Hola, enjoy this chapter!Chapter 37Vanya merengut karena Ares menggagalkan rencananya untuk mengakhiri hubungannya dengan Wilson. Kakak tirinya itu malah membawa Vanya ke apartemennya, bukan mengantarkannya ke rumah Julio. "Kenapa kau membawaku ke sini? Bukannya seharusnya kau antar aku ke rumah Julio?" "Di sana kau akan sendirian," kata Vanya."Maka seharusnya kau tidak membawaku ke sini.""Tetap masih mau mabuk-mabukan dengan Wilson?" tanya Ares dengan nada sangat dingin di ruang tamunya.Vanya buru-buru menggelengkan kepalanya, tetapi tidak berniat memberi tahu Ares kalau sebenarnya dirinya berencana akan mengakhiri hubungannya dengan Wilson. "Hanya ingin menari dan minum sedikit, untuk merayakan kebahagiaan papaku," gumam Vanya seraya mengikuti langkah Ares melewati ruang santai di tempat tinggal Ares yang desain interiornya telah berbeda dari sebelumnya.Pertama kali Vanya dibawa Ares ke tempat itu, sepulangnya dari Valencia dinding ruangan di sana berwarna abu-abu cerah, te
Hola, Happy reading and enjoy!Chapter 38Ares membopong Vanya yang tertidur selama perjalanan dari sekolah menuju tempat tinggal mereka. Di elevator yang bergerak ke atas beberapa kali Ares memandangi wajah Vanya yang terlelap dengan ekspresi cemberut, tetapi tetap terlihat manis dan cantik. Juga menggemaskan. Kalau dipikir-pikir, Ares tidak pernah menyangka jika gadis bandel yang penuh akal licik itu sekarang menjelma seperti seekor kucing jinak di pelukannya setiap malam tanpa ada lagi ketegangan di antara mereka. Setelah merebahkan tubuh Vanya di tempat tidur, Ares pergi ke dapur untuk menyeduh kopi dan tidak berselang lama Evan meneleponnya lalu sekitar sepuluh menit Evan tiba di sana. "Bagaimana kabar Mama?" tanya Ares ketika jarak adiknya semakin mendekat."Mama mengeluh padaku, kau sekarang jarang mengunjunginya dan jarang menelepon." "Aku sangat sibuk belakangan ini." Evan mengedikkan bahunya dan menarik lengan kemejanya ke atas lalu meraih sebuah gelas dan mengisinya de
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 39Rumah sakit lagi.Namun, bersyukur karena tidak mendapati Ares di ruangan tempatnya menginap—setidaknya belum. Hanya ada Evander yang sedang menerima panggilan telepon dan berdiri di depan jendela, dan mengira kakak tirinya itu yang membawanya ke rumah sakit karena Evan masih mengenakan pakaian kemarin malam. Vanya bergerak perlahan untuk duduk, kepalanya masih terasa berdenyut-denyut meskipun tidak terlalu menyakitkan. Gadis itu mencoba mengingat-ingat kembali apa yang terjadi sebelum dirinya pingsan, bibirnya mengulas senyum getir berpikir jika seharusnya memang dirinya membunuh Ares saja dari pada mengetahui kenyataan pahit yang sekarang dialaminya. "Vanya, kau bangun?" Evan seketika menutup telepon saat menyadari jika Vanya sudah terjaga. "Seharusnya kau tidak perlu membawaku ke rumah sakit," kata Vanya. Evan mendekati ranjang pasien. "Kau pingsan, kau perlu penanganan medis, Vanya."Vanya menghela napasnya dengan perasaan nelangsa, an
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 40"Ya, Baby. Kau sedang mengandung. Calon anak kita." Malam itu setelah Ares memberinya pil pencegah kehamilan darurat, Vanya memang memuntahkan isi perutnya yang hanya tersisa cairan pahit dan kental. Vanya yang saat itu terlarut dalam kesengsaraan, kepedihan, dan masih terlalu polos sedikit pun tidak pernah risau jika dirinya akan mengandung.Vanya memejamkan matanya, bayangan membesarkan anak di usia muda sangat mengerikan. Sedikit pun dirinya belum siap karena mungkin dirinya tidak seperti Tania, ibunya itu meskipun menjengkelkan tetapi wanita yang kuat dan tangguh dapat membesarkan dua anak kecil. "Aku ingin mengaborsinya," ucap Vanya kemudian menghela napasnya. "Aku tidak akan membiarkanmu melakukan itu," kata Ares dengan nada tegas. "Aku menginginkannya." "Tapi, aku tidak, Ares.""Vanya, kumohon. Jangan lakukan itu." Vanya menggelengkan kepalanya yang terasa berdenyut-denyut kembali. "Tidak, Ares. Aku mungkin akan menjadi orang tua y
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 41Vanya tidak pernah lagi terlihat di sekolahnya karena kehamilannya yang payah dan memerlukan banyak waktu istirahat di tempat tidur, terakhir menginjakkan kaki di sekolah adalah saat ujian sekolah berlangsung. Malam ini, mungkin akan menjadi malam terakhir berkumpul dengan siswa dan siswi lain di sekolahnya. Vanya hadir di prom night bukan hanya sekedar ingin melihat acara yang ditunggu-tunggu siswa-siswi kelas tiga yang merayakan kelulusan mereka. Vanya datang karena ingin bertemu Dario, juga karena telah berjanji akan menghadiri pesta bersama mereka terutama Wilson.Ketika Vanya mengakhiri hubungannya dengan Wilson, pemuda itu memohon agar Vanya bersedia datang ke prom night bersamanya dan saat itu Vanya sudah menyetujuinya. Jadi, meskipun harus melangkahi mayat Ares sekali pun ia tidak ingin mengecewakan Wilson sekali lagi.Vanya menatap kerumun siswa dan siswi yang menari di bawah suara alunan musik kencang dan lampu berwarna-warni, bibir
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 42Tiga bulan kemudian. Suhu semakin dingin di penghujung musim gugur, daun-daun layu berguguran berwarna kecokelatan menutupi sebagian tanah. Vanya menatap ke luar jendela kelasnya seraya meraba perutnya yang kini kosong, janin yang dipertahankan dengan sekuat tenaga pergi meninggalkannya—meninggalkan Ares juga.Dokter mengatakan jika fisiknya saat itu terlalu lemah untuk menerima kehamilan, mungkin itu hanya bahasa lain dari jika tubuhnya terlalu muda untuk mengandung. Entahlah, yang jelas Vanya merasa bersalah kepada seseorang yang belum pernah dijumpainya dan setiap mengelus perutnya membuat sebuah perasaan rindu juga nelangsa bercokol di benaknya. Sudah tiga bulan pula hubungan antara dirinya dan Ares tiba-tiba seperti terbentang jarak yang sangat dalam, Ares seperti berada di tempat yang sulit dijangkau. Pria itu seolah mengurung dirinya di sebuah jurang yang tidak dapat Vanya tapaki. Mungkin karena pernikahan mereka hanya sekedar rasa t
Hola, happy reading and enjoy Chapter 43"Bagaimana kuliahmu?" tanya Ares di dalam mobil yang dikemudikan oleh Leo. "Ada tugas yang harus kumpulkan besok pagi." Vanya menjawab setelah berpikir terlebih dahulu; mungkin menyingkirkan dosen tampan itu bisa dibicarakan lain kali karena sikap Ares yang masih cenderung dingin padanya. "Apa ada mahasiswa yang berusaha mencari masalah denganmu?" "Tidak ada, mereka bahkan tidak berani menatapku." Tentu saja karena semua orang kini tahu siapa Vanya, adik dari Julio Callas, juga satu-satunya anak gadis di keluarga Torrado meskipun hanya anak tiri. Di SMA beberapa orang berani mengejek Vanya karena ibunya menikah dengan Raul Torrado, tetapi di kampus tidak. Mungkin karena tidak hanyak yang terlalu peduli atau karena pengaruh keluarga yang makin kuat belakangan ini setelah partai yang dipegang oleh Raul menjadi partai terkuat di Spanyol.Terlebih lagi, sekarang wajah Vanya mengisi beberapa iklan produk kecantikan dan menjadi model brand pakai
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 44Leya justru terkekeh seraya dengan santai tapi menggoda menatap Ares. "Julio dan aku bersaudara sekarang, dan kau juga saudara dengan Julio. Tidak sengaja bertemu kurasa hal yang wajar dan kita berbincang juga hal yang biasa." Apa yang Leya kemukakan memang masuk akal, lagi pula jarak mereka sekarang juga relatif berjauhan. Tetapi, Ares tidak dapat begitu saja setuju dengan apa yang dikemukakan Leya barusan karena selama ini Leya yang ia kenal adalah orang yang penuh perhitungan."Apa yang ingin kau sampaikan padaku?" tanya Ares.Leya menatap Ares melalui cermin yang terbentang luas di depannya, diam-diam mengagumi keindahan bola mata dan paras pria itu yang kini sepertinya sudah tidak lagi tertarik padanya. Tetapi, bukankah hal biasa di dunia ini? Seorang pria akan bosan dengan mainan lamanya dan mencari mainan baru. Leya sebenarnya sama sekali tidak peduli, tetapi ia ingin tahu siapa mainan Ares yang baru. Apakah lebih baik darinya?"Aku t
Chapter 90(end)Berita Julio melamar Alana yang selama dua Minggu menghiasi berbagai halaman media sosial dan pencarian internet seketika tenggelam ketika foto cincin di jemari Vanya dan Ares yang diunggah oleh Vanya di media sosialnya satu hari sebelum pernikahan mereka digelar.Berita itu benar-benar menjadi berita yang paling sensasional di tahun ini, bahkan Leandro pun merasa sangat terkejut karena selama ini ia hanya tahu jika Vanya dan Ares tinggal bersama karena Ares-lah yang mengurus karier Vanya di dunia entertainment.Apa lagi Vanya memberikan keterangan bahwa mereka telah saling jatuh cinta sejak Vanya masih duduk di bangku sekolah SMA, hal itu semakin membuat orang-orang membicarakan mereka dengan memberikan komentar miring di kolom komentar. Tetapi, Vanya tidak ingin menggubrisnya karena baginya siapa saja berhak memberikan komentar baik maupun buruk.Pesta pernikahan yang dipersiapkan hanya dalam waktu dua Minggu berjalan sesuai keinginan Vanya dan Ares. Awalnya mereka h
Chapter 89Empat tahun kemudian Vanya sedang menjalani syuting, pengambilan adegan kebanyakan diadakan di dalam ruangan yang telah dirancang khusus. Beberapa adegan yang Vanya mainkan adalah adegan perkelahian yang menggunakan senjata tajam dan juga gerakan-gerakan berbahaya yang melibatkan fisik karena ia membintangi film kolosal bergenre Fantasi. Hari itu Vanya telah selesai berdandan, tetapi ia masih mengenakan kemejanya. Belum mengenakan kostum yang akan digunakan dalam pengambilan adegan. Ia berdiri seraya memegangi buku naskah di tangan kirinya dan sebilah pedang palsu di tangan kanannya, di depannya seorang pria bernama Isac Jules juga memegangi buku naskah. Isac adalah pemeran pria utama dan dia merupakan aktor yang sudah cukup lama bergelut di dunia akting, Vanya merasa beruntung karena dapat beradu akting dengan Isac. Isac pria yang sopan dan tidak pernah membeda-bedakan siapa pun, meskipun pengalaman Vanya di dunia akting masih sangat sedikit, Isac tidak segan membantu Va
Chapter 88Vanya memasuki tempat tinggal Julio dan langsung menuju ruang di mana Julio biasanya berkutat dengan mainannya yang berupa mesin motor yang telah terpisah-pisah dari rangkanya dan mungkin hanya Julio yang memahaminya."Julio, kurasa kita perlu bicara," ucap Vanya tanpa berbasa-basi, ia sudah muak mencoba menghubungi Julio melalui telepon dan pesan teks tetapi pria itu sama sekali tidak menggubrisnya.Julio menatap Vanya beberapa saat. "Bagaimana keadaanmu?" "Sangat buruk," jawab Vanya dengan ketus. "Kenapa kau ke sini kalau belum sembuh?" tanya Julio dengan nada acuh lalu kembali menatap benda-benda yang mungkin di mata orang lain menyerupai rongsokan. Vanya mendekati Julio dan mengambil obeng di tangan pria itu. "Apa yang terjadi padamu? Kau mengabaikanku sepanjang waktu, kau bahkan tidak menjengukku di rumah sakit." "Aku sangat sibuk, Vanya. Aku harus mempersiapkan diri untuk menghadapi musim panas kali ini dan ini adalah pertandingan terakhirku di timku saat ini." V
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 87Paginya Vanya meminta Ares membawanya keluar dari kamar inapnya karena merasa bosan di dalam kamar meskipun baru satu malam, ia ingin menghirup udara segar pagi hari di taman rumah sakit. Tetapi, baru saja beberapa langkah berjalan meninggalkan kamar mereka bertemu Rico. Ares berhenti mendorong kursi roda yang diduduki Vanya dan segera menghampiri Rico. "Setelah apa yang kau lakukan, kau masih berani menunjukkan wajahmu di depan Vanya?" ucapnya dan tatapannya sangat mengerikan seolah hendak mematahkan leher Rico saat itu juga. Rico tersenyum. "Aku ingin bicara dengan putriku," sahutnya dengan nada sangat tenang. "Vanya tidak sudi bertemu denganmu." Rico menatap Ares dengan sinis. "Kau tidak berhak melarangku, kau bukan apa-apa baginya." Bukan apa-apa baginya? Jika Rico tahu siapa dirinya bagi Vanya, akankah Rico bisa mengucapkan kalimat sinis itu atau mungkin malah akan menjilat di depannya, pikir Ares.Ares tersenyum miring lalu berkata,
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 86Mobil Vanya mengalami kerusakan parah, sementara Vanya mengalami beberapa luka ringan dan beberapa jahit di bagian lengannya, beberapa memar di bahu dan jidatnya tidak terlalu serius begitu juga dengan luka akibat serpihan kaca di wajahnya juga tidak ada yang terlalu dalam. Tetapi, ia masih harus dirawat di rumah sakit untuk memastikan adanya luka di dalam tubuhnya yang diakibatkan oleh benturan yang keras. Vanya duduk bersandar di ranjang pasien dan menatap jendela rumah sakit, ia tidak memedulikan Ares yang berada di sana. Ia bahkan tidak menatap mata Ares sedikit pun sejak pria itu tiba di Instalasi Gawat Darurat dengan terburu-buru dan sangat mengkhawatirkan kondisinya saat dokter menjahit luka di lengan Vanya. Ares duduk di sofa yang ia seret mendekat ranjang pasien seraya terus menggenggam telapak tangan Vanya. "Apa ada yang terasa sakit?" Pertanyaan itu sudah Ares lontarkan untuk ke sekian kalinya. Namun, Vanya masih saja tidak mengg
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 85"Pa, kau di sini?" seru Vanya dan Leandro perlahan bangkit dari kursinya. "Ya. Papa bertemu kenalan lama Papa di sini," ujar Leandro seraya tersenyum canggung. "Tidak menyangka bertemu kau di sini." "Pa, bagaimana kabarmu?" tanya Vanya lalu bergelayut dengan manja di pinggang Leandro."Papa sedikit sibuk dan sangat merindukanmu," ucap Leandro. "Aku juga merindukanmu," kata Vanya seraya menatap Leandro dan tersenyum manja. "Sudah lama kau tidak mengunjungi Papa," kata Leandro seraya membelai rambut di kepala Vanya."Jadwalku sedikit padat akhir-akhir ini. Bagaimana kabar Vanesa?" "Dia merindukanmu dan sering menanyakanmu." Vanya menyeringai. "Aku akan mengunjungi kalian nanti." "Dia pasti akan senang sekali kalau kau datang dan akan menyiapkan banyak makanan untukmu," kata Leandro. Vanya justru menatap Leandro dengan tatapan menggoda. "Kau atau Vanesa? Seingatku, kau yang selalu heboh berbelanja setiap aku mau datang ke rumah kalian."
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 84Mata kuliah pertama Vanya berakhir pukul dua belas siang dan ia masih memiliki jadwal mata kuliah ke dua jam tiga siang. Jadi, untuk mengisi waktu istirahatnya yang lumayan lama Vanya memutuskan untuk menghubungi Evan, Ares sedang pergi ke Malaysia untuk urusan MotoGP kemudian Vanya mengemudikan mobilnya ke kantor Evan. "Andai Ares sedang tidak pergi ke luar negeri, aku yakin kau tidak akan pernah menginjakkan kakimu ke sini," goda Evan yang menyambut Vanya di lobi kantornya."Jangan coba-coba membalikkan fakta, kaulah yang selalu sok sibuk sampai-sampai hampir tidak memiliki waktu untuk berkumpul bersama keluarga," balas Vanya. Evan terkekeh dan merangkul pundak Vanya dengan sangat lembut. "Aku benar-benar sibuk, adikku." Vanya mencebik. "Kalau sangat sibuk, kenapa kau masih punya waktu untuk berkeliaran di lobi?" Evan memiringkan kepalanya menatap Vanya dan sebelah alisnya terangkat. "Ini pertama kalinya kau ke sini, tentunya aku harus m
Hola happy reading and enjoy!Chapter 83Barang-barang Vanya telah tersusun rapi pada tempatnya di kamar barunya. Jadi, ia membersihkan tubuhnya kemudian merobek kemasan masker wajah lalu mengenakan masker berbentuk topeng berwarna putih dan duduk berselonjor di atas tempat tidurnya seraya bersandar di kepala tempat tidur dengan menggunakan jubah mandinya yang berwarna ungu. Di kepalanya melilit handuk yang juga berwarna ungu untuk menutupi rambutnya yang masih basah, ia seperti tidak memiliki tenaga lagi untuk meraih pengering rambut. "Boleh aku masuk?" Suara itu membuat Vanya mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya. Ares berdiri di ambang pintu, masih mengenakan setelan jas lengkap bahkan jepitan dasi pemberiannya masih rapi di tempatnya. Vanya memang tidak menutup pintu kamar karena berpikir jika mereka hanya tinggal berdua, tidak perlu harus selalu menutup atau mengunci pintu meskipun ia memerlukan privasi. "Kau pulang lebih awal?" tanya Vanya seraya tersenyum kepada Ares
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 82Dua hari kemudian, sekretaris Tania mengetuk pintu ruang kerjanya dan berkata, "Madam, seorang pejabat publik ingin bertemu denganmu." Tania yang sedang memeriksa berkas-berkas di atas meja mendongak. "Bukankah aku tidak memiliki jadwal bertemu dengan salah satu pejabat publik hari ini?" "Seharusnya. Tetapi, dia bilang kalau dia memiliki urusan yang sangat penting denganmu." "Katakan padanya untuk kembali besok," kata Tania kemudian matanya kembali pada berkasnya. "Dia mengatakan kau harus menemuinya hari ini, kalau tidak dia akan...." Tania melepaskan kacamata bacanya dan menekan bagian atas batang hidungnya. "Berani sekali mengancamku, katakan padanya kalau aku sedang tidak bisa ditemui." "Dia menyuruhku memberitahukan mamanya padamu." "Sebenarnya aku sama sekali tidak peduli dia siapa," kata Tania dengan nada jengkel. "Jadi, siapa namanya?" "Namanya Federico Castellano." Sesaat dunia Tania seperti berhenti berputar, ia membeku kemu