"Apa yang terjadi?" tanya Nadine pada Hazel yang baru saja duduk di kursi kerjanya. Naumi, Surya dan Rivaldi ikut mendekat ke kursi Hazel. Sesekali mereka melirik ke arah Keyra yang tengah tersenyum-senyum sendiri. "Aku tidak tahu," jawab Hazel pelan. Kedua tangannya terangkat, tanda benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada Keyra. "Apa karena kepala beliau dipukul tongkat bisbol dia jadi tidak bisa berpikir dengan benar?" tanya Nadine lagi. "Apa Mbak Keyra jadi gila?" tanya Naumi menimpali. "Hey, jaga ucapanmu." sela Rivaldi. "Lalu kenapa beliau terseyum dari tadi?" Naumi kembali membuka suara. Ini adalah hari pertama Keyra masuk kerja setelah kemarin diliburkan secara paksa karena insiden penyerangan di basement parkiran mobil beberapa hari yang lalu. Kini Keyra hadir dengan aura baru, gadis yang biasanya memasang muka serius seakan siap bertempur kapan saja itu kini berubah memasang wajah sumringah. "Apa yang kalian bicarakan?" tanya Keyra yang sukses membuat keli
Hazel dengan langkah terpaksa keluar dari dapur restauran milik Joe Ryan. Gadis itu kembali duduk di kursinya paling pojok. Entah sejak kapan, kursi itu secara tersirat telah menjadi kursi pribadinya. Beberapa menit berlalu. Seorang pelayan yang sudah begitu akrab dengan telaten menaruh sepotong cake dan kopi americano di atas meja Hazel. Bahkan tanpa harus memesan erlebih dahulu, Hazel bak pelanggan VVIP yang sudah secara teratur dilayani seperti itu. "Selamat menikmati," ucap pelayan itu. Hazel seperti biasa hanya balas tersenyum. "Cobalah ini," Ryan menaruh sepotong cake lainnya di atas meja Hazel. "Ini menu baru yang akan aku luncurkan," ungkap Joe. Beberapa hari terakhir, setiap kali berkunjung ke sana. Hazel selalu menjadi bagian dari tikus percobaan, mencicipi semua masakan terbaru buatan Ryan. Itu adalah hubungan yang saling menguntungkan. Hazel sangat suka makan dan mencoba berbagai jenis kuliner. Joe Ryan yang seorang koki dengan jutaan ide selalu tertantang membuat men
Tok tok tok... Pintu kamar Keyra terbuka. Kepala gadis itu melonggok keluar. Matanya menatap tajam ke arah suaminya yang berdiri tegak tak jauh darinya. Perlahan Keyra keluar dari kamarnya, berdiri di samping pintu kamar. "Aku sudah bilang pada Yudha untuk mengosongkan jadwalmu. Jadi sudah tidak ada halangan lagi."Keyra mengernyit tak percaya. Suaminya bahkan rela membuatnya bebas job hanya untuk sebuah kencan? Kemana perginya Reyhan yang gila kerja. Yang menjujung tinggi pekerjaan di atas kepentingan pribadi. Yang pasti memilih bekerja daripada berlibur dan bersantai. "Kamu tidak senang?" tanya Reyhan yang menyaksikan istrinya hanya diam membisu di depannya. "Bukan begitu, aku hanya heran. Dulu kamu akan memilih bekerja daripada menghabiskan waktu untuk hal sepele seperti berkemah.""Siapa bilang itu hal sepele, ini kencan Keyra, kencan!" tegas Reyhan. "Iya, aku paham. Mau berangkat jam berapa?""Jam 7 saja." kata Reyhan memutuskan. "Baiklah, kalau begitu aku mau istirahat dul
Keyra duduk di samping Reyhan. Tubuhnya sedikit bersandar pada kursi lipat yang mereka bawa. Kedua tangan Keyra menjulur ke dekat api unggun di depannya. Di depan mereka tersaji ribuan bahkan jutaan bintang malam yang tak akan bisa dihitung jumlahnya. "Kamu mengantuk?" tanya Reyhan saat kepala Keyra menyentuh bahunya. Keyra menggeleng pelan, "Aku hanya ingin seperti ini." balas Keyra singkat. "Ayo ceritakan tentangmu!" pinta Reyhan menyeru. Rasanya empat tahun bersama Keyra membuatnya malu karena tak tahu apapun tentang istrinya. Hanya Keyra yang belajar tentang Reyhan untuk kebutuhan kerja. "Hmmm apa ya? Tidak ada yang menarik di hidupku," jawab Keyra pelan. Keyra tidak pernah bercerita apapun setelah kematian neneknya. Dahulu, Keyra bercerita semua hal pada neneknya. Setelah wafatnya nenek, Kwyea lebih banyak menyimpan semua hal untuk diri sendiri. "Tidak apa-apa, ceritakan saja apapun itu, bagiku semua tentangmu menarik." kata Reyhan menimpali. Keyra langsung memutar mata ke a
Reyhan dengan cepat mendorong Miki menjauh dari tubuhnya. Miki mengangkat sebelah alis kirinya. Miki tahu kalau Reyhan tidak suka sapaan khas baratnya, tapi Reyhan tidak pernah begitu frontal sampai mendorongnya menjauh, bahkan itu di depan umum. Ah, sialan, batin Reyhan. Reyhan dan Miki sama-sama besar di Luar negeri. Budaya pelukan saat bertemu dianggap hal biasa. Dahulu Reyhan hanya merasa risih saja setiap hal seperti itu terjadi. Tapi sekarang berbeda, ada hati istrinya yang harus Reyhan jaga. Dia tidak boleh lengah. "Miki, kapan kamu ke Indonesia?" tanya Reyhan. "Kamu tidak mau mengucapkan selamat datang?" tanya Miki balik. "Seharusnya kamu berkabar jika ingin berkunjung, aku sedang banyak urusan pekerjaan akhir-akhir ini." kata Reyhan. "Tunggulah di lobi atau di ruanganku jika ada hal yang ingin kamu bicarakan. Pulanglah jika kamu datang hanya untuk menyapa," bisik Reyhan kemudian berjalan melewati Miki. Pria itu berjalan mendekat ke arah Yudha dan Keyra yang berdiri tak
"Apa? Kamu tidak kembali ke ruanganmu bahkan setelah Miki memintamu bertemu?" Keyra tak habis pikir dengan tingkah laku suaminya. Keyra tahu betul kalau Reyhan tidak pernah melayani tamu atau kolega yang tidak membuat janji temu terlebih dahulu. Tapi ini persoalan lain, Miki kan temannya, manusia yang bertumbuh bersamanya selama kurang lebih 20 tahun. "Untuk apa? Jadwalku sudah penuh sampai jam 7 malam. Dan jam 8 aku sudah harus di rumah untuk makan malam denganmu. Aku tidak mau mengorbankan waktu makan malamku. Dia tidak sepenting itu sampai bisa merenggut waktu yang akan kuhabiskan bersamamu."Keyra kehabisan kata-kata, di satu sisi dia ingin marah dan kesal dengan sikap apatis suaminya. Di sisi lain ia sedikit senang saat Reyhan mengkonfirmasi bahwa waktu quality time mereka berdua lebih berharga dari apapun. "Yah, mau bagaimana pun kamu sangat keterlaluan," sindir Keyra. "Aku sudah menghubungi Miki lewat telepon saat diperjalanan pulang. Jika ada hal yang ingin dia sampaikan ,b
Miki diam mematung. Seperti tersihir oleh ucapan Reyhan barusan. Miki memastikan kembali apa yang dia dengar. "Kamu apa tadi? Sudah menikah?" "Iya,"Miki tertawa terpingkal-pingkal. Baginya perkataan yang Reyhan lontarkan beberapa saat yang lalu adalah lelucon paling gila yang ia dengar hari ini. Suara tawa Miki perlahan memudar saat mendapati Reyhan yang menatapnya serius tepat di depannya. "Kamu serius?" tanya Miki lagi yang langsung dibalas anggukan oleh Reyhan. "Bagaimana ini mungkin? Aku tidak percaya. Kamu bahkan tidak mengadakan pesta pernikahan. Lelucon juga ada batasnya Rey." kata Miki, tangan gadis itu perlahan bergetar, ia menggenggam kuat garpu makannya. "Masalah itu, ceritanya panjang. Aku hanya bisa bercerita sampai sini saja. Agar kamu paham kenapa aku tidak akan melakukan pelukan lagi. Waktuku sudah habis, aku harus ke tempat lain. Kita ketemu lagi untuk perbincangan yang lebih lama saat Kenzo tiba di Indonesia." Reyhan langsung berdiri dan melangkah pergi bahkan s
"Sayang, sore ini ke rumah sakit tidak?" teriakan istri Lintang dari lantai atas menjeda percakapan Reyhan dan Lintang. "Kenapa?" Bukannya menjawab, Lintang balas bertanya. "Aku mau mengantar Geisha menonton lomba musikalisasi, teman sebangku Geisha yang lomba, dia ingin pergi menyemangati katanya. jadi tolong jagakan lagi toko untukku," balas istri Lintang dengan suara setengah berteriak. Lintang santai saja dengan model komunikasi itu, seakan menggambarkan bahwa itu sudah sering terjadi. "Iya pergi saja, biar aku yang jaga." balas Lintang. Percakapan singkat itu sudah lebih dari cukup bagi Reyhan untuk mengetahui bahwa toko yang mereka singgahi sekarang adalah toko milik istrinya Lintang, dan tentu saja Lintang masih bekerja sebagai seorang dokter. "Tunggu sebentar," kata Lintang pada Reyhan. Lintang mengeluarkan benda pipih dengan warna gold dari dalam saku celananya. Lintang melakukan panggilan pada salah satu staff di Rumah Sakitnya. "Hallo, Dokter Zen, tolong periksa kond