih, silakan ambil yang ingin Bapak ambil dari keluarga saya. Asalkan saya bisa bebas dengan semua ini. Kami memang tidak sepadan dengan keluarga Anda. Seharusnya, pernikahan ini tidak akan perna
Mahira mengekor saja. Ia menjaga jarak dari Arya setelah sebelumnya bertukar nomor ponsel. Saat Arya menyalakan benda pipihnya, puluhan pesan dikirimkan Sheren. Namun, tidak dibaca sama sekali. Dirinya hanya menghidupkan ponsel untuk menyimpan nomor Mahira.“Kamu cari tempat lain dulu. Nanti, aku akan mengirimkan nomer kamar,” ujar ARya.‘Masalah CCTV, aku bisa menyelesaikan setelah ini jika itu berbahaya,’ gumam Arya dalam hati.“Kenapa mengajak aku? Bukankah Anda baru saja menikah, Pak Dosen?” tanya Mahira sopan.Dalam hati Arya bingung, mengapa perempuan itu bisa bersikap demikian, padahal Mahira seorang wanita nakal.“Aku tidak mencintai wanita yang kunikahi. Ia memaksa dan mengancam banyak hal, sehingga aku lelah membantah. Malam itu, malam dimana aku bersamamu, aku sedang frustasi. Karena dia benar-benar tidak mau menerima keputusanku untuk membatalkan rencana pernikahan. Dan kini, aku benar-benar merasa sudah tahan ….” Arya mulai bercerita.“Kalian pasangan yang serasi. Istri A
Dengan canggung, Arya menghadapi tamunya. Basa-basi menawarkan minum yang ia lakukan, hanya diabaikan saja oleh Sasmita.“Arya, kami mengikuti keinginan Sheren menikah dengan kamu, menghabiskan banyak uang. Dan kamu hanya menjadikan pernikahan ini sebagai lelucon, begitu?” tanya Sasmita gerap. Napasnya tersengal menahan emosi. “Andaikan kami membebankan semua biaya pesta pada kalian, sudah pasti kalian akan sangat keberatan,” sambungnya lagi.Arya tertunduk di hadapan Sasmita. Bibirnya tidak mampu mengucapkan sepatah katapun. Lebih tepatnya, ia memilih diam.Sasmita masih terus mengungkit banyak hal. Hingga sebuah kalimat menyakitkan yang diucapkannya, menjadi titik terakhir kesabaran Arya.“Jika bukan karena kami, kalian tidak akan menjadi orang terhormat. Ingat, ya, Arya! Bahkan, baju dalam yang kamu kenakan saat ini, itu semua berkat bantuan kami. Gaji enak dan posisi kamu menjadi dosen, itu tidak akan pernah kamu rasakan bila kami tidak mengulurkan bantuan pekerjaan pada bapakmu.
Sheren masih terbaring di atas kasur, saat Arya berpamitan pulang ke rumahnya. Ia membuka ponsel dan mengamati foto mereka berdua saat hari pertunangan. Di sana, Arya masih tersenyum pada kamera.“Semuanya gara-gara kamu, Fani. Jika Mas Arya tidak bertemu dengan kamu, maka dia tidak akan berpaling dari aku,” ujar Sheren geram. “Dan sekarang, kamu enak-enakan sudah hidup berbahagia dengan orang lain,” lanjutnya.Ia masih terngiang ucapan Arya tentang pilihan lebih baik dipenjara. Kini, Sheren seolah tidak memiliki senjata apapun untuk bisa membuat Arya membuka hatinya.“Sheren ….”Panggilan dari seseorang membuatnya bangun. “Mama …,” sapanya sambil cepat-cepat mengusap mata yang sembab.“Kamu menangis? Apa Arya melakukan sesuatu sama kamu?” tanya wanita bernama Sasmita khawatir.“Tidak, Mama ….” Sheren berusaha menutupi.“Lalu karena apa? Mama tidak pernah melihat kamu menangis seperti ini. Bahkan, setetes air mata tidak pernah jatuh di pipimu karena ulah mama dan papa. Mama yakin, ini
“Apa lagi? Mau yang kedua kalinya? Maaf, aku sudah berselera melakukan hal itu lagi,” jawab Mahira.“Sebenarnya kamu siapa?” tanya Arya penuh kebodohan.“Aku Mahira. Aku penunggu bar. Anggap saja seperti itu,” jawab Mahira lalu melangkah cepat pergi.Arya menghabiskan waktu dengan tidur di kamar hotel hingga malam tiba. Panggilan telepon berkali-kali dari Sheren tak membuatnya bangun dari lelapnya.Dan saat ia terjaga, Arya berada dalam kebimbangan hati. Satu sisi ia sadar telah menjadi suami Sheren dan harus melakukan kewajiban sebagaimana mestinya. Sisi lain , tak ada hasrat untuk hanya sekadar mendekati wanita yang memiliki paras hampir sempurna itu.Ketika sampai kediaman keluarga Sheren, semua orang telah terlelap. Hanya pembantu yang masih menunggunya pulang. “Mbak Sheren baru saja masuk kamar, Mas. Sebenarnya ingin menunggu Mas Arya lebih lama lagi. Tapi, ketiduran. Terus saya suruh beliau ke kamar saja, saya yang menunggu Mas Arya,” ucap wanita berumur tiga puluh lima tahun ya