Kejadian yang dialami Fadli dan Tazkia hari ini memang tak terduga.Ketakutan Tazkia akan keselamatan Fadli membuat wanita itu tak hentinya mengingatkan Fadli untuk berhati-hati terhadap Regi.Namun santainya Fadli, dia tetap saja tersenyum dan hanya mengatakan, "Hidup dan matiku sudah ada yang mengatur, Kia. Kenapa kamu kelihatan takut sekali?" Ucap Fadli saat lelaki itu baru saja selesai berpamitan pulang pada keluarga Tazkia.Kini, mereka berdua ada di depan teras kediaman orang tua Tazkia.Tazkia yang bermaksud mengantar kepulangan Fadli malam ini, setelah seharian tadi mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama, di rumah sakit."Aku ngomong begini karena aku tahu bagaimana perangai suamiku, Fad. Aku yakin, sekarang Regi pasti sudah bebas dari penjara dengan membayar uang jaminan. Nggak mustahil kalau dia bakal cari kamu setelah ini," ucap Tazkia dengan segala kekhawatirannya yang mendalam.Lagi-lagi, Fadli tersenyum. Tatapannya menelisik wajah Tazkia yang manis, meski sedikit
Brugh!Fadli tersadar dari pingsannya ketika merasakan tubuhnya baru saja dibanting cukup keras ke lantai hingga saat dia membuka mata, Fadli hanya bisa menangkap dan merasakan dinginnya lantai tersebut.Tubuh lelaki itu kini tergolek dalam posisi tertelungkup di lantai sebuah ruangan yang cukup besar. Di mana di dalam ruangan itu terdapat Regi dan beberapa anak buahnya yang sudah menunggu kedatangan Fadli sejak tadi.Sebuah sepatu hitam yang berada begitu dekat dengan wajahnya yang masih menempel di lantai, mengalihkan pandangan Fadli yang masih mengabur.Hembusan napas lelaki itu terhembus tak beraturan. Sedikit terputus-putus akibat nyeri yang dia rasakan pada kakinya yang semakin menjadi-jadi.Belum sempat Fadli bergerak, dia merasakan sebuah tangan kini menjambak rambutnya, membuat kepala sang dokter terdongak ke atas dan mendapati wajah seorang lelaki dalam penglihatannya yang masih samar."Selamat malam, Pak Dokter?" Sapa lelaki yang kini masih menjambak rambut Fadli. Suara lel
Tazkia turun dari ojek yang mengantarnya menuju kediaman Sandra. Menengok pintu gerbang yang terbuka, dengan dua orang satpam yang tertidur pulas di pos jaga, Tazkia pun langsung masuk ke dalam.Mengucapkan salam, memanggil nama Sandra, Tazkia tak mendapati suara apapun dari dalam sana.Melongokkan kepala ke dalam rumah dengan posisi pintunya yang sedikit terbuka, Tazkia tak melihat siapapun di dalam sana.Hening, seketika menyergap saat derap langkah Tazkia diam-diam memasuki rumah. Setelah maju beberapa langkah, sampai di ruang tengah, Tazkia justru dikejutkan dengan keberadaan sekelompok orang yang tertidur masal di sana. Bergelimpangan seperti mayat yang tak bernyawa.Astaghfirullah!Tazkia terpekik dalam hati, berpikir apa jangan-jangan semua manusia di hadapannya sekarang memang sudah mati?Napas Tazkia tercekat. Tungkai kakinya seketika lemas."Kia!"Tazkia terlonjak kaget saat seseorang menepuk bahunya dari belakang dan langsung mengajak Tazkia pergi dari ruangan itu."Sa-Sand
Seperti apa yang sudah diceritakan Sandra pada Tazkia saat mereka berada bersama di dalam paviliun, Tazkia dengan segenap keberaniannya kini tengah bersembunyi di lokasi yang juga sudah Sandra beritahukan.Sebuah obat bius tergenggam di tangan Tazkia yang terus saja gemetaran.Obat bius yang juga diberikan Sandra padanya sebagai bentuk pertahanan diri jika sesuatu hal buruk menimpanya malam ini di dalam paviliun itu.*"Tazkia, apa kamu mengenal Jhio?" Tanya Sandra saat kedua wanita itu sudah berada di dalam paviliun.Kening Tazkia berkerut, "kenapa kamu bertanya tentang Jhio? Di mana Fadli? Aku ingin bertemu dengan Fadli!" Ucap Tazkia yang terlihat semakin panik."Tenang, tenang, Kia. Fadli sudah aman. Dia sudah dibawa ke rumah sakit bersama Ilham. Kamu nggak perlu khawatir, oke?""Kalau begitu, aku mau ke rumah sakit sekarang,"Tazkia hendak pergi, namun kalimat yang diucapkan Sandra setelahnya membuat langkah Tazkia terhenti seketika."Jhio akan membunuh Regi malam ini!"Deg!Jantu
Regi akhirnya sampai di kediamannya setelah dia mengecek kebenaran mengenai gudang penyimpanan barang-barang berharganya yang terbakar.Dan sialnya, kabar itu memang benar.Gudang itu kini telah hangus. Habis dilalap si jago merah.Tak menyisakam sedikit pun untuk Regi.Dengan keadaan kalut dan amarah yang membendung di dada, Regi ingin menuntaskan pekerjaannya untuk membunuh Fadli, hanya saja, apa yang dia saksikan setelahnya di dalam rumah baru yang dia tempati bersama Sandra, Regi benar-benar terkejut.Mayat-mayat bergelimpangan di ruang tamu dan ruang tengah.Keadaan rumahnya yang sudah kacau balau.Itulah sebabnya, dia tak menemukan dua orang satpam penjaga di pos jaga rumahnya tadi.Karena mayat kedua satpamnya itu pun kini ikut tergeletak di lantai di ruang tamu."Sandra? Sandra?" Regi berteriak. Ada sejumput rasa khawatir dalam benak Regi saat dia mengingat akan keberadaan Sandra di rumah ini. Berharap dalam hati, Sandra baik-baik saja.Lelaki itu berlari tergesa menaiki tangg
Begitu pintu paviliun itu ditutup oleh Jhio, sebenarnya, Jhio tau apa yang terjadi di luar sana.Edhie dan komplotannya sudah berhasil Jhio amankan dan mereka tak akan bisa mengganggu rencananya kali ini.Sementara itu, anak buah Jhio yang lain pasti langsung bertindak melancarkan aksi mereka untuk membekuk Sandra, Milly dan Aster.Tiga wanita itu memang tangguh, tapi tanpa bantuan Edhie dan rekan laki-laki mereka, mereka tetaplah wanita lemah yang pada akhirnya akan kalah.Itulah sebabnya, kini Jhio bisa mengumpulkan semua orang itu di dalam paviliun ini dan memberikan penghormatan terakhir pada Regi sebelum lelaki itu benar-benar dinyatakan meninggal.Begitu suara letusan senjata itu terdengar dan timah panas itu benar-benar mengena tepat sasaran di dada Regi, tubuh lelaki itu pun langsung rubuh dengan bersimbah darah.Jhio pun menginstruksikan beberapa anak buahnya untuk lekas membawa tubuh Regi yang sudah tak bernyawa itu bersama mereka.Menepuk bahu Tazkia yang terduduk lemas di l
Hari yang cerah di senja yang indah.Fadli mengajak Tazkia keluar untuk berjalan-jalan.Dengan keadaan Tazkia yang sedang mengandung, berjalan berdua di sebuah taman kota yang dipenuhi bunga berwarna-warni, mereka terlihat seperti sepasang suami istri yang sedang menantikan detik-detik kelahiran anak pertama mereka."Gimana hasil check up kandungan kamu kemarin? Jadi USG?" Tanya Fadli memulai percakapan."Jadi Fad. Jenis kelaminnya, laki-laki," jawab Tazkia sumringah. "Dan Alhamdulillah, sehat,"Fadli menganggukkan kepala, "bagus deh kalau begitu, aku ikut senang,"Keduanya saling lirik dan melempar senyum.Selama enam bulan belakangan, hubungan yang terjalin di antara Fadli dan Tazkia memang semakin dekat.Bahkan tak jarang, Fadli kerap mengantar Tazkia untuk check up kandungan ke klinik.Hubungan mereka jelas disambut baik oleh keluarga Tazkia yang memang sangat menyukai Fadli. Tak hanya baik pada Tazkia, Fadli pun sangat perhatian pada kondisi kesehatan Ayah Tazkia.Dan hal itu mem
Flash Back..."Apa sebelumnya, Regi sudah pernah bercerita tentang siapa aku?" Tanya Jhio kemudian. Tatapannya lurus meneliti wajah wanita berhijab di hadapannya.Tazkia mengangguk, tanpa berkata apapun.Jhio mengulum bibir, memperlihatkan sesuatu pada Tazkia.Selembar foto hitam putih yang sudah usang.Tazkia menatap gambar itu dengan ekspresinya yang masih terlihat bingung."Aku datang ke sini memang untuk membunuh Regi karena aku sangat membenci dia setelah apa yang Ayahnya lakukan terhadap Ibuku... Tapi..." Jhio menggantung kalimatnya. Menatap lembaran foto di atas meja.Lalu berucap lirih..."Setelah aku tahu siapa dia sebenarnya, aku tidak bisa melakukan itu, karena janjiku pada ibuku sebelum beliau wafat..."Tatapan Jhio beralih pada selembar foto yang dia perlihatkan pada Tazkia tadi.Di mana di dalam foto tersebut tampak foto seorang bayi laki-laki mungil yang sangat menggemaskan."Ini adalah foto adikku," ucap Jhio kemudian."Adik? Maksudmu, Regi?" Terka Tazkia takut-takut.