Mentari tak terlalu terik. Para siswa berhamburan ke kantin. Wanda menyeret Ayuna ke kantin bersama Toby. Setelah berberapa hari Ayuna absen dari makan -makan di kantin. Akhirnya baru kali ini rasa mual itu sedikit bisa di kendalikan.
“Beneran enggak papa ni?”
“Iya.”
“Awas Loe Yun, kalau loe pingsan gue gak tanggung jawab. Apalagi sampek bawa loe ke UKS.”
“Ih gitu amat jadi teman,” runtuk Ayuna dengan wajah seolah kesal.
Mereka bertiga pergi mengambil tempat duduk. Wanda memesan dua nasi remes dan Ayuna hanya memakan roti. Tapi bukan satu roti, melainkan 10 roti sekaligus. Padahal di rumah, ia biasa saja mencium bau makanan. Tapi jika di sekolah ia ingin sekali muntah.
Ayuna membawa sepuluh roti dengan varian rasa. Sedangkan Wanda membawa dua nasi rame. “Buset! Loe makan roti atau ngerampok kantin.”
“Diem loe! Gue lapar.”
“Loe mual nyium makanan
“Papa tidak keberatan kau menceraikan Ayuna. Rencana papa sudah selesai, kamu bisa kembali pada pilihanmu sendiri. “ Dada Ayuna seketika sesak. Buliran air mata jatuh di pipi. Langkah kakinya lemas kembali ke kamar dengan langkah pelan. “Jadi Mas Eugene juga terlibat?” Air mata terus bercucuran. Mengelap butiran kristal yang jatuh di pipi dengan punggung tangan. Berlari pelan menuju kamar. Menahan sesak yang mendera. Ia seperti terkhianat. Di khianati orang yang paling ia percaya seumur hidup ternyata lebih menyakitkan. Kenapa semua ini dia yang harus melalui. Kenapa? Dunia sangat kejam. Setelah kedua orang tuanya meninggal. Bibinya juga tiada, kenapa kenyataan pahit itu harus dirinya yang merasakan. Kenapa dirinya lah yang harus berdiri dalam lingkaran kebinasaan. Ujung kaki Ayuna menyandung lantai yang sedikit lebih tinggi. Kaki Ayuna tersungkur di lantai. Lutut itu mencium lantai. Dalam diam, tangis pun pecah . Tangan Ayuna menutup mulut, agar ta
Ujian telah usai. Seluruh siswa bernafas lega. Sang guru telah kembali ke kantor. Ayuna memasukkan buku ke dalam tas. Sebuah tendangan mengenai kursi yang duduki gadis itu. Ayuna terdiam, ia mendongak ke atas menatap gerombolan gadis-gadis yang mengelilingi mejanya. “Hai gadis murahan!” teriak salah satu siswa. “Enggak nyangka gue. Anak pengusaha kaya, tapi mungkin sekarang udah bangkrut.” Ayuna berubah cuek. Ia berniat berdiri dan tak meladeni mereka. Seorang gadis mendorong pundak Ayuna, membuat gadis itu kembali terduduk. “ Kita belu selesai. Ngapai loe pergi hah! Emang ya, pelacur. Mana punya adab.” “Jaga ya mulutnya. Yuna bukan pelacur.” Gadis berseragam SMA itu membuang wajah, seakan meremeh perkataan Ayuna. “Hah terus loe apa?” “Yuna udah nikah.” “Udah nikah, nikah siri berarti. Oh gue tahu loe jadi istri simpanan Om-Om.” Gadis itu memintak temannya mengambil kan sesuatu yang ia bawa. Sebotol air. “Gue punya ha
Acara makan berlangsung. Bunda Anda menata seluruh makanan di atas meja makan. Membuat putri dan temannya menelan ngiler. “Jadi kangen masakan Tante.” “Makanya, Yuna. sering-sering main ke sini.” “Iya Tante.” Ayuna mengambil nasi. Biasanya, ia akan mengambil nasi untuk Sang Suami. Tapi kali ini ia makan bersama keluarga Wanda tampa Sang Suami. “Tante. Yuna boleh berberapa hari inep sini.” “Boleh dong. Kamu sudah Tante anggap sebagai anak sendiri.” Mereka pun memulai acara makan pada malam itu dengan hening. Setelah selesai, Yuna mencuci piring dan menata di rak. Ia tahu diri menumpang di rumah orang. Jadi harus lebih banyak membantu Tante Anda. Jarum detik telah berlalu. Ayuna meletakan seluruh piring di rak. Mengelap pelipis dengan punggung tangan. “ Makasih loh Yuna. Udah bantuin Tante.” “Sama-sama Tan.” “Kalau ada apa-apa kamu cerita ke Tante. Tante juga penganti orang tuamu.” Ayuna mengangguk. Ia pun melangkah
Sekarang malam tak lagi petang. Gelapnya malam telah memudar. Tergantikan oleh Sang raja Siang yang siap menemani langit. Burung-burung bersolek-solek. Setelah malam membuatnya terlelap dan sekarang bisa terbang bebas di angkasa. Pagi-pagi buta. Ayuna sudah meninggalkan rumah. Meninggalkan secarik kertas pada Wanda. Dan berpamitan pada Bunda Anda yang sedang menyiram taman. Bunda Anda sedikit heran melihat Ayuna berangkat pagi-pagi di jam segini. Namun, gadis itu mengatakan bahwa ia sedang piket. Dan saat ini gadis itu berada di dalam taksi. Yang terparkir tak jauh dari Mansion keluarga Ruth Smith. Memantau keluarga Ruth Smith. Saat seluruh keluarga mereka telah pergi. Ia masuk ke dalam rumah. Mencari bukti pernikahannya. Ayuna terus menunggu. Memicingkan mata. Memantau pergerakan keluarga Ruth Smith. Hampir satu jam lebih Ayuna menunggu. Tapi tidak ada yang keluar. Suara sirene ambulans tiba-tiba muncul. Membuat mata Ayuna melebar dan dahinya m
Malam terasa semakin dingin. Ayuna datang ke kamar sambil membawa nasi dan air. Dua orang pasang suami istri berpamitan pulang. Setelah kejadian tadi, sikap keluarga besar Ruth smith semakin berubah. Lebih mencair. Dan Ayunalah air di tengah-tengah api. Ayuna akhirnya tidak jadi pergi kesekolah untuk mendampingi. Ia tak jadi kembali kesekolah untuk menjelaskan semuanya. Sepertinya sudah sangat telat, dan lagi nama baiknya sudah hancur. Tak ada orang yang mendukungnya. Sekarang hanya tinggal suaminya. “Ini Mas!” Ayuna menyerahkan kotak nasi. “Enggak selera.” Eugene menepis nasi kota itu. “Tapi Mas, Kasihan kan kalau enggak dimakan. Terus Mas Eugene dapat tenaga dari mana kalau enggak makan. Mas juga harus sehat. masak jagain Mami tapi tenaganya ilang,” cerocos Ayuna panjang lembar. Eugene tersenyum kecut sambil menatap istri kecilnya. “Atau mau Yuna suapin biar kayak di filem-filem romantis,” canda gadis itu membuat Eugene mengangg
Waktu semakin bergulir. Malam demi malam telah terlewati. Di gantikan sang raja pagi terus menyising. Seperti biasa di sekolah cukup ramai. Murid berlalu lalang meninggalkan kelas masing-masing. Termasuk dua murid lelaki dan perempuan yang berjalan saling beriringan. Dari arah lain seorang pria di kelas mengejar mereka. “Hai bro!” Lay langsung merangkul lengan Wanda. Namun perempuan itu langsung bergidik dengan keras. Hingga tangan Lay jatuh “Biasa aja kali Wanda.” “Gue enggak pernah biasa kalau soal elo.” “Sorry lah. Eh omong-omong Yuna beneran di keluari.” “Siapa bilang? Dia hanya mengambil cuti.” “Terserah dah apa kata elo. Tapi kalau loe ketemu Yuna. Nitip salam ya.” Lay langsung berlari meninggalkan Toby dan Wanda. “Dasar cowok.” “Tapi omong-omong waktu Yuna pergi. Diakan ninggalin surat kan?” “Iya tapi katanya Cuma pergi bentar. Tapi pas malamnya gue tunggu dia gak balik.” “Emang udah loe telefon ora
Byur!Sebuah guyuran air membasah tubuh gadis yang tengkurap di atas lantai. Tampa penerangan sama sekali. Dengan kedua tangan yang terikat ke belakang. Kelopak mata gadis itu mengerja-ngerjakan mata. Mata itu sedikit demi sedikit melebar. Mendongak melihat seorang datang menggunakan penerang seadanya. Sebuah lampu berwarna keemasan menyala. Tapi cahaya itu tidak membantu. Karena hanya menerangi bagian kecil ruangan. Sedangkan yang lain tetap gelap.Wanita itu menarik rambut seorang gadis yang sangat mengerikan itu. “Halo gadis kecil. Selamat datang di wilayahku. Hahahhah...” Tawa pecah dan melepaskan rambut Ayuna dengan kasar.“Kamu kan Violet. Apa yang kau lakukan padaku. Apa salahku.”Wanita jahat itu mengeluarkan jari telunjuknya dan mengetuk-ngetuk ujung dagu seolah-olah berpikir. “Apa ya salah mu?” Ia menarik rambut Ayuna kembali tapi tarikan ini lebih kuat. Gadis itu merintih sakit. “Baiklah. Seperti loe en
Di bawah sinar rembulan seorang lelaki sedang duduk lesu sambil menyesali kelalaiannya. Gadis yang sangat ia cinta menghilang tiba-tiba membuat pikiran Eugena kayak. Ia pun meraung-raung di tengah lorong yang sunyi. Membuat para orang yang berlalu lalang terperajat. Melirik Eugene dengan tatapan horor. Membuat orang mengira lelaki itu sedang gila.Saat Eugene menangkupkan kepala tiba-tiba benda hangat menyentuh punggung tangan. Lelaki itu mendongak. Sesosok wanita berdiri didepannya. Melempar senyum. “Violet!” gumam Eugene.“Ni kubelikan coffe.” Menyerahkan Paper Coffe kopi pada mantan kekasihnya. Eugene mengambil kopi yang di berikan Violet. Tiba-tiba gadis itu duduk di samping Eugene. Menunjukkan wajah yang lesu. Membuat dirinya seolah iba dengan Eugene.“Makasih.”Tangan Violet terulur. Menangkup tangan kanan. “Aku turun prihatin atas menghilangnya istrimu.”“Dari s
Air mata Eugene jatuh saat melihat Sang Istri berada di atas ranjang. Setelah Surya memberitahu di mana Ayuna berada ia segera mencari gadis itu. Dan dia mendapati Sang Istri berada di rumah sakit yang tidak jauh dari lapangan golf. Eugene meraih tangan Ayuna, memandang keadaan gadis itu yang sangat memperihatinkan. Seluruh tubuhnya lebam-lebam, membuat hati Eugene seperti di sayat oleh silet-silet kecil.“Maafkan aku Sayang….” Tangis Eugene pecah walaupun tanpa suara. Tapi rasa sakit dan rasa kecewa pada diri sendiri menyergap. Perasaan campur aduk berkecamuk, apalagi perasaan dia harus melihat istrinya dalam kondisi seperti ini. “Jika ada sesuatu terjadi padamu dan anak kita. Maka akulah yang harus di salahkan karena tidak bisa menjagamu.”Decit pintu terbuka, Pria botak berjas putih masuk ke dalam ruang yang di tempati Ayuna. Wanita berpakaian perawat mengikutinya dari belakang. “Apa Anda keluarga dari pasien?”Eugen
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Setelah Eugene mendapatkan plat nomer mobil tersebut. Ia pun melacaknya lewat plat mobil yang ia dapatkan. Namun, saat mobil itu melewati terowongan tiba-tiba mobil yang ia incar menghilang secara misterius. Tapi Eugene dan rekan-rekannya tak menyerah. Ia tetap mencari mobil tersebut. Sebuah kamera CCTV mendapatkan mobil tersebut tapi mobil itu sudah berada di tempat bangkai mobil-mobil. Sebuah tempat yang di peruntukkan untuk mobil rusak.“Bagaimana ini Inspektur? “ tanya rekannya. Membuat Eugene kalang kabut. Ia pun mencoba melacak orang yang meninggalkan mobil di tempat pembuangan. Dan Eugene mendapatkan orangnya. Ternyata dia adalah Driver ojek online. Jika menemukan lelaki itu mereka bisa bertanya tentang penjahat itu. Eugene dan dua rekannya pergi mencari lelaki itu di kawasan padat penduduk. Melewati setiap gang kecil hingga ia sampai di sebuah rumah sederhana milik Driver Ojek Online.Dok! Dok!Eugene menggedor pintu. Seorang perempuan keluar
Lampu disko berkilap kelip. Disertai suara musik yang beredup sangat keras hingga memengkak telinga siapa pun yang mendengar. Suara penyanyi diskotik membuat pengujung semakin terbuai. Sang Vokalis bergoyang di atas meja membuat para pengunjung semakin melingkung. Di pintu masuk seorang Pria masuk ke dalam Pub. Menyingkirkan orang-orang yang ada di depannya dengan kedua tangan. Seorang gadis seksi menikmati minuman beralkoholnya. Tiba-tiba seorang lelaki mendekat. Menarik gadis itu dengan kasar keluar Bar. Membuatnya marah.Mereka pun keluar dari tempat itu. Surya melepaskan dengan kasar. Menatap tajam sepupunya. Pandangan gadis itu sedikit terganggu. Tampak jelas gadis itu masih di selimuti rasa mabuk.“Apa-apa loe narik gue keluar!” teriak Violet pada sepupunya. Matanya merah.Surya memegang pundak sepupunya. “Gue Cuma mau nanyak. Apa loe dalang di balik hilangnya Istri Eugene.” Suara menatap tajam. Berharap sepupunya tidak melakukan pe
Suara langkah kaki mendekat. Membuat rasa waswas yang sangat besar pada tubuh gadis kecil yang terduduk di atas kursi dengan tangan di ikat ke belakang. Kaki juga terikat sangat erat. Ia tak mampu bergerak sama sekali. Setelah kejadian penyiksaan Violet kemarin, para anak buah Violet mendudukkannya. Lampu berwarna keemasan menyala seketika. Membuat Ayuna mendongak dengan mulut di sumpal kain. Seorang gadis cantik melenggak-lenggok masuk ke dalam ruangan. Memberi tatapan yang mengerikan. “Selamat pagi yuna!” sapa gadis itu. “Bagaimana? Apa kamu nyaman berada di tempatku? Aku sebagai Tuan rumah, selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk tamuku. Kalau ada apa jangan sungkan-sungkan memberitahuku.” ucap Violet sambil memegang sebuah map. “Kenapa? Kenapa kau enggak jawab hah?” bentak Violet dengan mata melotot hingga ingin keluar. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu. “Ups!” Menutup bibirnya centil. “Aku lupa mulutmu masih tertutup. Maaf
Di bawah sinar rembulan seorang lelaki sedang duduk lesu sambil menyesali kelalaiannya. Gadis yang sangat ia cinta menghilang tiba-tiba membuat pikiran Eugena kayak. Ia pun meraung-raung di tengah lorong yang sunyi. Membuat para orang yang berlalu lalang terperajat. Melirik Eugene dengan tatapan horor. Membuat orang mengira lelaki itu sedang gila.Saat Eugene menangkupkan kepala tiba-tiba benda hangat menyentuh punggung tangan. Lelaki itu mendongak. Sesosok wanita berdiri didepannya. Melempar senyum. “Violet!” gumam Eugene.“Ni kubelikan coffe.” Menyerahkan Paper Coffe kopi pada mantan kekasihnya. Eugene mengambil kopi yang di berikan Violet. Tiba-tiba gadis itu duduk di samping Eugene. Menunjukkan wajah yang lesu. Membuat dirinya seolah iba dengan Eugene.“Makasih.”Tangan Violet terulur. Menangkup tangan kanan. “Aku turun prihatin atas menghilangnya istrimu.”“Dari s
Byur!Sebuah guyuran air membasah tubuh gadis yang tengkurap di atas lantai. Tampa penerangan sama sekali. Dengan kedua tangan yang terikat ke belakang. Kelopak mata gadis itu mengerja-ngerjakan mata. Mata itu sedikit demi sedikit melebar. Mendongak melihat seorang datang menggunakan penerang seadanya. Sebuah lampu berwarna keemasan menyala. Tapi cahaya itu tidak membantu. Karena hanya menerangi bagian kecil ruangan. Sedangkan yang lain tetap gelap.Wanita itu menarik rambut seorang gadis yang sangat mengerikan itu. “Halo gadis kecil. Selamat datang di wilayahku. Hahahhah...” Tawa pecah dan melepaskan rambut Ayuna dengan kasar.“Kamu kan Violet. Apa yang kau lakukan padaku. Apa salahku.”Wanita jahat itu mengeluarkan jari telunjuknya dan mengetuk-ngetuk ujung dagu seolah-olah berpikir. “Apa ya salah mu?” Ia menarik rambut Ayuna kembali tapi tarikan ini lebih kuat. Gadis itu merintih sakit. “Baiklah. Seperti loe en
Waktu semakin bergulir. Malam demi malam telah terlewati. Di gantikan sang raja pagi terus menyising. Seperti biasa di sekolah cukup ramai. Murid berlalu lalang meninggalkan kelas masing-masing. Termasuk dua murid lelaki dan perempuan yang berjalan saling beriringan. Dari arah lain seorang pria di kelas mengejar mereka. “Hai bro!” Lay langsung merangkul lengan Wanda. Namun perempuan itu langsung bergidik dengan keras. Hingga tangan Lay jatuh “Biasa aja kali Wanda.” “Gue enggak pernah biasa kalau soal elo.” “Sorry lah. Eh omong-omong Yuna beneran di keluari.” “Siapa bilang? Dia hanya mengambil cuti.” “Terserah dah apa kata elo. Tapi kalau loe ketemu Yuna. Nitip salam ya.” Lay langsung berlari meninggalkan Toby dan Wanda. “Dasar cowok.” “Tapi omong-omong waktu Yuna pergi. Diakan ninggalin surat kan?” “Iya tapi katanya Cuma pergi bentar. Tapi pas malamnya gue tunggu dia gak balik.” “Emang udah loe telefon ora