Kota Baylee, Mei 2020 - 3 Jam Lalu.
Ethan sudah berusia 25 tahun. Kini, ia sudah tidak terlalu ingat lagi kejadian saat ia kehilangan kedua orang tuanya. Ia hanya ingat bahwa ia sangat terluka karena itu dan hidupnya menjadi berantakan hingga ia terus mencoba mengakhirinya. Namun, berkat seseorang akhirnya ia terus bertahan.
Malam telah mencapai puncak ketika bayangan perkelahian mulai memenuhi alam bawah sadar Ethan. Mimpi yang sama sejak 3 tahun lalu. Perkelahian dengan ratusan manusia dan berbagai makhluk lain yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Ethan seperti sedang menonton film dalam keadaan tidur, tapi film-film ini hanya menampilkan adegan penuh darah dan jerit kesakitan.
Dug, dug, dug. Suara pintu berulang kali digedor bersama suara orang-orang di luar yang meneriakkan nama Ethan.
Mereka datang lagi.
Ethan segera tersadar. Berlari ke samping jendela yang masih tertutup tirai. Melalui celah kecil di sana, ia memastikan bahwa orang-orang yang mengerubungi kamar kosnya adalah mereka yang terus meneror dirinya selama lebih dari 15 tahun tanpa ia tahu mengapa.
Dengan sigap, Ethan segera memasukkan barang apapun yang bisa ia raih ke dalam sebuah ransel cokelat tua. Setelah melengkapi dirinya dengan masker, topi serta jaket bomber hitam, Ethan melompat keluar melalui jendela lain yang berlawanan arah dengan pintu tempat orang-orang itu masih berkumpul. Beruntung ada sebuah ranjang reyot yang ditinggalkan tepat di bawah lantai 2 kamar kosnya.
“Di mana dia?!” tepat setelah Ethan melompat, pintu kamarnya berhasil didobrak. Mereka segera menyisir setiap sudut kamar sampai ke jendela tempat Ethan melompat tadi. Sekejap, mata Ethan bertatapan dengan salah seorang dari mereka saat ia menengadah.
“Hei!”
Ethan langsung berlari sambil memegang lengan kanannya yang terbentur sisi ranjang tadi. Orang-orang di dalam kamar Ethan segera mengejarnya.
“Berhenti!”
Hanya dalam hitungan detik, mereka sudah berada tepat 10 meter di belakang Ethan. Ethan masih sedikit kesusahan karena meskipun sudah 15 tahun ia berhadapan dengan orang-orang misterius itu, Ethan masih belum terbiasa melakukan aksi seperti di film-film laga.
Menggunakan pengetahuannya tentang kompleks tempat ia tinggal selama tiga tahun ini, Ethan memasuki gang gelap dan kecil lalu bersembunyi di balik tong sampah besar yang penuh dan berbau busuk. Orang-orang itu melewatinya tanpa melirik ke tempatnya berada.
Ethan menarik napas sejenak dan segera menahannya lagi karena bau yang menyengat di sekitarnya. Ia menyadari bahwa tidak hanya tangan kanannya yang terbentur, tapi juga kaki kanannya dengan sedikit bengkak di tumitnya.
Sepuluh menit berlalu, Ethan masih menahan napas sambil sesekali menghirup udara yang bercampur bau busuk dari onggokkan sampah di hadapannya.
Sepertinya mereka sudah benar-benar pergi. Pikir Ethan.
Ethan beranjak keluar sambil menengok kesana kemari memastikan mereka tidak ada. Ia segera berjalan ke arah yang sama tempat ia datang, menghindari mereka yang tadi pergi ke arah berlawanan. Namun langkahnya terhenti karena ada 3 orang berbaju hitam yang berdiri di belokan mengawasi berbagai arah, beberapa meter dari tempatnya berada.
Ethan sadar ia benar-benar tidak bisa pergi ke rumahnya lagi. Akhirnya ia berbalik, bersamaan dengan selubung hitam yang tiba-tiba menutupi seluruh kepalanya dan beberapa orang yang mencengkeram kedua tangannya.
“Lepaskan! Apa yang kalian lakukan padaku?!” teriak Ethan.
Ethan didorong ke dalam sebuah mobil yang berhenti tepat di belakangnya sesaat setelah itu. Sambil terus meronta, suaranya semakin mengecil dengan selotip yang direkatkan di sekitar mulutnya. Tangannya diikat saat ia baru saja didudukkan di jok mobil itu oleh dua orang di kedua samping tubuhnya. Mobil langsung melaju dan Ethan masih tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Tidak ada apapun yang bisa Ethan lihat. Perjalanan yang tak diketahui kemana tujuannya ini sudah berlangsung kira-kira 30 menit menurut perhitungan Ethan. Saat ia berpikir mungkin akan memakan waktu lebih lama, tiba-tiba mobil berhenti dan Ethan ditarik keluar.
Dengan tubuh tersungkur di sebuah lantai keras, seseorang membuka selubung kepalanya. Ethan mengedipkan kedua matanya beberapa kali sampai ia bisa melihat dengan jelas. Di hadapannya, berdiri wajah yang sangat ia kenal seolah waktu telah berhenti saat usianya 10 tahun.
Ayahnya.
Bagaimana mungkin ia ada di sini? Dan.. kenapa wajahnya masih sama?
Ethan tertegun.
***
Ethan masih melongo. Matanya mengikuti orang yang begitu mirip dengan ayahnya itu yang kini berjongkok sejajar dengan dirinya. Seketika, orang itu mulai membuka tali yang mengekang kedua tangan Ethan.
“Kau baik-baik saja? Padahal aku sudah mengatakan pada mereka untuk memperlakukanmu dengan baik..” dengus orang itu yang jika hanya melihat penampilannya, terlihat masih di bawah 40 tahun.
“A.. Apa yang sebenarnya terjadi..?” tanya Ethan terbata-bata. “Kau tidak mungkin a.. ayahku bukan?”
Orang itu tersenyum tipis sambil menggenggam kedua lengan Ethan dan mengangkatnya berdiri.
“Bagaimana bisa kau melupakan wajah ayahmu sendiri, Ethan?”
Tidak mungkin. Ethan masih tidak percaya. Ayahnya sudah meninggal 15 tahun lalu dan ia menyaksikannya sendiri. Tapi..
“Aku terus mencarimu kemana-mana, tapi sepertinya anak buahku membuatmu ketakutan jadi kau terus saja lari..” dia merangkul tubuh Ethan yang hanya 5 cm lebih pendek darinya.
“Tapi kenapa kau tidak langsung muncul saat mencariku? Jika kau benar ayahku..”
Mereka berjalan lebih dalam ke gedung tua itu, diiringi belasan pria berbaju hitam yang menunduk sambil memberi jalan pada mereka. Sangat berbeda dengan kejadian 30 menit lalu dan 15 tahun secara keseluruhan ketika mereka mengejar Ethan dengan begitu kasar hingga membuat semua orang di sekitarnya ketakutan.
Ethan melihat ke arah kancing kemeja mereka dan orang yang mirip ayahnya, semuanya memiliki ukiran yang sama. Segitiga dengan lingkaran di dalamnya. Persis dengan kancing yang ia dapat dari hasil salah satu perkelahiannya melawan orang-orang yang dulu terus menerornya. Berarti mereka memang orang yang sama, pikir Ethan.
Kalau begitu, siapa sebenarnya mereka dan orang yang mengaku sebagai ayahnya ini? Apa yang membuat mereka terus menerornya selama 15 tahun ini?
“Kau sepertinya lupa bahwa aku harus tinggal di rumah sakit karena kecelakaan saat umurmu 10 tahun..”
Kecelakaan? Apa maksudnya saat ia jatuh dari jembatan di tempat yang tidak ia ingat itu? Jadi, ia sebenarnya selamat?
“Tentu aku ingin langsung menemuimu, anakku.. Tapi karena kondisiku, aku hanya bisa mengandalkan anak buahku untuk mencarimu..”
“Anak buah? Anak buah darimana maksudmu?”
“Ha ha ha.. Mereka pasti terlihat seperti preman di matamu ya?”
Iya, itu yang membuat Ethan heran. Ayahnya adalah seorang ilmuwan, jadi tidak mungkin ia berurusan dengan orang-orang yang lebih mirip preman di film-film noir ini.
“Ada banyak hal yang terjadi dan aku ingin segera menceritakannya padamu.. Mungkin kau akan mengerti mengapa semuanya terasa aneh untukmu..”
Ethan mengernyit. “Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Sebelum itu, mengapa tidak kau ceritakan lebih dulu tentangmu yang tiba-tiba menghilang, nak?”
“Menghilang? Apa maksudnya? Bukankah justru kau yang menghilang? Jadi itu sebabnya aku harus hidup sendirian selama ini..”
“Ethan..” orang itu mulai memperlihatkan ekspresi aneh sambil berhenti melangkah, seperti menahan marah. Ekspresi yang tidak pernah Ethan lihat dari ayahnya.
“Kau pasti sudah mengalami banyak hal sampai kau tidak ingat apa yang terjadi pada kita..” suaranya tiba-tiba berubah menjadi lebih lembut.
Sebuah pintu dibuka. Pintu yang tampak usang itu menampilkan pemandangan yang benar-benar berbeda dari gedung tua tempat Ethan tadi tersungkur. Banyak orang berjas putih lengkap dengan face shield dan sarung tangan plastik. Pemandangan yang mirip dengan laboratorium ayahnya dulu.
Ethan tidak dibawa masuk ke sana, melainkan ke ruangan sebelah dibalik pintu yang lebih modern. Pintu bergeser dan sebuah foto besar langsung menyambutnya. Foto Ethan kecil dan kedua orang tuanya.
Jadi, apa ia benar-benar ayahku?
“Duduklah.” Orang itu telah duduk di sofa tepat di bawah foto yang menarik perhatian Ethan selama beberapa detik.
Ethan ikut duduk di sofa yang lain di sampingnya. Ia masih mengamati foto yang tergantung. Ada perasaan aneh tapi ia tidak tahu apa.
“Lalu bagaimana dengan ibu? Sekarang di mana? Apa ibu baik-baik saja?” tanya Ethan mulai sadar bahwa ia tidak melihat ibunya.
Pria itu tersentak. Matanya berkedip lebih cepat dalam beberapa detik lalu kembali normal sambil berkata. “Kau pasti khawatir dengan ibumu.. Sebentar lagi kau akan bertemu dengannya..”
“Benarkah?” tanya Ethan ragu.
“Ya..” jawaban pria itu terasa seperti setengah hati. “Ehmm..” Dia berdehem.
Dengan terburu-buru dia menunjuk salah seorang anak buahnya dan sesaat setelahnya beberapa orang lain masuk membawa nampan-nampan penuh minuman dan makanan ke ruangan itu.
“Oh ya.. Ini semua dulu kesukaanmu, tapi sekarang aku tidak tahu lagi karena kita sudah lama tidak bertemu..” ucapnya sambil mengambil sebungkus biskuit yang biasanya memang selalu dimakan ayah Ethan diam-diam.
Ethan masih belum menyentuh apapun. Ia masih merasa ada yang ganjil dengan semua ini.
“Mengapa tidak kau ceritakan tentang dirimu, nak?” tanyanya memecah keheningan.
“Apa yang harus aku ceritakan?” Ethan masih terus waspada.
“Mungkin tentang kau dan profesor yang tinggal denganmu sebelumnya..”
Apa? Mengapa dia ingin tahu tentang profesor Elan?
Ethan memang pernah tinggal dengan profesor Elan Althen yang dulu mengajar kedua orang tuanya, tapi itu 5 tahun lalu.
“Mengapa kau bertanya tentang beliau? Apa profesor menghubungimu?”
“Tidak.. Sebenarnya, aku hanya ingin tahu kabarnya.. Mungkin kau bisa menghubunginya untukku..”
Meskipun Ethan masih ragu, tapi ia berusaha percaya karena ia tidak tahu apalagi yang harus ia lakukan saat ini. Ethan mengambil ponsel dari saku celananya dan menghubungi profesor Elan.
“Halo? Profesor?”
“Ethan? Mengapa kau meneleponku malam-malam begini?” keluh Profesor Elan sambil menguap cukup panjang.
“Maafkan aku profesor.. Aku tidak tahu cara menjelaskannya tapi..”
“Ethan..” potong pria di sampingnya tiba-tiba. Pria yang mirip ayahnya itu menjulurkan tangannya seolah meminta Ethan untuk menyerahkan ponsel itu padanya. Ethan menurut.
Pria itu kemudian bangkit dan pergi ke ruangan lain yang lebih gelap di sebelah ruangan ini. Sebelum mulai berbicara di telepon, dia berkata pada Ethan.
“Sepertinya kau memiliki luka di tengkukmu.. Biarkan orang-orangku menghilangkannya untukmu..” Dia menunjuk salah seorang anak buahnya lagi dan seketika beberapa orang berjas putih dari ruang mirip laboratorium di sebelah mulai masuk dan membawa Ethan ke sana.
“Tapi aku baik-baik saja..” Ethan berusaha menolak namun pria itu sudah masuk ke ruangan tadi dan berbicara dengan profesor melalui ponselnya.
Lagi-lagi Ethan hanya bisa menurut selama ia tidak disakiti, pikirnya.
Ethan mengamati apa yang dua orang pria dan satu wanita berusia 30-an ini coba lakukan dengannya.
Apa mungkin akan seperti di film-film thriller di mana ia jadi manusia percobaan?
Imajinasi Ethan semakin liar, meskipun itu memungkinkan juga.
Mereka mulai menggunakan apron x-ray dan membawa alat x-ray mini ke ruangan tersebut. Setelah alat itu dinyalakan, Ethan disuruh menghadap ke belakang agar bagian luka di tengkuknya bisa dipindai. Tidak hanya itu, mereka juga memindai hampir seluruh tubuh Ethan. Baru setelah selesai, salah satu pria mengambil kulit-kulit dari bekas luka di tengkuknya dengan pisau scalpel.
Ethan merasa aneh. Daripada untuk menghilangkan bekas luka di tengkuknya, sepertinya orang-orang itu sedang mencoba meneliti tubuhnya. Selain itu, Ethan tidak yakin apa bekas luka berbentuk seperti kunci kecil tidak sempurna itu akan bisa hilang. Bekas itu sudah ia miliki sejak kejadian 15 tahun lalu saat orang tuanya jatuh dari jembatan, tanpa ia tahu mengapa bisa memilikinya. Selama itu pula, bekas itu tetap sama dan karena posisinya tidak terlalu terlihat, jadi Ethan hanya membiarkannya seperti itu.
Ketiga orang itu telah merapikan kembali alat-alat yang digunakan tadi dan menyuruh Ethan segera keluar dari sana tanpa terlalu banyak bicara. Sambil berjalan keluar, Ethan menyentuh tengkuknya dan menyadari bahwa bekas luka itu masih sama.
Jadi, apa yang sebenarnya mereka lakukan?
Ethan berjalan menuju ruangan tempat foto keluarganya terpampang. Di sana pria yang mirip ayahnya itu telah selesai berbicara di telepon dan sedang berdiri bersama tiga anak buahnya. Sebelum Ethan masuk, ketiga anak buahnya itu tiba-tiba bergegas pergi. Saat Ethan hendak berbicara, pria yang mirip ayahnya itu berbalik membelakanginya sambil mengisap sebatang rokok yang tidak akan pernah dilakukan ayahnya.
Ethan tercengang dengan apa yang dilihatnya.
Saat Ethan berusia 6 tahun, rumah mereka pernah kebakaran karena rokok yang dilemparkan seseorang ke tempat sampah di belakang rumah mereka. Jadi ayahnya yang saat itu seorang perokok berat, tidak lagi menyentuh rokok dan bahkan sangat sensitif terhadap perokok terutama di sekitar rumah mereka.
Ethan yang sejak bertemu dengan pria itu terus merasa curiga, kini benar-benar yakin. Pria itu bukan ayahnya.
Ethan segera mencari celah untuk pergi. Sebuah jendela di area laboratorium menarik perhatiannya. Tanpa ada penjagaan di tempat itu, Ethan diam-diam pergi ke sana meskipun tumit kakinya dan lengannya masih sakit karena terjatuh sebelumnya. Ethan berhasil keluar. Dengan cepat ia berlari menembus pohon-pohon yang tidak pernah berkurang.
Tanpa disadari, pria yang mirip ayahnya itu berbalik melihat Ethan dan mulai tersenyum kecil. Saat beberapa anak buahnya bersiap mengejar Ethan, pria itu justru menghentikan mereka dan baru memberikan aba-aba setelah Ethan pergi cukup jauh menuju ke arah Gunung Zyn.
Kota Trevin, Mei 2020 - Saat ini.Berkat pengejaran itu, kini Ethan ada di sebuah tempat yang sama tapi tidak sama dengan dunianya. Padahal ia yakin sekarang ia berada di Gunung Zyn Kota Baylee, tapi orang-orang di sekitarnya dan spanduk-spanduk yang terpasang di sepanjang gunung mengungkapkan hal yang berbeda. Orang-orang terus mengerubungi dan memperlakukan Ethan seolah ia adalah orang yang sangat penting di sana. M
Tunggu.. Ia terlihat sedikit berbeda dengan orang itu, pikir Ethan. Pria yang membuka pintu rumah Kayla dan sedang menatap Ethan dari sana, tampak berusia cukup sama dengan perkiraan usia ayahnya jika ia masih hidup, sekitar 50-an. “Jadi, kau Ethan itu?” tanya pria tadi sambil berjalan menghampiri Ethan yang masih terkejut dan Kayla yang biasa saja. Kayla memperhatikan wajah Ethan yang masih menganga lalu ia terkikik menahan tawa. “Kau bisa mengundang lalat ke mulutmu, Ethan!” serunya, memecah keheningan. “Apa karena aku sangat mirip dengan Ayahmu jadi kau seperti itu?” sahut pria asing yang sudah duduk di samping Ethan. Ethan tersentak dan menarik mundur dirinya agar tidak duduk terlalu dekat dengan pria itu. Ia masih mengira pria tersebut adalah orang yang sama dengan dalang dibalik pengejarannya selama 15 tahun ini. “Namaku Rovin, dan aku bukan Adrien..” ujar pria yang sama sambil meminta minum kepada Kayla dengan gerakan tangannya. Kayla seger
Ethan masih berada di jembatan portal. Sebuah keinginan untuk kembali ke dunia lain dan tinggal di sana tiba-tiba terbersit di kepala Ethan. Ada wanita yang kehadiran pertamanya membuat kedua orang tuanya jatuh dari jembatan dan sampai saat ini belum ditemukan. Ada juga orang-orang yang menyambutnya dengan hangat tanpa melihat status sosialnya. Ada seseorang yang mirip dirinya yang mungkin bisa memahaminya. Juga.. Ada banyak misteri yang masih belum ia mengerti mengenai hidupnya, dunianya dan dunia lain.
Ethan terdiam sesaat. Pria yang begitu mirip dirinya itu kini ada di depannya.Apa Ethan sedang ada di dunia lain lagi? Tapi bagaimana bisa?“Ethan? Kau Ethan ‘kan yang sempat datang ke rumah Kayla tadi?” tanya pria itu. “Aku Darren.. Darren Allen!”Pria yang menyebut dirinya Darren itu segera menghampiri Ethan dan menjabat tangannya. Sedangkan Ethan masih terpaku tidak percaya. Saat ia bertemu dengan Darren sebelumny
Suara sirine memenuhi Skye Hills, membuat puluhan orang berdatangan bersama kamera-kamera besar. Para reporter langsung menyerbu Ethan begitu ia keluar dari rumah Darren. “Wow!” seru semua orang, melihat wajah Ethan yang begitu mirip dengan Calon Walikota termuda Kota Trevin, Darren Allen. Ethan dengan kedua tangan terborgol di depannya dan beberapa polisi berbadan besar yang membawanya keluar, berjalan kebingungan. Tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, kepalanya mulai tertunduk lebih dalam terutama setelah puluhan telur mentah dilemparkan padanya bersama sumpah serapah ya
“Aelin! Kau bisa membuka borgolnya ‘kan?” tanya Kayla pada wanita muda yang tampak seumuran dengannya, di dalam mobil yang melaju cukup cepat menghindari kejaran para polisi di belakang.Wanita yang duduk di depan bersama Rovin, menoleh. Sesaat matanya dan mata Ethan bertemu.“Sebentar!”Dia mengambil sebuah jarum kecil dari balik dasbor mobil.“Sini!” serunya pada Ethan sambil mengulurkan tangan meminta tangan lelaki itu.Ethan hanya diam. Ia terlalu hanyut dalam pikirannya tentang wanita yang ia pikir adalah penyebab semua kehancuran hidupnya. Wanita yang baru saja berbicara padanya itu.Kayla yang menyadari tingkah Ethan, segera menyikut tangannya. Namun, Ethan masih kehilangan fokus.Wanita yang tadi dipanggil Aelin, telah menarik kedua tangan Ethan yang terborgol begitu saja. Mata mereka kembali bertemu tapi Aelin langsung melanjutkan tugasnya membuka borgol di tangan Ethan.&ldquo
Saat ini “Bagaimana kalian bisa mengenal Profesor Elan?” tanya Ethan, masih tidak menyangka. Kayla, Rovin dan Aelin sudah masuk ke dalam mobil yang baru saja mengantar mereka ke gubuk besar di belakang. “Kita bicarakan itu di jalan, oke?” balas Rovin sambil menyalakan mobilnya. Ethan menghela napas. Begitu banyak pertanyaan di kepalanya hingga rasanya akan meledak. Ia pun masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang, kali ini di sebelah Aelin yang masih terasa canggung baginya. “Ini benar-benar malam yang sangat panjang..” gumam Kayla sambil menatap keluar jendela dengan mata menahan kantuk. “Kau pasti lelah karena harus menyelesaikan banyak misi dari profesor hari ini..” balas Aelin, menepuk lembut pundak Kayla dari belakang. Misi? “Mungkin aku seharusnya tidak melakukan itu.. Kita benar-benar telah masuk perangkap Demios, huh!” keluh Kayla sambil menghela napas cukup panjang. “Ngomong-ngomong.. bagaimana caranya
Gunung Zyn Kota Baylee, Mei 2020 – Saat ini“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Aelin ketika tubuhnya ditarik paksa untuk diikatkan ke kursi.Dalam waktu singkat, Aelin dan Layra sudah diikatkan ke kursi di samping ibu Aelin, Leane Kensley. Sementara setelah pria-pria itu menggeledah tubuh Aelin, tapi tidak bisa menemukan yang dicari, mereka segera mundur menyilakan pria lain.Salah seorang pria yang tampaknya bos dari keempat pria itu, menarik dagu Aelin dengan seringai tipis. “Kau tentu tahu apa yang kami inginkan, Nona Aelin?”Aelin menelan ludah.“Di mana kalung itu?” tanya pria yang sama.“Jangan katakan apapun, Aelin!” sahut Leane dengan wajah meringis kesakitan dari tangannya yang terluka.“Diam nenek tua!” Pria lain langsung menampar Leane dengan keras, membuat Aelin tercengang dan meronta-ronta untuk melepaskan cengkraman pada dagunya sambil menjerit. “HENTIKAN!”Pria yang menarik dagu Aelin tadi sudah berdiri k
“Ethan.. kita belum memulai proyek kita untuk membuat orang-orang tidak penasaran dengan portal..” ucap Aelin, mengingatkan Ethan tentang rencananya beberapa bulan lalu.“Hmm.. Tapi bagaimana cara kita memulainya?” tanya Ethan bingung.“Kalau tentang ceritamu, sebenarnya aku sudah tahu, jadi aku tidak perlu bertanya lagi. Tapi.. mungkin akan lebih menarik kalau aku menuliskan cerita-cerita lain, seperti antologi cerpen. Bagaimana?”“Cerita apa?” Ethan mulai lebih tertarik.“Cerita yang aku dengar dari Aelin.. tidak.. maksudku, Helena..”Ethan mengernyit. Ia memang tahu bahwa selama 3 bulan Aelin tidak bertemu dengannya, selama itu juga ia terus berkomunikasi dengan Aelin yang pernah meminjam tubuhnya dan telah hidup sebagai Helena atau Nevaeh. Mungkin saat itulah Aelin mendengar cerita yang sekarang ingin ia tuliskan, sebagai cara meredam rasa penasaran masyarakat dunia tentang keberadaan portal yang dibongkar Demios tahun lalu.“Ada cerita tentang orang yang pergi ke dunia sebe
“Ethan..” lirih seorang wanita, dengan kedua mata tertutup di tempat tidur yang gelap, sebelum ia terbangun dengan teriakan, “TIDAK!”Wanita itu terdiam selama beberapa saat di atas tempat tidurnya. Ia bisa merasakan air yang membasahi wajahnya, tanpa ia tahu mengapa, karena ia sudah tidak mengingat apa yang membuatnya mengeluarkan air mata di atas tempat tidurnya pada pukul 3 pagi itu.Wanita itu mulai menatap kosong keluar jendela yang tirainya sedikit terbuka. Bulan pernama menyinari langit di luar rumahnya, menampilkan seseorang yang mematung sama seperti dirinya. Seorang pria di seberang rumahnya.Pria itu tersenyum dan seketika wanita itu sadar bahwa ia melihat pria itu dalam mimpinya, termasuk mimpinya yang tidak bisa ia ingat malam ini. Pria asing yang ia tidak kenal, tapi memberinya perasaan kehilangan yang besar, seolah ia adalah seseorang yang berarti untuknya, walau ia yakin ia tidak pernah bertemu dengan pria itu dalam hidupnya hingga saat ini.Jadi..“Siapa dia?
Ethan tercengang.Aelin yang tampaknya sudah memperkirakan reaksi Ethan, segera membawa Ethan untuk kembali duduk dan menjelaskan apa maksud dari semua itu.“Aku berencana mengatakan tentang ini nanti saat aku yakin kau tidak lagi tersakiti oleh Aelin yang meminjam tubuhku..”Ethan menelan ludah, berusaha menyiapkan diri untuk apa yang harus ia dengar sekarang.“Kalung ini memang dari Aelin dan ia memberikannya padaku melalui ibuku, karena ia ingin menjelaskan padaku apa yang ingin aku tahu..”“Apa maksudnya?” Ethan tidak mengerti.“Kalung ini bisa membuatku berkomunikasi dengan Aelin di Avesphere, tapi.. hanya aku yang bisa melakukannya, karena kalung ini berisi cermin diri yang dibuat dari sisa jiwa Aelin, jadi hanya aku yang merupakan dirinya di masa kini yang bisa berkomunikasi dengannya..”Ethan yang sempat senang, karena berpikir ia memiliki kesempatan untuk berbicara lagi dengan Aelin yang ia rindukan, harus kembali merasa kecewa.“Aelin menjelaskan semuanya padaku, ter
Setelah tiga bulan berada di Desa Jalen, Ethan akhirnya memutuskan untuk kembali ke Kota Baylee. Hati Ethan sudah tidak seberat tiga bulan lalu, walau masih ada sisa-sisa ingatan tentang Aelin yang mengganggunya.“Bagaimana selama tinggal di sana? Apa menyenangkan?” tanya Ibu Ethan begitu anaknya selesai merapikan barang-barangnya kembali di kamar.“Ya.. cukup menyenangkan. Pemandangannya benar-benar indah dan menyegarkan, masih sama seperti dulu saat aku kecil sering bermain di sana, Ibu..” jawab Ethan dengan lembut sambil merangkul ibunya. Tiga bulan berpisah dari orang tuanya yang baru kembali setelah 15 tahun, tentu membuat Ethan tanpa sadar ingin menempel pada orang tuanya itu.“Oh ya, ibu dengar dari Leane kalau kau memutuskan membantu Aelin untuk beradaptasi. Apa kau tidak apa-apa dengan itu, Nak?” tanya Ibu Ethan, masih terdengar khawatir mengingat alasan anaknya pergi ke Desa Jalen selama 3 bulan adalah untuk melupakan Aelin yang meminjam tubuh wanita yang akan dibantu
“A-apa yang kau lakukan.. di sini?” tanya Ethan, masih terkejut dengan kedatangan Aelin ke perkebunan teh di Desa Jalen tempatnya bekerja. ‘Bagaimana caranya ia tahu aku ada di sini? Untuk apa juga ia ada di sini?’ Pikir Ethan di dalam hatinya.“Siapa itu Paman? Apa dia pacar Paman yang dari kota?” tanya Keisya pada Ethan, cucu kedua Paman Tyler yang paling cerewet.Kebetulan hari itu Keisya dan kedua saudaranya sedang bermain lagi di perkebunan teh keluarga mereka. Tentu saja ada Paman Tyler serta anak dan menantunya di rumah kecil tempat Ethan tinggal selama hampir 3 bulan ini.“Halo..?” Aelin menyapa Keisya dan kedua saudaranya dengan ramah sambil memberikan beberapa bingkisan makanan. Tak lupa ia juga menyapa Paman Tyler dan keluarganya, membuat Ethan semakin tidak mengerti maksud kedatangan wanita yang ia tahu bukan wanita pemilik hatinya.“Maaf menganggu kegiatan kalian.. Tapi, bisakah aku berbicara dengan Ethan sebentar?” tanya Aelin, setelah selesai memperkenalkan diri s
Ethan sedang berada di kamarnya, merenung. Hatinya sudah tak karuan sejak beberapa hari lalu, ketika Aelin yang dia cintai sudah pergi meninggalkannya ke Avesphere untuk mengakhiri tugasnya sendiri sebagai Nevaeh, sang pemimpin Aeris.‘Kenapa dia tidak bisa tetap tinggal di sini lebih lama lagi?’ Ethan tidak bisa menghentikan perasaannya yang sangat kehilangan itu.Selama beberapa bulan ia bertarung melawan Demios hingga mengakhirinya dua minggu lalu, ia pikir ia akan bisa mendapatkan kehidupannya lagi yang utuh tanpa ketakutan bahwa dunia akan hancur karena ulah seseorang. Namun, ia memang berhasil menyelamatkan dunia tempatnya tinggal, tapi ia tidak bisa bersama dengan orang-orang yang ia inginkan. Semua temannya, orang yang diam-diam selalu menjaganya dan orang yang ia cintai, semua tidak ada lagi di dunia Ethan sekarang. Padahal, Ethan sudah bertemu kembali dengan kedua orang tuanya yang selalu ia rindukan selama 15 tahun ini. Sayangnya, ia juga jadi kehilangan banyak hal ya
“Nyonya Helena, apa kau..?” Pertanyaan Ethan ketika ia berhasil membawa Aelin keluar dari Osiris ke jembatan portal.Helena saat itu berada di menara jam besar dan ia hanya berkata, “Sampai bertemu lagi, Ethan..”Tanpa menjelaskan apapun, Helena mengirim cahayanya kepada Ethan untuk membuatnya mengerti apa yang sebenarnya terjadi.Ethan pun akhirnya tahu bahwa saat Aelin-nya terjatuh dari jembatan portal, cahaya Aeris miliki Ethan membawa jiwa Aelin ke Avesphere. Jiwa Aelin yang tak memiliki raga itu pun bertemu dengan Revan di sana.“Nona Aelin, bagaimana kau bisa..?” Revan terkejut dengan kehadiran jiwa Aelin, jiwa tanpa raga yang berasal dari Geae di Avesphere. “Tuan Revan, sudah lama tidak bertemu..” ucap Aelin, semakin mengejutkan Revan dan Rigel yang juga berada di sana.“Kau..”“Ya..” Aelin mengangguk. “Berkat cahaya Aeris dari Ethan, selain berhasil menyelamatkanku dari Osiris, cahaya itu juga membangkitkan energi Aeris dalam diriku dan ingatanku tentang masa laluku se
Avesphere, Tahun 1997 – 23 Tahun Lalu..“Apa kau sudah mendapat persetujuan dari Yesha untuk membiarkan Eislyn bereinkarnasi di tubuhnya?” tanya Revan pada Helena yang ia minta untuk berkomunikasi dengan Yesha di tahun 2023.Yesha di tahun 2023 sudah menjadi Aeris bersama Ethan dan Kayla. Mereka juga sudah menjalankan tugas untuk mengunci portal, meskipun tetap tidak bisa menghentikan Demios yang akhirnya kabur dari Nyxsphere ke tahun 2005 melalui portal waktu.Kini, di tahun 1997 saat Yesha akan lahir ke dunia, Revan atas perintah Evren harus mereinkarnasi Eislyn ke dalam tubuh Yesha di masa tempat Demios kabur, guna menghentikan Demios memasuki Osiris melalui Yesha yang seorang Aeris sekaligus orang yang memiliki jiwa wanita yang dicintai Demios.“Sudah, Tuan Revan dan Yesha mengizinkan hal itu selama bisa mencegah kejahatan Demios yang lebih besar lagi..” jelas Helena, membuat senyum merekah di wajah Revan.“Baiklah..” Revan kemudian melirik ke arah Rigel yang juga ada di sana
“Ya! Kami baik-baik saja di sini! Kalian bagaimana? Apa kalian ada di Gunung Zyn sekarang? Kita juga ada di sini!” jawab Kayla bersemangat, meskipun sedikit sedih karena jika portal masih terbuka, maka mereka bisa bertemu tatap muka sekarang.“Kami baik-baik juga dan kami ada di Gunung Zyn. Sayangnya, kita tidak bisa bertemu lagi ya Kayla..” Aelin yang menjawab.Aelin berjalan menuju salah satu pohon yang paling dekat dengan posisi tempat portal seharusnya ada, tanpa kehilangan sinyal Evren yang menjadi penghubung telepon portal mereka dengan dunia seberang. Ethan berjalan mengekori dan mereka berdua pun duduk di bawah pohon untuk berkomunikasi dengan lebih nyaman.“Benar!” Kayla sudah membalas dengan suara nyaringnya lagi.“Oh ya, bagaimana dengan Profesor Elan? Apa ia ada di sana? Karena aku tidak bisa menemukannya di sini?”Pertanyaan Ethan seketika membuat semua orang hening.Di seberang sana, Kayla dan keempat orang lainnya saling berpandangan, mengisyaratkan pertanyaan yan