Hari semakin larut, Sang Purnama masih setia menemani para bintang-bintang yang tersebar di atas langit. Hembusan angin lembut menampar kulit Ayuna. Gadis itu duduk di ujung jembatan kaku dan mengayunkan kakinya di atas permukaan air. Tak peduli dengan hawa dingin yang menusuk-nusuk dan masuk ke dalam pori-pori. Entah kenapa, hari ia merasakan sakit yang sangat dalam. Sakit salam hati yang tidak tahu kapan berdarah-darah. Namun, dokter atau pun perawat lain tak akan bisa menyembuhkannya.
Setelah ia bertemu dengan Violet dan Ayuna. Gadis itu memesan makanan sedikit, lalu meninggalkan dua mantan kekasih itu. Lalu menangkan diri ujung jembatan kayu dekat dengan kamarnya.
Air mata itu tiba-tiba luluh dengan sendirinya di pipi, “Duh kenapa kok aku nangis?” Gadis itu terlalu lugu dan polos. Ia tak pernah merasakan jatuh cinta, mana mungkin ia tahu perasaan tersakiti.
“Apa karena tadi aku enggak di ajak makan sa
“Mas marah tadi sama Yuna?” pertanyaan Ayuna merobek kembali ingatannya. Saat mereka masih berada di rumah kakek Purna. Di mana Seorang lelaki secara langsung menyatakan cinta pada istrinya. Ada rasa marah yang berkobar. Namun, ia tak bisa mengartikan rasa marah itu sebagai perasaan cemburu.“Iya.”“Marah kenapa?”“Saya enggak suka kamu dekat dengan Bejo.” Eugene menoleh.” Cepatlah tidur!” perintah Eugene langsung di idahkan Ayuna. Ia pun mundur hingga pantatnya berada di tengah-tengah ranjang. Eugene mendorong bahu Ayuna, mengisyaratkan agar gadis itu merebahkan badanya. Menaikkan selimut.“Maaf mas! Bikin Mas marah,” ujar polos Ayuna, tanpa menyadari sikap jangkel yang Eugene berikan“Lain kali, jika kau terluka jangan di paksakan jalan. Ingat, kaki itu akan semakin bengkak jika kau paksa berjalan.”“Baik Mas. Mas Mua ke mana?”“Kel
Ombak-ombak menggulung-gulung mengenai bibir pantai. Sebuah jejak kaki membekas di bibir pantai. Telapak kaki itu menginjak pasir-pasir putih bersih. Putih seputih susu. Sedangkan warna air laut biru, sebiru langit. Pohon-pohon kelapa berdiri jauh di sana. Terdengar suara ombak yang melebur di bibir pantai. Menyisakan buih-buih putih.Gadis kecil itu termenung di bibir pantai, sesekali melihat Sang Suami yang bersama perempuan lain. Ada rasa perih yang merayap. Perasaannya bagaikan suara ombak yang terombang-ambing. Dari tadi pagi, kebersamaan mereka di ganggu oleh perempuan yang pernah singgah di hati Sang Suami. Lelaki itu tak menolak saat Violet merangkul lengannya. Membiarkan Sang Istri tersakiti dalam diam menyaksikannya.Pria itu bangkit dari pasir. Butir-butiran pasir masih menempel di pantatnya. Melangkah menuju Sang Istri yang sibuk dengan pikirannya. Menarik tangan Ayuna. “Mau ke mana?”“Aku Haus.”Violet
Ombak-ombak menggulung-gulung mengenai bibir pantai. Sebuah jejak kaki membekas di bibir pantai. Telapak kaki itu menginjak pasir-pasir putih bersih. Putih seputih susu. Sedangkan warna air laut biru, sebiru langit. Pohon-pohon kelapa berdiri jauh di sana. Terdengar suara ombak yang melebur di bibir pantai. Menyisakan buih-buih putih.Gadis kecil itu termenung di bibir pantai, sesekali melihat Sang Suami yang bersama perempuan lain. Ada rasa perih yang merayap. Perasaannya bagaikan suara ombak yang terombang-ambing. Dari tadi pagi, kebersamaan mereka di ganggu oleh perempuan yang pernah singgah di hati Sang Suami. Lelaki itu tak menolak saat Violet merangkul lengannya. Membiarkan Sang Istri tersakiti dalam diam menyaksikannya.Pria itu bangkit dari pasir. Butir-butiran pasir masih menempel di pantatnya. Melangkah menuju Sang Istri yang sibuk dengan pikirannya. Menarik tangan Ayuna. “Mau ke mana?”“Aku Haus.”Violet
Lampion-lampion bertebaran di atas langit. Bagaikan bintang-bintang. Begitu banyak dan indah. Hembusan angin malam begitu besar. Membuat banyak orang yang merapatkan jaket untuk menghangatkan tubuh. Sambil mendongak ke atas menatap langit yang begitu mempesona dengan banyaknya lampion berwarna keemasan.Di bawah sinar keemasan dua pasangan suami istri itu merapatkan tubuh. Sang Pria menempelkan bibirnya pada bibi istrinya. Dunia terasa milik berdua. Namun, pernafasan Ayuna seakan akan habis karena ulah Eugene. Buru-buru Ayuna mendorong tubuh Eugene keras. Akhirnya pria itu menyudahi perbuatannya. Memandang Eugene horor. Seperti tak terima dengan perbuatan Eugene padanya. Namun, kesalahan ini berawal dari dirinya sendiri karena mencium lebih dulu. Walaupun niat awal untuk memberi hadiah Eugene. Namun, pria itu seperti salah tangkap.“Yuna enggak suka.” Ayuna membalikkan badan dan berlari dengan langkah panjang meninggalkan pasir putih. Lang
Kabut-kabut putih mengantung di langit. Sang Penerang terbangun dari tidur. Tersenyum lebar pada bumi. Semilir angin laut menerbangkan gorden berwarna putih. Meniup-niup wajah Ayuna yang tengkurap dengan air liur yang menetes di bantal. Saat sinar mentari menebus jendela Resort membuat ke dua kelopak mata Ayuna silau. Ia menutup cahaya dengan punggung tangan. Mata itu belum bisa menetralkan cahaya matahari.“Silau!” Gadis itu berbalik badan . Hendak menarik bantal yang ada di sampingnya. Samar-samar ia melihat tubuh setengah telanjang Eugene yang berada di sampingnya.“Ih masak enggak dingin, tidur gak pakek baju,” cicit Ayuna. Gadis itu mencari guling untuk menjadi pelindung dari cahaya penganggu itu. “Gulingnya jauh amat di samping Mas Eugene.” Saat Ayuna bangun. Ia baru sadar bahwa dirinya tak memakai sehelai benda satu pun.“Aaaa!” teriak Ayuna sambil menarik selimut menutup tubuh sentilnya. T
Eugene menutup telefon. Mengamati tajam pintu kamar mandi. Ia akan meninggalkan gadis itu. Ada sebuah kasus yang menunggu di kota. Dan dirinya di suruh bertugas segera. Meninggalkan Sang kekasih. Eugene mengambil tas mengambil tas dan memasukkan baju-baju yang mungkin di butuhkah ketika pulang . Setelah selesai ia merapikan kemeja dan rambut. Menatap pintu kamar mandi, melangkah dan mengetuk pintu. Namun, tak ada jawaban dari Ayuna. Mungkin gadis itu marah atau benar-benar tak mendengar. Namun, ia tak bisa lama-lama karena pesawat Pribadi milik Sang Papa menunggu. Eugene dirinya harus meminjam pada Ruth, karena lelaki tua itu memiliki sesuatu yang tidak di miliki oleh banyak orang.Mengambil tas dan melangkah panjang meninggalkan Resort. Di pintu keluar kamar, tak sengaja ia berpapasan dengan seorang pelayan. “Tunggu!” Perempuan anggun itu terdiam dan berbalik badan.“Boleh saya mintak kertas dan pensil.” Pelayan itu menyobek buku yang ia bawa. Eugene mengambilnya
“Selamat Siang Mbak Yuna?”Ayuna dan Wanda saling melempar pandang. Mereka berdua sama-sama tidak mengenai Pria berbaju necis yang ada di depannya.Wanda mendekatkan bibirnya ke telinga Ayuna, “Siapa dia Yun?”“Yuna juga gak tahu,” balas Yuna dengan berbisik. Lay pun sudah selesai mengeluarkan koper. Menyeret koper ke Ayuna, lelaki itu tak kalah terkejut.“Siapa dia Ayuna?” Mereka berdua bergidik karena tidak mengetahui.“Perkenalkan nama saya Budi.” Mereka pun saling berkenalan satu sama lain. “Bu Emma ingin bertemu dengan Anda?” jelas Budi tujuannya di rumah Ayuna.“Tante Emma, bukankah ada di kampung Pak?”Budi menggeleng keras. Menunjukkan gurat kesedihan yang sulit di artikan. Membuat Ayuna ikut panik. Bagi Ayuna, Wanita itu adalah pengganti orang tuannya. Dan satu-satunya orang yang paling berharga di hidupnya. Sontak Ayuna memegang bahu Budi, “Di mana Tante Emma Pak?”“Mari ikut saya?” Budi mempersilahkan Ayuna
Awan-awan gelap masih mengantung di atas langit dengan sempurna. Melindungi matahari dengan kabut-kabut kelabu miliknya. Langi seperti hendak menangis, namun tangis itu tertahankan sesaat. Berapa menit akan tumpah membasahi bumi.Ayuna dan Wanda masuk ke dalam kamar ICU. Kamar yang di peruntukan oleh pasien yang kritis. Kaki Ayuna sesaat kaku, mulutnya bergetar. Gestur wajahnya sedih. Air mata berderai. Di susul dengan kaki lemas yang hendak jatuh. Untung ada Wanda di samping Ayuna. Ia membimbing Ayuna untuk bangkit. Kedua gadis itu melihat seseorang wanita yang tak asing berbaring kaku di atas ranjang. Dengan selang-selang dan kabel-kabel di seluruh bagian tubuhnya. Dengan susah payah, wanita itu menoleh. Menatap sendu. Tersenyum samar di balik peralatan medis.“Tan-te...” rintih Ayuna sambil memeluk Emma. “Tante ngapain di sini? Ayuk pulang sama Yuna. Tante jangan bercanda dong, bercandanya enggak lucu.” Ayuna bangkit dan menatap wajah Emma ta
Air mata Eugene jatuh saat melihat Sang Istri berada di atas ranjang. Setelah Surya memberitahu di mana Ayuna berada ia segera mencari gadis itu. Dan dia mendapati Sang Istri berada di rumah sakit yang tidak jauh dari lapangan golf. Eugene meraih tangan Ayuna, memandang keadaan gadis itu yang sangat memperihatinkan. Seluruh tubuhnya lebam-lebam, membuat hati Eugene seperti di sayat oleh silet-silet kecil.“Maafkan aku Sayang….” Tangis Eugene pecah walaupun tanpa suara. Tapi rasa sakit dan rasa kecewa pada diri sendiri menyergap. Perasaan campur aduk berkecamuk, apalagi perasaan dia harus melihat istrinya dalam kondisi seperti ini. “Jika ada sesuatu terjadi padamu dan anak kita. Maka akulah yang harus di salahkan karena tidak bisa menjagamu.”Decit pintu terbuka, Pria botak berjas putih masuk ke dalam ruang yang di tempati Ayuna. Wanita berpakaian perawat mengikutinya dari belakang. “Apa Anda keluarga dari pasien?”Eugen
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Setelah Eugene mendapatkan plat nomer mobil tersebut. Ia pun melacaknya lewat plat mobil yang ia dapatkan. Namun, saat mobil itu melewati terowongan tiba-tiba mobil yang ia incar menghilang secara misterius. Tapi Eugene dan rekan-rekannya tak menyerah. Ia tetap mencari mobil tersebut. Sebuah kamera CCTV mendapatkan mobil tersebut tapi mobil itu sudah berada di tempat bangkai mobil-mobil. Sebuah tempat yang di peruntukkan untuk mobil rusak.“Bagaimana ini Inspektur? “ tanya rekannya. Membuat Eugene kalang kabut. Ia pun mencoba melacak orang yang meninggalkan mobil di tempat pembuangan. Dan Eugene mendapatkan orangnya. Ternyata dia adalah Driver ojek online. Jika menemukan lelaki itu mereka bisa bertanya tentang penjahat itu. Eugene dan dua rekannya pergi mencari lelaki itu di kawasan padat penduduk. Melewati setiap gang kecil hingga ia sampai di sebuah rumah sederhana milik Driver Ojek Online.Dok! Dok!Eugene menggedor pintu. Seorang perempuan keluar
Lampu disko berkilap kelip. Disertai suara musik yang beredup sangat keras hingga memengkak telinga siapa pun yang mendengar. Suara penyanyi diskotik membuat pengujung semakin terbuai. Sang Vokalis bergoyang di atas meja membuat para pengunjung semakin melingkung. Di pintu masuk seorang Pria masuk ke dalam Pub. Menyingkirkan orang-orang yang ada di depannya dengan kedua tangan. Seorang gadis seksi menikmati minuman beralkoholnya. Tiba-tiba seorang lelaki mendekat. Menarik gadis itu dengan kasar keluar Bar. Membuatnya marah.Mereka pun keluar dari tempat itu. Surya melepaskan dengan kasar. Menatap tajam sepupunya. Pandangan gadis itu sedikit terganggu. Tampak jelas gadis itu masih di selimuti rasa mabuk.“Apa-apa loe narik gue keluar!” teriak Violet pada sepupunya. Matanya merah.Surya memegang pundak sepupunya. “Gue Cuma mau nanyak. Apa loe dalang di balik hilangnya Istri Eugene.” Suara menatap tajam. Berharap sepupunya tidak melakukan pe
Suara langkah kaki mendekat. Membuat rasa waswas yang sangat besar pada tubuh gadis kecil yang terduduk di atas kursi dengan tangan di ikat ke belakang. Kaki juga terikat sangat erat. Ia tak mampu bergerak sama sekali. Setelah kejadian penyiksaan Violet kemarin, para anak buah Violet mendudukkannya. Lampu berwarna keemasan menyala seketika. Membuat Ayuna mendongak dengan mulut di sumpal kain. Seorang gadis cantik melenggak-lenggok masuk ke dalam ruangan. Memberi tatapan yang mengerikan. “Selamat pagi yuna!” sapa gadis itu. “Bagaimana? Apa kamu nyaman berada di tempatku? Aku sebagai Tuan rumah, selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk tamuku. Kalau ada apa jangan sungkan-sungkan memberitahuku.” ucap Violet sambil memegang sebuah map. “Kenapa? Kenapa kau enggak jawab hah?” bentak Violet dengan mata melotot hingga ingin keluar. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu. “Ups!” Menutup bibirnya centil. “Aku lupa mulutmu masih tertutup. Maaf
Di bawah sinar rembulan seorang lelaki sedang duduk lesu sambil menyesali kelalaiannya. Gadis yang sangat ia cinta menghilang tiba-tiba membuat pikiran Eugena kayak. Ia pun meraung-raung di tengah lorong yang sunyi. Membuat para orang yang berlalu lalang terperajat. Melirik Eugene dengan tatapan horor. Membuat orang mengira lelaki itu sedang gila.Saat Eugene menangkupkan kepala tiba-tiba benda hangat menyentuh punggung tangan. Lelaki itu mendongak. Sesosok wanita berdiri didepannya. Melempar senyum. “Violet!” gumam Eugene.“Ni kubelikan coffe.” Menyerahkan Paper Coffe kopi pada mantan kekasihnya. Eugene mengambil kopi yang di berikan Violet. Tiba-tiba gadis itu duduk di samping Eugene. Menunjukkan wajah yang lesu. Membuat dirinya seolah iba dengan Eugene.“Makasih.”Tangan Violet terulur. Menangkup tangan kanan. “Aku turun prihatin atas menghilangnya istrimu.”“Dari s
Byur!Sebuah guyuran air membasah tubuh gadis yang tengkurap di atas lantai. Tampa penerangan sama sekali. Dengan kedua tangan yang terikat ke belakang. Kelopak mata gadis itu mengerja-ngerjakan mata. Mata itu sedikit demi sedikit melebar. Mendongak melihat seorang datang menggunakan penerang seadanya. Sebuah lampu berwarna keemasan menyala. Tapi cahaya itu tidak membantu. Karena hanya menerangi bagian kecil ruangan. Sedangkan yang lain tetap gelap.Wanita itu menarik rambut seorang gadis yang sangat mengerikan itu. “Halo gadis kecil. Selamat datang di wilayahku. Hahahhah...” Tawa pecah dan melepaskan rambut Ayuna dengan kasar.“Kamu kan Violet. Apa yang kau lakukan padaku. Apa salahku.”Wanita jahat itu mengeluarkan jari telunjuknya dan mengetuk-ngetuk ujung dagu seolah-olah berpikir. “Apa ya salah mu?” Ia menarik rambut Ayuna kembali tapi tarikan ini lebih kuat. Gadis itu merintih sakit. “Baiklah. Seperti loe en
Waktu semakin bergulir. Malam demi malam telah terlewati. Di gantikan sang raja pagi terus menyising. Seperti biasa di sekolah cukup ramai. Murid berlalu lalang meninggalkan kelas masing-masing. Termasuk dua murid lelaki dan perempuan yang berjalan saling beriringan. Dari arah lain seorang pria di kelas mengejar mereka. “Hai bro!” Lay langsung merangkul lengan Wanda. Namun perempuan itu langsung bergidik dengan keras. Hingga tangan Lay jatuh “Biasa aja kali Wanda.” “Gue enggak pernah biasa kalau soal elo.” “Sorry lah. Eh omong-omong Yuna beneran di keluari.” “Siapa bilang? Dia hanya mengambil cuti.” “Terserah dah apa kata elo. Tapi kalau loe ketemu Yuna. Nitip salam ya.” Lay langsung berlari meninggalkan Toby dan Wanda. “Dasar cowok.” “Tapi omong-omong waktu Yuna pergi. Diakan ninggalin surat kan?” “Iya tapi katanya Cuma pergi bentar. Tapi pas malamnya gue tunggu dia gak balik.” “Emang udah loe telefon ora