“Selamat Siang Mbak Yuna?”
Ayuna dan Wanda saling melempar pandang. Mereka berdua sama-sama tidak mengenai Pria berbaju necis yang ada di depannya.
Wanda mendekatkan bibirnya ke telinga Ayuna, “Siapa dia Yun?”
“Yuna juga gak tahu,” balas Yuna dengan berbisik. Lay pun sudah selesai mengeluarkan koper. Menyeret koper ke Ayuna, lelaki itu tak kalah terkejut.
“Siapa dia Ayuna?” Mereka berdua bergidik karena tidak mengetahui.
“Perkenalkan nama saya Budi.” Mereka pun saling berkenalan satu sama lain. “Bu Emma ingin bertemu dengan Anda?” jelas Budi tujuannya di rumah Ayuna.
“Tante Emma, bukankah ada di kampung Pak?”
Budi menggeleng keras. Menunjukkan gurat kesedihan yang sulit di artikan. Membuat Ayuna ikut panik. Bagi Ayuna, Wanita itu adalah pengganti orang tuannya. Dan satu-satunya orang yang paling berharga di hidupnya. Sontak Ayuna memegang bahu Budi, “Di mana Tante Emma Pak?”
“Mari ikut saya?” Budi mempersilahkan Ayuna
Awan-awan gelap masih mengantung di atas langit dengan sempurna. Melindungi matahari dengan kabut-kabut kelabu miliknya. Langi seperti hendak menangis, namun tangis itu tertahankan sesaat. Berapa menit akan tumpah membasahi bumi.Ayuna dan Wanda masuk ke dalam kamar ICU. Kamar yang di peruntukan oleh pasien yang kritis. Kaki Ayuna sesaat kaku, mulutnya bergetar. Gestur wajahnya sedih. Air mata berderai. Di susul dengan kaki lemas yang hendak jatuh. Untung ada Wanda di samping Ayuna. Ia membimbing Ayuna untuk bangkit. Kedua gadis itu melihat seseorang wanita yang tak asing berbaring kaku di atas ranjang. Dengan selang-selang dan kabel-kabel di seluruh bagian tubuhnya. Dengan susah payah, wanita itu menoleh. Menatap sendu. Tersenyum samar di balik peralatan medis.“Tan-te...” rintih Ayuna sambil memeluk Emma. “Tante ngapain di sini? Ayuk pulang sama Yuna. Tante jangan bercanda dong, bercandanya enggak lucu.” Ayuna bangkit dan menatap wajah Emma ta
Hujan rintik-rintik lama-lam menjadi sangat lebat. Saat hujan turun seharusnya kita bersyukur. Karena nikmat tuhan berada di kaki hujan. Dengan derasnya hujan seseorang bisa menyembunyikan tangis, kegembiraan secara bersamaan. Tak ada seorang pun yang menyadari. Sebuah payung berada di bawah pohon, di pegang oleh Lelaki yang senantiasa memandang lurus ke depan. Mengamati seorang gadis yang masih meratapi kepergian wanita berumur tiga puluh tahunan itu.Dengan jelas, Eugene masih melihat Sang Istri masih memeluk pusara Tante Emma. Eugene menghelai nafas berat, di sana pasti dingin. Tapi gadis itu tak mau pergi. Setelah hampir setengah jam di kuburan. Ayuna dengan tertatih-tatih bangkit. Sang suami segera menyusul. Namun, Ayuna tiba-tiba lemas dan jatuh pingsan. Sontak Eugene menjatuhkan payung dan menghampiri tubuh Ayuna lemas di atas tanah basah dan wajahnya di tampar oleh hujan lebat. Dengan sigap, Eugene mengendong Ayuna. Tak peduli Bajunya saat ini ikut basah,
Waktu terus berputar. Hari-hari telah berlalu. Minggu ke sedihan sudah hilang. Sekarang satu minggu sejak kematian kedua orang tuannya. Dan juga hampir 12 purnama kematian kedua orang tuanya. Sedih masih menderai dalam dada. Namun, Ayuna adalah seorang gadis yang pintar menyembunyikan perasaannya. Semua orang menganggap dirinya selalu bahagia, padahal dalam jiwanya ia menyimpan luka yang entah kapan akan berlalu. Dalam satu pekan di dalam mimpi selalu di penuhi mimpi-mimpi buruk yang selalu mengawali malam. Dan pada akhirnya memeluk Eugene untuk mendambakan ketenangan.“Tenang lah!” Eugene memeluk Ayuna saat gadis itu kembali bermimpi buruk. Menenangkan lewat kata-kata dan kecupan malam.Eugene merebahkan Ayuna di ranjang. Lalu memeluknya. Memberi kehangatan pada tubuh mungil gadis itu. “Mas jangan pergi!”“Iya saya enggak mungkin pergi.” Jam sudah menunjukkan pukul empat subuh. Saat ayam-ayam kokok baru terbangun dari tidur. Eugene terus saja memeluk A
Ayuna mengaruk tengkuknya walaupun tak gatal. Semua orang melihat mereka membuat Ayuna merasa risih. Ia pun menyuruh Lay untuk bangun. “Lay stop! Jangan membuat Yuna malu.”“Kenapa kau harus malu Ayuna, aku mengungkapkan perasaanku. bukan lagi telanjang.” Ayuna membimbing Lay untuk bangkit. Siswa laki-laki itu menurutinya.“Aku akan memberi jawaban jika kau menyuruh semua orang untuk pergi.”Mata Lay langsung berbinar, ia akhirnya pertanyaan cinta akan ada balasan. Lay pun menyuruh semua orang untuk pergi termasuk anak-anak kecil yang ia sewa untuk memberi kejutan. Saat semua sudah pergi. Lay pun kembali lagi ke hadapan Ayuna.“Bagaimana? Sekarang sudah tidak ada orang?”“Hmm ak-u enggak bis-a jadi pacarmu!” ujar Ayuna lirih karena tak enak hati pada Lay. Pria yang sangat baik padanya.“Apa Yuna? Aku enggak dengar.” Suara Ayuna memang sangat lemah untuk di dengar m
Ayuna meletakan pakaian Eugene ke dalam keranjang cucian kotor. Malam semakin gelap. Rembulan terus bersinar di langit. Menerangi setengah bumi.“Emang hukumannya apa?”Eugene sudah bersiap menuju kamar mandi, “Eh nanti saya kasih tahu habis mandi.”“Ih Mas ini. Awas ya aneh-aneh nanti Yuna santet.”Eugene tertawa mendengar ancaman Ayuna. Ia pun masuk ke dalam kamar mandi. Ayuna mendengus sebal, ia ingat waktu kemarin di hotel. Mungkin kali ini sama, ia akan mengerjainya.Ting Tung!Suara bel mengagetkan Ayuna. Ia tahu, pasti itu kurir yang membawakan makan yang Eugene tadi pesan. Buru-buru ia keluar, perutnya sudah keroncongan. Cacing di perut Ayuna sudah berteriak-teriak mintak makan.“Sabar lah anakku. Makanan sudah datang.” Ayuna mengelus-ngelus perutnya.Suara decit pintu terbuka. “Mbak ini pesanannya. Ayam bakar dan tumis cumi-cumi saus pedas,” jelas Pria d
Pusat perbelanjaan di kota A sangat ramai. Banyak toko berjajaran di setiap sudut. Dari toko sepatu, pakaian, makanan, perlengkapan rumah tangga, permainan dan masih banyak lagi. Hilir mudik manusia bergantian mengisi pusat perbelanjaan. Seorang Pria sedang membawakan belanjaan Sang Istri dan juga teman-temannya.“Yuna loe enggak berlebihan nyuruh suami Loe bawa belanjaan kita?” Wanda menengok ke belakang. Melihat Suami Ayuna yang terlihat kerepotan membawa tas-tas belanja di tangan kanan dan kiri. Lalu kembali menatap ke depan. Berjalan beriringan bersama Toby dan Ayuna.“Biarin lah Wan, Om-Om brengsek itu emang pantas dapatin semuanya.”“Ih Yuna, suami sendiri dikatiin,” tegur Wanda, menyadar Ayuna bahwa tindakan sangat salah. Apalagi saat ini ia adalah seorang istri.“Biar lah.”“Yun, Gue enggak tega tahu sama Suami Loe!” timpal Toby sambil menyeruput es bubble. Melirik Eugene yang tepat berada di belakang, dengan jarak lima lang
Hari-hari Ayuna berjalan seperti biasanya, tidak ada yang berubah. Namun, saat ini hubungannya dengan Eugene lebih membaik kedua pasangan itu sekarang saling terbuka satu sama lain. Saling mengerti satu sama lain. Membuat hari-hari yang mereka jalani tenang dan damai. Seperti biasa Ayuna pergi sekolah. Hari-hari Ayuna di sekolah semakin sibuk. Seminggu lagi, akan ada Ujian Akhir Semester. Ayuna duduk di kantin sendiri, sambil membuka lembaran-lembaran majalah. Sebuah tangan menepuk pundak Ayuna, “Hai Nyet, rajin amat udah baca buku.” Toby mengambil tempat duduk di samping Ayuna dan Wanda di depan Ayuna.Toby mengangkat buku yang di baca Ayuna, “Ya elah, gue kira baca buku. Ternyata majalah?”“Loe sih enggak tahu bedanya majalah sama buku.” Cetus Ayuna sambil menyeruput es di sampingnya, menyeringai pada ke dua sahabatnya.“Sana dong Loe yang pesenin makanan.”“Mesti gue yang jadi korban,” cetus Toby dengan wajah kesal. Berdiri meninggalk
Hari telah berlalu. Waktu hari yang di tunggu keluarga Ruth Simth. Dua hari berlalu, Ananta mempersiapkan acara untuk Sang Anak.Semburat warna jingga melukis langit yang awalnya berwarna biru. Burung-burung terbang kembali ke sarang. Sebuah Mobil mewah merapat di sebuah Hotel termewah di kota A. Perayaan ulang tahun Eugene akan di rayakan di sebuah hotel bintang 5. Ayuna duduk di belakang Jog mobil. Sendirian tanpa Eugene, Pria itu ada urusan di kantor polisi membuatnya telat datang.Ayuna mengenakan gaun berbahan brukat merah. Sebagian pundak di biarkan terbuka. Tangannya sibuk menggenggam tas kecil dengan warna senada. Gaun ini di berikan oleh Mertuanya tempo hari.“Sudah sampai Nona.” Pak Toni memecah lamunan Ayuna. Ia masih tidak percaya diri keluar menggunakan gaun seperti ini.“Baik Pak.”“Saya nanti pulang sama Mas Eugene. Jadi, bapak langsung pulang enggak papa.”