Eugene menutup telefon. Mengamati tajam pintu kamar mandi. Ia akan meninggalkan gadis itu. Ada sebuah kasus yang menunggu di kota. Dan dirinya di suruh bertugas segera. Meninggalkan Sang kekasih. Eugene mengambil tas mengambil tas dan memasukkan baju-baju yang mungkin di butuhkah ketika pulang . Setelah selesai ia merapikan kemeja dan rambut. Menatap pintu kamar mandi, melangkah dan mengetuk pintu. Namun, tak ada jawaban dari Ayuna. Mungkin gadis itu marah atau benar-benar tak mendengar. Namun, ia tak bisa lama-lama karena pesawat Pribadi milik Sang Papa menunggu. Eugene dirinya harus meminjam pada Ruth, karena lelaki tua itu memiliki sesuatu yang tidak di miliki oleh banyak orang.
Mengambil tas dan melangkah panjang meninggalkan Resort. Di pintu keluar kamar, tak sengaja ia berpapasan dengan seorang pelayan. “Tunggu!” Perempuan anggun itu terdiam dan berbalik badan.
“Boleh saya mintak kertas dan pensil.” Pelayan itu menyobek buku yang ia bawa. Eugene mengambilnya
“Selamat Siang Mbak Yuna?”Ayuna dan Wanda saling melempar pandang. Mereka berdua sama-sama tidak mengenai Pria berbaju necis yang ada di depannya.Wanda mendekatkan bibirnya ke telinga Ayuna, “Siapa dia Yun?”“Yuna juga gak tahu,” balas Yuna dengan berbisik. Lay pun sudah selesai mengeluarkan koper. Menyeret koper ke Ayuna, lelaki itu tak kalah terkejut.“Siapa dia Ayuna?” Mereka berdua bergidik karena tidak mengetahui.“Perkenalkan nama saya Budi.” Mereka pun saling berkenalan satu sama lain. “Bu Emma ingin bertemu dengan Anda?” jelas Budi tujuannya di rumah Ayuna.“Tante Emma, bukankah ada di kampung Pak?”Budi menggeleng keras. Menunjukkan gurat kesedihan yang sulit di artikan. Membuat Ayuna ikut panik. Bagi Ayuna, Wanita itu adalah pengganti orang tuannya. Dan satu-satunya orang yang paling berharga di hidupnya. Sontak Ayuna memegang bahu Budi, “Di mana Tante Emma Pak?”“Mari ikut saya?” Budi mempersilahkan Ayuna
Awan-awan gelap masih mengantung di atas langit dengan sempurna. Melindungi matahari dengan kabut-kabut kelabu miliknya. Langi seperti hendak menangis, namun tangis itu tertahankan sesaat. Berapa menit akan tumpah membasahi bumi.Ayuna dan Wanda masuk ke dalam kamar ICU. Kamar yang di peruntukan oleh pasien yang kritis. Kaki Ayuna sesaat kaku, mulutnya bergetar. Gestur wajahnya sedih. Air mata berderai. Di susul dengan kaki lemas yang hendak jatuh. Untung ada Wanda di samping Ayuna. Ia membimbing Ayuna untuk bangkit. Kedua gadis itu melihat seseorang wanita yang tak asing berbaring kaku di atas ranjang. Dengan selang-selang dan kabel-kabel di seluruh bagian tubuhnya. Dengan susah payah, wanita itu menoleh. Menatap sendu. Tersenyum samar di balik peralatan medis.“Tan-te...” rintih Ayuna sambil memeluk Emma. “Tante ngapain di sini? Ayuk pulang sama Yuna. Tante jangan bercanda dong, bercandanya enggak lucu.” Ayuna bangkit dan menatap wajah Emma ta
Hujan rintik-rintik lama-lam menjadi sangat lebat. Saat hujan turun seharusnya kita bersyukur. Karena nikmat tuhan berada di kaki hujan. Dengan derasnya hujan seseorang bisa menyembunyikan tangis, kegembiraan secara bersamaan. Tak ada seorang pun yang menyadari. Sebuah payung berada di bawah pohon, di pegang oleh Lelaki yang senantiasa memandang lurus ke depan. Mengamati seorang gadis yang masih meratapi kepergian wanita berumur tiga puluh tahunan itu.Dengan jelas, Eugene masih melihat Sang Istri masih memeluk pusara Tante Emma. Eugene menghelai nafas berat, di sana pasti dingin. Tapi gadis itu tak mau pergi. Setelah hampir setengah jam di kuburan. Ayuna dengan tertatih-tatih bangkit. Sang suami segera menyusul. Namun, Ayuna tiba-tiba lemas dan jatuh pingsan. Sontak Eugene menjatuhkan payung dan menghampiri tubuh Ayuna lemas di atas tanah basah dan wajahnya di tampar oleh hujan lebat. Dengan sigap, Eugene mengendong Ayuna. Tak peduli Bajunya saat ini ikut basah,
Waktu terus berputar. Hari-hari telah berlalu. Minggu ke sedihan sudah hilang. Sekarang satu minggu sejak kematian kedua orang tuannya. Dan juga hampir 12 purnama kematian kedua orang tuanya. Sedih masih menderai dalam dada. Namun, Ayuna adalah seorang gadis yang pintar menyembunyikan perasaannya. Semua orang menganggap dirinya selalu bahagia, padahal dalam jiwanya ia menyimpan luka yang entah kapan akan berlalu. Dalam satu pekan di dalam mimpi selalu di penuhi mimpi-mimpi buruk yang selalu mengawali malam. Dan pada akhirnya memeluk Eugene untuk mendambakan ketenangan.“Tenang lah!” Eugene memeluk Ayuna saat gadis itu kembali bermimpi buruk. Menenangkan lewat kata-kata dan kecupan malam.Eugene merebahkan Ayuna di ranjang. Lalu memeluknya. Memberi kehangatan pada tubuh mungil gadis itu. “Mas jangan pergi!”“Iya saya enggak mungkin pergi.” Jam sudah menunjukkan pukul empat subuh. Saat ayam-ayam kokok baru terbangun dari tidur. Eugene terus saja memeluk A
Ayuna mengaruk tengkuknya walaupun tak gatal. Semua orang melihat mereka membuat Ayuna merasa risih. Ia pun menyuruh Lay untuk bangun. “Lay stop! Jangan membuat Yuna malu.”“Kenapa kau harus malu Ayuna, aku mengungkapkan perasaanku. bukan lagi telanjang.” Ayuna membimbing Lay untuk bangkit. Siswa laki-laki itu menurutinya.“Aku akan memberi jawaban jika kau menyuruh semua orang untuk pergi.”Mata Lay langsung berbinar, ia akhirnya pertanyaan cinta akan ada balasan. Lay pun menyuruh semua orang untuk pergi termasuk anak-anak kecil yang ia sewa untuk memberi kejutan. Saat semua sudah pergi. Lay pun kembali lagi ke hadapan Ayuna.“Bagaimana? Sekarang sudah tidak ada orang?”“Hmm ak-u enggak bis-a jadi pacarmu!” ujar Ayuna lirih karena tak enak hati pada Lay. Pria yang sangat baik padanya.“Apa Yuna? Aku enggak dengar.” Suara Ayuna memang sangat lemah untuk di dengar m
Ayuna meletakan pakaian Eugene ke dalam keranjang cucian kotor. Malam semakin gelap. Rembulan terus bersinar di langit. Menerangi setengah bumi.“Emang hukumannya apa?”Eugene sudah bersiap menuju kamar mandi, “Eh nanti saya kasih tahu habis mandi.”“Ih Mas ini. Awas ya aneh-aneh nanti Yuna santet.”Eugene tertawa mendengar ancaman Ayuna. Ia pun masuk ke dalam kamar mandi. Ayuna mendengus sebal, ia ingat waktu kemarin di hotel. Mungkin kali ini sama, ia akan mengerjainya.Ting Tung!Suara bel mengagetkan Ayuna. Ia tahu, pasti itu kurir yang membawakan makan yang Eugene tadi pesan. Buru-buru ia keluar, perutnya sudah keroncongan. Cacing di perut Ayuna sudah berteriak-teriak mintak makan.“Sabar lah anakku. Makanan sudah datang.” Ayuna mengelus-ngelus perutnya.Suara decit pintu terbuka. “Mbak ini pesanannya. Ayam bakar dan tumis cumi-cumi saus pedas,” jelas Pria d
Pusat perbelanjaan di kota A sangat ramai. Banyak toko berjajaran di setiap sudut. Dari toko sepatu, pakaian, makanan, perlengkapan rumah tangga, permainan dan masih banyak lagi. Hilir mudik manusia bergantian mengisi pusat perbelanjaan. Seorang Pria sedang membawakan belanjaan Sang Istri dan juga teman-temannya.“Yuna loe enggak berlebihan nyuruh suami Loe bawa belanjaan kita?” Wanda menengok ke belakang. Melihat Suami Ayuna yang terlihat kerepotan membawa tas-tas belanja di tangan kanan dan kiri. Lalu kembali menatap ke depan. Berjalan beriringan bersama Toby dan Ayuna.“Biarin lah Wan, Om-Om brengsek itu emang pantas dapatin semuanya.”“Ih Yuna, suami sendiri dikatiin,” tegur Wanda, menyadar Ayuna bahwa tindakan sangat salah. Apalagi saat ini ia adalah seorang istri.“Biar lah.”“Yun, Gue enggak tega tahu sama Suami Loe!” timpal Toby sambil menyeruput es bubble. Melirik Eugene yang tepat berada di belakang, dengan jarak lima lang
Hari-hari Ayuna berjalan seperti biasanya, tidak ada yang berubah. Namun, saat ini hubungannya dengan Eugene lebih membaik kedua pasangan itu sekarang saling terbuka satu sama lain. Saling mengerti satu sama lain. Membuat hari-hari yang mereka jalani tenang dan damai. Seperti biasa Ayuna pergi sekolah. Hari-hari Ayuna di sekolah semakin sibuk. Seminggu lagi, akan ada Ujian Akhir Semester. Ayuna duduk di kantin sendiri, sambil membuka lembaran-lembaran majalah. Sebuah tangan menepuk pundak Ayuna, “Hai Nyet, rajin amat udah baca buku.” Toby mengambil tempat duduk di samping Ayuna dan Wanda di depan Ayuna.Toby mengangkat buku yang di baca Ayuna, “Ya elah, gue kira baca buku. Ternyata majalah?”“Loe sih enggak tahu bedanya majalah sama buku.” Cetus Ayuna sambil menyeruput es di sampingnya, menyeringai pada ke dua sahabatnya.“Sana dong Loe yang pesenin makanan.”“Mesti gue yang jadi korban,” cetus Toby dengan wajah kesal. Berdiri meninggalk
Air mata Eugene jatuh saat melihat Sang Istri berada di atas ranjang. Setelah Surya memberitahu di mana Ayuna berada ia segera mencari gadis itu. Dan dia mendapati Sang Istri berada di rumah sakit yang tidak jauh dari lapangan golf. Eugene meraih tangan Ayuna, memandang keadaan gadis itu yang sangat memperihatinkan. Seluruh tubuhnya lebam-lebam, membuat hati Eugene seperti di sayat oleh silet-silet kecil.“Maafkan aku Sayang….” Tangis Eugene pecah walaupun tanpa suara. Tapi rasa sakit dan rasa kecewa pada diri sendiri menyergap. Perasaan campur aduk berkecamuk, apalagi perasaan dia harus melihat istrinya dalam kondisi seperti ini. “Jika ada sesuatu terjadi padamu dan anak kita. Maka akulah yang harus di salahkan karena tidak bisa menjagamu.”Decit pintu terbuka, Pria botak berjas putih masuk ke dalam ruang yang di tempati Ayuna. Wanita berpakaian perawat mengikutinya dari belakang. “Apa Anda keluarga dari pasien?”Eugen
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Setelah Eugene mendapatkan plat nomer mobil tersebut. Ia pun melacaknya lewat plat mobil yang ia dapatkan. Namun, saat mobil itu melewati terowongan tiba-tiba mobil yang ia incar menghilang secara misterius. Tapi Eugene dan rekan-rekannya tak menyerah. Ia tetap mencari mobil tersebut. Sebuah kamera CCTV mendapatkan mobil tersebut tapi mobil itu sudah berada di tempat bangkai mobil-mobil. Sebuah tempat yang di peruntukkan untuk mobil rusak.“Bagaimana ini Inspektur? “ tanya rekannya. Membuat Eugene kalang kabut. Ia pun mencoba melacak orang yang meninggalkan mobil di tempat pembuangan. Dan Eugene mendapatkan orangnya. Ternyata dia adalah Driver ojek online. Jika menemukan lelaki itu mereka bisa bertanya tentang penjahat itu. Eugene dan dua rekannya pergi mencari lelaki itu di kawasan padat penduduk. Melewati setiap gang kecil hingga ia sampai di sebuah rumah sederhana milik Driver Ojek Online.Dok! Dok!Eugene menggedor pintu. Seorang perempuan keluar
Lampu disko berkilap kelip. Disertai suara musik yang beredup sangat keras hingga memengkak telinga siapa pun yang mendengar. Suara penyanyi diskotik membuat pengujung semakin terbuai. Sang Vokalis bergoyang di atas meja membuat para pengunjung semakin melingkung. Di pintu masuk seorang Pria masuk ke dalam Pub. Menyingkirkan orang-orang yang ada di depannya dengan kedua tangan. Seorang gadis seksi menikmati minuman beralkoholnya. Tiba-tiba seorang lelaki mendekat. Menarik gadis itu dengan kasar keluar Bar. Membuatnya marah.Mereka pun keluar dari tempat itu. Surya melepaskan dengan kasar. Menatap tajam sepupunya. Pandangan gadis itu sedikit terganggu. Tampak jelas gadis itu masih di selimuti rasa mabuk.“Apa-apa loe narik gue keluar!” teriak Violet pada sepupunya. Matanya merah.Surya memegang pundak sepupunya. “Gue Cuma mau nanyak. Apa loe dalang di balik hilangnya Istri Eugene.” Suara menatap tajam. Berharap sepupunya tidak melakukan pe
Suara langkah kaki mendekat. Membuat rasa waswas yang sangat besar pada tubuh gadis kecil yang terduduk di atas kursi dengan tangan di ikat ke belakang. Kaki juga terikat sangat erat. Ia tak mampu bergerak sama sekali. Setelah kejadian penyiksaan Violet kemarin, para anak buah Violet mendudukkannya. Lampu berwarna keemasan menyala seketika. Membuat Ayuna mendongak dengan mulut di sumpal kain. Seorang gadis cantik melenggak-lenggok masuk ke dalam ruangan. Memberi tatapan yang mengerikan. “Selamat pagi yuna!” sapa gadis itu. “Bagaimana? Apa kamu nyaman berada di tempatku? Aku sebagai Tuan rumah, selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk tamuku. Kalau ada apa jangan sungkan-sungkan memberitahuku.” ucap Violet sambil memegang sebuah map. “Kenapa? Kenapa kau enggak jawab hah?” bentak Violet dengan mata melotot hingga ingin keluar. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu. “Ups!” Menutup bibirnya centil. “Aku lupa mulutmu masih tertutup. Maaf
Di bawah sinar rembulan seorang lelaki sedang duduk lesu sambil menyesali kelalaiannya. Gadis yang sangat ia cinta menghilang tiba-tiba membuat pikiran Eugena kayak. Ia pun meraung-raung di tengah lorong yang sunyi. Membuat para orang yang berlalu lalang terperajat. Melirik Eugene dengan tatapan horor. Membuat orang mengira lelaki itu sedang gila.Saat Eugene menangkupkan kepala tiba-tiba benda hangat menyentuh punggung tangan. Lelaki itu mendongak. Sesosok wanita berdiri didepannya. Melempar senyum. “Violet!” gumam Eugene.“Ni kubelikan coffe.” Menyerahkan Paper Coffe kopi pada mantan kekasihnya. Eugene mengambil kopi yang di berikan Violet. Tiba-tiba gadis itu duduk di samping Eugene. Menunjukkan wajah yang lesu. Membuat dirinya seolah iba dengan Eugene.“Makasih.”Tangan Violet terulur. Menangkup tangan kanan. “Aku turun prihatin atas menghilangnya istrimu.”“Dari s
Byur!Sebuah guyuran air membasah tubuh gadis yang tengkurap di atas lantai. Tampa penerangan sama sekali. Dengan kedua tangan yang terikat ke belakang. Kelopak mata gadis itu mengerja-ngerjakan mata. Mata itu sedikit demi sedikit melebar. Mendongak melihat seorang datang menggunakan penerang seadanya. Sebuah lampu berwarna keemasan menyala. Tapi cahaya itu tidak membantu. Karena hanya menerangi bagian kecil ruangan. Sedangkan yang lain tetap gelap.Wanita itu menarik rambut seorang gadis yang sangat mengerikan itu. “Halo gadis kecil. Selamat datang di wilayahku. Hahahhah...” Tawa pecah dan melepaskan rambut Ayuna dengan kasar.“Kamu kan Violet. Apa yang kau lakukan padaku. Apa salahku.”Wanita jahat itu mengeluarkan jari telunjuknya dan mengetuk-ngetuk ujung dagu seolah-olah berpikir. “Apa ya salah mu?” Ia menarik rambut Ayuna kembali tapi tarikan ini lebih kuat. Gadis itu merintih sakit. “Baiklah. Seperti loe en
Waktu semakin bergulir. Malam demi malam telah terlewati. Di gantikan sang raja pagi terus menyising. Seperti biasa di sekolah cukup ramai. Murid berlalu lalang meninggalkan kelas masing-masing. Termasuk dua murid lelaki dan perempuan yang berjalan saling beriringan. Dari arah lain seorang pria di kelas mengejar mereka. “Hai bro!” Lay langsung merangkul lengan Wanda. Namun perempuan itu langsung bergidik dengan keras. Hingga tangan Lay jatuh “Biasa aja kali Wanda.” “Gue enggak pernah biasa kalau soal elo.” “Sorry lah. Eh omong-omong Yuna beneran di keluari.” “Siapa bilang? Dia hanya mengambil cuti.” “Terserah dah apa kata elo. Tapi kalau loe ketemu Yuna. Nitip salam ya.” Lay langsung berlari meninggalkan Toby dan Wanda. “Dasar cowok.” “Tapi omong-omong waktu Yuna pergi. Diakan ninggalin surat kan?” “Iya tapi katanya Cuma pergi bentar. Tapi pas malamnya gue tunggu dia gak balik.” “Emang udah loe telefon ora