Chapter 30Ketika Vanya membuka mata, gadis itu mendapati dirinya berada di kamar rumah sakit dengan tipe royal suite yang setara dengan hotel bintang lima. Kemarin sore ketika dokter memeriksanya, Dokter mengatakan dirinya kelelahan, hampir dehidrasi, dan yang paling fatal adalah lambungnya kosong, tetapi malah mengonsumsi kafein sehingga mengakibatkan kesehatannya bermasalah. Kemudian setelah tangannya dipasang jarum infus dan dokter memberikan beberapa suntikan yang dimasukkan melalui selang infus, dirinya tertidur."Ma," panggil Vanya pada ibunya yang sedang duduk di sofa seraya duduk. Penampilannya sangat anggun dan rapi, juga elegan. "Akhirnya kau bangun, Sayang," ucap Tania seraya bangkit dan mendekati ranjang pasien. "Apa kau merasa lebih baik?" Vanya mengangguk. "Ma, aku lapar." Tania tersenyum dengan lembut. "Tentu saja kau lapar, kau sudah tidur dari kemarin. Tunggu sebentar, Mama akan mengambil sarapan dan obatmu." Kemudian Tania kembali dengan nampan berisi makanan be
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 31"Keluar," ucap Ares. Tatapannya sedingin bongkahan es di Antartika tertuju pada Vanya. "Wilson, sampai jumpa besok," kata Vanya kepada Wilson dengan nada manja diiringi senyum manis. Pandangan Ares mengikuti gerakan Vanya yang membuka pintu mobil kemudian masuk ke dalam rumah lalu pria itu mengalihkan pandangannya kepada Wilson. "Aku tidak melarang kalian berpacaran, tetapi kau juga harus tahu batasan," ucap Ares dengan sikap sama sekali tidak dikatakan ramah.Bibir Wilson mengulas senyum tipis yang sinis. "Batasan mana yang kulanggar?" "Seharusnya kau tidak perlu menjemputnya di rumah sakit." "Kurasa itu tidak melanggar batasan apa pun, Vanya memintaku untuk menjemputnya dan sebagai kekasihnya tentu saja aku tidak akan menolak." Ares tersenyum miring. "Lain kali kau tidak perlu mendengarkan dan memanjakannya." Kemudian Ares berbalik tanpa memberikan kesempatan kepada Wilson untuk membalas ucapannya lalu menyusul Vanya ke dalam rumah da
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 32Vanya menghempaskan bokongnya di sofa, bibirnya terkatup rapat dan ekspresi cemberutnya semakin bertambah karena Ares membawanya ke kantor. Ada banyak kekhawatiran yang menggelayuti pikirannya karena di ruangan itu menurutnya bukan tempat yang aman baginya, bisa saja Ares akan melakukan hal tidak senonoh lagi padanya dan jika ketakutannya terjadi dirinya tidak memiliki kesempatan untuk meminta bantuan kepada siapa pun. Bahkan jika berteriak hingga pita suaranya terputus sekali pun, sepertinya tidak akaan ada yang menolongnya.Sementara Ares dengan sikap tenang duduk di kursi kerjanya, bekerja seperti biasa seolah-olah di ruangan itu hanya ada dirinya. Tetapi, beberapa kali ia melirik Vanya yang terlihat menampakkan ekspresi tidak senangnya. Ares menyadari kewaspadaan Vanya padanya semenjak kecerobohannya lebih dari sepekan yang lalu, gadis itu memang tidak menampakkan kemarahan, juga ketakutan. Vanya bersikap biasa saja padanya seolah-olah m
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 33Vanya memasuki ruang kelasnya dan tidak diduga, hanya ada Wilson di sana. "Akhirnya aku bertemu denganmu lagi," ucap Wilson seraya berjalan menyongsong kedatangan Vanya kemudian melingkarkan lengannya di pinggang Vanya. "Aku merindukanmu." Vanya tersenyum malu-malu. "Aku sangat merindukan sekolah." "Jadi, tidak merindukanku?" Wilson menaikkan kedua alisnya. "Juga merindukanmu," kata Vanya seraya menyeringai senang. Kemudian Wilson mengecup bibir Vanya dengan lembut. "Kau harus tahu betapa membosankannya berhari-hari tidak melihatmu." "Kenapa kau tidak datang saja ke rumahku untuk bertemu denganku?" tanya Vanya. "Kau tidak memintaku datang, jika aku datang tanpa kau minta... aku khawatir akan mengganggu waktu istirahatmu." Namun, itu hanya alasan Wilson karena bagaimanapun kelak Ares akan menjadi bosnya dan dia tidak ingin membuat masalah dengan calon bosnya itu dan terakhir bertemu dengan Ares, pria itu menampakkan sikap dingin. Jika
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 34Ares bersedekap di depan Vanya yang duduk di sofa ruang kerjanya, beberapa kali pria itu mondar-mandir di depan Vanya tanpa berbicara apa pun. "Ares, aku tahu kalau aku salah... aku minta maaf," desah Vanya. "Tiga hari kau dianjurkan oleh dokter untuk istirahat, kau membangkang dan selalu ingin pergi ke sekolah," ucap Ares seraya memegangi dagunya dan menatap Vanya. "Aku benar-benar bingung, sebenarnya kau masih ingin melanjutkan pendidikanmu atau kau bersemangat pergi ke sekolah hanya untuk bertemu Wilson?" Vanya memutar otaknya, tetapi apa pun alasan yang ingin dikemukakan tetaplah salah akan salah di mata Ares. Vanya ingin sekali memukuli kepalanya karena terlalu bodoh hingga begitu saja menyetujui usulan Wilson untuk membolos sekolah. "Tadi, aku...." "Tania menyerahkanmu padaku, jika kau tidak menunjukkan kemajuan dalam hal positif, aku merasa tidak lagi memiliki wajah untuk kutunjukkan pada Tania dan papaku." Ares berhenti sejenak da
Hola, enjoy this chapter!Chapter 35Ciuman Ares berubah menjadi kecupan-kecupan lembut. Seperti bujukan rayu yang menghanyutkan sehingga secuil pun Vanya tidak memiliki niat untuk menolak bujukan yang memabukkan itu. Gadis itu membuka bibirnya, membiarkan lidah Ares menyeruak masuk ke dalam mulutnya dan membelai lidahnya. Erangan halus terlepas dari tenggorokannya, tidak ada keraguan pada diri Vanya. Dibalasnya ciuman Ares dan telapak tangannya mencengkeram pakaian pria itu.Sesuatu yang asing bergejolak di dadanya, perasaan aneh yang terasa menuntut menguasai pikirannya, sedangkan kewanitaannya berdenyut-denyut menyiksa menginginkan sesuatu yang tidak dimengerti olehnya hingga membuat jiwanya terasa gelisah dan sengsara."Vanya," bisik Ares dengan lembut ketika ciuman mereka sejenak terlepas. "Katakan padaku ini salah." Bibir Vanya bergetar dan perlahan matanya yang terpejam terbuka menatap mata Ares yang berjarak sangat dekat darinya. Ia merasakan suhu tubuhnya terasa panas, teta
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 36 Pesta pernikahan ayahnya dilakukan dengan konsep tradisional sehingga enam bangku di bagian depan dikhususkan untuk keluarga pengantin barulah tamu yang lain duduk sesuai urutannya. Pukul sepuluh malam, satu persatu tamu undangan mulai meninggalkan pesta dan hanya tersisa muda-mudi yang akan menghabiskan malam dengan alkohol dan pesta dansa. Vanya segera berdiri dari kursinya yang berada di bagian depan dan menyerahkan ponselnya kepada Julio."Aku akan mencari Wilson," ucapnya. Julio menarik pergelangan tangan Vanya. "Kau serius?" "Aku sudah memikirkannya, Julio. Aku ingin konsentrasi belajar untuk menghadapi ujian akhir nanti," ucap Vanya yang tentunya berbohong. "Lalu bagaimana dengan Wilson?" tanya Julio. Vanya menelan ludah, mengakhiri hubungan dengan Wilson begitu mendadak dengan alasan dia ingin serius belajar memang sedikit tidak masuk akal karena selama ini dirinya di mata semua orang adalah seorang siswi nakal yang tidak peduli d
Hola, enjoy this chapter!Chapter 37Vanya merengut karena Ares menggagalkan rencananya untuk mengakhiri hubungannya dengan Wilson. Kakak tirinya itu malah membawa Vanya ke apartemennya, bukan mengantarkannya ke rumah Julio. "Kenapa kau membawaku ke sini? Bukannya seharusnya kau antar aku ke rumah Julio?" "Di sana kau akan sendirian," kata Vanya."Maka seharusnya kau tidak membawaku ke sini.""Tetap masih mau mabuk-mabukan dengan Wilson?" tanya Ares dengan nada sangat dingin di ruang tamunya.Vanya buru-buru menggelengkan kepalanya, tetapi tidak berniat memberi tahu Ares kalau sebenarnya dirinya berencana akan mengakhiri hubungannya dengan Wilson. "Hanya ingin menari dan minum sedikit, untuk merayakan kebahagiaan papaku," gumam Vanya seraya mengikuti langkah Ares melewati ruang santai di tempat tinggal Ares yang desain interiornya telah berbeda dari sebelumnya.Pertama kali Vanya dibawa Ares ke tempat itu, sepulangnya dari Valencia dinding ruangan di sana berwarna abu-abu cerah, te
Chapter 90(end)Berita Julio melamar Alana yang selama dua Minggu menghiasi berbagai halaman media sosial dan pencarian internet seketika tenggelam ketika foto cincin di jemari Vanya dan Ares yang diunggah oleh Vanya di media sosialnya satu hari sebelum pernikahan mereka digelar.Berita itu benar-benar menjadi berita yang paling sensasional di tahun ini, bahkan Leandro pun merasa sangat terkejut karena selama ini ia hanya tahu jika Vanya dan Ares tinggal bersama karena Ares-lah yang mengurus karier Vanya di dunia entertainment.Apa lagi Vanya memberikan keterangan bahwa mereka telah saling jatuh cinta sejak Vanya masih duduk di bangku sekolah SMA, hal itu semakin membuat orang-orang membicarakan mereka dengan memberikan komentar miring di kolom komentar. Tetapi, Vanya tidak ingin menggubrisnya karena baginya siapa saja berhak memberikan komentar baik maupun buruk.Pesta pernikahan yang dipersiapkan hanya dalam waktu dua Minggu berjalan sesuai keinginan Vanya dan Ares. Awalnya mereka h
Chapter 89Empat tahun kemudian Vanya sedang menjalani syuting, pengambilan adegan kebanyakan diadakan di dalam ruangan yang telah dirancang khusus. Beberapa adegan yang Vanya mainkan adalah adegan perkelahian yang menggunakan senjata tajam dan juga gerakan-gerakan berbahaya yang melibatkan fisik karena ia membintangi film kolosal bergenre Fantasi. Hari itu Vanya telah selesai berdandan, tetapi ia masih mengenakan kemejanya. Belum mengenakan kostum yang akan digunakan dalam pengambilan adegan. Ia berdiri seraya memegangi buku naskah di tangan kirinya dan sebilah pedang palsu di tangan kanannya, di depannya seorang pria bernama Isac Jules juga memegangi buku naskah. Isac adalah pemeran pria utama dan dia merupakan aktor yang sudah cukup lama bergelut di dunia akting, Vanya merasa beruntung karena dapat beradu akting dengan Isac. Isac pria yang sopan dan tidak pernah membeda-bedakan siapa pun, meskipun pengalaman Vanya di dunia akting masih sangat sedikit, Isac tidak segan membantu Va
Chapter 88Vanya memasuki tempat tinggal Julio dan langsung menuju ruang di mana Julio biasanya berkutat dengan mainannya yang berupa mesin motor yang telah terpisah-pisah dari rangkanya dan mungkin hanya Julio yang memahaminya."Julio, kurasa kita perlu bicara," ucap Vanya tanpa berbasa-basi, ia sudah muak mencoba menghubungi Julio melalui telepon dan pesan teks tetapi pria itu sama sekali tidak menggubrisnya.Julio menatap Vanya beberapa saat. "Bagaimana keadaanmu?" "Sangat buruk," jawab Vanya dengan ketus. "Kenapa kau ke sini kalau belum sembuh?" tanya Julio dengan nada acuh lalu kembali menatap benda-benda yang mungkin di mata orang lain menyerupai rongsokan. Vanya mendekati Julio dan mengambil obeng di tangan pria itu. "Apa yang terjadi padamu? Kau mengabaikanku sepanjang waktu, kau bahkan tidak menjengukku di rumah sakit." "Aku sangat sibuk, Vanya. Aku harus mempersiapkan diri untuk menghadapi musim panas kali ini dan ini adalah pertandingan terakhirku di timku saat ini." V
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 87Paginya Vanya meminta Ares membawanya keluar dari kamar inapnya karena merasa bosan di dalam kamar meskipun baru satu malam, ia ingin menghirup udara segar pagi hari di taman rumah sakit. Tetapi, baru saja beberapa langkah berjalan meninggalkan kamar mereka bertemu Rico. Ares berhenti mendorong kursi roda yang diduduki Vanya dan segera menghampiri Rico. "Setelah apa yang kau lakukan, kau masih berani menunjukkan wajahmu di depan Vanya?" ucapnya dan tatapannya sangat mengerikan seolah hendak mematahkan leher Rico saat itu juga. Rico tersenyum. "Aku ingin bicara dengan putriku," sahutnya dengan nada sangat tenang. "Vanya tidak sudi bertemu denganmu." Rico menatap Ares dengan sinis. "Kau tidak berhak melarangku, kau bukan apa-apa baginya." Bukan apa-apa baginya? Jika Rico tahu siapa dirinya bagi Vanya, akankah Rico bisa mengucapkan kalimat sinis itu atau mungkin malah akan menjilat di depannya, pikir Ares.Ares tersenyum miring lalu berkata,
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 86Mobil Vanya mengalami kerusakan parah, sementara Vanya mengalami beberapa luka ringan dan beberapa jahit di bagian lengannya, beberapa memar di bahu dan jidatnya tidak terlalu serius begitu juga dengan luka akibat serpihan kaca di wajahnya juga tidak ada yang terlalu dalam. Tetapi, ia masih harus dirawat di rumah sakit untuk memastikan adanya luka di dalam tubuhnya yang diakibatkan oleh benturan yang keras. Vanya duduk bersandar di ranjang pasien dan menatap jendela rumah sakit, ia tidak memedulikan Ares yang berada di sana. Ia bahkan tidak menatap mata Ares sedikit pun sejak pria itu tiba di Instalasi Gawat Darurat dengan terburu-buru dan sangat mengkhawatirkan kondisinya saat dokter menjahit luka di lengan Vanya. Ares duduk di sofa yang ia seret mendekat ranjang pasien seraya terus menggenggam telapak tangan Vanya. "Apa ada yang terasa sakit?" Pertanyaan itu sudah Ares lontarkan untuk ke sekian kalinya. Namun, Vanya masih saja tidak mengg
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 85"Pa, kau di sini?" seru Vanya dan Leandro perlahan bangkit dari kursinya. "Ya. Papa bertemu kenalan lama Papa di sini," ujar Leandro seraya tersenyum canggung. "Tidak menyangka bertemu kau di sini." "Pa, bagaimana kabarmu?" tanya Vanya lalu bergelayut dengan manja di pinggang Leandro."Papa sedikit sibuk dan sangat merindukanmu," ucap Leandro. "Aku juga merindukanmu," kata Vanya seraya menatap Leandro dan tersenyum manja. "Sudah lama kau tidak mengunjungi Papa," kata Leandro seraya membelai rambut di kepala Vanya."Jadwalku sedikit padat akhir-akhir ini. Bagaimana kabar Vanesa?" "Dia merindukanmu dan sering menanyakanmu." Vanya menyeringai. "Aku akan mengunjungi kalian nanti." "Dia pasti akan senang sekali kalau kau datang dan akan menyiapkan banyak makanan untukmu," kata Leandro. Vanya justru menatap Leandro dengan tatapan menggoda. "Kau atau Vanesa? Seingatku, kau yang selalu heboh berbelanja setiap aku mau datang ke rumah kalian."
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 84Mata kuliah pertama Vanya berakhir pukul dua belas siang dan ia masih memiliki jadwal mata kuliah ke dua jam tiga siang. Jadi, untuk mengisi waktu istirahatnya yang lumayan lama Vanya memutuskan untuk menghubungi Evan, Ares sedang pergi ke Malaysia untuk urusan MotoGP kemudian Vanya mengemudikan mobilnya ke kantor Evan. "Andai Ares sedang tidak pergi ke luar negeri, aku yakin kau tidak akan pernah menginjakkan kakimu ke sini," goda Evan yang menyambut Vanya di lobi kantornya."Jangan coba-coba membalikkan fakta, kaulah yang selalu sok sibuk sampai-sampai hampir tidak memiliki waktu untuk berkumpul bersama keluarga," balas Vanya. Evan terkekeh dan merangkul pundak Vanya dengan sangat lembut. "Aku benar-benar sibuk, adikku." Vanya mencebik. "Kalau sangat sibuk, kenapa kau masih punya waktu untuk berkeliaran di lobi?" Evan memiringkan kepalanya menatap Vanya dan sebelah alisnya terangkat. "Ini pertama kalinya kau ke sini, tentunya aku harus m
Hola happy reading and enjoy!Chapter 83Barang-barang Vanya telah tersusun rapi pada tempatnya di kamar barunya. Jadi, ia membersihkan tubuhnya kemudian merobek kemasan masker wajah lalu mengenakan masker berbentuk topeng berwarna putih dan duduk berselonjor di atas tempat tidurnya seraya bersandar di kepala tempat tidur dengan menggunakan jubah mandinya yang berwarna ungu. Di kepalanya melilit handuk yang juga berwarna ungu untuk menutupi rambutnya yang masih basah, ia seperti tidak memiliki tenaga lagi untuk meraih pengering rambut. "Boleh aku masuk?" Suara itu membuat Vanya mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya. Ares berdiri di ambang pintu, masih mengenakan setelan jas lengkap bahkan jepitan dasi pemberiannya masih rapi di tempatnya. Vanya memang tidak menutup pintu kamar karena berpikir jika mereka hanya tinggal berdua, tidak perlu harus selalu menutup atau mengunci pintu meskipun ia memerlukan privasi. "Kau pulang lebih awal?" tanya Vanya seraya tersenyum kepada Ares
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 82Dua hari kemudian, sekretaris Tania mengetuk pintu ruang kerjanya dan berkata, "Madam, seorang pejabat publik ingin bertemu denganmu." Tania yang sedang memeriksa berkas-berkas di atas meja mendongak. "Bukankah aku tidak memiliki jadwal bertemu dengan salah satu pejabat publik hari ini?" "Seharusnya. Tetapi, dia bilang kalau dia memiliki urusan yang sangat penting denganmu." "Katakan padanya untuk kembali besok," kata Tania kemudian matanya kembali pada berkasnya. "Dia mengatakan kau harus menemuinya hari ini, kalau tidak dia akan...." Tania melepaskan kacamata bacanya dan menekan bagian atas batang hidungnya. "Berani sekali mengancamku, katakan padanya kalau aku sedang tidak bisa ditemui." "Dia menyuruhku memberitahukan mamanya padamu." "Sebenarnya aku sama sekali tidak peduli dia siapa," kata Tania dengan nada jengkel. "Jadi, siapa namanya?" "Namanya Federico Castellano." Sesaat dunia Tania seperti berhenti berputar, ia membeku kemu